'Ketika salah satu dari kita memiliki kekasih, maka saat itulah permainan kita berakhir.' Poin tambahan yang baru saja Natalia sampaikan terdengar masuk akal sekaligus menyedihkan Sagara. Entah mengapa dia jadi takut tiba- tiba dicampakkan karena Natalia bisa saja menemukan yang jauh lebih baik darinya. Sagara menatap sinis ruangan rapat yang dibatasi dengan kaca. Didalamnya terdapat Natalia yang sesekali tersenyum dan berbicara dengan seorang pimpinan dari perusahaan rekanan yang sedang bertamu. Kelihatannya pria itu cukup mapan, tampan, tidak terlalu tua, dan karismatik. Wajar saja Sagara yang masih anak magang dan mahasiswa ini merasa sedikit insecure. "Menang proyek lagi kita." Bernada pengumuman, Sagara melirik sekilas Mario yang baru saja kembali memasuki ruangan mereka. Lelaki itu juga mengamati interaksi antara Natalia dan calon klien di dalam ruangan. Alis Sagara terangkat sebelah namun jelas saja bibirnya malas bergerak. Dia tak perlu bersuara dan hanya menunggu Mario
“Baru pulang?” Suara Viona menghentikan langkah pria muda yang mengendap-endap masuk kedalam hunian mewah itu. Viona bangkit dari duduknya, melangkah mendekati suami mudanya yang tengah memaksakan sebuah senyum kearahnya. “Maaf, sayang. Kamu lama menunggu?” Davian meraih pinggang wanita yang masih cukup seksi untuk usianya itu. Mengecup perlahan dahinya sembari memberi usapan sayang di rambut. Viona menggeleng, kembali mempertegas pertanyaannya yang belum dijawab. “Darimana?” Davian duduk di sofa, membalas tatapan Viona dengan lembut. “Ikut menemani ibu menanam pokchoy,” jawabnya. Tak lupa menunjukkan gambar sebagai bukti di ponselnya. Ibunya memang sangat suka sekali menanam aneka hidroponik di rumahnya.Viona tersenyum sebagai balasan, menyambut lengan Davian yang membawanya untuk duduk di pangkuan sang lelaki. “Bagaimana orang tuamu? Mereka sehat, kan?” Davian mengecup bibir istrinya, “tentu, berkat menantunya yang selalu mengirimkan vitamin dan makanan terbaik untuk mereka,
“Merokok?"Sagara menoleh kesamping, mendapati jendela sebelah terbuka dan kepala wanita menyembul darisana. Tidak, dia tidak kaget sama sekali. Di rumah ini hanya ada dia dan Natalia. Kamar mereka juga bersebelahan. Jadi bagaimana bisa dia pura- pura kaget?Hanya saja Sagara tidak menyadari kapan wanita itu sampai di rumah dan bahkan sudah bersih- bersih begitu. Padahal dirinya sudah berada disini selama kurang lebih tiga puluh menit. Sagara kembali menghirup dan menghembuskan asap rokok yang diapit di jari. Melirik Natalia sekilas sebelum kembali membuang muka lalu mengendikkan bahu, "kenapa? Mau lapor sama mama?" Acuh tak acuh, Sagara mulai berani menjawab karena dirinya merasa dipermainkan. Belum lagi pemandangan di kantor tadi siang yang membuatnya benar- benar muak. Natalia dapat membaca kekesalan dari aura Sagara malam ini. Namun seperti biasa, dia tidak akan terpengaruh. Wanita itu justru paling suka menghadapi Sagara disaat-saat seperti ini. Berdebat sedikit sebelum akhir
Wanita yang tengah bergelung dibawah selimut menggeliat pelan, perlahan membuka matanya dan menyingkirkan lengan kokoh yang memeluknya erat. Setelah mengumpulkan kembali nyawanya, ia mengambil kaos semalam dan memakainya serampangan. Berjalan keluar kamar tanpa peduli apapun.Destinasi utamanya tentu dapur. Mencari sesuatu untuk dimakan setelah kurang lebih 6 jam bertahan tanpa makanan. Beberapa jenis makanan sudah tersaji di meja, lengkap dengan penghangat yang memastikan semua makanan itu tetap hangat saat disantap.Natalia menggulung rambutnya asal setelah berhasil mengaliri kerongkongan yang terasa kering. Pilihannya jatuh pada sup hangat dan juga pasta, mencomotnya bergantian.Ia masih makan dengan lahap saat menyadari asisten rumah tangganya mendekat agak tergesa. "Bu, saya mau izin keluar sebentar. Mau menjemput anak saya yang baru pulang study tour. Kebetulan suami sedang ikut mengantar bosnya diluar kota jadi tidak bisa menjemput," izin Bu Widya tidak enak hati. Natalia men
“Ini lucu.” Natalia menghentikan usapan lembutnya pada rambut lelaki muda yang tengah dengan nyaman tiduran diatas pahanya. Wanita itu melirik Sagara dalam diam, tersenyum tipis saat menyadari kemana arah perhatian Sagara terfokus. Jemari panjangnya mengusap- usap bagian perut sebelah kiri hingga pinggang Natalia yang terlukis hidden tattoo. "Seharusnya sangar. Kamu orang pertama yang menyebut itu lucu." Usapan Sagara berhenti lalu netranya berpindah melirik Natalia yang sama- sama tengah meliriknya juga. "Orang pertama yang menyebutnya lucu? Siapa lagi yang pernah melihatnya?" Meskipun menggunakan crop top, Natalia seringkali masih menggunakan celana ataupun rok highwaist sehingga keberadaan tattoo itu tidak terdeteksi. Sagara pikir, bahkan meskipun Natalia menggunakan bawahan low ataupun mid-waist, tattoo itu tidak akan dapat terlihat dengan mudah. Kecuali kalau Natalia menggunakan pakaian renang atau mungkin dilihat oleh orang yang pernah melepas celana Natalia. Begitu kasarn
"Mama kok nggak bilang- bilang mau kesini?"Sagara yang sudah sempat menyelinap keluar kamar Natalia setelah Natalia dan Bu Widya turun kini telah berpakaian lengkap dan sopan. Seperti dia biasanya agar sang mama tak curiga.Di ruang tamu, Natalia telah bertukar banyak cerita dengan sahabat karibnya itu. Sebagai kawan seperjuangan meskipun terpaut perbedaan usia yang cukup jauh, tidak ada kecanggungan disana. Sekali lagi, Karina adalah tipikal mama-mama jiwa muda yang bisa masuk dalam segala macam percakapan dari segala umur.Karina cemberut meskipun setelahnya tetap saja memeluk putranya dengan erat karena amat sangat rindu. Biasanya dia akan mengandalkan Sagara dan berdebat dengannya seharian, tapi semenjak Sagara magang diluar kota kelahirannya, wnaita itu jadi agak kesepian. "Masa mama sendiri nggak boleh jenguk anaknya?"Sagara tersenyum, "ya boleh, ma! Tapi kalau mama bilang kan aku bisa jemput," bela Sagara.Karina melebarkan senyum, "namanya juga supaya surprise! Memang anak
Apa lagi kegiatan yang bisa dilakukan oleh dua wanita mapan yang bingung menghabiskan uang? Tentu saja memanjakan diri!Tapi jujur Sagara tak habis pikir. Apakah berjalan mengitari mall, naik turun eskalator berkali-kali dan menjajah setiap toko termasuk kegiatan memanjakan diri? Lelaki yang mendapat bagian mengekor itu saja sudah pegal- pegal tak karuan mengikuti setiap langkah wanita- wanita matang dihadapannya itu.Bukan hanya kaki yang sibuk, dua wanita itu bak tidak kehabisan energi untuk keluar masuk ruang ganti. Belum lagi mengoles warna-warna lipstik di punggung tangan yang sepertinya semua warna itu terlihat sama saja. Tapi kedua bibir itu juga tidak berhenti bicara. Pokoknya mereka seakan tak pernah kehabisan topik semenit pun. Sagara bicara tentang dua wanita matang dihadapannya loh ini! Bukan ABG lagi! Tapi memang stamina untuk belanja mereka sepertinya out of this world! Sudah tepar duluan. Sagara izin duduk di sebuah corner, tempat dimana banyak juga kaumnya yang duduk
"Siapa yang berani- beraninya kalian hakimi begitu?!" Sagara dan Natalia kompak membuang nafas bersamaan. Sadar sekali akan situasi macam apa yang akan tercipta kala spesies penguasa bumi ini muncul ke permukaan, the one and only Karina Adinata. Datang- datang, Karina tak segan menunjukkan kembali taringnya, apalagi kepada makhluk- makhluk aneh yang seenaknya menghakimi putra serta sahabatnya seperti ini. Wanita itu memilih untuk berjalan mendekat dan memperhatikan lamat- lamat dua manusia yang berdiri arogan di depan meja mereka. Pertanyaannya belum dijawab, tapi Viona lebih dahulu mengenali Karina. Wajah arogannya seketika berubah menjadi sok ramah ketika menyadari siapa yang berada dihadapannya sekarang. Dia melepas gandengan tangannya pada sang suami dan justru berjalan mendekati Karina dengan antusias. "Jeng Karin? Astaga! Sudah lama banget ya kita nggak ketemu?" Karina diam beberapa detik sebelum pada akhirnya ingatan membawanya pada memori yang mengulik dimana dia mengenal
Natalia melongo saat menemukan sang kekasih sudah berdiri di depan lobby kantornya dengan santai. Dia memeriksa kembali penanda waktu yang melingkar di tangannya, benar kok ini jam 5 sore waktu setempat. Wanita itu berjalan pelan mendekati pria yang sibuk dengan ponselnya itu, bersandar di tembok pilar. Memastikan lebih dekat bahwa benar dia tidak salah lihat si tampan yang berada dihadapannya itu. “Kenapa kamu disini?” Pertanyaan Natalia membuyarkan kegabutan Sagara. Laki-laki itu tersenyum dengan sumringah saat menemukan Natalia sudah berada dihadapannya dengan tampang kebingungan.Alih-alih langsung menjawab, Sagara lebih memilih untuk langsung merebut tas file yg Natalia bawa. Juga mengamit lengan wanita itu untuk membawanya ke parkiran. Tentu saja pemandangan manis itu tidak luput dari perhatian pegawai lainnya yang juga berada di lobby.Natalia menahan Sagara dengan menarik sisi belakang jasnya.“Tunggu! Kamu belum menjawab pertanyaanku!”Tentu saja, siapa yang mau mengekor b
Kendaraan roda empat berwarna hitam semi glossy itu berhenti tepat di depan pintu masuk utama Xavier Group. Sagara yang berada di kursi kemudi menghentikannya dengan stabil. Menoleh kearah kekasihnya yang kini duduk disampingnya sudah lengkap dengan tampilan kerjanya yang menawan.Natalia meliriknya dengan senyum masam, "Kamu tidak perlu repot-repot mengantarku begini padahal," ujarnya sebal setelah kalah adu argumen saat di parkiran rumah tadi. Sagara ngotot minta mengantarnya ke kantor sebelum dia kembali ke kotanya. Suatu tindakan yang menurut Natalia sangat buang-buang waktu mengingat arah kantor dan juga arah bandara sangat berbanding terbalik. Jelas Sagara harus putar arah lagi nantinya.Mendengar keluhan dari sang kekasih, Sagara hanya bisa tersenyum tipis. Dia mendaratkan tangan lebarnya untuk menyentuh puncak kepala Natalia, memberinya sebuah belaian sayang penuh perhatian."Kamu yakin bisa bekerja hari ini?"Pertanyaan yang sia-sia karena mereka sudah berada di depan pintu
Suara ketik yang mengalun lembut merayap memasuki pendengaran Natalia. Wanita itu perlahan membuka matanya—rasa kantuk sudah mulai sirna berkat cahaya tipis yang turut menembus jendela. Natalia melirik bagian sisi kanannya, menemukan lelaki dengan kaos polos bersandar sembari serius memandangi laptop di pangkuannya. Jari jemari laki-laki itu menari lincah diatas keyboard. Rambut acak-acakan dan tampilan paginya yang super fokus itu nampak sangat seksi di mata Natalia sekarang.Semalam saat Natalia menyarankan sebuah tidur yang berkualitas, wanita itu benar-benar berupaya mewujudkannya dengan serius. Benar-benar tidur yang nyaman dengan sebuah pelukan sepanjang malam yang dia harap bisa merecharge kembali energi mereka berdua setelah bekerja keras seharian.Natalia melirik jam dinding, pukul enam lebih tiga puluh menit di pagi hari. Sebenarnya sudah cukup siang namun mereka masih punya cukup waktu untuk tidur sebelum mulai bersiap beraktivitas hari ini. Tapi lihat? Bahkan sepagi ini sa
Saat cincin itu melingkar di jari manisnya, Natalia merasakan sensasi hangat yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Matanya membelalak sejenak, tercengang oleh kejutan yang tak terduga. Dalam keheningan penuh emosi itu, Sagara menatapnya dalam-dalam, bibirnya tersenyum penuh arti."Aku tahu orang tua kita bahkan sudah curi start lebih dulu. Tapi tentu tidak adil jika kita yang katanya sudah terlalu matang ini hanya mengikuti arahan. Aku rasa aku tetap perlu melamarmu secara langsung," bubuh Sagara sembari menatapnya lembut. Tubuh Natalia kaku di pangkuan Sagara. Wanita itu masih menatap cincin dan Sagara secara bergantian. Apalagi sentuhan lembut Sagara pada jemarinya turut membuat wanita itu menghangat dalam hati. “Natalia,” kata Sagara dengan suara lembut namun penuh keyakinan, “aku sudah memikirkan ini sejak lama. Kamu adalah segalanya bagiku, dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Maukah kamu menikah denganku?”Natalia dipenuhi oleh campur aduk perasaan—kebah
Natalia membuka matanya dengan paksa saat mendengar nada dering yang mengganggu pertapaannya di bath tub. Wanita itu hanya bisa melirik ponsel yang teronggok di meja wastafel tersebut tanpa berniat mengambilnya. Dia menghela nafasnya malas. Daripada harus buru-buru mengangkat panggilan, Natalia lebih memilih untuk menghentikan aktivitas berendamnya yang sudah berjalan selama kurang lebih lima belas menit.Sebenarnya, dia pun merutuk pada diri sendiri. Kalau tahu tak akan menerima panggilan atau memegang ponsel, kenapa juga dia harus membawanya ke kamar mandi?Secara bertahap dan perlahan, Natalia menarik handuk mandinya lalu keluar dari bath tub. Aroma flowery menyeruak sebab malam ini dia memilih wewangian itu untuk menenangkan pikirannya setelah lelah bergelut dengan pekerjaan.Usai memanjakan diri, barulah Natalia mengambil ponselnya. Sedikit terkejut dengan mata setengah melotot saat melihat nama pemanggil dan membaca pesan yang pemilik nomor itu kirimkan padanya. 'Aku ada di dep
Sagara mengusap sudut bibirnya yang belepotan bekas pewarna merah milik Natalia. Tersenyum miring saat mengingat memori singkat keduanya yang baru saja terjadi lagi. Dia bersandar pada tembok di rooftop, entah apakah kejadian tadi diantara mereka bisa membuka jenis hubungan baru buat keduanya.Satu kali lagi Sagara membenahi tatanan dasinya yang sedikit berantakan sebab diacak Natalia tadi. Lelaki itu juga memasang kembali jasnya yang sudah dikembalikan oleh wanita yang dengan wajah memerah buru-buru turun meninggalkannya sendirian disini. Pada akhirnya, Sagara turun dengan perasaan yang lebih lega daripada sebelumnya. Bibirnya terus mengulas senyuman tipis sepanjang perjalanannya menuju ballroom pesta. Pesta yang mendadak dan secara terpaksa dia hindari ternyata memberinya sebuah kesempatan luar biasa. Seperti yang Natalia katakan tadi padanya, sangat tidak sopan kalau Sagara meninggalkan pesta tanpa memberikan selamat kepada sepasang mempelai yang menghelat acara ini. Maka Sagara
"Mbak Lia dimana?" Gisela menggendong sang putri yang mulai mengantuk setelah hampir dua jam berada di pesta pernikahan. Putri kecil itu menggeliat hampir tantrum dan mulai merengek sehingga dia dan Samuel siaga untuk segera meninggalkan kursi mereka. Samuel menggeleng, laki-laki itu mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan berusaha menemukan keberadaan sang kakak yang tiba-tiba saja menghilang setelah tadi mengucapkan selamat pada mempelai. "Sam, udah mau balik?" Tanya Darius yang menyambanginya setelah tamu-tamu mulai sibuk sendiri. Samuel mengangguk, "Iya nih, Kasihan Cia udah mulai ngantuk. Saya pamit ya Pak Darius, sekali lagi semoga pernikahannya langgeng dan bahagia," ucap Samuel dengan hormat.Laki-laki itu mengangguk dengan sedikit senyumannya. Melihat Samuel yang nampak kebingungan, Samuel kembali menerbitkan senyuman tipisnya."Natalia? Dia bawa mobil sendiri, kan?" Terka Darius yang sepertinya langsung paham kekhawatiran Samuel.Mendengar nama kakaknya disebu
Cengkraman pada pinggang ramping Natalia mengerat. Wanita itu berkedip dua kali dalam paniknya. Tatapan laki-laki dihadapannya itu masih sama tajamnya seperti dahulu. Hanya saja, Natalia dapat merasakan aura yang lebih dingin meradiasi darinya. Sesuatu yang jarang sekali Sagara Adinata kuarkan dahulu.Dengan kesadaran penuh, Natalia kembali pada posisinya. Berdiri tegap membenahi helaian gaunnya yang sudah sedikit berubah tatanannya. Debaran jantungnya menggila entah karena hampir mencederai kepalanya sendiri atau karena bertemu lagi dengan laki-laki masa lalunya. Presensi yang sebenarnya tak pernah absen dari pikirannya."Apa yang sedang kamu lakukan disini?" Tanya Natalia dingin. Wanita itu membuang tatapannya kearah lain. Dua tangannya secara refleks memeluk lengannya yang terekspos akibat potongan off shoulder tersebut.Sagara tak melepaskan pandangannya dari detail gesture kecil seperti itu. Tangannya secara otomatis membuka kancing jasnya dan melepas kain tebal tersebut."Mengha
Sagara berdiri di depan pintu megah yang dihiasi lampu-lampu berkilauan dan bunga-bunga segar. Lelaki dengan setelan rapi dan rambut ditata sedemikian rupa itu berjalan tegap memasuki area pesta sendirian setelah memarkirkan kendaraannya. Ia datang bersama kedua orang tuanya dan telah lebih dahulu dia turunkan di lobi utama. Lelaki itu seperti biasa memasang wajah dingin tak tersentuh miliknya. Mencoba mendeteksi keberadaan orang tuanya yang pasti sudah lebih dulu tenggelam dalam pesta. Pernikahan ini katanya adalah pesta pernikahan sepupu jauhnya. Saking jauhnya, Sagara sampai tidak benar-benar kenal siapa sepupunya ini. Namun dilihat dari skala pesta yang diadakan, Sagara rasa sepupunya menikahi pria yang benar-benar kaya. Area pesta memancarkan aura glamor dan kemewahan. Di dalam, suasana pesta ala konglomerat sangat terasa. Sempat dia dengar beberapa bisikan bahwa pernikahan kali ini memang merupakan pernikahan seorang konglomerat penting.Saking cueknya, Sagara bahkan tidak mem