Mengisi kekosongan lemari?
Sekarang Sagara justru harus meratapi lemari besarnya yang penuh dan sesak, tidak ada sedikitpun space yang tersisa. Bahkan ada beberapa pakaian yang terpaksa harus dibiarkan terlipat dalam tas tanpa masuk lemari.Pikirnya Natalia hanya mengambil beberapa. Mana dia tahu kalau ternyata wanita itu justru membeli hampir separuh dari isi toko eksklusif itu?Astaga! Sagara merasa ini semua berlebihan. Mengapa tiba- tiba Natalia memberikan ini semua padanya? Lagipula bantuan apa yang Sagara berikan sampai dia harus menerima semua beban ini?Memeriksa beberapa dan menemukan tag brand yang ada disana. Sagara mencari tahu sedikit tentang seri tersebut dan sempat melotot melihat harganya. Salah satu setelan disana bahkan nilainya jauh lebih mahal dari fee magangnya dalam satu bulan. Natalia sekaya itu? Apakah gaji kepala divisi di perusahaannya memang sebesar itu sampai- sampai Natalia bisa memberinya banyak begini tanpa menginginkan apapun?Perasaannya jelas tidak enak. Meskipun Natalia mengatakan bahwa dia tidak perlu mengembalikan seribu rupiah pun. Tapi siapa yang tidak curiga? Apa yang sebenarnya wanita itu inginkan dari dirinya?Sagara menelan ludah untuk kesekian kalinya. Sempat berpikir bahwa mungkin saja Natalia Xaviera terlibat jaringan bisnis gelap kelas internasional. Apakah Sagara akan dieksploitasi secara parsial? Misalnya menjual ginjal dan organ tubuhnya secara terpisah? Ah, dia tidak mau mati muda!Ini tidak bisa dibiarkan! Sebelum dia mati muda, Sagara harus segera mengembalikan pemberian yang berlebihan ini pada empunya. Tentu berusaha mencegah kemungkinan terburuk.Memberanikan diri mencari kejelasan, lelaki 183 cm itu berdiri kokoh di depan pintu kamar sang pemilik rumah. Meskipun ragu, pada akhirnya punggung tangan kanannya berhasil memberi tiga kali ketukan disana.Hanya ada suara detik jarum jam yang mengalun. Ini sudah larut malam sehingga tak ada satupun pekerja rumah tangga yang masih berada disini. Suara selanjutnya yang Sagara dengar adalah decitan halus pintu bersamaan dengan aroma segar menyenangkan yang menyeruak. Sagara menelan ludah susah payah. Mengapa Natalia harus keluar dengan penampilan seperti itu?Rambut basah tergulung handuk asal sehingga sisa airnya mengaliri sepanjang pundak dan bahunya yang terekspos akibat jubah mandi yang dipasang miring. Belum lagi wajah segar Natalia yang dipadu dengan tatapan datar khas miliknya. Mengapa wanita dewasa dihadapannya itu terlihat begitu mempesona?Tak mau terintimidasi oleh tatapan Natalia, apalagi setelah peletakan tangan dibawah dada yang membuat wanita itu nampak semakin menantang, Sagara secara otomatis menundukkan pandangannya. Namun sialnya, yang dipandang sekarang justru tidak jauh lebih baik dari tadi. Sagara menekan sesuatu yang bergejolak dalam dirinya hanya dengan menyaksikan kaki mulus yang terekspos oleh jubah pendek yang dikenakan Natalia. Sialan, kemana lagi Sagara harus membuang pandang?Sebersih apapun Sagara, dia tetap saja seorang lelaki normal."Ada apa?"Glek.Sialan! Mendengar suaranya saja Sagara jadi semakin bergetar sekarang?Tidak ada jawaban dari Sagara yang membuat Natalia berdecak pelan. Gadis itu justru mendekati Sagara yang masih menunduk, menengok dari bawah bak adegan horor di film- film. Sagara berjingkit mundur karena kaget berkat wajah mereka yang terlalu dekat, sementara Natalia mengulum senyumnya setelah melihat langsung wajah hingga telinga Sagara yang kian memerah."Apa aku begitu menyeramkan sampai kamu tidak mau melihatku?"Sagara menggeleng keras."M-maaf, bukan seperti itu," kilahnya.Natalia menyunggingkan senyum kecilnya, tidak mengalihkan sedikitpun pandangan dari mata Sagara yang terus bergerak kesana kemari setelah kepalanya kembali dia tegakkan. Lelaki itu katanya berusia dua puluh tiga tahun? Tapi mengapa dia bersikap seperti remaja baru puber yang belum pernah melihat wanita dalam jarak dekat?Atau memang benar begitu?Bukannya mundur, Natalia justru terus maju hingga tanpa sadar kini justru Sagara yang harus mundur sampai mentok di dekat tembok. Lelaki itu bahkan menahan nafas, takut dia tidak bisa mengendalikan diri kala aroma segar Natalia yang terus menggelitik hidungnya."Oke, jadi ada apa?" tanya Natalia lagi setelah memastikan Sagara tak bisa kemana- mana.Meskipun sedikit tergagap, Sagara membasahi sedikit bibirnya sebelum melancarkan maksud dan tujuannya. Meskipun tetap saja dengan menghindar dari tatapan elang penuh selidik milik Natalia."Apa saya membuat kesalahan?"Kompak dua alis Natalia berkerut, terlampau bingung dengan maksud pertanyaan pendek dari darah manis di depannya. Terlebih, Sagara juga tidak langsung melanjutkan perkataannya."Bicara yang jelas, tolong!"Sagara kembali menelan ludah susah payah. "Maaf karena mengganggu, tapi tolong beriitahu saya, apakah saya sudah melakukan sesuatu yang salah? Mengapa anda membelikan pakaian sebanyak itu?"Natalia terkekeh kecil, masih karena ini rupanya? Dia pikir dia sudah membuatnya sangat jelas di toko tadi."Itu untuk kamu, hanya itu. Kamu nggak perlu risau bahwa fee ataupun pembayaranmu akan ditangguhkan. Semua itu murni dari saya pribadi. Sampai sini, jelas?"Sagara menggeleng lagi, "tidak sama sekali."Lelaki itu kembali menghela nafasnya, memberanikan diri untuk menatap Natalia lebih serius. Dua pasang manik mata mereka bertemu, seolah sama- sama saling berusaha untuk menyelami isi pikiran masing- masing."Di kota besar seperti ini, tidak ada apapun yang gratis," Sagara menjeda ucapannya. Dia banyak berpikir tentang tata sosial tak tertulis yang berlaku di daerah ini. Seperti yang orang- orang bilang, kehidupan di kota besar memang tidak mudah dan murah. Jadi apapun yang dia dapatkan hari ini, Sagara tahu dia harus membayarnya dikemudian hari."—jadi, apa yang sebenarnya anda inginkan dari saya?"Hampir saja ciut karena Natalia belum menyerah untuk memangkas jarak diantara mereka. Sagara tidak tahu apa yang sebenarnya wanita itu pikirkan dan inginkan. Namun dari bahasa tubuhnya, Sagara pikir Natalia memang tengah menggodanya.Nafas keduanya saling membelai, namun tak ada pergerakan lanjutan yang membuat Sagara pada akhirnya kembali menahan nafas. Apalagi Natalia yang masih menatapnya lekat membuatnya jadi semakin salah tingkah."Tenang, saya nggak akan menjadi lintah darat yang diam- diam menghisap keuangan kamu saat kamu lengah. Saya lebih suka menghisap yang lain," Sagara mendadak tersedak udara mendengarnya.Wanita itu tersenyum tipis, "kamu bisa anggap itu sebagai hadiah penyambutan selamat datang. Semacam itulah. Jangan terlalu berpikir yang berlebihan," lanjut Natalia santai.Sagara menggeleng pelan, "maaf, saya nggak bisa menerima pemberian yang nggak berdasar," ujarnya kembali menolak. Menurutnya ini semua tidak masuk akal. Lagipula, tinggal menumpang saja sudah merepotkan, Sagara tidak mau semakin banyak berhutang budi dan materi."Saya nggak tahu kesepakatan apa yang terjalin antar mama dan anda. Tapi saya nggak bisa menerima mentah- mentah semua yang anda beri."Natalia menarik sebelah alisnya, menatap Sagara dengan pandangan setengah remeh. "Lalu apa? kamu mau mengembalikan semuanya?"Sagara terdiam, memangnya tidak bisa dikembalikan? Lagipula dia kan belum memakainya?"Terserah kamu kalau tidak mau menerimanya. Lakukan apapun dengan mereka! Kamu juga bisa menjualnya kalau tidak suka," tambah Natalia lagi dengan cuek.Keheningan kembali melanda, mungkin itu juga yang pada akhirnya membuat Natalia berpikir lebih jauh—atau bahkan jadi terlalu jauh. Seringaiannya terbentuk, lengkungan bibir tipis miliknya membuat Sagara jadi bergidik ngeri saat menyaksikannya."—ah, apa tadi? pemberian tidak berdasar? Intinya, kamu nggak akan menerima secara cuma- cuma, kan?"Penegasan Natalia membuat Sagara mengangguk kecil.Natalia meneliti Sagara dari atas sampai bawah, tak lupa menggunakan telunjuknya untuk menggeser rahang Sagara kanan dan kiri, seolah meneliti tampilan Sagara dengan teliti."Okay, kalau gitu kamu bisa bekerja untuk saya."Entah mendapat bisikan darimana, wanita itu kini justru mengeluarkan sejurus kalimat yang menyerang Sagara lagi dan lagi."Tertarik untuk menjadi simpananku?"What The Actual F—?! Tante- tante itu sedang tidak waras, ya?Itu adalah pertanyaan paling gila yang pernah Sagara dengar. Menjadi simpanan dari teman mamanya sendiri? Meskipun memang Natalia masih tergolong muda, tetap saja hubungan semacam itu tidak waras. Masih tak habis pikir, bagaimana bisa seorang teman justru berusaha menjerumuskan putra temannya sendiri kedalam pusaran gelap berbahaya seperti itu? Dari sini, Sagara jadi meragukan pernyataan bahwa mamanya dan Natalia berteman dekat. Sagara masih berpikiran positif jika ini hanyalah sebuah candaan yang ditujukan untuk menjahilinya saja seperti sebelumnya. Tapi bahkan setelah menunggu beberapa lama, Sagara tidak menemukan keraguan sedikit pun di netra wanita yang masih berdiri kokoh di depannya. Natalia Xaviera tidak menunjukkan tanda- tanda bahwa dia akan segera meralat pertanyaan gilanya itu. "Gimana? Mau nggak?" Gelengan kepala menjadi sebuah jawaban tegas dari Sagara. Sementara wanita didepannya kini justru tertawa pelan. Wajahnya masih menatap Sagara dengan remeh lalu perlahan mende
Tidak peduli disebut ugal- ugalan, wanita dengan sapuan merah di bibir itu menembus jalanan yang cukup lenggang dengan kecepatan sedikit diatas rata- rata. Wajah dan lehernya terasa cukup tegang akibat emosi yang terus merambat naik. Pagi temaramnya mendadak berantakan sebab sebuah panggilan yang terpaksa membuatnya menerjang jalanan dengan ganas guna bisa sampai kantor secepatnya. Tidak sia- sia, perjalanan yang biasanya ditempuh dalam waktu kurang lebih tiga puluh menit, kini bahkan bisa dipangkas hingga setengahnya. Natalia tidak sempat memikirkan sebenarnya ajian apa yang dia gunakan sampai tiba- tiba bisa menyetir secepat itu hari ini. Syukur semesta masih berpihak padanya. Begitu memasuki gedung The Cassiluxe, wanita yang mengenakan blus kerja dipadu rok span dan heels setinggi dua belas senti itu meminta bantuan security untuk memarkirkan mobilnya. Temperamennya yang dalam keadaan buruk seolah terbaca oleh siapapun yang melihatnya. Dengan itu, label 'jangan sapa aku' menjadi
"Untuk apa kemari? Dasar tidak tahu malu," hardik Natalia begitu pintu ruangan miliknya tertutup sempurna. Lelaki dihadapannya nampak tidak gentar sama sekali, dia malah semakin betah duduk di kursi milik Natalia. Senyumnya nampak menyebalkan, pun sorot mengejek yang laki- laki itu tampilkan juga membuat Natalia semakin naik darah. "Menolak menjadi pewaris hanya untuk bekerja pada perusahaan yang bahkan jauh lebih kecil dari perusahaan keluargamu? Aku heran mengapa kamu masih begitu sombong. Natalia Xaviera."Natalia tidak kaget lagi saat lelaki dihadapannya itu pada akhirnya tahu tentang silsilah keluarganya. "Tidak usah banyak basa- basi. Ada perlu apa?" sebal Natalia. "I Miss you."Natalia hampir meludah."Persetan! Katakan saja maumu ! Mau bekerja? Kamu bisa hubungi HRD atau mendaftar via platform lamaran kerja. Cari yang sesuai kemampuan, jangan hanya minta jabatan. Aku tidak akan menjadi orang dalam untukmu lagi," ketus Natalia lagi. Menyesali masa- masanya dulu yang selalu
Sesuai dengan ucapannya kemarin, pagi ini Sagara telah memantapkan diri untuk menjalani gaya hidup yang lebih sehat. Lelaki itu mengeratkan tali sepatu running yang telah bertengger di kakinya setelah hampir 7 kali mengelilingi taman komplek perumahan elit ini. Sejak awal Sagara memang telah menyadari keberadaan taman komplek, namun baru hari ini dia kesampaian untuk jogging disini. Udara sejuk khas pukul setengah enam pagi membuatnya merasa lebih bugar. Dia sengaja bangun awal agar bisa rutin berolahraga sebelum bekerja. Sebagai pembuka, menurutnya jogging adalah pilihan terbaik. Selain itu dia sadar, untuk mendapatkan kesehatan paripurna harus rutin lari pagi, bukannya lari dari kenyataan, hehehe. Taman komplek ini tidak begitu luas, jadi mungkin Sagara masih bisa melakukan 15 hingga 20 kali putaran. Selain itu, berdasarkan keterangan Pak Imran, taman tidak terlalu padat di hari kerja seperti hari ini. Berbeda dengan akhir pekan yang katanya akan dipadati oleh terutama anak- ana
Kruuukk..Sialan! Sagara bergerak gusar diatas kasur. Sedari tadi berusaha tidur namun bisa- bisanya urusan perut menghalangi. Ini pukul dua belas malam dan dia tiba- tiba saja lapar. Setelah pukul setengah enam sore tadi membeli bakso ayam di perjalanan pulang, Sagara belum mengisi perutnya kembali. Menyicil laporan magang sembari mengerjakan beberapa tugas kantor ternyata menyita banyak waktunya. Bahkan dengan sok cool dia menolak tawaran Bu Widya petang tadi kala wanita itu bertanya perihal menu makan malam yang diinginkan. Sebab Natalia telah mengabarkan bahwa dia ada makan malam bersama client, Bu Widya tinggal memasak untuk Sagara saja. Namun Sagara dengan percaya diri mengatakan bahwa dia tidak akan makan lagi sehingga Bu Widya tidak perlu memasak untuk malam itu. Jika tahu akan lapar begini, harusnya dia request sesuatu tadi. Tak berminat untuk masak mie instan, Sagara bukan penggemar berat makanan berbahan dasar tepung satu itu. Jadi sepertinya terpaksa ia harus keluar
Tepat di samping gate perumahan elit, motor tua milik Pak Imran diparkir berjejer dengan beberapa motor lainnya. Tenda nasi goreng di tengah malam sering menjadi pemadam kelaparan sekaligus muara cerita di akhir hari yang panjang. Ada yang menenangkan dari desingan suara spatula beradu dengan wajan lebar. Begitu pula aroma harum nasi bercampur bumbu yang menguar mengiringi percakapan. Harusnya tidak asing sama sekali, Natalia tahu keberadaan tempat ini karena selalu ia lewati setiap harinya. Namun suasana hangat berpadu aroma sedap aneka masakan itu terasa baru baginya. Wanita itu menebar pandangan keseluruh tenda. Manusia yang didominasi oleh para pekerja berseragam hijau hitam singgah hanya untuk mengambil pesanan. Ada juga yang makan on the spot sembari menunggu pesanannya selesai dikerjakan.Tak ambil pusing mengapa akhirnya dia bisa berakhir disini. Sejauh yang dia ingat, Sagara menggenggam jemarinya lembut tadi, menuntunnya naik keatas motor milik Imran dan berhenti disini set
"Kalau punya kenapa dan kalau belum punya juga kenapa?"Tatapan serius Natalia bertaut dengan Sagara yang tiba- tiba saja menawarkan aura yang sama sekali berbeda. Padahal baru saja tadi melihat Sagara yang tersedak karena menyebutkan 'pemandangan seksi'. Kini Sagara justru balik menggoda Natalia dengan tatapannya. Cowok yang tujuh tahun lebih muda darinya itu menyunggingkan senyum kecil di bibirnya dengan sebelah alis yang terangkat naik. Belum lagi suara milik laki- laki itu yang menjadi semakin dalam. Kesurupan setan sebelah mana, nih?Jemari lelaki itu dengan lancang mengusap satu bulir nasi yang bertengger di bibir Natalia. Padahal hanya begitu, tapi entah mengapa untuk pertama kalinya Natalia jadi salah tingkah. Astaga, sejak kapan dia jadi gelagapan begini menghadapi seorang bocah? Anak magang pula!Dia berkedip tiga kali sampai akhirnya sadar bahwa Sagara telah menukar tatapan menjengkelkannya dengan sebuah senyuman manis tanda kemenangan. Lelaki itu kini bangkit dan dengan
"Aargh!!" Di tengah malam yang dingin, terutama berkat guyuran shower yang membasahi tubuh kekar sang pemuda. Bantuan sabun dan imajinasi liarnya, pada akhirnya pertahanan pertama lelaki itu runtuh. Sebelah tangannya menyangga pada dinding, sementara satunya lagi jelas sibuk mengemban tugas negara dibawah sana. Sagara meloloskan satu lolongan miliknya setelah pencapaian yang dia dapatkan. Nafasnya menderu, matanya yang sempat terpejam kini telah terbuka kembali dengan sisa hasrat yang menggebu. Pada akhirnya, Sagara telah kalah pada babak pertama. Semua pertahanannya selama ini ternyata justru runtuh hanya karena seorang wanita dewasa yang secara terang- terangan mencoba menggoda dan hanya bermain- main dengannya. Sialnya, Sagara benar- benar jatuh dalam perangkap, dia tergoda. Sagara terdiam di sudut kamar mandi. Meraba rasa yang terlintas di hadapan wajahnya, juga bayang- bayang Natalia yang menggodanya secara halus. Dalam benaknya hanya ada satu pertanyaan utama, mengapa Natal
Natalia melongo saat menemukan sang kekasih sudah berdiri di depan lobby kantornya dengan santai. Dia memeriksa kembali penanda waktu yang melingkar di tangannya, benar kok ini jam 5 sore waktu setempat. Wanita itu berjalan pelan mendekati pria yang sibuk dengan ponselnya itu, bersandar di tembok pilar. Memastikan lebih dekat bahwa benar dia tidak salah lihat si tampan yang berada dihadapannya itu. “Kenapa kamu disini?” Pertanyaan Natalia membuyarkan kegabutan Sagara. Laki-laki itu tersenyum dengan sumringah saat menemukan Natalia sudah berada dihadapannya dengan tampang kebingungan.Alih-alih langsung menjawab, Sagara lebih memilih untuk langsung merebut tas file yg Natalia bawa. Juga mengamit lengan wanita itu untuk membawanya ke parkiran. Tentu saja pemandangan manis itu tidak luput dari perhatian pegawai lainnya yang juga berada di lobby.Natalia menahan Sagara dengan menarik sisi belakang jasnya.“Tunggu! Kamu belum menjawab pertanyaanku!”Tentu saja, siapa yang mau mengekor b
Kendaraan roda empat berwarna hitam semi glossy itu berhenti tepat di depan pintu masuk utama Xavier Group. Sagara yang berada di kursi kemudi menghentikannya dengan stabil. Menoleh kearah kekasihnya yang kini duduk disampingnya sudah lengkap dengan tampilan kerjanya yang menawan.Natalia meliriknya dengan senyum masam, "Kamu tidak perlu repot-repot mengantarku begini padahal," ujarnya sebal setelah kalah adu argumen saat di parkiran rumah tadi. Sagara ngotot minta mengantarnya ke kantor sebelum dia kembali ke kotanya. Suatu tindakan yang menurut Natalia sangat buang-buang waktu mengingat arah kantor dan juga arah bandara sangat berbanding terbalik. Jelas Sagara harus putar arah lagi nantinya.Mendengar keluhan dari sang kekasih, Sagara hanya bisa tersenyum tipis. Dia mendaratkan tangan lebarnya untuk menyentuh puncak kepala Natalia, memberinya sebuah belaian sayang penuh perhatian."Kamu yakin bisa bekerja hari ini?"Pertanyaan yang sia-sia karena mereka sudah berada di depan pintu
Suara ketik yang mengalun lembut merayap memasuki pendengaran Natalia. Wanita itu perlahan membuka matanya—rasa kantuk sudah mulai sirna berkat cahaya tipis yang turut menembus jendela. Natalia melirik bagian sisi kanannya, menemukan lelaki dengan kaos polos bersandar sembari serius memandangi laptop di pangkuannya. Jari jemari laki-laki itu menari lincah diatas keyboard. Rambut acak-acakan dan tampilan paginya yang super fokus itu nampak sangat seksi di mata Natalia sekarang.Semalam saat Natalia menyarankan sebuah tidur yang berkualitas, wanita itu benar-benar berupaya mewujudkannya dengan serius. Benar-benar tidur yang nyaman dengan sebuah pelukan sepanjang malam yang dia harap bisa merecharge kembali energi mereka berdua setelah bekerja keras seharian.Natalia melirik jam dinding, pukul enam lebih tiga puluh menit di pagi hari. Sebenarnya sudah cukup siang namun mereka masih punya cukup waktu untuk tidur sebelum mulai bersiap beraktivitas hari ini. Tapi lihat? Bahkan sepagi ini sa
Saat cincin itu melingkar di jari manisnya, Natalia merasakan sensasi hangat yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Matanya membelalak sejenak, tercengang oleh kejutan yang tak terduga. Dalam keheningan penuh emosi itu, Sagara menatapnya dalam-dalam, bibirnya tersenyum penuh arti."Aku tahu orang tua kita bahkan sudah curi start lebih dulu. Tapi tentu tidak adil jika kita yang katanya sudah terlalu matang ini hanya mengikuti arahan. Aku rasa aku tetap perlu melamarmu secara langsung," bubuh Sagara sembari menatapnya lembut. Tubuh Natalia kaku di pangkuan Sagara. Wanita itu masih menatap cincin dan Sagara secara bergantian. Apalagi sentuhan lembut Sagara pada jemarinya turut membuat wanita itu menghangat dalam hati. “Natalia,” kata Sagara dengan suara lembut namun penuh keyakinan, “aku sudah memikirkan ini sejak lama. Kamu adalah segalanya bagiku, dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Maukah kamu menikah denganku?”Natalia dipenuhi oleh campur aduk perasaan—kebah
Natalia membuka matanya dengan paksa saat mendengar nada dering yang mengganggu pertapaannya di bath tub. Wanita itu hanya bisa melirik ponsel yang teronggok di meja wastafel tersebut tanpa berniat mengambilnya. Dia menghela nafasnya malas. Daripada harus buru-buru mengangkat panggilan, Natalia lebih memilih untuk menghentikan aktivitas berendamnya yang sudah berjalan selama kurang lebih lima belas menit.Sebenarnya, dia pun merutuk pada diri sendiri. Kalau tahu tak akan menerima panggilan atau memegang ponsel, kenapa juga dia harus membawanya ke kamar mandi?Secara bertahap dan perlahan, Natalia menarik handuk mandinya lalu keluar dari bath tub. Aroma flowery menyeruak sebab malam ini dia memilih wewangian itu untuk menenangkan pikirannya setelah lelah bergelut dengan pekerjaan.Usai memanjakan diri, barulah Natalia mengambil ponselnya. Sedikit terkejut dengan mata setengah melotot saat melihat nama pemanggil dan membaca pesan yang pemilik nomor itu kirimkan padanya. 'Aku ada di dep
Sagara mengusap sudut bibirnya yang belepotan bekas pewarna merah milik Natalia. Tersenyum miring saat mengingat memori singkat keduanya yang baru saja terjadi lagi. Dia bersandar pada tembok di rooftop, entah apakah kejadian tadi diantara mereka bisa membuka jenis hubungan baru buat keduanya.Satu kali lagi Sagara membenahi tatanan dasinya yang sedikit berantakan sebab diacak Natalia tadi. Lelaki itu juga memasang kembali jasnya yang sudah dikembalikan oleh wanita yang dengan wajah memerah buru-buru turun meninggalkannya sendirian disini. Pada akhirnya, Sagara turun dengan perasaan yang lebih lega daripada sebelumnya. Bibirnya terus mengulas senyuman tipis sepanjang perjalanannya menuju ballroom pesta. Pesta yang mendadak dan secara terpaksa dia hindari ternyata memberinya sebuah kesempatan luar biasa. Seperti yang Natalia katakan tadi padanya, sangat tidak sopan kalau Sagara meninggalkan pesta tanpa memberikan selamat kepada sepasang mempelai yang menghelat acara ini. Maka Sagara
"Mbak Lia dimana?" Gisela menggendong sang putri yang mulai mengantuk setelah hampir dua jam berada di pesta pernikahan. Putri kecil itu menggeliat hampir tantrum dan mulai merengek sehingga dia dan Samuel siaga untuk segera meninggalkan kursi mereka. Samuel menggeleng, laki-laki itu mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan berusaha menemukan keberadaan sang kakak yang tiba-tiba saja menghilang setelah tadi mengucapkan selamat pada mempelai. "Sam, udah mau balik?" Tanya Darius yang menyambanginya setelah tamu-tamu mulai sibuk sendiri. Samuel mengangguk, "Iya nih, Kasihan Cia udah mulai ngantuk. Saya pamit ya Pak Darius, sekali lagi semoga pernikahannya langgeng dan bahagia," ucap Samuel dengan hormat.Laki-laki itu mengangguk dengan sedikit senyumannya. Melihat Samuel yang nampak kebingungan, Samuel kembali menerbitkan senyuman tipisnya."Natalia? Dia bawa mobil sendiri, kan?" Terka Darius yang sepertinya langsung paham kekhawatiran Samuel.Mendengar nama kakaknya disebu
Cengkraman pada pinggang ramping Natalia mengerat. Wanita itu berkedip dua kali dalam paniknya. Tatapan laki-laki dihadapannya itu masih sama tajamnya seperti dahulu. Hanya saja, Natalia dapat merasakan aura yang lebih dingin meradiasi darinya. Sesuatu yang jarang sekali Sagara Adinata kuarkan dahulu.Dengan kesadaran penuh, Natalia kembali pada posisinya. Berdiri tegap membenahi helaian gaunnya yang sudah sedikit berubah tatanannya. Debaran jantungnya menggila entah karena hampir mencederai kepalanya sendiri atau karena bertemu lagi dengan laki-laki masa lalunya. Presensi yang sebenarnya tak pernah absen dari pikirannya."Apa yang sedang kamu lakukan disini?" Tanya Natalia dingin. Wanita itu membuang tatapannya kearah lain. Dua tangannya secara refleks memeluk lengannya yang terekspos akibat potongan off shoulder tersebut.Sagara tak melepaskan pandangannya dari detail gesture kecil seperti itu. Tangannya secara otomatis membuka kancing jasnya dan melepas kain tebal tersebut."Mengha
Sagara berdiri di depan pintu megah yang dihiasi lampu-lampu berkilauan dan bunga-bunga segar. Lelaki dengan setelan rapi dan rambut ditata sedemikian rupa itu berjalan tegap memasuki area pesta sendirian setelah memarkirkan kendaraannya. Ia datang bersama kedua orang tuanya dan telah lebih dahulu dia turunkan di lobi utama. Lelaki itu seperti biasa memasang wajah dingin tak tersentuh miliknya. Mencoba mendeteksi keberadaan orang tuanya yang pasti sudah lebih dulu tenggelam dalam pesta. Pernikahan ini katanya adalah pesta pernikahan sepupu jauhnya. Saking jauhnya, Sagara sampai tidak benar-benar kenal siapa sepupunya ini. Namun dilihat dari skala pesta yang diadakan, Sagara rasa sepupunya menikahi pria yang benar-benar kaya. Area pesta memancarkan aura glamor dan kemewahan. Di dalam, suasana pesta ala konglomerat sangat terasa. Sempat dia dengar beberapa bisikan bahwa pernikahan kali ini memang merupakan pernikahan seorang konglomerat penting.Saking cueknya, Sagara bahkan tidak mem