“Sayur dan buah sebanyak ini? Bukankah aku sudah sering bilang padamu jangan terlalu berlebihan, Deu. Kebiasaanmu memang tidak pernah berubah.” Di atas meja dapur Daisy mengeluarkan barang - barang belanjaan. Memisahkan antara buah, sayur, dan daging, lalu beralih memastikan apakah benang – benangnya sesuai dengan warna yang diinginkan. Suara gemerisik plastik mengiring lekuk bibir Daisy untuk menghasilkan senyum sumringah. Suara yang lebih dari indah saat gumpalan benang wol itu mencuak di depan mata. Daisy seolah baru saja ketimpahan kejutan. Ekor matanya melirik Deu begitu takjub. Tidak mengatakan apa pun. Membiarkan cucu laki – lakinya secara terang – terangan menggigit buah naga, yang nyata – nyata begitu sibuk dengan ponsel di tangan. Alih – alih Daisy akan kembali mengomentari sikap sang hakim usai memborong segala sesuatu dalam taraf berlebihan; yang satu ini, mengenai benang, adalah pengecualian. Wanita itu mungkin lebih tertarik menyeret selur
Dengan puas Harger mendapati kotak kecil berisi satu cincin telah dikemas cantik. Ada tambahan pita merah mengikat di bagian penutup, dan stiker tulisan tangan sang hakim; berupa kalimat ucapan kepada Jane. Tulisan luar biasa rapi yang menipu matanya. Harger nyaris mengira susunan kata yang dia baca, adalah huruf – huruf yang dicetak dengan printer, mengingat sang hakim datang membawa kertas kecil yang dimaksud setelah selesai menerima sambungan telepon.Dia lupa satu hal, di sekitar pelosok pedesaan, beberapa hal tidak terlalu mencolok. Dan baru menyadari kesalahannya saat menangkap pria itu sedang sibuk menggerakkan pena di atas kertas berbeda. Telah digunting berbentuk awan untuk kemudian ditempel di kado berikutnya, kalau – kalau Harger turut selesai.Desakan demikian menuntutnya segera berperan sebagai seorang yang mahir. Harger menancapkan satu cincin agak polos ke tengah – tengah busa yang dibelah menjadi seiris robekan kecil. Lalu memindahkan busa beserta cincin berbahan resin
Akan tetapi tidak dengan pulang. Harger sedikit heran mengapa tiba – tiba jip terhenti secara mendadak. Dia menatap sang hakim tak mengerti, meminta suatu penjelasan ketika akhirnya pria itu menurunkan kaca jendela, melonggokkan kepala mencari sesuatu yang tertinggal untuk mereka. Suara decakan secara tidak langsung membuat Harger mengangkat sebelah alis. “Ada apa?” tanyanya, merasa sangat ingin ikut mencondongkan tubuh. “Ban bocor.” Itu terdengar mengejutkan. Tetapi tindakan paling penting yang bisa dia lakukan adalah membuka sabuk pengaman, dan menyusul sang hakim memutari jip. Memastikan penyebab kebocoran ban dengan pria itu membungkuk, meraba – raba beberapa bagian. Berada di ruang terbuka minim pencahayaan mengharuskan sang hakim merongoh ponsel. Menyalakan lampur dari benda pipih tersebut. Lalu membiarkan titik lampu memancar menyapu bagian jip yang tampak menyedihkan. Paku tajam berkarat menjadi satu hal p
“Mengapa Harger tidak tinggal di sini saja, Deu. Bukankah kau selalu sibuk?”“Aku memang sibuk, Daisy. Tapi membiarkan Harger berlama – lama di sini, itu bukan ide yang baik. Dia harus ikut denganku. Dan bukankah aku pernah bilang padamu kalau Harger juga mantan seorang agen? Ini berbahaya untuk kalian jika kami terus tinggal di sini.”Pernyataan sang hakim begitu teratur. Sayangnya, bayangan Harger ketika dia akan meninggalkan Daisy dan Mr. Thamlin bukan seperti ini. Air mata wanita itu bergelinang. Sapu tangan sudah sepenuhnya basah berjejak setiap kali Daisy mengusapkan kain tersebut di sekitar sudut mata, dan di bawah lengan wanita itu sedang mengapit utuh hasil rajutan dengan warna cokelat mendominasi di antara pertempuran gradasi warna bertingkat. Cokelat muda, cokelat tua, tidak ada bedanya. Secara pasti rajutan tersebut merupakan kardigan yang Harger yakini sangat menyibukkan Daisy beberapa hari terakhir.Dia tersenyum sambil – sambil menahan diri dari sisi emosional yang mema
“Bangun, Harger.” Suara berat terdengar setengah berbisik, dan jari – jari kasar itu, terus, setengah mengguncang lengannya untuk menarik Harger ke permukaan. Dia mengernyit dalam, kemudian membuka mata perlahan. Meregangkan tulang – tulang punggung. Mencoba meraih segenap informasi kembali, tetapi pengelihatannya yang samar – samar utuh mulai mendapati beberapa orang berbaris antre. Maju selangkah demi selangkah, tertib mengikuti alur jalan keluar. “Kita sudah sampai?” Ini bukan hanya spekulasi konyol. Harger tahu dia hanya berbasa – basi. Melihat sang hakim akan bangun, tindakannya lebih gesit dari kadar keinginan mentoleransi efek tidur yang lama sepanjang perjalanan. Harger ingat ponselnya beberapa kali bergetar. Kendati dia tidak berusaha tahu siapa yang mendesak ingin bicara dengannya lewat sambungan telepon. Mengutamakan tidur terdahulu, dan menjadikan lengan sang hakim sebagai bantal penyangga, yang terasa jauh lebih menarik dari apa p
“Dengarkan kata – kataku, Harger. Bersedih karena pernikahan mantan tunanganmu adalah pekerjaan paling bodoh. Pria bajingan seperti itu memang tidak pantas diperjuangkan. Hanya mereka yang memiliki sifat setara dengannya yang mau memungut ... siapa namanya tadi?” Sebelah alis Howard terangkat, mencoba untuk mengingat – ingat kembali satu nama yang secara sengaja menyebar acak.“Rob. Robertus Sin.” jawab Harger sanksi. Sepertinya Howard salah menafsirkan rentetan cerita darinya setelah beberapa saat sampai di rumah sang hakim. Mereka duduk berdua di ruang tamu, sementara sang hakim berpamitan ke satu lorong, menyibukkan diri dengan tumpukkan berkas penting. Memang secara mendadak Deu mendapat panggilan masuk, itu mengharuskan Howard menambah kecepatan mobil sehingga mereka tiba lebih awal dari waktu yang terduga.“Siapa pun namanya. Bajingan itu memang tidak cocok denganmu. Lupakan saja,” sahut Howard seraya mengibas – ngibas sebelah tangan di depan wajah.Harger mengernyit, seakan per
“Jadi ada kasus pembunuhan berantai dan kau yang akan mengadili perkaranya bersama majelis hakim lain?” Howard fokus menatap lulus ke depan, tetapi dia tidak melewatkan kesempatan mengutarakan beberapa hal demi menciptakan suatu kesan serius selama dalam perjalan menuju satu titik lokasi rahasia. Deu akan mengantarnya, kemudian melakukan pelbagai kesibukan di kantor pengadilan sebagaimana kesibukan seorang hakim. “Ya. Memangnya kenapa?” “Aku hanya bertanya.” Sebenarnya Howard sangat menyayangkan keputusan Deu saat pria itu memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai seorang agen. Kesalahan mutlak sepatutnya utuh ditumpah-ruahkan kepada Laea. Wanita itu telah bermain api. Menyalakan sumbu, lalu terbakar dalam suatu ambisi di luar kendali. Tidak apa – apa seandainya hanya Laea sendiri. Namun keterlibatan Rubby dalam insiden memilukan itu, rasanya seperti benar – benar mencabut Deu dari sebuah kehidupan nyata. Memilih menghukum diri sendiri atas satu tindakan, yang tidak pernah dilaku
Kata – kata Deu mungkin sebuah upaya agar Harger tidak terus memikirkan keinginan mendesak secara terus – terusan. Tetapi Harger mengerti untuk tidak menyeret sang hakim secara paksa dan berulang ke dalam masalahnya. Keputusan final sudah dia ambil; tidak apa – apa membiarkan semua berjalan sebagaimana mestinya. Harger akan menunggu bagaimana keputusan pasti sang hakim, dan jika mendapati jawaban paling mutlak adalah tidak. Dia tak akan mengurai satu hal sebagai suatu tindakan keberpihakan. Mendatangi pernikahan Rob seorang diri terdengar tidak terlalu buruk. Hanya uang yang terdahulu dia asumsikan paling nyata harus segera dimiliki.Pelan, Harger melangkahkan kaki di samping sang hakim. Cukup dengan satu keinginan masuk ke dalam kamar. Itu yang sedang dia pikirkan. Tidak tahu dengan sang hakim, momen hitungan mundur sebelumnya adalah saat – saat mereka sepakat masuk ke dalam rumah.Walau demikian, diliputi kebisuan tanpa alasan, Harger tak bisa menahan segala sesuatu yang selalu penu