Beranda / Young Adult / Terjerat Gairah Arjuna / 03. Wanna see her again

Share

03. Wanna see her again

Penulis: haihaw
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-01 08:17:57

Memasuki petak tempat tinggal, yang pertama dilihat oleh mata adalah gelap. Sedang yang ditangkap telinga harusnya hening, tapi pergerakan sosok di belakang si adam jauh dari kata senyap. 

 

Biasanya Yusi dan Juna akan berpisah di jalan. Meski jaraknya tak begitu jauh, namun letak indekos Juna dan rumah baru Yusi memang berlawanan. Hari ini, tiba-tiba si gadis ingin singgah. Hendak memeriksa sekapal pecah apa tempat lelaki itu tinggal sendirian. Juna setuju saja, lumayan ada yang beberes tanpa dibayar. Paling-paling persediaan permen atau makanan ringan yang berkurang. 

"Tumben nggak berantakan banget," Yusi berkata.

Usai sama-sama melepas sepatu, mereka lalu masuk. Lampu sudah dinyalakan dan seperti kata gadis itu, hanya sedikit benda yang tak teratur di ruangan. 

"Lo udah datang minggu lalu," jawab Juna sembari melepas tas yang bercokol miring di bahunya. 

"Biasanya juga seminggu sekali dan udah persis TPA," sanggah Yusi. 

Juna menenteng tasnya dengan pandang yang mengitari area di depan televisi. Ia juga baru sadar tempat tinggalnya tak begitu acak-acakan.  Pemuda itu nampak berpikir mencari penyebabnya. "Oh, anak-anak jarang main ke sini. Pada sibuk," jelasnya. 

Well, akar perkapalpecahan indekos Juna tidak lain dan tidak bukan adalah empat manusia yang bertemu beberapa jam lalu—yang dengan senang hati menggibahkan Arjuna. Sekadar main game, makan bersama, ataupun tidur, tempat Juna memang terfavorit. Ruang yang luas, tak ada jam malam, dan pintu gerbang indekos itu pun selalu terbuka untuk para tamu. 

"Gue mau mandi, kalau mau minum ambil sendiri ya," kata Juna.

"Mau ngabisin isi kulkas lo juga gue ambil sendiri. Sana, keburu tambah bau kamar lo," Yusi kini sudah menjatuhkan diri di atas satu-satunya sofa di depan televisi. 

"Terserah sih, yang penting kamar gue nanti beres, hehe," Juna mengalungkan handuk seraya menampilkan geliginya. Sebelum kena lemparan apapun itu, ia segera berlari kecil ke kamar mandi. Juga untuk menghindari tatapan garang dari Yusi.

"Gue bukan babu lo, please!" Kalimat itu pun dikatakan Yusi dengan sedikit berteriak. Lalu ia bangkit dan akan mulai bekerja. Tunggu, bekerja? Bahkan ia tidak dibayar. Bakti sosial itu namanya.

-: ✤ :-

Jarum di tengah jam dinding hampir menyentuh angka sebelas. Selesai berkutat di kamar mandi, Juna keluar. Beberapa langkah kemudian wangi melon pengharum ruangan masuk ke rongga penciumannya. Semakin ia melangkah maju, pandangnya nyaman sekali melihat benda-benda di indekos sudah rapi. 

Meski cerobohnya minta ampun, sekali berbenah Yusi masuk kategori mahir. Kadang terlihat macam istri idaman, jika tingkah dan ucapannya lebih, lebih, dan lebih kalem. 

Ah, terlalu muda untuk bicara perihal itu. 

Ketika tapak suku Juna tiba di area TV, ia tangkap presensi gamblang sosok Yusi. Belum pergi rupanya. Malahan dengan santai ia memainkan ponsel sembari bersandar di bahu sofa. Sementara rahangnya bergerak teratur untuk mengunyah sesuatu. 

"Nggak pulang lo?" tanya Juna sembari mengusap rambut basahnya dengan handuk. Ia juga menjatuhkan diri di tempat yang sama dengan gadis itu. 

Dari layar ponsel, sekejap Yusi memindah tatapan pada jam bulat di dinding. Padahal, ada juga keterangan waktu di ponsel. Entah bagaimana maksud hatinya. Kalau ada yang susah kenapa harus yang mudah? Kadang kalimat itu berlaku untuk beberapa orang tanpa sadar. 

"Bentar," balas gadis itu singkat. Sepertinya isi dari elektronik pipih kecil lebih menarik. 

Juna meraih remot TV, berniat menyalakan layar hitam itu. Meski tidak terlalu ingin menonton acara yang ada, anggaplah untuk mengusir sepi saja. Usai menampilkan gambar dan suara, Juna hendak bangun dari posisi duduk. Kerongkongannya meronta ingin seteguk air hangat. Tetapi manuvernya kalah cepat dengan gadis di sisinya. 

"Why? Why?" Seketika Juna bertanya dengan manik yang melebar. Tentu saja terkejut dengan Yusi yang tiba-tiba bangkit berdiri. 

Gadis itu menatap ponsel dan Juna bergantian. Satu telapak tangan sedari tadi menutup mulutnya yang menganga. "Yasa pulang!" 

Jika dikira Yusi bersuka ria atas kabar kepulangan saudara kembarnya, itu tidak tepat. Yang ada malah raut keruh yang meluruh bersamaan dengan tubuhnya kembali ke sofa. 

"Ya baguslah, kenapa emang?" sahut Juna. Niatnya mencari air tertunda, mungkin jadi lupa karena ulah si pemudi itu.

"Ish, gue nggak bisa jadi anak tunggal lagi. Ah, lo nggak tahu sih nggak enaknya jadi anak kedua."

'Dan lo juga nggak tahu nggak enaknya jadi anak tunggal 20 tahun.'

Juna membatin sembari menatap Yusi. Kini didapatinya mulut gadis itu sedang komat-kamit menggerutu. Jika ia menyanggah ucapan Yusi dengan apa yang ada dalam benak, mungkin akan terselenggara debat yang tak terlihat ujungnya. Lantas ia memilih diam dan mengalihkan pandang ke televisi. 

"Gimana kabar dia?" ucap Juna. Basa-basi. Walaupun tidak putuh kontak, tapi dia jarang juga bertukar balon percakapan. Alasan klise: sama-sama sibuk dengan perkuliahan dan antek-anteknya. 

"Nggak tahu, udah gue block."

Sontak si adam menolehkan kepala pada Yusi. Perempuan itu, astaga...

"Pulang sana, temuin kakak lo."

"Nggak ada sebutan kakak adik antara gue dan Yasa, camkan!" Yusi langsung menyahut demikian. 

Perasaan, seingat Juna dulu kembar-kembar nakal itu tidak se-kemusuhan ini. Dari luar memang nampak bagaikan sibling goals tapi silat lidah berlaku setiap saat. Dan seringkali Juna jadi penengahnya. Namun, biasanya juga akur lagi. Entah sogokan dari salah satunya, atau... ya, itu saja. 

"Gue pulang dulu deh."

Nah, kan... Sudah dapat iming-iming itu pasti. 

Yusi bangkit usai membuka blokiran pada kontak Yasa. Niatnya mau menyumpahi lagi sebab ada umpatan yang tertinggal di tenggorokan, tetapi yang ia dapat malah gambar apple cinnamon waffles dan boba. Air keruh di wajahnya pun semacam terkena cahaya terang yang mencerahkan. Ia lantas meraih tas dan mengucap pamit pada Juna. 

"Bentar," cegah si adam. Ia  juga berdiri lalu pergi ke arah kamar. Tak lama Juna keluar dengan mengenakan jaket. Sementara drawstring kelabunya sudah terbalut sejak selesai mandi tadi. 

"Mau kemana lo?" tanya Yusi. 

"Nganter lo," balas lelaki itu seraya mengaitkan ret yang terpisah.

"No no, gua bisa sendiri, lima langkah juga sampai," Yusi menolak apa yang akan Juna lakukan. Ia lalu berjalan ke arah pintu keluar untuk memakai sepatunya. Tak lupa juga dengan beberapa buku yang ia bawa sejak pulang dari kampus tadi. 

"Serius?" Si adam mengekor ke dekat pintu. Mengamati Yusi yang kini sudah berdiri. 

"Iya, lo istirahat aja."

"Thanks udah beresin rumah," ucap Juna. 

"Anjir lo nggak biasanya ngomong gitu. Jangan baik-baik ah, cringe tau," kata Yusi sembari membuka pintu. "Gue pulang."

Juna mengangguk lalu melihat presensi Yusi yang hilang tertelan papan di depannya. Lelaki itu kemudian berbalik untuk kembali ke dalam Tapi pandangnya mendapati tempat sampah yang penuh bungkus bubblegum merah muda.

"Sialan si Yusi, permen karet gue..."

Ya, begitulah teman. Enggan peduli lagi, Juna pun mengarahkan langkah menuju ranjang. Ia menjatuhkan tubuh ke tempat tidur sekenanya. Meraih ponsel di dekat bantal dan memeriksa notifikasi yang ada. Tidak banyak yang penting selain diskusi tugas di grup kelas. Masih malas membuka ruang chat, Juna letakkan lagi ponsel itu. 

Kedua maniknya lurus ke langit-langit. Refleksi hari ini, cukup panjang juga. Bahkan ada noktah baru yang membawa aura berbeda. Warna lilac, dia masih ingat. Dan Juna kembali mengarahkan layar handphone di depan mata. Menelusuri kontak yang mungkin akan dia jadikan penuntun. Meski tidak 100% yakin. 

Juna :

Gue pengen ketemu dia lagi, help! |

Send. 

»»-----  ⋆ ᵐⁱʳᵃᶜˡᵉ ⋆ -----««

Bab terkait

  • Terjerat Gairah Arjuna   04. Penampilan

    Kamis pagi, hari diawali dengan satu mata kuliah yang dimulai sejak pukul tujuh tepat. Ekstrem benar jadwal semester tiga itu. Bukannya fokus pada seorang dosen yang menyampaikan poin materi, dua lelaki di deret bangku kelima malah asik di dunianya sendiri. Oh, tepatnya hanya salah satu dari mereka.Mengambil jurusan yang sama dengan Sena nampaknya adalah sebuah kesalahan bagi Juna. Belum lagi beberapa mata kuliah yang sekelas, parahnya satu meja dengan dia. Juna ingin menghilang saja rasanya. Bagaimana tidak, sedari tadi lelaki itu berulang kali melempar kalimat meresahkan pada Juna. Topiknya hanya satu: chat kemarin."Lo beneran suka dia?" "Gue nggak bilang suka," Juna membalas pertanyaan keseribu dari mulut Sena Mahatma. Kepalanya memang tertuju pada eksistensi pak dosen, tapi bagaimanapun telinganya tetap di hadapan Sena yang terus menoleh padanya. Bisa jadi satu kali pun manusia itu belum menatap orang yang memberinya ilmu pagi ini.

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-01
  • Terjerat Gairah Arjuna   05. A cup of heart

    'Jadi ... penampilan gue, huh?' Jam 09:18 malam. Berbalut apron cokelat susu, berdiri mematung di balik meja barrier, si adam menunduk. Posisi persis seperti anak kecil yang kena marah orang tuanya hanya karena keinginan sederhana macam menyicip jelly atau choco ball banyak-banyak. Lalu ribuan kalimat wejangan terus berputar di kepala. Lama-lama jadi hafal begitu saja. Merasa tengkuknya sakit, Juna mendongak. Ia menggerakkan kepala untuk melemaskan otot-otot leher. Maniknya lalu mengitari ruangan. Hari ini kafe tidak begitu ramai. Sampai bosan Juna dibuatnya. Saking frustasinya volume musik ia kecilkan. Berkebalikan ya? Tapi begitulah Juna. Toko bernuansa putih itu tidak begitu jauh dari gedung kampus Juna, kira-kira sepuluh menit untuk berjalan kaki. Tetapi tidak juga dekat dengan pusat kota. Tepat di depannya adalah bulevar beraspal, di seberang ada pagar universitas swasta. Lalu kiri dan kanannya ada beberapa pertokoan, sementara di belak

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-01
  • Terjerat Gairah Arjuna   06. Nama panggilan

    ❬ GD LKING ❭ Sena :→ Forwarded| Kill me, please! → Forwarded| Gue pulang bareng dia! Banu :| Oh my... Tara :| Juna, kan? Kamal :| Juna??? Really?!?! Wow!!! Sena :| @Juna Klarifikasi sendiri lo sini! "Iya gue, puas lo semua?!" Baik, mari kita tilik apa yang terjadi satu jam lalu : "A—" Mulut Juna terbuka dengan satu abjad yang ia suarakan. Selebihnya tidak ada lagi, meski dua bilah bibirnya belum terkatub. Ia mengurungkan niat untuk menawarkan diri sebagai teman pulang dari si gadis yang baru saja membeli kopi di tempatnya kerja. Juna sadar bahwa hal itu kemungkinan besar terdengar aneh. Apalagi jika di jalan nanti tidak ada topik pembicaraan. Pasti... awkward, yakin! Lantas derit pintu beserta gelap di luar menenggelamkan konfigurasi Arin dari pandangan Arjuna. Si adam t

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-14
  • Terjerat Gairah Arjuna   07. He tries his best

    ❬ GD LKING ❭ Juna :IYA GUE, PUAS LO SEMUA?! | Tara :| Ahahaha.. gapapa, gue dukung Banu :| Snatai woii| Bts hue juga dukunh| BTW Kamal :| Cerita ayo ceritaa!!!!!! Banu :| Njir typo mulu fue| Gue Sena :| Nyimak Tara :| 2 Kamal :| 333 Banu :| @Juna Gecee, atau gue nih yabg cerits Sena :| @Banu Lo mau cerita apa anjir Kamal :| @Juna Gue doain dapet!!! gut lakkk Sena| @Juna Gue udah ngasih wejangan ya, inget Lalu ponsel dibawa tangan sang empunya jatuh ke tempat tidur. Hanya melepas tas dan sepatu, Juna pun sudah telentang di kasur. Tadinya ia mengirim pesan ke Sena saja, semacam laporan. Tapi sialnya si Sena malah meneruskan pesan itu ke grup gengnya. Heboh sudah ketiga kawan Juna. Bena

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-16
  • Terjerat Gairah Arjuna   08. Jalan pulang

    Lima hari kuliah dan lima hari pula bekerja. Sabtu dan Minggu adalah hari kebebasan. Sayangnya momen itu masih besok dan lusa. Jumat malam ini harus Juna selesaikan dulu kewajibannya. Toh, kira-kira lima menit lagi jam kerjanya habis.Di balik meja panjang sebagai batas pemesan dan karyawan, lelaki itu menyusun beberapa botol bahan minuman yang baru. Begitu memegang wadah susu, tangannya berhenti secara otomatis. Matanya memang terpaku pada benda-benda tersebut, tapi tidak dengan pikiran yang malah memutar reka ulang tentang presensi si penikmat caffe latte buatannya tempo hari.Rasanya sekarang minuman itu sangat identik dengan Arin—khusus bagi Juna, no debate. Lantas entah nyanyian binatang malam mana yang berhasil menarik dua sudut bibir si taruna, Juna tersenyum sembari meletakkan botol-botol memanjang itu. Orang aneh. Seaneh perasaannya, seaneh getaran dalam hatinya, seaneh kupu-kupu yang akhir-akhir ini sering terbang tak beraturan di

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-18
  • Terjerat Gairah Arjuna   09. Free mans on the freeday

    Saturday, freeday. Keuntungan tinggal sendiri adalah kebebasan di hari libur. Hendak bangun siang, hendak sekian jam rebahan, tidak akan ada yang mencerca. Meski jendela kaca dengan gamblang sudah mempersilakan cahaya masuk ke dalam. Memberi terang pada segala benda yang bergumpal di berbagai bidang. Berbalut kaus putih polos dan celana panjang dominan hitam, Juna masih tenggelam di atas kasur. Selimut kelabunya sudah tak tentu tempat, sebagian menyapu lantai di bawah ranjang. Sementara sang empu tengah berada di semestanya sendiri. Kedua tangan Juna memegang ponsel di udara, tepat di atas dadanya. Tidak ada aktivitas yang dilakukan oleh jemarinya setelah tadi berkirim pesan dengan orang tua. Saat ini Juna benar-benar hanya diam sembari menatap layar hidup itu. Sebelum... dia tersenyum sendirian. Mau tau apa yang dilihatnya? Jika ditebak itu video anak-anak kucing atau cerita bergambar macam komik, maka itu

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-21
  • Terjerat Gairah Arjuna   10. Gunting, batu, kertas

    D-day, theme park.Alunan musik yang mengisi ruang udara tiap penjuru taman hiburan benar-benar memanjakan telinga. Baru memasuki gapura, wahana pencakar langit sudah menampakkan rupanya. Membuat orang-orang tertantang untuk menaklukkan mereka. Terlebih ketika cuaca yang begitu mendukung seperti hari ini.Tidak ada badai, tidak ada hujan. Gumpalan kapas samar terlihat di langit lazuardi. Sinar dari sang rawi hangat menyapa tubuh-tubuh yang kegirangan melangkah usai menyerahkan tiket pada para petugas. Mereka yang menjadi bagian dari pengunjung itu berjalan bersama, dua belas orang jumlahnya. Banyak juga ternyata. "Gunting, batu, kertas!" Dengan sangat tiba-tiba salah seseorang berteriak. Manggala Banu, kini tangannya sudah mengacungkan dua jari berlambang V di depan tubuhnya. Begitu juga dengan sebelas orang lainnya—secara otomatis. Meski mereka tidak tahu untuk apa melakukan itu. Sementara Banu kembali meneriakkan tiga kat

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-23
  • Terjerat Gairah Arjuna   11. We still young

    "Aaa!!!"Sepertinya pengelola theme park harus menambahkan satu manusia sungguhan yang berperan dalam rumah hantunya. Untuk lowongan itu Sena sudah memenuhi kriteria sebagai aktor utama. Bagimana tidak? Sejak memasuki wahana Adu Nyali dua menit lalu, suara teriakkannya mengalahkan pekikan audio yang diputar dalam ruang sempit nan panjang itu. Berjalan di tengah, teman-teman yang ada di depan dan belakangnya seringkali menggerutu karena terkejut dengan ulah Sena. Sementara Lila yang sedari tadi dicengkeram lengannya hanya sesekali mengumbar tawa. "Gue lebih takut teriakan lo daripada suara hantu di sini, anjir," gerutu Yasa yang memimpin perjalanan bersama Yusi. Ia melirik singkat pada Sena sebelum kembali fokus untuk jalan. "Dandanin dikit aja lo bisa lah kerja di sini. Gue yakin bakal lebih nyeremin daripada zomb—TUH! TUH! TUH KAN MUNCUL LAGI!" Niat Banu mau ikut mencerca Sena, tapi ia sendiri juga terkejut sebab ada makhluk pe

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-25

Bab terbaru

  • Terjerat Gairah Arjuna   It's me, haihaw!

    Halo!Haihaw di sini!Terima kasih sudah membaca Miracle. Manifest a miracle also comes to us.Terima kasih sudah bertahan hingga tamat. Hope you enjoy throughout this story yap.Ini adalah karya pertamaku yang dikontrak GoodNovel. Lebih kurang sudah satu tahun sejak Maret 2022 lalu. Aku tahu itu cukup lama untuk sekadar 100 bab. But it's okay. The process is a filling meal. Serius, coba pahami deh.Sudah berusaha keras untuk konsisten menulis dan diunggah, tapi dunia nyata malah sering bercanda. Aku pernah lalai, tapi setelah melewati momen itu dan kembali menyajikan kisah Juna dan kawan-kawan, ada rasa baru yang membuatku lebih mencintai karya ini. Mereka mengajakku kembali bermain dengan dunianya, dan itu menyenangkan.Lantas akhirnya semua berakhir di sini. Miracle sudah selesai—tapi tidak untuk keajaiban-keajaiban di hidup kita. Terima kasih sudah terlibat dalam perjalanan kecil pencarian makna kebersamaan antara Juna, Arin, Sena, dan teman-temannya. Di kesempatan baru nanti akan

  • Terjerat Gairah Arjuna   It's me, haihaw!

    Halo! Haihaw di sini! Terima kasih sudah membaca Miracle. Manifest a miracle also comes to us. Terima kasih sudah bertahan hingga tamat. Hope you enjoy throughout this story yap. Ini adalah karya pertamaku yang dikontrak GoodNovel. Lebih kurang sudah satu tahun sejak Maret 2022 lalu. Aku tahu itu cukup lama untuk sekadar 100 bab. But it's okay. The process is a filling meal. Serius, coba pahami deh. Sudah berusaha keras untuk konsisten menulis dan diunggah, tapi dunia nyata malah sering bercanda. Aku pernah lalai, tapi setelah melewati momen itu dan kembali menyajikan kisah Juna dan kawan-kawan, ada rasa baru yang membuatku lebih mencintai karya ini. Mereka mengajakku kembali bermain dengan dunianya, dan itu menyenangkan. Lantas akhirnya semua berakhir di sini. Miracle sudah selesai—tapi tidak untuk keajaiban-keajaiban di hidup kita. Terima kasih sudah terlibat dalam perjalanan kecil pencarian makna kebersamaan antara Juna, Arin, Sena, dan teman-temannya. Di kesempatan baru nan

  • Terjerat Gairah Arjuna   100. Arjuna dan Arina - End

    "Tunggu sebentar, ya."Perempuan berbalut celana jins dan jaket kulit hitam itu melangkah rikat dari satu kamar ke kamar lainnya. Tangan-tangan itu pun cekatan menguncir kuda rambut panjangnya. Hal lain yang ia lakukan bersamaan dengan dua kegiatan itu yaitu memandang sekilas sembari mengatakan permintaan pada seseorang untuk bersabar menunggu ia selesai bersiap.Seseorang yang duduk di ruang tamu dengan kudapan dan minuman sebagai jamuan. "Iya, santai aja," jawabnya.Ini hari Sabtu. Masih pagi, sekitar pukul sembilan menuju angka sepuluh. Hanya memberi gambaran kasar bahwa Juna mengajak Arin ke Surakarta, tapi ia tak menyebutkan hari dan jam secara spesifik. Alhasil, lelaki itu kini harus menunggu kekasihnya bersiap-siap dulu."Juna, kamu udah sarapan?" Sosoknya tak nampak, tapi suara perempuan yang bertanya sedemikian itu terdengar dari arah dapur."Sudah, Bu." Juna menjawab dengan sedikit lantang agar suaranya sampai pada sang pendengar yang dituju."Beneran? Jangan sampai belum ma

  • Terjerat Gairah Arjuna   99. Sena dan Lila

    Matahari condong di langit barat. Sinarnya menerobos sela-sela ranting dan dedaunan. Hingga akhirnya menerpa wajah-wajah yang baru saja keluar dari pelindung kepala. Sembari disisir dengan ruas jari, surai-surai itupun menari karena terpaan angin sepoi.Dua pria di dekat gerbang FIB itu sibuk dengan penampilan masing-masing. Seperti biasalah, bersiap untuk bertemu sang pujaan."Gue udah tahu weekend ini mau main ke mana," celetuk salah satu pemuda di atas motor hitam.Mendengar hal tersebur, si pemilik Redeu menoleh. "Ke mana?" tanyanya acuh tak acuh."Lo sendiri ada rencana apa?" Sena malah balik bertanya.Juna yang menunduk sambil memainkan helm di pangkuan itu lantas mendongak ke arah kawannya. "Solo," jawabnya singkat."Serius? Lo mau pulang kampung?" Entah kenapa Sena sok terkejut. Padahal bagi perantau memang wajar untuk pulang ke rumah orang tua saat ada kesempatan. Ah, mungkin dia ingat sentimen yang pernah terjadi antara Juna dan keluarganya."Iya, kenapa?" ujar Juna."Nggak

  • Terjerat Gairah Arjuna   98. Banu dan Rima

    "Gue mau putus."Tidak hanya si gadis bersurai sebahu yang menoleh pada lelaki yang mengucapkan kalimat itu. Tapi penjual jagung manis di tengah pasangan tersebut juga dibuat terperangah seketika."Makasih, pak," kata Rima sembari membayar kudapan yang dibelinya.Dengan paksa, Rima menarik lengan sang pacar pergi dari kumpulan penjual makanan kaki lima. Belum juga melangkah lebih jauh, Banu berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Rima."Gue mau putus," ulangnya.Di tempat yang tak begitu banyak orang itu, sang puan memicing karena jengah dengan si adam yang tiba-tiba mengatakan hal tak menyenangkan. "Udah empat kali lo bilang kayak gitu. Sekarang apa lagi alasannya? Karena gue nggak nemenin lo karaokean kemarin? Gue sibuk anjir, tugas gue banyak," jelas Rima. Ia berusaha keras menekan ego dan emosinya."Nggak usah bohong. Kemarin—" ucapan Banu terpotong karena dirinya yang menyuapkan jagung bertabur keju dan meses itu ke mulut. "Kemarin lo jalan sama orang lain, kan?" lanjutnya.Se

  • Terjerat Gairah Arjuna   97. Tara dan Chantika

    Tok tokDua ketukan pada bangku putih di baris ketiga dari depan. Si empu yang duduk pun menoleh pada sang pelaku. Ternyata sobat sendiri yang mendekat dan tersenyum."Sst," gadis berbandana itu menempelkan telunjuk di bibir sembari duduk di sebelah Arin. Tak lupa, Lila mengeluarkan sebuah sticky note dan memperlihatkannya pada sang kawan.Membaca sejenak, raut Arin nampak terkejut. Manik matanya membulat. Bahkan mulutnya juga menganga dan langsung ia tutup dengan tangan. Sementara Lila tersenyum melihat reaksi gadis di sisinya itu.Kemudian Lila mendongak dan mendapati seorang lelaki jangkung di barisan depan bangkit dari bangkunya sembari menaruh tas di punggung.Tanpa sepatah kata, Lila menepuk lengan Arin. Yang menerima kode pun mengikuti arah pandang Lila. Kedua belia itu pun segera meninggalkan kursi dan keluar dari kelas. Mereka diam-diam mengikuti sosok kasanova di depan sana.Berjarak lebih kurang dua meter, si adam terus menginjakkan kakinya di lantai tiga gedung A Fakultas

  • Terjerat Gairah Arjuna   96. Kamal dan Ayuna

    Tentang dia yang katanya bisa memantik tantrum orang-orang di dekatnya."Kelompok terakhir yaitu Ayuna, Dea, Gita, Kamal, Mahesa, dan Peter." Wanita berkacamata itu menyebut satu per satu nama mahasiswa di kelompok ketujuh yang beliau buat. "Silakan mulai mengerjakan tugas. Kumpulkan pada kormat dalam bentuk soft file, lalu kormat mengumpulkan pada saya maksimal besok jam sepuluh pagi. Paham semuanya?" jelas sang dosen tersebut."Paham," balas sebagian besar seisi kelas."Baiklah kita akhiri kelas hari ini. Selamat siang," pamit dosen itu sebelum akhirnya meninggalkan ruangan usai anak didiknya membalas serempak.Seseorang di samping meja Ayuna pun berdiri. Dia mengamati arloji di tangan kiri. "Masih ada lima belas menit, mau bahas tugas sekarang di sini?" tanya Mahesa pada Ayuna, Dea, dan Gita yang duduk sebaris."Boleh," kata Ayuna. Dua gadis lain pun juga setuju."Kamal, sini dulu bentar, bahas tugas!" Mahesa memanggil satu lelaki jangkung yang sudah berdiri dengan ransel di pungg

  • Terjerat Gairah Arjuna   95. Relationship

    Derit pintu tak ubahnya menarik atensi enam insan di dalam ruangan itu. Petak persegi yang baunya tak pasti. Kadang hanya parfuma badan, kadang makanan ringan, kadang juga bau khas konsol mainan baru. Lalu si orang ketujuh kini menutup kembali pintu. Namun, ia tak kunjung duduk di kursi empuk."I wanna talk," ucap si blasteran, Marven.Haydar, Randi, dan Aji masih fokus pada kesibukannya melempar kartu UNO di meja. Cakra dan Jovi hanya nampak punggung saat menghadap mesin game gulat. Sementara satu manusia lagi di kursi nampaknya bersedia mengalihkan pandang dari ponsel ke arah Marven berdiri."Ada apa?" tanya Jayendra. Tak lebih baik, dia kembali sibuk dengan elektronik pipih di tangannya.Haydar pun menyadari eksistensi Marven. "Oh, my bro! Sini, ngapain berdiri?" ucapnya santai.Diamnya Marven adalah penolakan. Ia mengeraskan rahang dengan kepalan tangan yang tertutup jaket jins panjangnya. Logika dan hatinya berusaha tetap sinkron untuk membulatkan keputusan."I'm done," katanya.

  • Terjerat Gairah Arjuna   94. Tentang pilihan

    Bohlam-bohlam keemasan yang menggelantung itu bersinar terang. Semakin malam, makin banyak pula yang berdatangan. Memang benar kegiatan ngopi paling nikmat adalah saat malam hari."Mas, vietnam drip sama einspänner ya," ucap seorang pria berkaus polo hitam. Sesuai jumlah pesanan, ia tentu tak sendiri. Ada seorang gadis di belakangnya. Perempuan yang nampak tak asing di mata Juna. Hawa yang mengenggam posesif tangan si adam dengan senyuman manisnya."Mohon ditunggu, ya. Silakan duduk dulu," kata Juna sambil mengesampingkan rasa penasarannya.Sepasang pembeli itu pun menuju bangku kosong yang dipilih. Sementara Juna segera menyiapkan minuman yang dipesan.'Kayaknya gue pernah lihat dia,' batin Juna.Sembari terus mencoba mengingat-ingat siapa wanita semampai, bersurai sedikit gelombang, dengan ciri khas anting panjang. Sepertinya ini bukan kunjungan pertamanya di kafe tempat Juna bekerja. Makanya si pemuda itu seolah pernah melihatnya.Juna menaruh dua minuman yang telah siap ke atas na

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status