Tidak peduli disebut ugal- ugalan, wanita dengan sapuan merah di bibir itu menembus jalanan yang cukup lenggang dengan kecepatan sedikit diatas rata- rata. Wajah dan lehernya terasa cukup tegang akibat emosi yang terus merambat naik. Pagi temaramnya mendadak berantakan sebab sebuah panggilan yang terpaksa membuatnya menerjang jalanan dengan ganas guna bisa sampai kantor secepatnya.
Tidak sia- sia, perjalanan yang biasanya ditempuh dalam waktu kurang lebih tiga puluh menit, kini bahkan bisa dipangkas hingga setengahnya. Natalia tidak sempat memikirkan sebenarnya ajian apa yang dia gunakan sampai tiba- tiba bisa menyetir secepat itu hari ini.
Syukur semesta masih berpihak padanya.
Begitu memasuki gedung The Cassiluxe, wanita yang mengenakan blus kerja dipadu rok span dan heels setinggi dua belas senti itu meminta bantuan security untuk memarkirkan mobilnya. Temperamennya yang dalam keadaan buruk seolah terbaca oleh siapapun yang melihatnya. Dengan itu, label 'jangan sapa aku' menjadi auto berlaku.
Tidak sampai berlari, Natalia masih mempertahankan jalan anggunnya namun versi cepat. Tas tangannya ia genggam kuat- kuat untuk sekaligus menyalurkan amarah. Sepertinya ia sudah tidak tahan lagi untuk mencabik sumber kemarahannya hari ini.
Padahal rencananya hari ini Natalia akan work from home sembari menunggu jadwal rapat daring siang nanti. Tapi sepertinya rencananya jadi gagal total. Kemunculan 'kecoak terbang' di kantornya harus segera dia tangkap dan musnahkan secepatnya.
Deana, Asisten Pribadi Natalia telah menunggu di depan ruangan Natalia dengan raut cemas. Begitu Natalia muncul dengan raut merah padamnya, wanita berambut pendek itu mendekat dan berusaha menekan temperamen sang bos meskipun tahu jelas bahwa itu adalah usaha yang sia- sia. Deana tidak bisa menghentikan tatapan benci yang secara jelas tergambar ketika Natalia menemukan laki- laki menyebalkan sudah duduk manis di singgasana miliknya.
Kurang ajar.
Tidak sabar sekali rasanya Natalia menghancurkan senyuman sombong di wajah pria yang dianggapnya kecoak terbang tersebut.
Begitu pintu tertutup sempurna, para karyawan yang menyaksikan bagaimana Natalia terlihat bertanduk saat berjalan cepat tadi mulai menghembuskan nafas perlahan. Mereka semua ikut menahan nafas dan berharap setelah ini tidak kecipratan dampak dari perang besar dalam ruangan.
Sementara itu, tim divisi satu yang baru saja menyelesaikan kerja dari luar tetap harus kembali ke kantor untuk lanjut bekerja. Termasuk anak- anak magang yang mendapat mandat mengekori para senior tim dan harus siap mengerjakan tugas- tugas tambahan. Sebut saja menjadi runner yang kesana kemari saat perlu sesuatu atau bahkan mengerjakan tugas lainnya.
Setelah selesai, dua anak magang itu meluruskan kaki di ruangan. Nafasnya masih sama- sama terengah dan keduanya kompak menghabiskan sebotol air mineral ukuran tanggung dalam waktu kurang dari tiga puluh detik.
Beginilah rasanya bekerja. Setelah buru- buru ngojek dari site ke kantor yang berjarak kurang lebih 20km ditengah kemacetan dan terik yang mendera pula, dua anak manusia itu masih harus bolak- balik beberapa ruangan untuk mendistribusikan bahan dan beberapa bagan tambahan lainnya. Belum lagi mereka juga kedapatan tugas untuk mengembalikan barang- barang pasca produksi dengan ukuran- ukuran besar itu. Nasib pemagang. Mentang- mentang dianggap muda, yang senior terkadang jadi seenaknya.
Maklum, alasannya karena yang muda dianggap lebih gesit jadi pasti dapat bergerak lebih cepat.
Tidak salah sih, tapi tidak dapat dibenarkan juga. Tapi rasanya belum bisa disebut sebagai perpeloncoan anak magang juga. Toh selama ini mereka masih dimanusiakan dan masih mendapat ucapan terimakasih serta shout out yang menjadi haknya. Jadi, nikmati saja lah masa- masa magang ini.
Sagara membuka laptopnya lalu memindahkan data di kartu memori kedalam hardisk dengan logo perusahaan yang dibawanya. Perlu waktu sekitar lima menit untuk memindahkan seluruh hasil shoot hari ini kedalam sana sebelum nantinya ia harus menyerahkan kembali pada seniornya.
Dia menyenderkan punggungnya di kursi lalu meluruskan kaki panjangnya yang berkedut pegal. Bolak- balik kesana kemari cukup membuat kakinya hampir gemetar. Sepertinya dia memang harus kembali berolahraga rutin kalau tidak mau menyandang status jompo sejak dini.
Sementara Mario menggeser kursinya mendekat, melihat kembali preview foto serta video sembari mengusir kebosanan plus kepanasan mereka hari ini. Lelaki itu tersenyum paling lebar selama di site tadi. Bagaimana tidak? Influencer yang dibriefing dan shoot hari ini adalah salah satu favoritnya. Mario bahkan telah mengikuti selebgram tersebut sejak pengikutnya masih dibawah dua ribu.
"Part paling menyenangkan dari kerja di industri ini salah satunya adalah bisa ketemu orang- orang keren yang selama ini gue pikir cuma bisa gue lihat di sosmed," ucap Mario tanpa melepaskan pandangnya dari foto- foto yang digulir oleh Sagara. Sementara si pemilik laptop yang masih memejamkan mata balas berdecih meremehkan.
"Ck! Lo seneng karena kebagian handle cewek, coba kalo pindah ke tim sebelah yang rata- rata handle aktor laki- laki. Gue nggak yakin lo seantusias ini."
Yang disindir hanya bisa menampilkan cengiran kebanggaannya yang secara tidak langsung berarti tidak mengelak tanggapan Sagara. Jelas sekali terlihat, Mario memang mengagumi visual- visual luar biasa itu.
"By the way, lo masih lurus kan, Gar?"
Sagara mengerut dalam mode istirahatnya saat mendengar pertanyaan bodoh yang terlontar dari manusia disebelahnya. Ditambah lagi Mario yang sok-sokan bergerak menjauh darinya dengan sok jijik. Sebagai dua pemagang yang ditempatkan di tim dan divisi yang sama, mau tak mau keduanya jadi sering kelihatan bersama. Beberapa staf senior juga jadi sering membercandai keduanya dengan sebutan upin- ipin.
"Pertanyaan lo tuh gak bermutu!" Kesal Sagara yang pada akhirnya membuka mata. Langsung menghadiahi rekannya itu dengan sebuah jitakan keras.
Mario mengusap dahinya yang terasa panas, meski kesakitan pria tersebut masih bisa terkekeh meledek.
"Jujur aja Gar kalo sama gue! Asal lo nggak naksirnya sama gue, gak masalah, kok!" Goda laki- laki dengan rambut agak keriting itu.
Sagara jelas menggeleng mual, enak saja dicap homo!
"Ya habisnya, selama ini yang kelihatan excited atau sering ngomongin cewe cuma gue. Respon lo datar banget. Bahkan tadi Saskia nggak sengaja nabrak lo dan 'itunya' kesenggol, respon lo biasa aja," cecar Mario yang membuat Sagara kembali mendaratkan pukulan panas—semoga saja setelah ini Mario tidak sampai gegar otak.
Sagara merasa tak perlu menjawab pertanyaan tersebut. Jelas ia yakin dirinya normal. Dia masih tertarik pada perempuan, kok! Namun mungkin dia memang bukan pecinta wanita- wanita bohay spek influencer seperti Mario.
"Guys, backup nya udah selesai?"
David muncul dari balik pintu. Sagara mengangguk setelah memastikan bahwa data yang dia kirim tadi telah berhasil tersimpan.
"Sudah, mas."
David mengangguk puas. "Okedeh, sekalian dong tolong itu hardisknya diserahin ke Bu Natalia."
Tuh, sudah dapat tugas tambahan saja. Apa yang bisa dilakukan selain mempertahankan senyum karir dan mengangguk mengiyakan?
Meninggalkan Mario dan David, pada akhirnya Sagara lah yang maju ke ruangan Natalia meskipun dengan dag dig dug sebab dia belum siap bertemu Natalia setelah kejadian pagi tadi. Sagara hanya berharap bahwa asisten Natalia ada di meja sehingga dia tidak perlu masuk ke dalam ruangan hanya untuk menyerahkan file.
Sayang sekali, doanya tidak terkabul. Tidak ada siapapun yang berjaga di depan ruangan Natalia. Sagara tidak punya pilihan lain selain mengetuk pintu dan masuk kedalam sana.
Bukan sahutan dari dalam, namun kemunculan lelaki asing dengan raut yang menahan kepulan emosi yang Sagara dapati.
"Minggir!"
Bahu Sagara tersenggol sedikit, bahkan si pelaku tidak berhenti untuk minta maaf.
Suara Natalia terdengar, "Gar, sebaiknya kamu segera membersihkan diri. Bersentuhan dengan kecoak kotor yang hinggap sana-sini hanya akan menyebar kotoran."
Lelaki yang nampak geram itu berhenti sejenak dan menengok kearah Natalia setelah mendengar kalimat pedasnya.
Sagara memerhatikan keduanya yang nampak bertukar pandangan tak mengenakkan. Tak mau lama- lama berada di tengah- tengah dan hanya bengong, Sagara pada akhirnya memutuskan untuk mengambil satu langkah maju.
"Saya izin masuk dan menutup kembali pintunya, bu. Takut kalau kecoak terbangnya masuk lagi."
"Untuk apa kemari? Dasar tidak tahu malu," hardik Natalia begitu pintu ruangan miliknya tertutup sempurna. Lelaki dihadapannya nampak tidak gentar sama sekali, dia malah semakin betah duduk di kursi milik Natalia. Senyumnya nampak menyebalkan, pun sorot mengejek yang laki- laki itu tampilkan juga membuat Natalia semakin naik darah. "Menolak menjadi pewaris hanya untuk bekerja pada perusahaan yang bahkan jauh lebih kecil dari perusahaan keluargamu? Aku heran mengapa kamu masih begitu sombong. Natalia Xaviera."Natalia tidak kaget lagi saat lelaki dihadapannya itu pada akhirnya tahu tentang silsilah keluarganya. "Tidak usah banyak basa- basi. Ada perlu apa?" sebal Natalia. "I Miss you."Natalia hampir meludah."Persetan! Katakan saja maumu ! Mau bekerja? Kamu bisa hubungi HRD atau mendaftar via platform lamaran kerja. Cari yang sesuai kemampuan, jangan hanya minta jabatan. Aku tidak akan menjadi orang dalam untukmu lagi," ketus Natalia lagi. Menyesali masa- masanya dulu yang selalu
Sesuai dengan ucapannya kemarin, pagi ini Sagara telah memantapkan diri untuk menjalani gaya hidup yang lebih sehat. Lelaki itu mengeratkan tali sepatu running yang telah bertengger di kakinya setelah hampir 7 kali mengelilingi taman komplek perumahan elit ini. Sejak awal Sagara memang telah menyadari keberadaan taman komplek, namun baru hari ini dia kesampaian untuk jogging disini. Udara sejuk khas pukul setengah enam pagi membuatnya merasa lebih bugar. Dia sengaja bangun awal agar bisa rutin berolahraga sebelum bekerja. Sebagai pembuka, menurutnya jogging adalah pilihan terbaik. Selain itu dia sadar, untuk mendapatkan kesehatan paripurna harus rutin lari pagi, bukannya lari dari kenyataan, hehehe. Taman komplek ini tidak begitu luas, jadi mungkin Sagara masih bisa melakukan 15 hingga 20 kali putaran. Selain itu, berdasarkan keterangan Pak Imran, taman tidak terlalu padat di hari kerja seperti hari ini. Berbeda dengan akhir pekan yang katanya akan dipadati oleh terutama anak- ana
Kruuukk..Sialan! Sagara bergerak gusar diatas kasur. Sedari tadi berusaha tidur namun bisa- bisanya urusan perut menghalangi. Ini pukul dua belas malam dan dia tiba- tiba saja lapar. Setelah pukul setengah enam sore tadi membeli bakso ayam di perjalanan pulang, Sagara belum mengisi perutnya kembali. Menyicil laporan magang sembari mengerjakan beberapa tugas kantor ternyata menyita banyak waktunya. Bahkan dengan sok cool dia menolak tawaran Bu Widya petang tadi kala wanita itu bertanya perihal menu makan malam yang diinginkan. Sebab Natalia telah mengabarkan bahwa dia ada makan malam bersama client, Bu Widya tinggal memasak untuk Sagara saja. Namun Sagara dengan percaya diri mengatakan bahwa dia tidak akan makan lagi sehingga Bu Widya tidak perlu memasak untuk malam itu. Jika tahu akan lapar begini, harusnya dia request sesuatu tadi. Tak berminat untuk masak mie instan, Sagara bukan penggemar berat makanan berbahan dasar tepung satu itu. Jadi sepertinya terpaksa ia harus keluar
Tepat di samping gate perumahan elit, motor tua milik Pak Imran diparkir berjejer dengan beberapa motor lainnya. Tenda nasi goreng di tengah malam sering menjadi pemadam kelaparan sekaligus muara cerita di akhir hari yang panjang. Ada yang menenangkan dari desingan suara spatula beradu dengan wajan lebar. Begitu pula aroma harum nasi bercampur bumbu yang menguar mengiringi percakapan. Harusnya tidak asing sama sekali, Natalia tahu keberadaan tempat ini karena selalu ia lewati setiap harinya. Namun suasana hangat berpadu aroma sedap aneka masakan itu terasa baru baginya. Wanita itu menebar pandangan keseluruh tenda. Manusia yang didominasi oleh para pekerja berseragam hijau hitam singgah hanya untuk mengambil pesanan. Ada juga yang makan on the spot sembari menunggu pesanannya selesai dikerjakan.Tak ambil pusing mengapa akhirnya dia bisa berakhir disini. Sejauh yang dia ingat, Sagara menggenggam jemarinya lembut tadi, menuntunnya naik keatas motor milik Imran dan berhenti disini set
"Kalau punya kenapa dan kalau belum punya juga kenapa?"Tatapan serius Natalia bertaut dengan Sagara yang tiba- tiba saja menawarkan aura yang sama sekali berbeda. Padahal baru saja tadi melihat Sagara yang tersedak karena menyebutkan 'pemandangan seksi'. Kini Sagara justru balik menggoda Natalia dengan tatapannya. Cowok yang tujuh tahun lebih muda darinya itu menyunggingkan senyum kecil di bibirnya dengan sebelah alis yang terangkat naik. Belum lagi suara milik laki- laki itu yang menjadi semakin dalam. Kesurupan setan sebelah mana, nih?Jemari lelaki itu dengan lancang mengusap satu bulir nasi yang bertengger di bibir Natalia. Padahal hanya begitu, tapi entah mengapa untuk pertama kalinya Natalia jadi salah tingkah. Astaga, sejak kapan dia jadi gelagapan begini menghadapi seorang bocah? Anak magang pula!Dia berkedip tiga kali sampai akhirnya sadar bahwa Sagara telah menukar tatapan menjengkelkannya dengan sebuah senyuman manis tanda kemenangan. Lelaki itu kini bangkit dan dengan
"Aargh!!" Di tengah malam yang dingin, terutama berkat guyuran shower yang membasahi tubuh kekar sang pemuda. Bantuan sabun dan imajinasi liarnya, pada akhirnya pertahanan pertama lelaki itu runtuh. Sebelah tangannya menyangga pada dinding, sementara satunya lagi jelas sibuk mengemban tugas negara dibawah sana. Sagara meloloskan satu lolongan miliknya setelah pencapaian yang dia dapatkan. Nafasnya menderu, matanya yang sempat terpejam kini telah terbuka kembali dengan sisa hasrat yang menggebu. Pada akhirnya, Sagara telah kalah pada babak pertama. Semua pertahanannya selama ini ternyata justru runtuh hanya karena seorang wanita dewasa yang secara terang- terangan mencoba menggoda dan hanya bermain- main dengannya. Sialnya, Sagara benar- benar jatuh dalam perangkap, dia tergoda. Sagara terdiam di sudut kamar mandi. Meraba rasa yang terlintas di hadapan wajahnya, juga bayang- bayang Natalia yang menggodanya secara halus. Dalam benaknya hanya ada satu pertanyaan utama, mengapa Natal
"Kamu rajin bawa bekal juga?"Sagara mendongak saat acara makan siangnya tertumben disapa oleh eksistensi manusia lain. Bibirnya hanya bisa menerbitkan seulas senyuman tipis. Laki- laki itu mengangguk kecil sembari menggeser duduknya—peka bahwa wanita itu juga berniat duduk disebelahnya. "Ya gitu," balasnya singkat. Sendoknya kembali membawa suapan demi suapan masuk ke dalam mulutnya. Jelas Dirga kelaparan setelah pagi tadi hanya meneguk cepat sereal buatan Bu Widya.Demi menghindari Natalia, lelaki itu berangkat dengan super buru- buru. Tentu sembari memanfaatkan dengan baik privilege dari tinggal di rumah Natalia. Kalau bisa bawa bekal gratis untuk berhemat, kenapa harus beli?Gadis berkacamata disebelahnya tersenyum tipis. Meletakkan bekalnya juga meskipun tangan kurus itu sedikit gemetar. Dia duduk tepat disebelah Sagara meskipun tetap memberi jarak agar lelaki disebelahnya tak mendengar detak jantungnya yang berdentum tak karuan. Miskha namanya. Gadis yang satu angkatan magang
Mengelana dalam pikiran. Setelah semua yang terjadi, berada dalam mobil hanya berdua dengan Natalia terasa begitu berat untuk Sagara.Dia jelas merasa bak remaja labil. Terkadang merasa aman nyaman bersama sohib mamanya itu, terkadang juga merasa sebal karena serasa dinodai secara tidak langsung, di sisi lain dia juga merasa tergoda karena hanya dengan mencium wanginya saja sudah membuat sisi liar Sagara bergejolak. Dia ingin menjadi berani seperti semalam, tapi entah mengapa pagi ini dia ciut lagi. Pikirnya dia ingin memilih untuk main aman. Sagara tidak mau menimbulkan kesalahpahaman lain apalagi memperburuk hubungan antara mereka. Maka dari itu dia terpikir untuk sebisa mungkin mengurangi interaksi dengan Natalia.Sayangnya, selama dia masih magang di perusahaan yang sama, sepertinya hal itu tidak akan terwujud. Sagara tidak akan pernah bisa menghindar dari Natalia Xaviera.Jujur dia tidak tahu apa yang sebenarnya Natalia inginkan darinya. Dia hanya anak magang yang tentu tidak se
Natalia melongo saat menemukan sang kekasih sudah berdiri di depan lobby kantornya dengan santai. Dia memeriksa kembali penanda waktu yang melingkar di tangannya, benar kok ini jam 5 sore waktu setempat. Wanita itu berjalan pelan mendekati pria yang sibuk dengan ponselnya itu, bersandar di tembok pilar. Memastikan lebih dekat bahwa benar dia tidak salah lihat si tampan yang berada dihadapannya itu. “Kenapa kamu disini?” Pertanyaan Natalia membuyarkan kegabutan Sagara. Laki-laki itu tersenyum dengan sumringah saat menemukan Natalia sudah berada dihadapannya dengan tampang kebingungan.Alih-alih langsung menjawab, Sagara lebih memilih untuk langsung merebut tas file yg Natalia bawa. Juga mengamit lengan wanita itu untuk membawanya ke parkiran. Tentu saja pemandangan manis itu tidak luput dari perhatian pegawai lainnya yang juga berada di lobby.Natalia menahan Sagara dengan menarik sisi belakang jasnya.“Tunggu! Kamu belum menjawab pertanyaanku!”Tentu saja, siapa yang mau mengekor b
Kendaraan roda empat berwarna hitam semi glossy itu berhenti tepat di depan pintu masuk utama Xavier Group. Sagara yang berada di kursi kemudi menghentikannya dengan stabil. Menoleh kearah kekasihnya yang kini duduk disampingnya sudah lengkap dengan tampilan kerjanya yang menawan.Natalia meliriknya dengan senyum masam, "Kamu tidak perlu repot-repot mengantarku begini padahal," ujarnya sebal setelah kalah adu argumen saat di parkiran rumah tadi. Sagara ngotot minta mengantarnya ke kantor sebelum dia kembali ke kotanya. Suatu tindakan yang menurut Natalia sangat buang-buang waktu mengingat arah kantor dan juga arah bandara sangat berbanding terbalik. Jelas Sagara harus putar arah lagi nantinya.Mendengar keluhan dari sang kekasih, Sagara hanya bisa tersenyum tipis. Dia mendaratkan tangan lebarnya untuk menyentuh puncak kepala Natalia, memberinya sebuah belaian sayang penuh perhatian."Kamu yakin bisa bekerja hari ini?"Pertanyaan yang sia-sia karena mereka sudah berada di depan pintu
Suara ketik yang mengalun lembut merayap memasuki pendengaran Natalia. Wanita itu perlahan membuka matanya—rasa kantuk sudah mulai sirna berkat cahaya tipis yang turut menembus jendela. Natalia melirik bagian sisi kanannya, menemukan lelaki dengan kaos polos bersandar sembari serius memandangi laptop di pangkuannya. Jari jemari laki-laki itu menari lincah diatas keyboard. Rambut acak-acakan dan tampilan paginya yang super fokus itu nampak sangat seksi di mata Natalia sekarang.Semalam saat Natalia menyarankan sebuah tidur yang berkualitas, wanita itu benar-benar berupaya mewujudkannya dengan serius. Benar-benar tidur yang nyaman dengan sebuah pelukan sepanjang malam yang dia harap bisa merecharge kembali energi mereka berdua setelah bekerja keras seharian.Natalia melirik jam dinding, pukul enam lebih tiga puluh menit di pagi hari. Sebenarnya sudah cukup siang namun mereka masih punya cukup waktu untuk tidur sebelum mulai bersiap beraktivitas hari ini. Tapi lihat? Bahkan sepagi ini sa
Saat cincin itu melingkar di jari manisnya, Natalia merasakan sensasi hangat yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Matanya membelalak sejenak, tercengang oleh kejutan yang tak terduga. Dalam keheningan penuh emosi itu, Sagara menatapnya dalam-dalam, bibirnya tersenyum penuh arti."Aku tahu orang tua kita bahkan sudah curi start lebih dulu. Tapi tentu tidak adil jika kita yang katanya sudah terlalu matang ini hanya mengikuti arahan. Aku rasa aku tetap perlu melamarmu secara langsung," bubuh Sagara sembari menatapnya lembut. Tubuh Natalia kaku di pangkuan Sagara. Wanita itu masih menatap cincin dan Sagara secara bergantian. Apalagi sentuhan lembut Sagara pada jemarinya turut membuat wanita itu menghangat dalam hati. “Natalia,” kata Sagara dengan suara lembut namun penuh keyakinan, “aku sudah memikirkan ini sejak lama. Kamu adalah segalanya bagiku, dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Maukah kamu menikah denganku?”Natalia dipenuhi oleh campur aduk perasaan—kebah
Natalia membuka matanya dengan paksa saat mendengar nada dering yang mengganggu pertapaannya di bath tub. Wanita itu hanya bisa melirik ponsel yang teronggok di meja wastafel tersebut tanpa berniat mengambilnya. Dia menghela nafasnya malas. Daripada harus buru-buru mengangkat panggilan, Natalia lebih memilih untuk menghentikan aktivitas berendamnya yang sudah berjalan selama kurang lebih lima belas menit.Sebenarnya, dia pun merutuk pada diri sendiri. Kalau tahu tak akan menerima panggilan atau memegang ponsel, kenapa juga dia harus membawanya ke kamar mandi?Secara bertahap dan perlahan, Natalia menarik handuk mandinya lalu keluar dari bath tub. Aroma flowery menyeruak sebab malam ini dia memilih wewangian itu untuk menenangkan pikirannya setelah lelah bergelut dengan pekerjaan.Usai memanjakan diri, barulah Natalia mengambil ponselnya. Sedikit terkejut dengan mata setengah melotot saat melihat nama pemanggil dan membaca pesan yang pemilik nomor itu kirimkan padanya. 'Aku ada di dep
Sagara mengusap sudut bibirnya yang belepotan bekas pewarna merah milik Natalia. Tersenyum miring saat mengingat memori singkat keduanya yang baru saja terjadi lagi. Dia bersandar pada tembok di rooftop, entah apakah kejadian tadi diantara mereka bisa membuka jenis hubungan baru buat keduanya.Satu kali lagi Sagara membenahi tatanan dasinya yang sedikit berantakan sebab diacak Natalia tadi. Lelaki itu juga memasang kembali jasnya yang sudah dikembalikan oleh wanita yang dengan wajah memerah buru-buru turun meninggalkannya sendirian disini. Pada akhirnya, Sagara turun dengan perasaan yang lebih lega daripada sebelumnya. Bibirnya terus mengulas senyuman tipis sepanjang perjalanannya menuju ballroom pesta. Pesta yang mendadak dan secara terpaksa dia hindari ternyata memberinya sebuah kesempatan luar biasa. Seperti yang Natalia katakan tadi padanya, sangat tidak sopan kalau Sagara meninggalkan pesta tanpa memberikan selamat kepada sepasang mempelai yang menghelat acara ini. Maka Sagara
"Mbak Lia dimana?" Gisela menggendong sang putri yang mulai mengantuk setelah hampir dua jam berada di pesta pernikahan. Putri kecil itu menggeliat hampir tantrum dan mulai merengek sehingga dia dan Samuel siaga untuk segera meninggalkan kursi mereka. Samuel menggeleng, laki-laki itu mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan berusaha menemukan keberadaan sang kakak yang tiba-tiba saja menghilang setelah tadi mengucapkan selamat pada mempelai. "Sam, udah mau balik?" Tanya Darius yang menyambanginya setelah tamu-tamu mulai sibuk sendiri. Samuel mengangguk, "Iya nih, Kasihan Cia udah mulai ngantuk. Saya pamit ya Pak Darius, sekali lagi semoga pernikahannya langgeng dan bahagia," ucap Samuel dengan hormat.Laki-laki itu mengangguk dengan sedikit senyumannya. Melihat Samuel yang nampak kebingungan, Samuel kembali menerbitkan senyuman tipisnya."Natalia? Dia bawa mobil sendiri, kan?" Terka Darius yang sepertinya langsung paham kekhawatiran Samuel.Mendengar nama kakaknya disebu
Cengkraman pada pinggang ramping Natalia mengerat. Wanita itu berkedip dua kali dalam paniknya. Tatapan laki-laki dihadapannya itu masih sama tajamnya seperti dahulu. Hanya saja, Natalia dapat merasakan aura yang lebih dingin meradiasi darinya. Sesuatu yang jarang sekali Sagara Adinata kuarkan dahulu.Dengan kesadaran penuh, Natalia kembali pada posisinya. Berdiri tegap membenahi helaian gaunnya yang sudah sedikit berubah tatanannya. Debaran jantungnya menggila entah karena hampir mencederai kepalanya sendiri atau karena bertemu lagi dengan laki-laki masa lalunya. Presensi yang sebenarnya tak pernah absen dari pikirannya."Apa yang sedang kamu lakukan disini?" Tanya Natalia dingin. Wanita itu membuang tatapannya kearah lain. Dua tangannya secara refleks memeluk lengannya yang terekspos akibat potongan off shoulder tersebut.Sagara tak melepaskan pandangannya dari detail gesture kecil seperti itu. Tangannya secara otomatis membuka kancing jasnya dan melepas kain tebal tersebut."Mengha
Sagara berdiri di depan pintu megah yang dihiasi lampu-lampu berkilauan dan bunga-bunga segar. Lelaki dengan setelan rapi dan rambut ditata sedemikian rupa itu berjalan tegap memasuki area pesta sendirian setelah memarkirkan kendaraannya. Ia datang bersama kedua orang tuanya dan telah lebih dahulu dia turunkan di lobi utama. Lelaki itu seperti biasa memasang wajah dingin tak tersentuh miliknya. Mencoba mendeteksi keberadaan orang tuanya yang pasti sudah lebih dulu tenggelam dalam pesta. Pernikahan ini katanya adalah pesta pernikahan sepupu jauhnya. Saking jauhnya, Sagara sampai tidak benar-benar kenal siapa sepupunya ini. Namun dilihat dari skala pesta yang diadakan, Sagara rasa sepupunya menikahi pria yang benar-benar kaya. Area pesta memancarkan aura glamor dan kemewahan. Di dalam, suasana pesta ala konglomerat sangat terasa. Sempat dia dengar beberapa bisikan bahwa pernikahan kali ini memang merupakan pernikahan seorang konglomerat penting.Saking cueknya, Sagara bahkan tidak mem