Detik demi detik semakin terasa lambat. Menit berganti, membuat Edgar merasa waktu berjalan sangat lama. Berada di perjalanan setelah mengantarkan Dokter Yasmine pulang, Edgar merasa bahwa mobilnya begitu lama untuk tiba di rumah. Padahal ia sudah menginjak pedal gasnya dalam-dalam.“Kenapa mobil ini lambat sekali? Apa aku perlu mengupgrade mesinnya menjadi kecepatan turbo?”“Hah, kenapa rasanya begitu lama untuk tiba di rumah dan bertemu dengan Bella?”Sepanjang perjalanan, Edgar terus saja menggerutu pelan. Ia tak tahu apa yang terjadi padanya, tetapi ia merasa bahwa ia sangat ingin segera tiba di rumah dan langsung memeluk Bella.Setelah berpacu di jalanan sekitar beberapa belas menit, akhirnya mobil yang dikemudikan oleh Edgar itu pun tiba juga di halaman rumah mendiang ibunya. Pria itu memarkirkan mobilnya begitu saja, kemudian lekas turun dan masuk ke dalam rumah dengan setelah berlari.“Sayang! Sayang!” panggil Edgar tak sabarnya.Bella yang saat itu masih berada di dalam kamar
Hari sudah mulai menggelap, menampakkan indahnya langit malam yang bertabur gemerlap ribuan bintang. Bulan sabit juga terlihat menerangi bumi dengan cahaya peraknya, seakan mampu menembus hati setiap umat manusia dengan kedamaian yang diciptakannya.Hari sudah semakin malam, ketika mobil Edgar baru saja memasuki halaman rumah Barta. Mobil itu pun melaju ke arah garasi, sebelum akhirnya berhenti di sana.Begitu mobil berhenti, Edgar buru-buru turun dan menutup pintu dengan kencang. Pria itu kemudian bergegas melangkah cepat ke pintu utama.“Semoga saja papa dan wanita sialannya itu tidak menyadari kepulanganku,” gumam Edgar penuh harap.Tangan Edgar meraih handle pintu dengan tergesa-gesa. Dengan cepat, ia langsung membuka pintu tersebut dan lekas masuk agar tak diketahui oleh papanya.Akan tetapi, baru saja satu langkah kakinya melalui ambang pintu tersebut, tiba-tiba aktivitasnya terhenti saat melihat dua pasang kaki di hadapannya, seolah sengaja menghadang langkah Edgar.“Darimana s
“Apa, Sayang? Kamu mau mangga muda? Kamu ngidam?” tanya Edgar dengan kedua mata membulat lebar.“Iya. Kamu tidak keberatan untuk mencarikannya kan? Demi anak kita.” Bella memasang wajah manis dengan tatapan penuh harap. Sementara tangannya tampak mengusap perutnya.“Tapi, Sayang … ini bukan musim buah mangga. Dimana aku bisa mendapatkan mangga muda?”“Aku juga tidak tahu, Edgar. Kalau saja aku tahu, mungkin aku sudah berusaha mencarinya sendiri.” Mendadak Bella memasang wajah sedihnya, sembari kedua tangannya masih membelai perutnya yang rata.“Eh, Sayang.”Tiba-tiba saja ada rasa bersalah yang menyelimuti hati Edgar. Rasanya ia tak tega melihat Bella menjadi sedih seperti itu.Segera diraihnya wajah cantik kekasihnya itu, dengan tatapan mata dalam yang saling beradu.“Baiklah kalau begitu. Aku akan berusaha mencari mangga muda itu sekarang juga. Demi anak kita,” ucap Edgar dengan senyuman meyakinkan.Mendengar kesanggupan Edgar, refleks membuat Bella langsung menyunggingkan senyumny
“Baik, Pa. Aku akan pulang sekarang juga.” Edgar menganggukkan kepalanya cepat.Setelah selesai menelfon, pria itu cepat-cepat menyimpan ponselnya kembali. Sedangkan Bella masih mengernyit menatapnya, seakan ada pertanyaan besar yang harus ia sampaikan kepada Edgar.“Siapa yang menelfon? Papa kamu?” tanya Bella yang langsung menebak jawaban dari pertanyaannya sendiri.“Iya, Sayang. Papa menyuruhku pulang sekarang juga,” jawabnya dengan terlihat terburu-buru.“Memangnya apa yang terjadi? Dan kenapa tadi wajahmu terlihat sangat pucat?” tanya Bella. Raut khawatir terlihat sangat jelas di wajahnya.“Besok aku akan ceritakan semuanya, Sayang. Tapi saat ini aku harus pulang dulu. Jaga diri kamu baik-baik ya.”Cup!Edgar mengecup kening dan bibir Bella sekilas. Dengan terburu-buru, pria itu pun langsung melangkah cepat, pergi meninggalkan Bella di sana.Tak sengaja tatapan Bella kembali terarah pada luka gores di tangan Edgar. Bella pun semakin khawatir dan cemas dengan keadaan kekasihnya it
Wajah Edgar mendadak berubah tegang kala ia mendapat pertanyaan seperti itu dari Naomi. Namun, sebisa mungkin ia berusaha menetralkan irama jantungnya yang berdegup kencang, dan bersikap biasa seolah tak terjadi apa-apa.“A … apa maksudmu? Aku sama sekali tidak mengerti.” Edgar menggelengkan kepalanya cepat.“Aku hanya menebak saja. Hilangmu dari kampus sangat bertepatan dengan hilangnya Bella dari rumah sakit jiwa. Bukankah itu adalah suatu yang kebetulan?” Naomi bertanya sembari tersenyum licik penuh curiga.Degh!Jantung Edgar terasa berhenti berdetak seketika itu juga. Kini rasa cemas dan kekhawatiran yang teramat besar mulai menguasai dirinya, karena ia yakin tidak saat ini Naomi sudah menaruh curiga kepadanya dan juga Bella.Mata Edgar memicing, menatap penuh tak suka pada ibu tiri yang seumurannya itu. Wanita itu memang terlihat sangat licik dan angkuh, dimana ia masih terus menatap sinis pada Edgar sambil melipat kedua tangan di dadanya.“Aku sama sekali tidak mengerti dengan
“Aaaa!” Bella memekik keras, membuat kedua matanya refleks terpejam erat.Ia merasakan tubuhnya terhuyung dan hendak terjatuh. Bella sudah membayangkan jika tubuhnya akan jatuh menyentuh tanah. Akan tetapi, hal itu sama sekali tak terjadi.Bella tak merasakan sakit di tubuhnya. Namun, ia justru merasa tubuhnya mendarat dengan lembut, karena ada yang menahan tubuhnya itu agar tak terjatuh.“Apa kamu baik-baik saja?”Terdengar suara seorang pria yang bertanya dengan lembut kepadanya. Bella cukup terkejut dan takut-takut. Ia mengumpulkan keberanian untuk membuka kedua matanya perlahan.Dan begitu matanya terbuka, terlihat jelas sosok berwajah tampan dengan hidung mancung dan iris berwarna hazel yang tengah menatap cemas pada Bella saat ini.Bella masih tercengang, menatap pria itu tanpa sengaja. Hingga akhirnya ia tersadar bahwa pria itu sedang merengkuh pinggangnya dan menahan tubuh Bella supaya tak terjatuh.“Non Bella tidak apa-apa?” Suara Bi Marni seketika membuat Bella mengerjap cep
“Kau siapa?” Edgar memicingkan mata, menatap pada Regan dengan penuh tanda tanya.“Aku Regan, dan aku kemari karena ingin bertemu dengan Bella,” jawab Regan dengan santai.Ia tak peduli dengan siapa pria yang tengah bersama Bella saat ini. Regan bahkan terus menatap Bella dengan menyunggingkan senyum manis di bibirnya.Mata Edgar tiba-tiba saja membeliak cepat. Tampak segaris guratan merah di mata tegasnya itu. Rasa kesal yang mendadak muncul, membuatnya dengan cepat menatap pada Regan begitu tajam.“Mencari Bella? Memangnya kau ini siapa?” Edgar bertanya dengan suara berat, karena rahangnya telah mengeras saat ini.“Bukankah sudah kukatakan kalau namaku Edgar,” dengus pria berwajah agak kebulean itu dengan intonasi kesal.Regan berada di sana seolah tanpa rasa bersalah sama sekali. Ia tak tahu bahwa Edgar sedang dilanda oleh amarah yang nyaris saja meletup.Berbeda dengan Bella yang kini justru nampak cemas dan ketakutan. Gadis itu bahkan menyembunyikan tubuhnya rapat-rapat di belaka
Regan tengah memukul kemudi mobilnya dengan perasaan kesal. Tatapannya terus mengarah tak suka pada mobil di depan sana, dimana ada Bella dan Edgar di dalamnya.“Huft! Sayang sekali karena dia ternyata sudah punya kekasih,” gumam Regan dengan perasaan tak suka.Setelah tadi ia pergi dari rumah Bella, sebenarnya Regan tak kunjung pulang. Ia tetap menunggu di depan rumah, dan saat Bella keluar bersama Edgar, saat itulah Regan langsung mengikuti mereka dengan mobilnya.Kini mobil yang dikemudikan oleh Edgar pun tiba di sebuah taman, dimana terdapat banyak lampu beraneka warna yang menerangi sekitar taman. Di tengah-tengah taman itu terdapat sebuah air mancur raksasa yang bisa menari dan menyala dalam gelap.“Bagaimana kalau kita pergi ke air mancur sekarang?” tanya Edgar sembari menggenggam erat tangan Bella.“Terserah kamu saja, Sayang. Aku nurut,” angguk Bella sambil mengulas senyum kecil di bibirnya.“Kamu adalah calon istri yang sangat baik. Dan ini yang membuat aku jadi semakin jatu