Edgar masih terdiam di atas tempat tidurnya saat ini. Rahangnya mulai terasa mengeras, bersamaan dengan gemuruh di dadanya yang terasa kian kencang.Kembali ia mengangkat wajahnya, mengedarkan pandangan pada Naomi dan Barta yang masih menatap ke arahnya dengan sorot mata penuh murka.“Kenapa aku bisa ada di sini?” tanya pria itu dengan suara berat, berusaha menahan amarahnya.“Kenapa? Karena memang kau seharusnya ada di sini. Kau jangan coba-coba lagi berusaha untuk kabur, karena aku akan akan menambah hukumanmu.” Barta menenkankan pada Edgar.Akan tetapi, Edgar tentu tak akan tinggal diam begitu saja. Sebenarnya rasa penasaran masih menyelimuti hatinya, tentang kenapa ia bisa ada di kamarnya. Sebab yang ia ingat tadi, bahwa dirinya ada di rumah mendiang ibunya bersama Bella.Setelah itu, ada pria asing yang datang dan berbicara dengan Edgar. Lalu tiba-tiba ia merasakan kepalanya begitu kesakitan karena dipukul dari belakang. Dan setelah itu, ia sama sekali tak ingat apa-apa lagi.“Na
Tubuh Bella mendadak terasa gemetar. Kedua kakinya bergetar, saat melihat tatapan Regan yang terkesan begitu aneh ke arahnya.“Regan, a … ada apa?” tanya Bella gugup.“Tidak ada apa-apa. Sekarang ayo kita masuk ke rumah itu.” Regan segera melepaskan seat beltnya.“Ti … tidak. Tolong antarkan aku pulang sekarang.” Suara Bella tersendat, merasakan ketakutan yang saat ini menguasai dirinya.“Bukankah kamu bilang ingin mencari Edgar?” Sebuah senyum aneh tercipta di bibir Regan.“Iya, tapi ….”“Ayo ikut!”Belum sempat Bella menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja Regan langsung menarik tangan gadis itu dengan kasar. Apa yang dilakukan oleh Regan itu pun sontak membuat Bella langsung berteriak ketakutan.“Regan, apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku!” pekik Bella meronta.“Aku tidak akan pernah melepaskan kamu, Bella. Karena aku sudah susah payah membawa kamu kemari. Sekarang ayo ikut!” Raut wajah Regan terlihat semakin menakutkan.Pria itu juga bahkan langsung menarik tangan Bella paksa, hin
Malam itu juga, Edgar langsung berjalan mengendap-endap keluar dari halaman rumah papanya itu. Perlahan dibukanya pintu gerbang yang menjulang tinggi, karena di jam seperti ini biasanya para penjaga memang sudah beristirahat di pos.“Huft, aku harus benar-benar berhati-hati supaya tidak ketahuan,” batinnya seraya menggeser pintu gerbang itu dengan gerakan pelan.Untung saja aksinya itu tak diketahui oleh para anak buah Barta. Suara lalu lalang kendaraan di luar sana, membuat mereka sepertinya tak sadar dengan gerakan yang dilakukan oleh Edgar.Begitu berhasil membuka pintu gerbang tersebut, dengan cepat Edgar segera berlari menjauh dari rumahnya itu. Setelah memastikan bahwa jaraknya sudah cukup jauh, barulah ia melambaikan tangan untuk menghadang taksi yang melintas.“Stop!” teriaknya dengan kencang.Taksi pun berhenti melaju, dan Edgar cepat-cepat masuk ke dalamnya sebelum kepergiannya itu diketahui oleh Barta atau anak buahnya. “Mau kemana, Tuan?” tanya sopir taksi itu, begitu Edg
“Brengsek, lepaskan dia!”Suara teriakan lantang itu seketika membuat gerakan Regan terhenti. Pria itu menoleh cepat ke asal suara, dan begitu juga dengan Bella. Tepat dari arah pintu, terlihat dua orang pria dan seorang wanita paruh baya yang muncul dari luar. Mereka melangkah cepat menghampiri Regan dan Bella, yang seketika itu juga langsung membuat Regan bergegas turun dari tempat tidur.“Edgar! Andrew! Ba … bagaimana kalian bisa bersama dengan mamaku?” tanya Regan dengan suara tergagap. Wajahnya kini mendadak pucat pasi.Sama halnya dengan Regan yang merasa sangat terkejut saat melihat kedatangan Edgar, demikian juga dengan yang dirasakan oleh Bella. Mata sayu gadis itu tampak melebar, merasakan lega yang merayapi hatinya ketika melihat sang kekasih ada di sana.“Edgar,” lirih Bella dengan matanya yang semakin berembun, penuh dengan air mata haru.Edgar datang kesana bersama dengan Andrew dan mamanya Regan. Begitu melihat apa yang akan dilakukan oleh Regan terhadap Bella, pria it
Tubuh Bella setengah membungkuk, sementara kedua tangannya tampak memegangi perutnya. Raut wajahnya seolah mengatakan jika gadis itu sedang menahan kesakitan.“Akh! Sakit,” rintihnya.Melihat itu, tentu saja Edgar langsung panik. Ia lekas meraih wajah Bella, lalu menangkupnya dengan menatap gadis itu cemas.“Sayang, kamu kenapa? Apa yang terjadi sama kamu?” tanya Edgar panik.“Aku tidak tahu, Edgar. Tiba-tiba saja perutku sakit. Mungkin karena ….” Bella sejenak menggantungkan ucapannya, terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu.“Karena apa, Sayang? Apa sudah terjadi sesuatu pada calon anak kita?” desak Edgar yang semakin bertambah cemas.“Apa mungkin karena tadi Regan sempat menindih perutku,” lirih Bella sembari menggigit bibir bawahnya, mencoba meredam rasa sakit itu.Ia bahkan tak berani mengangkat wajahnya untuk sekedar menatap pada Edgar. Sebab ia tahu jika saat ini pria pujaan hatinya itu sedang sangat marah.“Apa? Berani-beraninya pria itu melakukannya padamu! Aku benar-benar aka
Besoknya pagi-pagi sekali, Bella benar-benar sudah diizinkan pulang oleh dokter. Sepanjang malam berada di rumah sakit, Edgar selalu setia menemani dan memberikan apapun yang ia butuhkan. Sementara Andrew sudah pulang lebih dulu sejak malam tadi.“Sayang, kamu benar-benar siap untuk pulang hari ini?” tanya Edgar ketika ia sedang membantu Bella dari kamar mandi.“Iya, Edgar. Aku tidak betah jika lama-lama berada di rumah sakit. Aku ingin pulang sekarang,” keluh Bella sembari memeluk tubuh kekar kekasihnya itu.“Baiklah. Sebentar lagi kita pulang ya.”“Tapi, Edgar ….”“Kenapa?” Edgar memicingkan matanya, saat tiba-tiba Bella menggantung ucapannya.Kini tatapan Bella mengarah pada kekasihnya itu. Ada rasa cemas yang tersirat di sana, dan Edgar bisa melihatnya dengan jelas.“Ada apa, Sayang?”“Edgar, kalau kita pulang ke rumah itu, bagaimana jika Naomi atau Regan datang kembali? Atau mungkin Naomi akan mengajak papamu kesana,” cemas Bella dengan suara lirih.Seolah tak memiliki beban piki
Wajah Naomi mendadak terlihat sangat pucat. Kedua bibirnya bahkan sudah setengah terbuka dengan bergetar dan tampak memutih. Sekujur tubuhnya kini terasa sangat gemetar, ketika berhadapan dengan Barta saat ini.“Tu … Tuan, aku tidak mengerti maksudmu,” kilah Naomi seraya menggeleng cepat, meskipun ia tahu benar apa maksud dari pertanyaan Barta.“Jangan coba-coba membohongiku, Naomi!” Suara Barta mulai terdengar meninggi, melengking hingga membuat telinga Naomi terasa sakit mendengarnya.Tubuh wanita itu semakin gemetar ketakutan. Kepalanya segera tertunduk, tanpa berani menatap pada Barta sedikit pun. Ia sama sekali tak menyangka bahwa Barta akan mendengar ucapannya tadi.“Sialan! Bisa mampus aku kalau begini!” cemas Naomi dalam hatinya.Ia masih tampak menundukkan wajahnya, saat tiba-tiba sebuah cengkeraman kasar terasa sangat perih di pipinya.“Jangan diam saja! Katakan apa yang terjadi sebenarnya! Apa selama kau tahu dimana Bella, hah?” bentak Barta dengan sangat marah.Pria itu ba
“Papa,” lirih Edgar tertahan, kala sepasang matanya menangkap keberadaan Barta dan Naomi di luar pintu rumahnya.“Dasar anak bangsat!”Bugh! Bugh! Bugh!Bogem mentah Barta bersarang di wajah Edgar bertubi-tubi. Anaknya itu sedang berada dalam posisi yang tak siap, sehingga dengan mudah Barta bisa memukulinya habis-habisan.Tubuh Edgar langsung tersungkur, dan Barta kembali menghajar putranya itu dengan menendang tubuhnya. Edgar hendak bangkit dan melawan, tapi tiba-tiba saja beberapa anak buah Barta muncul dengan memasang wajah garang mereka.“Cepat bangun! Kau harus benar-benar diberi pelajaran agar bisa jera!” geram Barta murka.“Apa mau papa, hah?” sentak Edgar yang masih bisa mengumpulkan kekuatannya untuk bangkit.Namun, baru saja dia hendak bangkit, Barta sudah kembali menendang tubuhnya dengan sangat keras. “Kau masih bertanya apa mauku, hah? Tentu saja aku mau memberimu pelajaran, karena kau sudah berani menculik Bella dan membawanya tinggal bersama di rumah ini. Apa menurutm