Sejauh mana Harger berusaha terlelap, dia tetap mendapati matanya terbuka di tengah situasi remang. Menatap setengah kosong ke arah dinding tanpa berniat kembali memejam. Pengkhianatan besar dalam diri Harger memang mengambil peran terlalu jauh. Dia tak ingin terlalu khawatir. Namun, butuh sedikit amunisi untuk mengisi pemikirannya yang terlalu liar.Napas Harger berembus kasar ketika dia membiarkan lengannya menjadi bahan sanggahan. Sungguh tak menduga bahwa ponsel di atas nakas tiba – tiba akan menyala; bergetar; membuat responsnya terlalu cepat. Dia bangkit. Nyaris tak percaya bahwa Deu secara ajaib terduga sedang menunggu jawaban darinya.Harger tak akan menyia – nyiakan kesempatan seperti keputusan terdahulu. Segera menjawab, kemudian wajah datar dengan kernyitan dalam di kening itu muncul di depan layar. Sepertinya Harger mengerti apa yang membuat sang hakim terlihat ingin protes. Dia menyembunyikan wajah untuk membuat pria itu tak melihat apa pun.“Bukankah aku sudah bilang unt
Lamat sekali Deu mengamati layar ponsel menyala. Sudut bibirnya melekuk menelusuri wajah Harger yang terlihat tenang. Gadis itu sudah terlelap dalam, dan mungkin sudah waktunya melanjutkan kegiatan tertunda. Panggilan video dihentikan. Benda pipih segera terselip di saku celana. Deu mulai beranjak bangun dari ranjang. Membuka pintu kamar sekadar memastikan Alice atau siapa pun tak akan membuntutinya. Paling tidak, sekarang, sudut lorong terduga sangat sepi. Langkah Deu lantas meninggalkan kamar hotel. Berjalan sebegitu tenang melewati beberapa tikungan jalan. Sebuah gedung kosong telah begitu dekat. Setiap derap yang dia lakukan menggema di tengah remang – remang cahaya. Aroma debu berterbangan, tetapi Deu perlu mencapai demi puncak melakukan pertemuan di hari ini.Pak Sekretaris akan tiba dengan helikopter. Hanya butuh waktu tidak terlalu lama sampai bunyi mesin itu menyeruak di langit malam. Baling yang berputar menciptakan udara besar. Beberapa daun – daun kering, sampah tak bergun
Selangkah demi langkah hentakan kaki Harger terburu menuruni tangga. Satu – satunya tujuan sedang bersarang di benaknya adalah dapur. Cukup mendebarkan dia harus mengetahui Daisy telah selesai dengan pekerjaan terakhir. Wanita tua itu akhirnya tersenyum dan meletakkan lipatan kain di atas tumpukan kain yang lain.“Kau lapar, Harger? Makanlah. Sarapanmu sudah siap dari tadi.”Rasa bersalah membludak liar. Harger tersenyum gugup, benar – benar tidak nyaman menghadapi Daisy yang telah menyiapkan segalanya. Tetapi bagaimanapun dia berjuang untuk mengatakan sesuatu.“Maaf, Daisy. Semalam aku tidur terlalu larut. Jadi ....”“Tidak apa – apa. Kau terlihat gelisah sejak malam. Aku tahu kau mencemaskan Deu. Apa dia sudah menghubungimu?”“Sudah. Semalam kami bicara sampai aku tertidur.”Keceplosan ....Rasanya Harger hampir tidak bisa melakukan apa pun, selain menyengir malu. Dia ragu – ragu mendekati meja makan. Sarapan orang Italia selalu unik baginya dengan cita rasa selalu memuaskan.“Di ma
Menjelang sore ....Sudah seharusnya Harger menunggu saat – saat dia dan sang hakim akan segera bicara, tetapi kesibukan merajut sejak tadi tak pernah menghentikan niatnya untuk menciptakan satu karya manis. Sesekali Harger akan meminta bantuan Daisy, tidak begitu banyak kesulitan; dia dengan mudah mengerti beberapa hal. Kembali berlarut – larut terhadap satu kegiatan mengesankan, hingga kemudian sulur – sulur ponsel yang bergetar memberitahukan sesuatu.Nama sang hakim terduga di sana, menunggu sebuah jawaban nyaris tanpa jeda. Harger segera mencondongkan tubuh, membiarkan dirinya terapit di antara kaki sofa dan pinggir meja setelah mengurai benang yang melilit di antara sela – sela jari. Dia cekatan mengatur benda pipih itu tegak bersandar pada vas keramik yang terukir cantik dengan Bunga Daisy tertancap utuh, sementara Daisy yang lainnya turut mengambil posisi duduk di atas sofa yang empuk.Wajah tampan itu, sesaat terlihat terkejut. Harger menduga; sang hakim tak pernah mengira b
Tidak ada bunyi tembakan, suara menggelegar, dan gerakan mendadak yang brutal. Tetapi titik di mana aset berada, di halaman belakang gedung, telah dilakukan eksekusi yang matang. Mula – mula mereka terbagi menjadi beberapa kelompok; tiga berjaga di gerbang terdepan; empat berada di posisi paling stabil, di tengah – tengah lorong, kemudian tiga berikutnya terlibat di lokasi transaksi sungguhan—yang salah satunya telah tumbang.Deu bersembunyi di balik sekat dari gedung lainnya. Tembakan pertama dengan senjata kedap suara membuat perhatian semua orang teralihkan. Direktur Oscar maupun broker senjata ilegal itu sedang berusaha mewaspadai situasi.Wajah mereka menengadah. Sulur – sulur beberapa pasang iris mata bergerak liar. Mencari – cari sumber serangan peluru, meski embusan angin melambangkan keheningan yang nyata.Lurus – lurus perhatian Deu tertuju pada titik; satu pria lainnya yang tersisa bersama Direktru Oscar. Lengan liatnya serius mengajukan ujung senjata dari jarak kejauhan,
Beberapa kali Harger melirik ponsel yang masih begitu hening. Keputusan berbelanja di pasar selesai. Dia dan Daisy sudah kembali ke dalam mobil usai Mr. Thamlin mengoceh ingin pulang. Di Italia nyaris menjelang siang, menegaskan bagaimana pengetahuan Harger sedang mendesak benaknya supaya berpikir jika di Washington D.C sudah cukup pagi. Sang hakim mungkin telah membantah kata – kata terdahulu; untuk menghubunginya semalam, tetapi sekarang Harger harap pria itu segera memperbaiki apa yang sedikit membuat perasaannya teremas, yang sayangnya, sampai semua kebutuhan bersama Daisy telah terpenuhi, Harger masih belum mendapat berita apa pun. Jika Deu ingin tidur sepanjang hari, pria itu bisa mengirim pesan. Setidaknya Harger bisa sedikit lebih tenang. Bagaimanapun keberadaan Rob dan Alice di satu tempat yang sama sudah cukup mengguncang Harger, walau tidak begitu berpengaruh. Beberapa pikiran kotor muncul, bagaimana seandainya Alice kembali menggoda suaminya? Wanita itu sudah melakukan
Samar – samar pemandangan yang buram memberitahu Deu kalau – kalau sesuatu—sangat asing dari pengetahuannya, telah merambat secara serius, dan menyatakan sebuah informasi krusial; dia berada di rumah sakit, terbaring dalam keadaan separuh mengingat kejadian yang diduga baru dilalui beberapa saat lalu, yang sayangnya langit – langit rumah sakit yang kosong, di waktu – waktu mendatang, menyerahkan wajah seseorang agar lebih terlihat jelas.Masuk akal Pak Sekretaris sudah menunggu kesadaran Deu. Pria itu menatap tenang. Masih belum ada satu kata terucap, seolah Pak Sekretaris sedang mempertimbangkan sesuatu; hanya menunduk, hingga Deu berusaha bangun. Tertahan oleh sekujur tubuh yang terasa membeku. Sulur – sulur muncul golakan berbeda. Sedikit menyaktikan, tetapi gerakan lengan Deu cekatan terangkat. Menyentuh kening yang berdenyut untuk kemudian menyorot Pak Sekretaris dengan tanda tanya besar.Pria itu menghela napas kasar. “Peluru di tulang rusukmu dinyatakan mengandung zat kimia, r
Setidaknya bunyi gemerisik air dari kamar mandi membuat Harger terbangun di tengah malam. Diam – diam dia mempelajari situasi. Mengepalkan tangan dan membiarkan lengannya membentuk sudut dengan waspada. Harger tak mau tahu kalau – kalau kamar nyaris sepenuhnya gelap; hanya sulur – sulur cahaya bulan menembus lewat ventilasi memberikan isyarat untuk tetap tenang. Benaknya segera berhitung saat keheningan menyerupai bisu mencekam. Sungguh bukan tentang pemikiran bagus yang menyiram di puncak kepala. Harger menduga pada satu; bahwa seseorang telah menyusup ke kamarnya. Mungkin ingin membuat situasi menjadi lebih dramatis dengan sebuah adegan membuka pintu kamar mandi.Satu ....Itu adalah hitungan tegas seraya mengumpulkan napas. Kepalan tangan Harger semakin mantap saling menggenggam.Dua ....Dia mulai merasakan satu hal ganjil; tekanan, ketika suara ranjang mengikuti seseorang yang menderak lebih dekat di sampingnya. Sayup – sayup suara kain bergesekan cukup menawarkan Harger antisip
Tidak. Harger tidak ingin mengambil risiko tersebut dengan mengabaikan kebutuhan sekarang. Langsung menerobos masuk hingga sebuah pemandangan tak terduga, sungguh, seolah ingin menyeretnya melangkah mundur. Dia menyaksikan sendiri sebentuk tubuh sang hakim sedang menduduki tubuh seseorang. Tangan pria itu membentuk kepala mantap, yang berulang kali dilayangkan ke wajah pria malang—terkapar—dengan keseluruhan dilimuri darah. “Deu.” Harger tidak mungkin membiarkan suaminya terlarut lama ke dalam angkara murka yang mengerikan. Berlari secepatnya hanya untuk menghentikan pria itu lewat tindakan membabi buka. Deu tidak bisa mengambil tindakan tersebut di saat – saat seperti ini, meskipun bukan hal mudah memisahkan pria yang sungguh telah meledakkan seluruh hal terpendam dalam emosi yang selama ini tertunda. “Sudah, Deu, hentikan.” Napas Harger tak kalah menggebu saat dia harus benar – benar menarik tubuh sang hakim. Untunglah setelah melewati pelbagai kesulitan, dia perlahan men
Harger mungkin menikmati masakan dari suaminya yang telah bersedia meluangkan waktu berkutat lama di dapur, tetapi dia tetap merasa ganjil ketika pria itu menolak ajakan makan bersama. Alih – alih setuju, justru Harger mendapati sang hakim berpamitan pergi—ntah akan ke mana. Dia mencoba menemukan petunjuk. Tanpa sepengetahuan sang hakim, Harger telah melakukan sesuatu tepat saat di mana pria itu beranjak ke kamar. Dia tidak bisa membiarkan rasa ingin tahu yang membludak, terus membara seperti benar – benar ingin membakarnya. Tidak akan sanggup bertahan lebih lama. Itu benar. Secara naluriah tangan Harger meletakkan garpu untuk bersinggungan di atas piring. Bisa menikmati lasagna belakangan waktu. Sekarang dia harus melakukan satu hal pas. Merogoh ponsel di saku celana. Howard. Ya, saat – saat seperti ini Harger akan sangat membutuhkan kemampuan Howard. [Ada apa menghubungiku, Lil’H?] Suara pria itu mencu
“Apa yang kau lihat, Deu?” Mereka sedang berbelanja, tetapi baru saja sang hakim membuatnya seperti bicara kepada patung. Harger tidak mengerti apa terjadi dan mengapa dia harus mendapati Deu terlihat berbeda dari mula – mula mereka memasuki pusat pembelanjaan. Ditambah kenyataan harus menatap cengkeraman tangan yang mengetat di troli bayi, itu makin meninggalkan perasaan ganjil tak tertahan. Nyaris lima bulan setelah masa – masa indah menjadi orang tua, Harger tidak pernah menyaksikan sang hakim menunjukkan sikap tak terbantahkan. Mata gelap itu mendelik tajam. Seperti sembunyi – sembunyi menyimpan sesuatu. Namun, dia sama sekali tak sanggup menggapai satu pun terhadap apa yang sedang suaminya pikirkan. Hanya sekelebat menatap ke mana arah pandang pria itu. Pun ... Harger tidak menemukan sesuatu secara spesifik, selain bahu seseorang yang telah meninggalkan tempat di mana beberapa orang berjalan keluar masuk. Tak tahan. Dia memutuskan untuk menyentuh lengan sang hakim. Pria itu
Harger meletakkan bayi kecil yang baru saja dimandikan ke keranjang. Di rumah sedang kedatangan banyak tamu. Pak Sekretaris bersama seluruh keluarga. Ada Daisy dan Mr. Thamlin. Benar – benar ramai mengagumkan. Harger tidak tahu harus berkata seperti apa bahwa dia sungguh diterima dengan sangat baik. Ada ibu mertua, saudari ipar, dan hal – hal yang sering sekali mereka perhatikan. Rasanya dia nyaris tidak diperbolehkan melakukan apa pun, bahkan meski hanya mengerjakan sesuatu di dapur, yang lagipula sang hakim akan mengajukan diri—menyelesaikan semua, kemudian mereka akan berbincang – bincang, hampir seperti berbisik agar bayi tidak terbangun. Satu hal yang tidak Harger lupakan. Charlene dan Deminti juga sudah mendatanginya, mereka tiba di Italia tanpa sepengetahuan Harger, kecuali sang hakim. Ajaibnya pria itu setuju untuk merahasiakan kenyataan tersebut sesuai permintaan Charlene, bahkan menyiapkan kejutan untuknya. Harger bahagia bahwa semua orang yang dia kenal sangat dekat,
Hari ini .... Tiba pada momen yang menegangkan. Harger tidak tahu bagaimana dia akan menghadapi proses melahirkan yang sudah berada di depan mata. Dimintai untuk berjalan – jalan lebih sering dan melakukan apa pun supaya menghadapi persalinan dengan mudah. Tetapi Harger merasa beruntung memiliki suami seperti sang hakim. Pria itu dengan sabar menemani dia berjalan ke mana pun di taman rumah sakit. Mengerjakan apa saja yang Harger sudah tak bisa lakukan setelah menghadapi perutnya yang membesar. Seperti sekarang terjadi. Harger menahan napas ketika tanpa sengaja menjatuhkan sapu tangan, kemudian sang hakim segera membungkuk, meraih benda tersebut dan menyerahkannya kembali. “Terima kasih, Yang Mulia. Aku mencintaimu.” Saat – saat seperti ini memang dibutuhkan keromantisan. Harger berpengangan erat di lengan suaminya. Mereka berjalan sangat pelan menyusuri jalan yang dibeton, tetapi Harger sedang bertelanjang kaki. Pada beberapa momen tertentu sang hakim
Senyum Harger lagi – lagi melebar saat mengamati sesuatu yang terasa indah.Garis dua ....Tadi pagi hampir tanpa sadar dia melompat girang. Melakukan tes, lalu mendapati bahwa dirinya positif hamil, itu merupakan momen tak terlupakan setelah harus menghadapi pelbagai desakan tidak nyaman belakangan ini. Keinginan untuk muntah, golakan mual, dan semua yang menghantam Harger sebagai satu kesatuan paling mengerikan—sebuah alasan serius mengapa kebutuhan – kebutuhan tersebut akhirnya meninggalkan perasaan curiga. Dia telah mengambil keputusan yang tepat dengan mengetahui kebenaran terlalu dini.Langkah Harger tentatif mendekat ke lemari pakaian. Ada sesuatu yang perlu dia lakukan sebelum memberitahu informasi ini kepada suaminya. Ya, meletakkan benda pipih di tanganya ke dalam kotak persegi panjang, lalu pelan – pelan membongkar lipatan kain di dalam rak demi mengambil sesuatu di sana. Pakaian rajut bayi buatan tangan Daisy, yang masih tersimpan utuh di sana, untuk kemudian
“Jika kau tidak pernah siap, kita tidak akan turun, Harger.”Harger mengerjap setelah beberapa saat jatuh ke dalam pemikiran usang di benaknya. Semua sudah saling memaafkan. Sesuatu yang mengikuti di belakang bahunya kan selalu mengingatkan bahwa Laea sudah tenang di mana pun wanita itu berada. Tidak ada yang akan Harger katakan. Dia menatap sang hakim dengan sudut bibir melekuk tipis. Mereka memang memutuskan untuk berziarah ke makam Laea. Banyak yang ingin Harger curahkan, meski dia mungkin tak mengeluarkan suara ke permukaan sementara sang hakim ada di sampingnya. Hanya menatap setengah kosong pada undakan tanah yang indah—terawat begitu baik, dengan rumput – rumput terpotong begitu rapi merata.Ujung tangan Harger terulur meletakkan buket mawar, kemudian menyentuh nisan atas nama saudari perempuannya. Sedikit rasa sesak seperti berusaha menumbuk jantung Harger. Berulang kali dia berusaha menarik napas pelan, dan mengembuskan ke udara, tetapi kadang – kadang matanya
“Apa yang kau pikirkan, Deu?” Harger bertanya sarat nada lambat. Hati – hati dia menyentuh punggung tangan sang hakim. Perlahan menautkan jari – jari tangan mereka, lalu meremasnya lembut. “Kau kepikiran soal adikmu? Apa yang benar – benar sudah kalian bicarakan? Aku hanya dengar beberapa, tapi yakin kau tidak akan seperti ini jika bukan karena sesuatu. Sekarang ceritakan padaku?'" Tadinya, Harger memang tak berniat mencampuri lebih banyak. Merasa tidak berhak. Namun, jika pada akhirnya Deu akan terus – terusan terpengaruh, dia tidak akan bisa menahan diri. Tidak tahu kapan sang hakim akan selesai dengan perselisihan batin yang terlihat luar biasa mencolok. Harger akan menunggu. Semenit, dua menit, hingga waktu yang berjalan seperkian saat. Cukup lama ... lalu embusan napas sang hakim terdengar kasar. “Astoria menolak perintahku untuk meninggalkan bajingan itu.” “Dengan mengakui bahwa Orion tidak pernah tahu dia hamil, aku rasa bukan
“Aku bingung bagaimana alat peledak bisa berada di kepala Orion. Memangnya seberapa kecil ukuran alat peledak itu?”Harger bicara sayup – sayup di dapur sambil memegangi senter untuk menerangi pemandangan di sekitar suaminya. Sang hakim sibuk menyiapkan lasagna menjadi potongan sama rata setelah tadi ... menyalakan kembali ke api oven, dan mereka menunggu beberapa saat.Wajah tampan itu benar – benar begitu serius. Harger mengembuskan napas cukup kasar ... ntah kapan sang hakim akan menjawab pertanyaannya.“Deu.”Harger tidak akan tahan ketika sang hakim hanya diam. Masing – masing potongan lasagna diletakkan di atas piring, yang kemudian disusun di atas nampan—akan siap dibawa ke ruang tamu. Tetapi sebelum itu, iris gelap sang hakim mendadak fokus menatap lurus ke depan, seolah sedang memikirkan sesuatu, atau mungkin telah berniat memberi Harger tanggapan.“Ukurannya sebesar kapsul obat, yang dimasukkan melalui rongga hidung dengan cara ditembak.”Seharusnya