Untunglah masalah Chires hanya sesaat berlalu. Harger mengamati bahu sang hakim. Mereka baru tiba di motel setelah berjalan kaki beberapa meter dari rumah Chires. Tas di punggung sang hakim baru saja diletakkan di sekitar meja. Harger segera mendekat ketika pria itu merenggut kaos polos dengan cara dan kebiasaan yang selalu sama. Sang hakim terlihat akan tidur sebelum Harger tiba – tiba mengajukan pertanyaan.“Kau lelah, Yang Mulia?”Karena setahunya, Deu harus memapah batu berlian yang berat, kemudian di tengah jalan pria itu memberi Harger tawaran untuk memanjat ke tubuhnya. Harger tentu tidak menolak.“Kalau kau lelah ... aku mungkin bisa memijat tubuhmu.”Niat sang hakim sesaat urung. Pria itu terlihat berpikir, kemudian mengangguk.“Pijat yang enak, bisa?” tanya sang hakim skeptis. “Sampai membuatmu mendesah pun aku bisa.”Harger terkikik samar. Samar – samar pula membiarkan ranjang berderak saat dia merangkak naik ke atas ranjang. Menunggu sang hakim menelungkup dan dia mulai d
Sayup – sayup bunyi gemerincing menembus di pendengaran Harger. Kelopak matanya terbuka, perlahan mencoba mengenali situasi yang hening sebelum dia jatuh tertidur. Setelah pandangannya terasa sangat – sangat familiar. Harger pelan – pelan bergeser bangun. Secara mengejutkan dia merasakan jantungnya berdetak keras.Di mana Sofia?Tidak ada siapa pun di kamar. Mendadak Harger tidak dapat memikirkan hal lain. Dia takut Sofia diambil atau barangkali merangkak sendiri ke antah berantah. Harger membeku sesaat. Sambil mencoba mendapati informasi penting di benaknya. Dia memaksakan kaki melangkah terburu ke kamar mandi.Nihil.Harger mulai bertanya – tanya apakah saat dia tidur, benar sama sekali tidak merasakan apa pun? Apakah saat sang hakim pergi, itu menjadi kesempatan bagi orang lain berjalan masuk?Harger tak yakin sang hakim kembali, tetapi pria itu tidak menunjukkan sesuatu yang berarti di sini. Dengan tangan gemetar Harger merenggut ponsel di atas ranjang. Dia sudah berniat menghubun
Harger langsung menoleh saat pintu kamar mandi terbuka. Sang hakim baru saja keluar dari ruang lembab itu setelah menunggu giliran antara dia dan Sofia yang telah selesai berpakaian. Semerbak aroma bayi dan maskulinitas milik seorang pria menyeruak ke seluruh ruangan. Wangi bedak dan telon paling mencolok, menjadi satu kesatuan yang menyenangkan. Harger menyukainya, tetapi dia tak menolak jika harus mengamati setiap detil air yang menetes pelan – pelan melewati kulit punggung sang hakim.Rambut pria itu basah. Handuk putih yang melilit di pinggul pun terlihat basah. Sebuah kebiasaan. Tak heran. Harger tak akan mengomentari apa pun. Dia segera membawa Sofia menatap keluar jendela. Terus mengintip suaminya berpakaian, itu tidak bagus untuk Sofia. Biarkan gadis kecil dalam dekapannya meraba – raba kaca hotel sambil bergumam sesekali.Setelah mengirim pesan kepada Charlene. Harger akhirnya mendapatkan izin supaya Sofia tinggal satu malam lebih lama di sini. Besok pagi dia dan sang hakim a
“Apa Sofia merepotkan kalian?”Nada tidak nyaman menyusup di antara suara Charlene. Harger tersenyum kepada wanita itu. Kehadiran Sofia justru menambah kesan manis. Jika dia tidak memikirkan sisi berbahaya dari kehidupannya dan sang hakim yang lebih sering tak terduga, mungkin Harger bersedia mengadopsi Sofia. Dia yakin sang hakim juga tidak keberatan. Sayangnya Harger tidak berani mengambil risiko.Akan ada banyak orang seperti Direktur Oscar di balik sebuah layar yang terang. Membayangkan meskipun sang hakim bukan lagi seorang agen lapangan, tetapi itu memiliki potensi besar. Musuh – musuh dari masa lalu akan ditambahkan ke dalam daftar.“Lain kali, jika aku dan Deu ada waktu, kami akan membawa Sofia ke Italia,” ucap Harger bercanda. Dia menyerahkan Sofia kepada Charlene. Gadis kecil itu tidak menolak, sementara sang hakim menawarkan bantuan kepada supir taksi untuk membereskan keperluan Sofia ke bagasi mobil—sekalian termos semalam yang dibeli. Charlene bahkan terkejut saat mengeta
“Kapan mereka akan mengeluarkan batu berlian dari ruangan khusus?” Harger menatap wajah suaminya. Mereka baru tiba di kamar hotel dan sekarang sebuah keharusnya menuntun jari – jari tangan Harger untuk mengulik ponsel; menatap lekat – lekat pada angka – angka yang tertera di sana. Sebuah kalender digital. Harger mulai menghitung kapan seharusnya mereka telah melewatkan waktu paling panjang itu. Mulai mengunut kapan dia pernah masuk ke ‘ruang ganti sementara’ setelah batu berlian dipindahkan. Kemudian dia melakukan sebuah loncatan untuk mengetahui satu hal ....Harger mendapatinya, dan dia kembali menatap sang hakim dalam.“Tiga hari lagi. Ya, seharusnya tiga hari lagi.” Sorot mata Harger diliputi keyakinan besar. Sang hakim mengangkat alis ke arahnya dengan arti; mereka masih memiliki waktu untuk melakukan perjalanan ke Amerika.“Malam ini kita akan berangkat.”Suara berat sang hakim meninggalkan sesuatu yang mendebarkan di benak Harger. Rasanya dia mendadak gugup harus melakukan seb
“Bagaimana? Apa katanya?” tanya Alice tidak sabaran. Sebuah insiden tak terduga baru saja menyambar ke dalam masalah mereka. Beberapa hari lalu dia dan Rob pulang dalam keadaan mabuk. Langit di kota Washingston sudah begitu gelap. Rob dalam pengaruh alkohol berat berusaha berkendara dengan mobil rental hingga sesuatu di luar kedali pria itu mengambil peran besar. Rob menabrak pembatas jalan. Bagian depan mobil tersebut mengalami kerusakan parah. Telah diderek, sementara mereka harus melakukan ganti rugi atas kerusakan properti atau pemilik mobil rental akan melanjutkan hal ini ke pihak berwajib. Rasanya Alice tidak tenang jika dia tidak mendapat kabar baik dari bibir Rob.“Lima hari lagi,” ucap pria itu membuatnya melongo.“Lima hari bukankah terlalu lama? Mr. Sanders memberi kita waktu 10 hari untuk mengumpulkan uang. Aku tidak mau masuk penjara!”Alice bersuara marah. Baru saja dia membuat Rob berdecak tidak suka.“Aku tahu!” bentak Rob kasar. “Tapi Harger juga butuh uang untuk m
Jantung Harger luar biasa berdebar ketika di hadapannya terduga sudah begitu tipis langkah dari tangan kanan senator Amerika yang tegap. Satu menit ke depan mereka akan berpas – pasan. Harger segera memanfaatkan sisa waktu untuk berpaling ke belakang. Membidik satu titik tempat di mana suaminya berdiri dengan lembaran koran di tangan. Pria itu sedang berpura – pura baca, tetapi Harger tahu kontak mata yang mereka lakukan baru saja meninggalkan beberapa perasaan lega untuknya.Dia mengembuskan napas pelan. Terus berjalan lurus. Lebih cepat dan ....Bugh!Itu tubrukan cukup keras. Dua koper dengan bentuk, warna, dan ukuran serupa berhamburan di atas lantai. Sama seperti sang hakim di sana; fokus diam membaca. Harger berpura – pura cemas, berpura – pura meminta maaf saat pria di hadapannya yang terlihat akan marah. Tanpa mengatakan apa pun, tangan kanan senator amerika mencoba memilih koper diliputi nada keberuntungan. Harger tahu mana miliknya yang asli, yang seharusnya diambil oleh pr
“Kita mau ke mana?” tanya Harger tak mengerti. Mereka tidak langsung ke hotel. Taksi memberhentikan di sebuah jalan yang tidak Harger tahu, meskipun itu merupakan permintaan sang hakim. Untuk keberkian kali, Harger melirik suaminya dengan tanda tanya besar. Sang hakim menggenggam tangannya erat. Menuntun langkah mereka menuju ke sebuah gedung yang ntah mengapa membuat perasaan Harger mendadak tegang.“Deu, kau belum menjawabku.” Harger setengah berbisik. Dia mendekap lengan sang hakim. Begitu ragu setelah satu pemikiran serius mendesak nyaris tanpa permisi di benaknya.“Kita sedang berada di wilayah para anggota kongres. Gedung Capitol.”Sudah Harger duga. Dia merasakan jantungnya berdebar sangat keras. Bertanya – tanya apa yang diinginkan sang hakim dengan melakukan perjalanan ke tempat seperti ini. Tidak lucu kalau Deu sengaja ingin membuat Harger ketakutan. Dia sama sekali tidak mau lagi berurusan terhadap apa pun yang berikatan langsung dengan Senator Amerika. Cukup masalah yang