Riko mengintip dari pohon yang tumbuh di pinggir kebun. Kebun itu tak berpagar. Mungkin pemiliknya tidak tinggal di sekitar karena kebun itu bisa dimasuki oleh siapa saja. Pohon-pohonnya pun tak terurus.Bayang-bayang yang mengendap nampak memeriksa mobil yang ringsek. Bayangan itu ada lima. Riko melihat mereka menyeret keluar semua yang ada di dalam mobil dan meletakkannya begitu saja di pinggir jalan. Kemudian mereka nampak membicarakan sesuatu. Dari arah berlawanan, suara warga mulai terdengar. Ada beberapa yang berteriak, membuat bayangan hitam itu menoleh.Riko melihat satu dari mereka mengangkat tubuh kecil dan memanggulnya. Itu pasti tubuh Orlando. Jadi benar, mereka mengincar keluarga tuannya. Kecelakaan tadi bukanlah ketidaksengajaan. Darah kental yang mengalir dari garis rambutnya menutupi mata. Riko mengusapnya kasar. Dipikirnya cara untuk menggagalkan orang-orang itu membawa Orlando. Riko melompat ke tepi jalan. Sambil tetap berlindung di balik sebatang pohon, dia melep
"HANTU! HANTU NGESOT!" Opan berlari tunggang langgang ke arah pagar. Pak RT, Ibnu dan Gatot yang mendengar teriakan Opan mengarahkan cahaya ponsel ke asal suara. Tak lama kemudian muncul Opan yang ngibrit melewati mereka tanpa menoleh. Ketiganya bertukar pandang. "Gimana, Pak RT?" tanya Ibnu yang mendadak merasa punggungnya dingin."Apa yang dilihat Opan itu ... wanita yang dilihat Toni?" Gatot menimpali dengan suara gemetar. Lelaki itu berusaha terlihat tegar, tapi tangannya yang memegang ponsel juga gemetar sehingga cahaya ponselnya bergoyang-goyang."Ahhh, kalian ini! Mana ada Hantu di sini! Ayo kita lanjutkan pencarian! Ibnu, kamu jalan di depan!" Pak RT mendorong Ibnu semakin memasuki area kebun.Ibnu terpaksa melangkah. Gatot berjalan di belakangnya dengan gelisah. Pak RT mengekor keduanya. Ketiganya berjalan semakin jauh memasuki kebun yang luas itu. Kebun itu milik seseorang yang tinggal di luar kota. Dia mewarisinya dari sang Kakek. Beberapa kali ada yang menawar kebun itu
"Kurang ajar! Bajing*n! Aku akan membalas ini!" Alvaro memaki sembari memukuli dinding rumah sakit. Manik biru sang lelaki tampan basah oleh air mata. Hatinya hancur dan marah sekaligus. Dalam hati dia berjanji akan menghabisi semua yang terlibat dalam insiden ini. Dia langsung pulang dengan pesawat sewa setelah menonton video yang dikirimkan oleh Sega.Saskia masih berada di ruang operasi. Kondisi kandungannya sudah tak dapat dipertahankan. Pendarahannya parah dan mengancam nyawa Saskia. Dokter memutuskan untuk mengeluarkan bayi-bayi Saskia sebelum waktunya untuk menyelamatkan nyawa sang ibu.Sega duduk diam di kursi tunggu. Sega sampai di tempat kecelakaan tepat saat Orlando dibawa dengan brankar yang tertutup selimut ke dalam ambulans. Lelaki tua itu telah pergi tanpa sempat melihat cicit yang ditunggunya sekian lama.Orlando adalah korban terakhir yang dibawa oleh ambulans, karena ditemukan dalam keadaan sudah tidak bernyawa. Sedangkan Jubeb terluka parah, dia hanya bisa bernapas
Andry meneguk minuman ringan di sebelah tempat tidurnya. Hari sudah tengah malam, akan tetapi dia merasa gelisah. Televisi yang menyala di seberang tempat tidurnya menayangkan acara entah apa. Matanya kabur, tak bisa menangkap acara yang sedang ditayangkan. Sepertinya sejenis komedi situasi, karena berkali-kali terdengar suara tawa dari sana.Andry mengalihkan pandangan keluar jendela yang tirainya terbuka. Sinar lembut bulan seakan memanggilnya ke balkon apartemen. Dia turun dari ranjang, memakai sandal dan membuka pintu balkon. Udara dingin menyambutnya. Dia menggigil.Apartemennya terletak di lantai sepuluh. Terdiri dari tiga kamar dan kamar yang ditempatinya adalah kamar utama yang mempunyai balkon sendiri. Andry menoleh ke jendela tempat kamar Roni. Gelap. Mungkin Roni sudah terlelap. Sedangkan Denis menempati kamar terkecil yang tidak berjendela. Entah apakah pengawalnya itu sudah tidur atau belum.Andry mendongak. Wajah tampannya disinari cahaya bulan. Kenapa malam ini perasaan
Alvaro mematung. Otaknya mencerna dan menghubungkan semua petunjuk yang berserakan di sekitarnya. Vedrya mencari Andry. Vedrya adalah keturunan dari keluarga terhormat, kecil kemungkinan kalau wanita itu mencari Andry karena masalah uang. Pasti lebih dari itu. Apakah mereka ... sepasang kekasih?"Kita harus menuntaskan semua ini segera. Hidupku tak tenang kalau ini belum selesai, " kata Alvaro kemudian."Ya, aku setuju denganmu," timpal Sega. "Aku akan mengerahkan lebih banyak orang untuk mencari dalang semalam dan China.""Aku punya firasat, lelaki yang mengobrol dengan Saskia semalam adalah Bernard Tumaritis. Dia sudah pulang dari oplas di Korea, 'kan? Kita tak akan mengenalinya jika dia muncul. Ini benar-benar berbahaya. Dia bisa berada di mana saja. Kita harus segera menangkapnya dan meminta pertanggungjawaban," kata Alvaro tegas."Jika itu Bernard, ada satu hal yang tak kumengerti. Kenapa dia mengincar keluargamu? Kenapa dia tidak membuat perhitungan dengan Andry saja?" Sega meng
Mang Deden memacu mobil secepat mungkin ke rumah sakit. Sega dan Miranda mengekor di belakang.Sesampainya di depan lobby rumah sakit, Alvaro langsung melompat turun dan berlari menuju kamar rawat inap Saskia. Dibukanya pintu kamar dengan tergesa. Pil yang berdiri di dekat pintu menoleh kaget.Kamar Saskia adalah kamar VVIP yang mempunyai ranjang tambahan dan sofa panjang di depan televisi. Warna coklat muda mendominasi ruangan itu. Tempat tidur pasien ada di ruang yang berbeda dengan ruang televisi.Alvaro berbicara dengan Pil sebelum masuk ke ruangan yang berisikan tempat tidur Saskia. Alvaro perlu memberi instruksi."Tuan," sapa Pil sopan. "Bagaimana keadaan Nyonya?" Alvaro bertanya dengan napas memburu. Pil pun menyampaikan yang dikatakan oleh dokter kepadanya."Oke. Kamu boleh pulang dan istirahat. Suruh Pakde Gito dan Bude Darsi kemari, bawakan aku dan Nyonya baju ganti untuk beberapa hari ke depan," perintah Alvaro."Apa Tuan baik-baik saja tanpa pengawal?" Piliang nampak bera
"Nak Al? Apa yang terjadi? Kenapa bisa seperti ini? Kemana cucu-cucuku?!" Teriakan histeris ibunya Saskia menyambut Alvaro yang baru saja memasuki ruang rawat inap Saskia. Wanita paruh baya itu datang bersama Hendra. Dea tidak bisa ikut karena masih punya anak kecil yang tidak boleh masuk ke rumah sakit.Ibunya Saskia berlari menghampiri Alvaro dan mengguncang lengan menantunya dengan kuat. Wajah tuanya shock dengan air mata bercucuran. Hendra segera mendekap ibunya dari belakang, agar tidak terus menyerang Alvaro."Sega, bawa ibu ke ruang sebelah dan ceritakan apa yang terjadi. Aku ingin di sisi Saskia. Nanti kalau Ibu sudah tenang, Ibu boleh kembali kemari." Alvaro menatap ibu mertuanya, memohon pengertian. Alvaro juga sangat lelah, tak ada tenaga untuk menangani mertuanya yang sedang tantrum."Silakan ikut saya dulu," ajak Sega sambil mempersilakan ibunya Saskia dan Hendra ke arah ruangan bersofa. "Anakku ... cucuku ...." Ibunya Saskia berucap lemah sementara Hendra menarik ibunya
Langkah tiga orang pria berderap ramai, menuju ke sebuah kamar yang pintunya tertutup rapat. Dua dari mereka berhenti di depan pintu yang menghalangi, sedangkan satu orang yang paling tampan bergegas masuk ke ruang rawat inap."Sasi!" Teriakan pria itu membangunkan Alvaro yang tertidur kelelahan sambil menggenggam tangan istrinya. Belum sempat Alvaro bangkit, Andry sudah berdiri di sebelahnya. Kedua tangan Andry bertumpu pada sisi ranjang Saskia. Dia memperhatikan Saskia dengan seksama, lalu menoleh pada Alvaro. Wajahnya berang."Apa ini? Kenapa kamu tidak bisa melindunginya?!" maki Andry pada sang kakak yang sudah berdiri dari kursinya.Biasanya Alvaro tidak akan menanggapi nada tinggi seperti itu, namun kali ini kelelahan hatinya sudah sampai pada puncaknya."Kamu yang menyebabkan semua ini terjadi! Berkacalah sebelum menyalahkan orang lain!" bentak Alvaro dingin."Aku?! Aku ada di luar negeri, ribuan kilometer jauhnya! Bagaimana bisa semua ini kesalahanku?" sangkal Andry."Jangan b