“Bagaimana hasilnya?”
Harger melonggokkan wajah dekat – dekat di mana kedua tangan Howard sedang membuka lembaran kertas berisi ulasan mengenai hasil akhir terhadap tes yang dia lakukan untuk menjadi seorang agen lapangan.Gagal ....Ekspresi Harger mendadak muram ketika mendapati sebuah berita menyedihkan. Dia sudah berjuang sangat keras supaya lolos. Menyayangkan sekali bahwa nilai kecerdasan interektual yang lumayan memenuhi persyaratan, tidak cukup mendobraknya sampai di titik keinginan.Harger gagal di tes fisik, itulah alasan mengapa dia harus menjadikan hal tersebut sebagai pembelajaran. Gagal tidak seharusnya membuat dia menyerah. Harger mendengkus, melirik Howard yang menatap ke arahnya sangat menilai.“Sepertinya kau harus berlatih lebih rajin,” ucap pria itu berkomentar sambil – sambil mengacak puncak kepala Harger dengan gemas. Howard mengejeknya, jelas, sehingga Harger diliputi perasaan tidak terima segera memukul lengan liat pria itu.“Dasar meKedua tangan Anette menangkup wajah pria yang sedang mabuk. Iris gelap menatap sangat tajam sedikit membuatnya berdebar. Dia sudah tidak dapat memikirkan apa pun, menunggu saat – saat Deu nyaris melucuti kain di tubuh sendiri, tetapi kemudian pria itu berhenti; seolah ada satu hal dan lain yang melarang. Ntahlah, wajah Deu secara perlahan menunduk; menjatuhkan mulut.Anette langsung terpekur beberapa saat setelah mendapat satu tindakan dari gerakan bibir yang mencumbu di ceruk lehernya. Dia tersenyum puas merasakan remasan hangat di dada dan tak menapik bahwa tindakan Deu telah menyeretnya untuk sulit mencegah erangan menembus dari sela – sela gigi.“Oh, Don ... aku ingin lebih.”Anette yakin seharusnya dia tidak mengambil suatu keputusan yang salah. Namun, rasa tidak rela muncul di benaknya setelah Deu mengambil sedikit jarak—menyingkir hanya untuk memperhatikan wajahnya secara lamat.“Don ....”Deu bergumam samar. Meskipun disergap separuh kewarasan yang nyaris
Suara ombak berdebur keras di langit malam. Berulang kali Harger menarik napas, membiarkan udara keluar dari celah bibirnya; dan dia akan terpaku kemudian di bibir pantai. Perasaan buruk mengguncang menyebabkan Harger gagal ketika mencoba untuk tidur. Dia tidak tahu apa yang coba mendesak ke dalam dirinya. Tetapi sebuah bayangan mengenai satu orang seolah membuat Harger takut. Bertanya – tanya apa yang Deu lakukan sekarang, meski egonya melarang untuk mengambil tindakan peduli.Deu pria dewasa. Akan baik – baik saja kalaupun Harger tidak ada di sana, Roma ... Venice ... ntahlah, dia tidak mau memikirkan terlalu jauh. Cukup rasanya bahwa pria itu selalu mengambil peran, meski Harger yakin dia berada di tempat yang tepat. Berjuang untuk satu kebutuhan di kehidupan yang akan datang.Napas Harger berembus. Masih dengan tatapan setengah kosong ke depan. Dia membiarkan sulur – sulur angin di langit malam menyapu di sekitar tubuhnya. Derap langkah seseorang segera membuat Harger ta
“Sudah waktunya beristirahat, Harger.”Napas Harger terengah menyelesaikan bagian terakhir dari sesi latihan yang belakangan telah Howard ajarkan kepadanya. Dia tersenyum ke arah Serah, wanita dengan sepiring cemilan kue di tangan, memberi gestur supaya Harger menepi—mengambil langkah yang sama menuju rumah berbasis pondok.Harger tidak keberatan. Memastikan sendiri bahwa mereka duduk berdua; menikmati pemandangan sore di pantai sementara suara anak – anak sedang bermain terkadang akan menyeruak ke udara. Tampaknya Selena, Adik perempuan Howard, menyerah menghadapi Jane dan Jennifer yang begitu antusias. Wanita muda itu segera melangkah dan menculik Ose—membawa anak laki – laki itu untuk terlibat ke dalam percakapan Harger dan Serah, yang bahkan sama sekali belum dimulai.“Aku dengar Howard akan pulang malam ini, apa itu benar, Serah?” tanya Selena lambat. Napas wanita itu masih diliputi desakan menggebu setelah duduk di antara mereka. Serah tersenyum, kemudian mengangguk setuju.Harg
Howard yang tengah sibuk menyiapkan kebutuhan untuk pulang, menghentikan tindakannya sejenak saat merasakan sesuatu tidak beres seperti sedang mengintai di belakang. Dengan gerakan tentatif wajah Howard berpaling, mencoba memastikan tidak satu pun orang di sekitar ruangan, tetapi itu menjadi perkara mustahil.“Shit ....”Bibir Howard begumam tanpa sadar menemukan Deu sedang menjulang tinggi di hadapannya. Penampilan pria yang nyaris tidak bisa disebut baik – baik saja mulai memberi Howard peringatan. Dia seharusnya melakukan persiapan ketika tiba – tiba Deu akan menyerang dengan cara yang mengejutkan.“Apa yang kau lakukan di sini, Don?” tanya Howard, suaranya terdengar tercekat berusaha menyingkirkan keberadaan Deu yang menindih kuat di tubuhnya.“Di mana kau menyembunyikan Harger?”Sudah Howard duga akan terjadi. Dia berusaha menyingkirkan tubuh yang menekan. Namun, butuh usaha lebih keras untuk melakukan pergolakan serius.“Aku tidak tahu apa yang kau maks
“Daisy ....”Tidak butuh waktu yang lama untuk tiba di pedesaan. Deu melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar di mana seorang wanita tua sedang terbaring bersama Miley yang dengan lembut menyuapinya. Langkah Deu tentatif ketika mendapati Daisy sedang menatap lamat. Ada pergolakan di mata tua wanita itu. Sebuah keengganan bertemu, tetapi Deu tidak peduli jika hanya dengan cara seperti ini dia bisa meraih tangan Daisy yang terasa dingin.Miley segera menyingkir ketika Deu bersimpuh. Memperhatikan wanita yang begitu pucat. Tubuh Daisy lemah sekali meskipun tampak berusaha mengatakan sesuatu.“Apa yang kau lakukan di sini?”Pertanyaan pertama terucap begitu lirih. Deu menggeleng memastikan supaya Daisy tidak banyak mengeluarkan tenaga dengan berkata – kata. Dia menatap Miley; menunjukkan gestur agar wanita itu kembali memberi suapan bubur berikutnya.“Makanlah dulu, Daisy.”Cukup lega menyaksikan Daisy tidak menolak sesendok bubur yang di dekatkan di bibirnya.
“Kau memukulku terlalu keras, Lil’H.”Kedua mata Harger membola besar setelah sesaat merespons kata – kata Howard sebagai upaya melenguh. Pria itu baru saja mendapat pukulan mantap di bagian perut. Harger bahkan tidak sadar telah melakukan hal itu, karena sebenarnya—dia lebih sering memikirkan sang hakim lewat perasaan – perasaan paling menyedihkan.Rasanya sulit sekali melupakan satu orang yang telah menciptakan sebuah kejahatan, baginya. Harger mencoba mengenyahkan bayangan wajah sang hakim, tetapi sering kali dia menghadapi kegagalan besar.Semakin deras usaha ingin membuang kisah di masa – masa sulit itu, semakin besar pula Harger disergap oleh suatu desakan yang begitu memilukan. Dia tak ingin ini terus terjadi—membayangkan bagaimana akhirnya dia harus memusnahkan segala perasaan kejam yang nyata.“Apa sakit?” tanya Harger sedikit khawatir. Perlahan dia melangkahkan kaki; mengikuti Howard yang menyingkir ke rumah pondok untuk sebentar saja, mungkin, sekadar meng
Perasaan absurd berakhir deras di benak Harger ketika dia dan Howard mendapat dua amplop kiriman, yang seharusnya hanya satu seperti waktu – waktu terdahulu. Barangkali menambahkan sedikit perbedaan ....Itulah yang sedang Harger pikirkan. Dia mengerjap tidak sabar ketika jari – jari tangan Howard mulai merobek perekat kertas dengan agak terburu. Pria itu langsung mengeluarkan beberapa lembar berkas untuk kemudian dibaca saksama.“Bagaiamana?” tanya Harger gugup. Dia sudah mendapat penolakan berkali – kali, rasanya tidak sanggup jika akan menerima hal yang sama. Betapa debaran jantung Harger begitu keras; golakan tidak tenang bagai desiran ombak di bibir pantai. Harger berusaha menenangkan benaknya, mengirim kata – kata persuasif kepada diri sendiri, tetapi ntahlah ... raut putus asa Howard meninggalkan pelbagai rasa takut yang harus dia hadapi. Harger menunduk. Sudah tahu apa yang Howard katakan berikutnya. Pria itu akan menggeleng, memberikan pelukan hangat, lalu
“Sudah siap bertemu Pak Sekretaris?” Harger mendengkus. Lagi – lagi Howard menggodanya. Lagi – lagi pria itu sengaja membiarkan ujung telunjuk menekan di pipi, dan dia berusaha keras menghindari apa pun yang akan terjadi, lalu menatap Howard tajam. Harger mendesis sinis saat pria itu akan tertawa. Masalahnya, dia yakin Howard juga tahu bahwa mereka akan menghadapi pertemuan khusus. Berada di sebuah gedung yang nyaris tidak pernah Harger bayangkan rasanya benar – benar suatu mimpi nyata. Dia harus meredakan debaran yang masih bertalu – talu di dada. Bertemu Pak Sekretaris untuk kali pertama ... kekhawatiran itu sudah Harger terima jauh sebelum mereka berada di Amerika.Kemudian di sini ....Suara derap kaki seseorang terdengar menggema penuh di sekitar ruangan. Harger mendadak tegang, melirik Howard sesekali supaya pria itu bersikap serius. Namun sepertinya Harger mengambil keputusan yang salah. Setelah Howard hanya menatap lurus ke depan; golakan tak berujung di be