Akhirnya ... setelah perjalanan jauh, Harger bisa menginjakkan kaki di rumah hutan bersama sang hakim. Udara menyenangkan menyerbu ke dalam ruangan ketika kaca jendela dibuka, rasanya benar – benar memberi pengaruh paling melegakan.Harger segera menjatuhkan diri di atas sofa. Mengatur posisi tubuh tidur menyamping sambil – sambil memeluk bantal yang terasa lembut; salah satu dijadikan sebagai penyangga kepala. Tanpa menatap ke arah sang hakim, dia memejam, membiarkan pria itu berjalan membawa tas berisi pakaian ganti mereka. Beberapa saat, sayup – sayup Harger mendapati langkah kaki seseorang mendekat, hanya sebentar saja, kemudian sulur – sulur suara itu menjauh. Dia lebih yakin jika hal yang dilakukan sang hakim adalah berjalan ke arah dapur. Sisa cemilan dari Paris, yang Harger pikir telah sang hakim habiskan, justru ternyata Deu membeli lebih banyak. Menyimpan secara khusus ke dalam tas belanjaan lainnya. Sekarang mungkin, tengah pria itu susun ke dalam ruang kosong dari rak – r
Gara – gara tindakan di atas sofa dan Harger yang menghindar sepanjang hari setelah berhasil melarikan diri ke kamar. Mendadak situasi terasa sangat buruk. Sang hakim benar – benar terlihat akan memburunya. Detil dari iris gelap itu tidak pernah meninggalkan Harger. Termasuk saat dia sedang mencuci piring. Makan malam selesai.Besok pagi mereka sepakat melanjutkan kegiatan tertunda. Mungkin pergi membeli cincin lebih dulu, kemudian sama – sama mengecat kamar, ataupun sebaliknya. Harger tidak masalah, asal apa pun yang akan mereka butuhkan segera terpenuhi.Hanya saat ini ....Dia merasa ingin lari secepatnya. Membiarkan tangan bergerak cepat menyusun piring – piring basah ke atas rak. Bunyi gemerisik dari benturan keramik nyata – nyata memberi Harger peringatan. Dia sesekali berpaling, dan menemukan sang hakim masih mengintainya bagai predator sedang menunggu mangsa-nya lengah.Harger segera mendengkus kasar.“Tidak bisakah kau berhenti menatapku seperti itu, Deu?” Dia bertanya tida
“Mengapa kau senang sekali menggodaku, Mrs. Keroppi?” Bisikan serak menyusup ke dalam naluri Harger. Dia merasa geli, bahkan saat sang hakim membiarkan telapak tangan yang kasar mengusap bagian dalam kakinya. Harger hampir menutup diri, tetapi kemudian tangan sang hakim yang lainnya mencari kesempatan meremas dada yang hanya terbalut kain berbahan jaring.”Siapa yang menggoda-mu? Aku tidak merasa seperti itu.”Harger mulai gelisah saat ujung telunjuk sang hakim memancing puncak dada-nya dengan tentatif. Dia tak mau pria dewasa ini sanggup meluluhkan pertahanan yang telah dibangun. Sang hakim ingin mendapatkan dirinya, maka perlu usaha tidak main – main.Lewat tindakan menepis masing – masing tangan sang hskim. Harger cekatan mencari drama yang pas untuk ditonton bersama. Beberapa platform terhubung dengan saluran tv, dia memilih dengan serius, tetapi akan mengabaikan genre horror seperti kata – kata sang hakim.“Judul yang tadi bagus, Mrs. Keroppi. Kita bisa menontonnya,” ucap sang ha
Panjang jika ingin menceritakan bagian tersembunyi dari kegiatan semalam. Harger merasakan tubuhnya begitu kaku dan pegal saat kali pertama membuka mata. Dia memalingkan wajah, menatap sang hakim masih tertidur lelap. Tampan. Biarkan saja seperti itu. Harger berusaha bangun. Merenggut selimut lebih tinggi untuk menutup tubuh telanjangnya. Dia segera bangun, membuat kain tebal di bagian sang hakim terseret ikut bersamanya. Harger ingat, semalam, selesai melanjutkan aktivitas panjang di atas ranjang, pria itu pergi ke dapur dengan mengenakan celana kain panjang yang saat ini utuh melekat di sana. Memang sang hakim mengaku sangat lapar, sementara Harger sudah tak memikirkan apa pun selain tidur. Sekarang dia terbangun lebih dulu. Bersiap ke kamar mandi untuk kemudian menyiapkan segala kebutuhan. Apa pun itu. Dan di sini Harger berakhir. Di dapur sambil – sambil mengulir layar ponsel; mencari resep masakan khas Italia, hingga ketertarikannya tertuju pada satu gambar menggiurkan.Lasagn
Panjang jika ingin menceritakan bagian tersembunyi dari kegiatan semalam. Harger merasakan tubuhnya begitu kaku dan pegal saat kali pertama membuka mata. Dia memalingkan wajah, menatap sang hakim masih tertidur lelap. Tampan. Biarkan saja seperti itu. Harger berusaha bangun. Merenggut selimut lebih tinggi untuk menutup tubuh telanjangnya. Dia segera bangun, membuat kain tebal di bagian sang hakim terseret ikut bersamanya. Harger ingat, semalam, selesai melanjutkan aktivitas panjang di atas ranjang, pria itu pergi ke dapur dengan mengenakan celana kain panjang yang saat ini utuh melekat di sana. Memang sang hakim mengaku sangat lapar, sementara Harger sudah tak memikirkan apa pun selain tidur. Sekarang dia terbangun lebih dulu. Bersiap ke kamar mandi untuk kemudian menyiapkan segala kebutuhan. Apa pun itu. Dan di sini Harger berakhir. Di dapur sambil – sambil mengulir layar ponsel; mencari resep masakan khas Italia, hingga ketertarikannya tertuju pada satu gambar menggiurkan.Lasagn
Akan tetapi, secara ajaib Harger mengambil keputusan lainnya. Dia memutuskan untuk memberitahu sang hakim keinginan memberi cincin dengan mendadak. Pria itu jelas tidak merasa keberatan. Menuruti semua rentetan kebutuhan mereka lewat sikap yang tenang. Mobil berhenti di area parkir. Harger menunggu sang hakim keluar dari mobil dan membukakan pintu untuknya. Di hadapan mereka sebuah toko perhiasan besar sedang menjulang tinggi. Rasa gugup tiba – tiba menyergap ke dalam diri Harger. Dia menatap sang hakim ragu. Senyum pria itu menyakinkan. Begitu lembut menuntun Harger melangkahkan kaki menapak satu demi satu undakan tangga. Petugas keamanan menyambut dengan hangat, sementara Harger masih berpegangan erat di lengan sang hakim. Demi apa pun, dia tak pernah berada di tempat seperti ini. Terlalu mentereng, sangat jauh di atas pekerjaan yang dia geluti nyaris selama ini. Harger bertanya – tanya, bagaimana mungkin seorang pencuri dengan jasa sewaan, akan memutuskan untuk mengenakan cincin
Sayangnya masih di sini, di dalam mobil tanpa sang hakim pernah berniat menyalakan mesin. Harger menatap Deu bingung. Gerakan tangan itu pasti membuka kotak perhiasan. Siraman cahaya yang menembus dari kaca membuat kilauan permata menunjukkan kecantikannya. Sebelah tangan sang hakim kemudian mengeluarkan cincin yang masih direkat menjadi satu, lalu dipisah ketika pria itu menyerahkan satu bagian kepadanya. Harger segera menatap cincin keroppi di jari manis dengan ragu. Dia harus memakai ke mana cincin yang ini, sementara cincin yang lain akan menggantikan tempatnya? Harger yakin cincin keroppi hanya muat di jari manis kiri. Sisanya mungkin akan terasa ganjil, atau jika dia ingin mencoba; kelingking kanan mungkin sedikit kekecilan—longgar—risiko daripada itu dia akan kehilangan.“Berikan tanganmu, Mrs. Keroppi.” Harger mengerjap. Gugup sekali mengulurkan lengan di hadapan suaminya, setelah membuka cincin keroppi diliputi perasaan absurd. Jantung Harger mendadak menimbulkan percikan m
Setelah pulang. Mengganti pakaian dengan kain lebih bebas, terbuka; tanpa lengan, dan celana pendek separuh paha. Akhirnya Harger melangkahkan kaki tanpa suara untuk mengetahui sudah sejauh mana pekerjaan sang hakim. Harger berhenti di depan pintu. Terpaku sekaligus terpesona dengan tubuh liat suaminya. Sang hakim bertelanjang dada sedang serius mengecat langit – langit kamar yang sudah diamplas terdahulu. Pria itu memilih abu muda di bagian atas, sementara nanti, dinding – dinding kamar akan diberlakukan warna abu tua. Dua paduan warna bertingkat yang terkesan misterius.“Butuh bantuan, Yang Mulia?”Mula – mula sang hakim tidak menanggapi. Harger masih menunggu. Sabar sekali berdiri jauh di bawah Deu mengingat pria itu menjulang tinggi di atas meja.Harger mengembuskan napas pelan. Ketika wajah sang hakim menunduk. Keterdiaman lama membuat keningnya mengernyit. Sesuatu yang salah. Tidak benar. Persis dengan kebutuhan yang tumpul melawan satu golakan serius.Harger mulai menyadari ha