"Udah gila emang! Bisa-bisanya lo nabrakin diri begitu!"Suara nyaring Mario memecah lamunan Sagara yang tengah galau bersandar di ranjang rawat. Tanpa aba-aba, pria tinggi kurus dengan rambut ikal itu membuka pintu kamar rawat dan bicara dengan nada melengking begitu. Untung saja ruangannya VIP dan dia sendirian karena kedua orang tuanya sedang keluar untuk makan siang. Mario datang dengan tangan kanan dan kirinya penuh dengan bawaan entah apa. Belum meletakkan barang-barang, lelaki itu langsung berdiri tepat di samping ranjang, memberi jenis tatapan penghakiman terhadap rekan kerjanya selama beberapa bulan belakangan itu. Sagara meringis setelah memindai barang-barang yang Mario bawa, "siapa yang nabrakin diri, sih?!" Mario membulatkan mulutnya, menjatuhkan sedikit barang bawaannya ke lantai. "Lo nggak amnesia kan, anjeng?!"Lagi-lagi lelaki yang harus Sagara akui sebagai sobatnya itu berteriak cukup kencang. Sagara reflek memukul bibir Mario yang sulit sekali dikontrol. Sekaliny
Jujur saja Sagara bingung kenapa tiba-tiba Samuel datang kepadanya dan menawarkan bantuan untuk menyuapinya. Siapapun yang melihat ini pasti akan merasakan keganjilan. Untuk apa dan kenapa?Namun daripada membuat skenario menjadi lebih panjang, pada akhirnya Sagara menurut. Lagipula dia memang kesusahan untuk makan sendiri sebab infus dan juga perban-perban tebal membalut tangannya. Suasana jadi tiba-tiba senyap begitu Samuel masuk ruangan. Hanya ada dentingan sendok dan juga mangkok yang terdengar. Bukan karena tidak ada manusia, namun justru karena manusia-manusia disana terlalu syok untuk bicara setelah melihat secara langsung pemandangan dihadapan mereka. Apa-apaan itu?"Ekhem—"Mario dengan sengaja berdehem, melirik dua manusia itu bergantian dengan tatapan penuh curiga. Baik Sagara maupun Samuel juga langsung melirik kearahnya. "Sepertinya Sagara dan Pak Samuel akrab sekali, ya!" komentarnya dengan sedikit tawa, sebenarnya dia berusaha memecah keheningan yang ada. Sagara memi
Ruangan jadi sedikit lebih tenang setelah toa keliling yang sempat mampir tadi akhirnya menyudahi kegiatan membesuknya. Mario sudah ditarik pulang oleh David dan juga Diana sebab laki-laki itu tadi memang numpang di mobil David sehingga dia harus ikut jam pulang si empunya mobil. Berhubung David adalah anak teladan di keluarganya, jadi laki-laki itu harus buru-buru kembali untuk menerima tugas lanjutan di rumah. Sagara merasa sedikit lebih lega sebab untuk sementara Mario dapat dia hindari. Padahal hanya tiga puluh menit menjenguk, tapi gara-gara mulut Mario dia hampir saja mengalami beberapa permasalahan secara bersamaan. Pertama sebab lelaki itu tidak dapat mengendalikan volume bicaranya sehingga Sagara khawatir dia mungkin ditegur tenaga medis. Kedua, lewat mulut Mario juga dia dan Natalia hampir salah langkah terkait alamat tinggal mereka. Terakhir, bahkan meskipun Pak Samuel yang menawarkan sendiri untuk membantu saat makan, nyinyiran Mario terus mendengung menyebalkan di teling
Ada sebuah tawa pahit yang dipaksakan untuk tetap muncul. Tenggorokan Natalia terasa kering hingga rasanya sangat sulit baginya untuk mengeluarkan suara. Meski begitu, raut Sagara yang tidak biasa tentu tidak dapat dia abaikan. "You never told me about this before.." Paham bahwa mungkin dia tidak tahu semua hal tentang sang kekasih. Hanya saja rasanya aneh sekali dia tidak tahu tentang hal besar seperti ini. Maksudnya, memang sejak kapan Sagara merencanakan untuk sekolah S2 diluar negeri? Sejauh yang Natalia tahu, Sagara bilang dia hanya akan kembali ke daerahnya dan memulai berwirausaha disana. Sejauh mana hubungan mereka merenggang sampai Natalia tidak tahu bahwa Sagara ternyata sudah mengambil keputusan sebesar ini?"Kamu kecewa?" Sagara melirik Natalia dengan tatapan ambigu sementara wanita itu dengan cepat menggeleng."No, im not!" Dia menghela nafasnya sebelum kembali melanjutkan kalimat yang tertahan."Bagus kamu punya keinginan dan bahkan bisa sekolah keluar negeri. Aku sena
Semangat dan antusiasme terasa mengudara. Aula besar itu dihiasi dengan warna-warna cerah, dominan biru dan emas, yang mencerminkan kehormatan dan prestasi akademik. Bendera universitas dan spanduk bertuliskan "Selamat Wisuda" tergantung di dinding, memberikan sentuhan kebanggaan dan rasa pencapaian yang luar biasa.Barisan kursi tertata rapi, dipenuhi oleh para wisudawan yang mengenakan toga hitam dengan selempang berwarna sesuai dengan fakultas mereka. Di antara mereka, terlihat senyum dan tawa, serta sesekali air mata haru dari momen yang penuh makna ini. Para dosen dan dekan duduk di panggung utama, siap memberikan penghargaan kepada para lulusan yang telah berjuang keras.Di sudut-sudut ruangan, keluarga dan sahabat berkumpul, membawa bunga dan hadiah sebagai bentuk penghargaan atas usaha dan dedikasi para wisudawan. Kamera dan ponsel mereka siap untuk mengabadikan setiap momen penting. Sorak sorai dan tepuk tangan bergema ketika nama-nama para lulusan dipanggil satu per satu, me
Di dalam mobil yang sunyi, hanya suara mesin dan musik dengan volume kecil yang terdengar lembut, menciptakan keheningan bagi sepasang pria dan wanita duduk di kursi depan. Dua orang yang sudah lama tak bertemu itu sama-sama menatap lurus ke depan, enggan bertemu pandang.Sebenrnya tidak juga. Keduanya sesekali saling curi pandang. Sayangnya, sebagai wanita dewasa yang punya pengalaman panas dengan brondong baru lulus yang tengah mengemudi disampingnya itu, Natalia merasa imannya yang lemah itu diuji.Bagaimana bisa saat ini dia justru hanya memikirkan hal-hal kotor setelah melihat urat lengan bawah dan tangan yang tereskpos oleh kemeja yang tergulung asal? Belum lagi keberadaan dua kancing kemeja teratas yang juga terbuka, seolah sengaja memamerkan kulit dan leher panjangnya. Bukan sesuatu yang luar biasa namun cukup membuat Natalia berusaha mati-matian untuk mempertahankan kewarasan dan kejernihan pikirannya. Seingatnya, Sagara memang memiliki tubuh yang bagus, namun bagaimana b
Jujur saja, kecanggungan sempat melingkupi meja makan sebab orang tua Sagara sampai rumah tepat saat Natalia berada diatas pangkuan Sagara. Untung saja mereka lebih dulu mendengar suara pintu sehingga masih sempat memperbaiki posisi masing-masing dan bertindak seolah tidak terjadi apapun. Namun kecanggungan tersebut tentu saja tidak bertahan lama sebab Karina selalu berhasil menjadi pencair suasana. Wanita itu tidak henti-hentinya membicarakan beragam topik sehingga setiap manusia yang duduk di meja makan tak luput dari perhatiannya. Semua berkontribusi aktif dalam percakapan. "Jadi, apa rencanamu selama short trip disini?" Tanya Karina pada sang sahabat yang sudah mengatakan bahwa dia hanya berkunjung hingga besok sore saja. Itu sebabnya dia cukup sederhana dengan tidak membawa banyak barang.Natalia menyelesaikan kunyahan di mulutnya sebelum menjawab, "ada rekomendasi? Sejujurnya aku datang tanpa ada rencana selain untuk menemui kalian," ujarnya jujur. Ayah Sagara memberikan sara
Entah sejak kapan tubuh Natalia telah berbalik memunggungi Sagara. Berdua diatas ranjang dengan kaki keduanya meringkuk bak bayi—seolah Sagara membungkus tubuh kurus wanitanya dengan lembut. Lengan-lengannya yang kokoh menyelinap memeluk Natalia. Bibirnya mencumbu bahu hingga garis leher Natalia dari belakang. Menekan dan memagut kulit tersebut hingga empunya mendesis pelan."I miss you."Sagara berujar kalimat yang sama lagi. Entah akan berapa kali dia mengutarakan kerinduannya pada sang kekasih itu.Membenamkan wajahnya pada ceruk leher sang gadis seolah dia berusaha meraup semua aroma yang dia rindukan itu. Natalia sampai bergidik kegelian hingga dia mengirimkan sebelah tangannya untuk turut membelai lengan Sagara yang masih membungkusnya posesif. Kenyamanan yang keduanya rasakan dari sekedar pelukan untuk mengikis kerinduan. Seolah mendapatkan energi baru setelah sama-sama menderita luka baik secara batin dan pikiran. Merasa Sagara tidak lagi ada pergerakan selain memeluknya, N
Natalia melongo saat menemukan sang kekasih sudah berdiri di depan lobby kantornya dengan santai. Dia memeriksa kembali penanda waktu yang melingkar di tangannya, benar kok ini jam 5 sore waktu setempat. Wanita itu berjalan pelan mendekati pria yang sibuk dengan ponselnya itu, bersandar di tembok pilar. Memastikan lebih dekat bahwa benar dia tidak salah lihat si tampan yang berada dihadapannya itu. “Kenapa kamu disini?” Pertanyaan Natalia membuyarkan kegabutan Sagara. Laki-laki itu tersenyum dengan sumringah saat menemukan Natalia sudah berada dihadapannya dengan tampang kebingungan.Alih-alih langsung menjawab, Sagara lebih memilih untuk langsung merebut tas file yg Natalia bawa. Juga mengamit lengan wanita itu untuk membawanya ke parkiran. Tentu saja pemandangan manis itu tidak luput dari perhatian pegawai lainnya yang juga berada di lobby.Natalia menahan Sagara dengan menarik sisi belakang jasnya.“Tunggu! Kamu belum menjawab pertanyaanku!”Tentu saja, siapa yang mau mengekor b
Kendaraan roda empat berwarna hitam semi glossy itu berhenti tepat di depan pintu masuk utama Xavier Group. Sagara yang berada di kursi kemudi menghentikannya dengan stabil. Menoleh kearah kekasihnya yang kini duduk disampingnya sudah lengkap dengan tampilan kerjanya yang menawan.Natalia meliriknya dengan senyum masam, "Kamu tidak perlu repot-repot mengantarku begini padahal," ujarnya sebal setelah kalah adu argumen saat di parkiran rumah tadi. Sagara ngotot minta mengantarnya ke kantor sebelum dia kembali ke kotanya. Suatu tindakan yang menurut Natalia sangat buang-buang waktu mengingat arah kantor dan juga arah bandara sangat berbanding terbalik. Jelas Sagara harus putar arah lagi nantinya.Mendengar keluhan dari sang kekasih, Sagara hanya bisa tersenyum tipis. Dia mendaratkan tangan lebarnya untuk menyentuh puncak kepala Natalia, memberinya sebuah belaian sayang penuh perhatian."Kamu yakin bisa bekerja hari ini?"Pertanyaan yang sia-sia karena mereka sudah berada di depan pintu
Suara ketik yang mengalun lembut merayap memasuki pendengaran Natalia. Wanita itu perlahan membuka matanya—rasa kantuk sudah mulai sirna berkat cahaya tipis yang turut menembus jendela. Natalia melirik bagian sisi kanannya, menemukan lelaki dengan kaos polos bersandar sembari serius memandangi laptop di pangkuannya. Jari jemari laki-laki itu menari lincah diatas keyboard. Rambut acak-acakan dan tampilan paginya yang super fokus itu nampak sangat seksi di mata Natalia sekarang.Semalam saat Natalia menyarankan sebuah tidur yang berkualitas, wanita itu benar-benar berupaya mewujudkannya dengan serius. Benar-benar tidur yang nyaman dengan sebuah pelukan sepanjang malam yang dia harap bisa merecharge kembali energi mereka berdua setelah bekerja keras seharian.Natalia melirik jam dinding, pukul enam lebih tiga puluh menit di pagi hari. Sebenarnya sudah cukup siang namun mereka masih punya cukup waktu untuk tidur sebelum mulai bersiap beraktivitas hari ini. Tapi lihat? Bahkan sepagi ini sa
Saat cincin itu melingkar di jari manisnya, Natalia merasakan sensasi hangat yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Matanya membelalak sejenak, tercengang oleh kejutan yang tak terduga. Dalam keheningan penuh emosi itu, Sagara menatapnya dalam-dalam, bibirnya tersenyum penuh arti."Aku tahu orang tua kita bahkan sudah curi start lebih dulu. Tapi tentu tidak adil jika kita yang katanya sudah terlalu matang ini hanya mengikuti arahan. Aku rasa aku tetap perlu melamarmu secara langsung," bubuh Sagara sembari menatapnya lembut. Tubuh Natalia kaku di pangkuan Sagara. Wanita itu masih menatap cincin dan Sagara secara bergantian. Apalagi sentuhan lembut Sagara pada jemarinya turut membuat wanita itu menghangat dalam hati. “Natalia,” kata Sagara dengan suara lembut namun penuh keyakinan, “aku sudah memikirkan ini sejak lama. Kamu adalah segalanya bagiku, dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Maukah kamu menikah denganku?”Natalia dipenuhi oleh campur aduk perasaan—kebah
Natalia membuka matanya dengan paksa saat mendengar nada dering yang mengganggu pertapaannya di bath tub. Wanita itu hanya bisa melirik ponsel yang teronggok di meja wastafel tersebut tanpa berniat mengambilnya. Dia menghela nafasnya malas. Daripada harus buru-buru mengangkat panggilan, Natalia lebih memilih untuk menghentikan aktivitas berendamnya yang sudah berjalan selama kurang lebih lima belas menit.Sebenarnya, dia pun merutuk pada diri sendiri. Kalau tahu tak akan menerima panggilan atau memegang ponsel, kenapa juga dia harus membawanya ke kamar mandi?Secara bertahap dan perlahan, Natalia menarik handuk mandinya lalu keluar dari bath tub. Aroma flowery menyeruak sebab malam ini dia memilih wewangian itu untuk menenangkan pikirannya setelah lelah bergelut dengan pekerjaan.Usai memanjakan diri, barulah Natalia mengambil ponselnya. Sedikit terkejut dengan mata setengah melotot saat melihat nama pemanggil dan membaca pesan yang pemilik nomor itu kirimkan padanya. 'Aku ada di dep
Sagara mengusap sudut bibirnya yang belepotan bekas pewarna merah milik Natalia. Tersenyum miring saat mengingat memori singkat keduanya yang baru saja terjadi lagi. Dia bersandar pada tembok di rooftop, entah apakah kejadian tadi diantara mereka bisa membuka jenis hubungan baru buat keduanya.Satu kali lagi Sagara membenahi tatanan dasinya yang sedikit berantakan sebab diacak Natalia tadi. Lelaki itu juga memasang kembali jasnya yang sudah dikembalikan oleh wanita yang dengan wajah memerah buru-buru turun meninggalkannya sendirian disini. Pada akhirnya, Sagara turun dengan perasaan yang lebih lega daripada sebelumnya. Bibirnya terus mengulas senyuman tipis sepanjang perjalanannya menuju ballroom pesta. Pesta yang mendadak dan secara terpaksa dia hindari ternyata memberinya sebuah kesempatan luar biasa. Seperti yang Natalia katakan tadi padanya, sangat tidak sopan kalau Sagara meninggalkan pesta tanpa memberikan selamat kepada sepasang mempelai yang menghelat acara ini. Maka Sagara
"Mbak Lia dimana?" Gisela menggendong sang putri yang mulai mengantuk setelah hampir dua jam berada di pesta pernikahan. Putri kecil itu menggeliat hampir tantrum dan mulai merengek sehingga dia dan Samuel siaga untuk segera meninggalkan kursi mereka. Samuel menggeleng, laki-laki itu mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan berusaha menemukan keberadaan sang kakak yang tiba-tiba saja menghilang setelah tadi mengucapkan selamat pada mempelai. "Sam, udah mau balik?" Tanya Darius yang menyambanginya setelah tamu-tamu mulai sibuk sendiri. Samuel mengangguk, "Iya nih, Kasihan Cia udah mulai ngantuk. Saya pamit ya Pak Darius, sekali lagi semoga pernikahannya langgeng dan bahagia," ucap Samuel dengan hormat.Laki-laki itu mengangguk dengan sedikit senyumannya. Melihat Samuel yang nampak kebingungan, Samuel kembali menerbitkan senyuman tipisnya."Natalia? Dia bawa mobil sendiri, kan?" Terka Darius yang sepertinya langsung paham kekhawatiran Samuel.Mendengar nama kakaknya disebu
Cengkraman pada pinggang ramping Natalia mengerat. Wanita itu berkedip dua kali dalam paniknya. Tatapan laki-laki dihadapannya itu masih sama tajamnya seperti dahulu. Hanya saja, Natalia dapat merasakan aura yang lebih dingin meradiasi darinya. Sesuatu yang jarang sekali Sagara Adinata kuarkan dahulu.Dengan kesadaran penuh, Natalia kembali pada posisinya. Berdiri tegap membenahi helaian gaunnya yang sudah sedikit berubah tatanannya. Debaran jantungnya menggila entah karena hampir mencederai kepalanya sendiri atau karena bertemu lagi dengan laki-laki masa lalunya. Presensi yang sebenarnya tak pernah absen dari pikirannya."Apa yang sedang kamu lakukan disini?" Tanya Natalia dingin. Wanita itu membuang tatapannya kearah lain. Dua tangannya secara refleks memeluk lengannya yang terekspos akibat potongan off shoulder tersebut.Sagara tak melepaskan pandangannya dari detail gesture kecil seperti itu. Tangannya secara otomatis membuka kancing jasnya dan melepas kain tebal tersebut."Mengha
Sagara berdiri di depan pintu megah yang dihiasi lampu-lampu berkilauan dan bunga-bunga segar. Lelaki dengan setelan rapi dan rambut ditata sedemikian rupa itu berjalan tegap memasuki area pesta sendirian setelah memarkirkan kendaraannya. Ia datang bersama kedua orang tuanya dan telah lebih dahulu dia turunkan di lobi utama. Lelaki itu seperti biasa memasang wajah dingin tak tersentuh miliknya. Mencoba mendeteksi keberadaan orang tuanya yang pasti sudah lebih dulu tenggelam dalam pesta. Pernikahan ini katanya adalah pesta pernikahan sepupu jauhnya. Saking jauhnya, Sagara sampai tidak benar-benar kenal siapa sepupunya ini. Namun dilihat dari skala pesta yang diadakan, Sagara rasa sepupunya menikahi pria yang benar-benar kaya. Area pesta memancarkan aura glamor dan kemewahan. Di dalam, suasana pesta ala konglomerat sangat terasa. Sempat dia dengar beberapa bisikan bahwa pernikahan kali ini memang merupakan pernikahan seorang konglomerat penting.Saking cueknya, Sagara bahkan tidak mem