Akhirnya seorang polisi datang, tepat saat jarum jam menunjukkan pukul tujuh malam. Ia membawa nampan dari stainless yang berisi makan malam untuk Hazel. Ia meletakkan nampan itu tepat di depan pintu sel sebelum akhirnya ia menguncinya kembali.
“Besok pagi anda baru bisa pergi untuk menemui pengacara yang baru,” ucap polisi itu.Hazel terbelalak. Ia tidak salah dengar jika polisi tadi baru saja mengatakan bahwa Hazel akan bertemu dengan pengacara yang baru. Apakah artinya Hazel memiliki kesempatan untuk membela dirinya lebih baik daripada sebelumnya?Tak terasa pagi telah tiba. Samar-samar Hazel mendengar suara aktivitas dari ruangan di depannya. Tak lama setelahnya, seorang polisi datang dan langsung membuka pintu sel itu.“Nona, ikut kami!” katanya.Seperti yang sudah disepakati kemarin malam, pagi ini Hazel akan menemui pengacaranya yang baru. Ia kembali dibawa ke gedung utama. Ia ditinggal disatu ruangan kecil yang nantinya menjadi tempat pertemuan dengan pengacara baru itu.Sekitar 15 menit Hazel menunggu, akhirnya ia bertemu dengan seorang pria bersetelan rapi, lengkap dengan jas dan dasinya.“Nona Hazel, ya?" tanya pria itu.Pria itu memperkenalkan diri sebagai pengacara baru yang akan menangani kasus Hazel. Ia bernama Haris.“Setelah sesi wawancara ini, anda akan menjalani pemeriksaan visum. Itu akan menjadi bukti apakah anda mendapatkan pelecehan atau tidak," ujar Haris.Hazel sedikit terkejut ketika pengacara itu sudah lebih dulu tahu dengan kondisinya. Padahal ia sama sekali belum menceritakan apapun kepadanya.“Jadi....” Haris sengaja menggantungkan kalimatnya.Pria itu mengambil video recorder sebelum mulai bertanya lebih lanjut kepada Hazel.“Tolong anda jelaskan kepada saya, semua hal yang berkaitan dengan anda dan korban R, juga kronologi kejadian malam itu,” pinta pengacara itu.Awalnya Hazel ragu untuk menjawab. Ia takut jika pengacara itu sama seperti yang kemarin. Ia tidak mau dihakimi lagi seperti kemarin.Akan tetapi, pengacara itu kembali meyakinkan Hazel. Nada bicaranya jauh lebih sopan dan tidak pernah membentak seperti pengacara yang kemarin. Akhirnya Hazel menceritakan kembali kronologi tragedi berdarah malam itu dengan perasaan trauma yang membekas.Selesai mewawancarai, Hazel diarahkan untuk melakukan visum. Hasilnya nanti bisa ia gunakan untuk membuktikan bahwa Rendra telah melecehkannya. Dengan begitu, tindakan Hazel tidak bisa digolongkan ke dalam pembunuhan berencana, atau setidaknya ia bisa mendapatkan hukuman yang lebih ringan, syukur-syukur ia dibebaskan.Tiga minggu berlalu. Banyak kejadian yang dilalui Hazel, mulai dari pertemuannya dengan sang pengacara hingga serangkaian peradilan.Sampai tibalah saatnya peradilan terakhir bagi Hazel. Peradilan kali ini adalah penentu akhir bagi Hazel. Hari ini akan menjadi final dari kasusnya.Hakim mulai menyimpulkan keputusan dari proses pengadilan Hazel.“... Saudari Hazel, atas bukti-bukti yang sudah terkumpul, perbuatan anda tidak bisa dibenarkan sebagai tindakan pembelaan," tutur hakim itu.“....luka yang dialami Saudara Rendra sangatlah berat. Maka dari itu, saudari Hazel, anda dijatuhi hukuman penjara 17 bulan termasuk masa penahanan," putus hakim itu.Citra yang ikut menghadiri pengadilan putrinya itu langsung menangis sejadi-jadinya. Ia sangat terluka dengan keputusan hakim. Sebagai wanita yang telah melahirkan Hazel, ia tidak tega jika putrinya malah mendapatkan hukuman atas pelecehan yang diterimanya.Bagaimana seorang korban pelecehan bisa dihukum selama 1,5 tahun? Jika bisa memilih tentunya Hazel tidak ingin mendapatkan pelecehan seperti yang dilakukan Rendra.“Putriku bukan pembunuh!” jerit Citra.Citra yang tadinya duduk di deretan kursi belakang Hazel langsung berlari ke arah putrinya itu. Belum sempat Citra meraih putrinya itu, beberapa polisi yang bertugas untuk menjaga jalannya proses peradilan langsung mencegahnya.“Putriku adalah korban!” teriak Citra sambil berusaha meraih putrinya yang masih duduk di kursi yang ada di tengah-tengah pengadilan itu.Karena kondisi semakin tidak kondusif, Hazel langsung dibawa pergi oleh para polisi untuk diamankan.Di luar gedung rupanya sudah banyak wartawan yang siap berburu berita. Hazel dibawa kembali ke rumah tahanan sebelum akhirnya dipindahkan ke lapas atau lembaga pemasyarakatan.“Maaf, Nona. Saya gagal memenangkan kasus ini,” ucap Haris yang kini sedang duduk berhadapan dengan Hazel.Hazel hanya diam meskipun sejak tadi arah pandangannya tertuju kepada pengacaranya itu. Selama menjalani persidangan, Hazel tidak banyak bicara. Ia hanya akan menjawab jika ditanya oleh pengacaranya, sementara ketika orang lain bertanya, ia hanya diam. Bahkan dengan polisi sekalipun, ia betah menutup mulutnya rapat.“Tapi tenang saja, kita bisa mengajukan banding untuk persidangan ini. Nona tidak pantas mendapatkan hukuman 1,5 tahun penjara atas pelecehan yang anda terima,” ujar Haris.Selain Citra —ibunya— orang lain yang mempercayai Hazel adalah Haris. Setelah hasil visum keluar, Haris semakin yakin jika alasan Hazel menghabisi nyawa Rendra karena pria itu melakukan pelecehan kepadanya.Hanya saja, keputusan pengadilan mengatakan bahwa tindakan Hazel tidak bisa dibenarkan sebagai pembelaan diri, sebab Hazel melakukannya secara sadar dan luka yang dialami Rendra sangatlah parah. Dari hasil otopsi, Hazel menusuk Rendra berulang kali. Menurut pendapat penuntut umum dan kuasa hukum Rendra, seharusnya Hazel bisa melarikan diri tanpa harus menghabisi nyawa pria malang itu. Mereka sangat menyayangkan tindakan Hazel. Dari hasil persidangan, hakim memutuskan Hazel pantas dijatuhi hukuman penjara selama 1,5 tahun.“Saya menolak untuk banding,” tolak Hazel.“Anda hanya akan membuang waktu. Sekuat apapun anda membela diri saya, keadilan tidak akan pernah saya dapatkan,” lanjut Hazel.Untuk pertama kalinya Hazel mengatakan isi hatinya. Selama ini ia hanya berbicara sesuai dengan pertanyaan. Jika merasa tak perlu menjawabnya, Hazel hanya diam saja.“Anda menyerah?” tanya Haris.Hazel menundukkan kepalanya. Ia menghindari tatapan Haris yang tertuju ke arahnya. Ia memilih untuk menatap jemarinya yang sedang ia mainkan di atas pahanya.“Seseorang memohon kepada saya agar saya dapat menegakkan keadilan di kasus ini, paling tidak hakim bisa mengubah keputusannya menjadi lebih ringan,” tutur pengacara itu.Haris terlihat jauh lebih bersemangat dibanding Hazel. Ia adalah pengacara yang disewa oleh Handika sesuai dengan rekomendasi Gio. Sampai detik ini Handika belum lunas membayar jasanya, tetapi Haris tetap menjalankan tugasnya sebab ia merasa iba dengan apa yang dialami Hazel. Apalagi setelah Haris benar-benar melihat bukti visum yang menunjukkan bahwa wanita itu mendapatkan pelecehan. Jadi, yang dibeberkan oleh kuasa hukum Rendra soal suka sama suka itu tidak benar.Sayang sekali, bukti visum Hazel tidak bisa mendukung sepenuhnya sebab ditemukannya surat perjanjian soal harta di TKP. Ditambah lagi dengan luka tusuk yang dilakukan secara berulang-ulang semakin membuka celah bagi pihak Rendra untuk menjebloskan Hazel ke penjara.“Katakan padanya, dia tidak perlu repot memikirkan kasus ini," ucap Hazel.“Dan tolong sampaikan terima kasih untuknya, Pak,” lanjut Hazel sebagai penutup dari obrolannya siang itu. Tak ada yang bisa dilakukan oleh Haris jika kliennya menolak untuk mengajukan banding. Namun, Haris dan Hazel masih memiliki waktu selama 7 hari. Jika selama 7 hari Hazel berubah pikiran, maka ia bisa mengajukan banding. Akan tetapi, jika banding tetap tidak diajukan dalam waktu 7 hari sejak vonis, maka terdakwa dianggap sudah menerima keputusan hakim sebagai mana yang telah disebutkan dalam persidangan.“Saya tetap akan menemui anda selama 7 hari ke depan. Mohon dipertimbangkan,” ucap Haris sebelum ia pamit undur diri dari ruangan itu.Setelah kepergian pengacaranya itu, Hazel diminta untuk menunggu hingga petugas dari lapas menjemputnya. Ia meminta agar polisi mengizinkannya menunggu di ruangan itu, bukan di sel-nya yang dingin.Sebenarnya Citra sejak tadi memohon-mohon agar diperbolehkan menemui Hazel, tetapi pihak kepolisian melarangnya. Mereka mengatakan kepada Citra jika Ha
Hazel tidak menanggapi panggilan itu. Ia hanya diam sambil melihat kursi kemudi di depannya. “Nona, anda masih mengingatku, ‘kan?" Meskipun sudah ditolak secara tidak langsung oleh Hazel, Handika tetap tidak mau menyerah. Pria itu kembali mencoba untuk mengajak Hazel berbicara. Sebelum suara lembut Hazel terdengar di telinganya lagi, ia tidak akan putus asa meskipun harus ditolak untuk sekian kalinya.Lagi dan lagi... tak ada respons dari Hazel. Wanita itu betah membungkam mulutnya sendiri. Hingga akhirnya suara lembut wanita itu terdengar juga.“Masih berapa kilometer lagi untuk sampai ke lapas?” tanya Hazel.Tanpa sadar Handika tersenyum samar saat mendengar Hazel berbicara. Ada untungnya mereka tidak duduk sejajar, jadi Handika tidak perlu menutupi senyum spontannya itu agar tidak dilihat oleh Hazel. Melalui spion tengah, Handika mencoba untuk memperhatikan Hazel lagi. Ternyata wanita itu masih dengan posisi yang sama dan Handika tidak bisa melihatnya dengan jelas.Hazel masih be
Emma juga memberitahu Hazel jika di penjara para tahanan harus melakukan pekerjaan untuk mendapatkan uang yang bisa digunakan untuk membeli makanan enak, seperti telur, mie, atau roti. Setiap pekerjaan akan dijadwal. Mulai dari mencuci pakaian, membersihkan semua ruangan, dan menjemur. “Lusa kalian akan dikumpulkan di lapangan belakang. Ada kegiatan kerja bakti rutin setiap hari Minggu," tambah Emma.Hazel ditempatkan di sebuah sel yang berukuran sedang. Saat wanita itu mengedarkan pandangannya, ia melihat ada 3 orang lainnya memakai seragam orange khas tahanan di lapas itu.“Kalian ada teman baru. Jaga sikap kalian semua. Jika satu diantara kalian melakukan kesalahan, maka semua penghuni sel akan mendapatkan hukuman!” tegas Emma dengan suara lantangnya. Di dalam sel itu sudah ditempati oleh tiga wanita. Satu berusia sekitar 40-an tahun, dan dua sisanya baru menginjak kepala dua —28 dan 29 tahun.“Kami mengerti!” balas ketiga tahanan itu.Emma segera melepaskan borgol yang ada di ta
Soal Handika yang hanya anak angkat, Gio pun tidak tahu. Pria itu cuma tahu kalau temannya itu berasal dari keluarga yang mapan. Lahir berkecukupan dan memiliki wajah yang tampan, serta pesona luar biasa. Handika cukup banyak diidolakan oleh para wanita. Terkadang Gio sempat iri karena Handika lebih dulu ‘laku’ dibanding dirinya. “Han!” panggil Gio lagi. Kesabaran Gio setipis tissue. Pria itu jengkel ketika temannya malah melamun dan mengabaikan pertanyaannya tadi. Yang merasa dipanggil langsung mengibaskan kedua tangannya. Ia tidak mau Gio lebih dulu menonjok wajahnya. “Sorry, sorry,” kata Handika. Gio mendengus. Ia kembali menatap serius ke arah Handika kemudian menanyakan kembali alasan temannya itu ingin pindah tempat kerja. Handika kurang bersyukur —pikir Gio. Masih untung Handika ditempatkan di penjara di pusat perkotaan yang ramai —bukan pindah pulau yang jauh dengan orang tuanya yang tinggal di Jogja.“Ada yang harus aku lakukan di sana,” aku Handika. “Maksudmu? Kau puny
Hazel mengangguk. Sesaat setelah Hazel keluar dari sel tahanan itu, Emma segera memborgol kedua tangannya. Sipir wanita itu menuntun Hazel ke ruangan khusus. Ruangan itu diperuntukkan bagi visitor yang ingin bertemu dengan tahanan. Sesuai permintaan visitor, Hazel diarahkan ke ruangan yang lebih privat, bukan ruangan umum yang biasa ditempati banyak tamu dan tahanan yang saling bertemu. Ruangan khusus itu mirip seperti ruang interogasi, hanya saja tidak ada kaca dua arah. Hanya ada dua buah kursi yang dibatasi sebuah meja.“Hei, Nona Hazel,” sapa Haris begitu pria itu melihat Hazel tiba.Rupanya tamu Hazel adalah Haris —pengacaranya. Seperti yang sudah dikatakan Haris, pria itu akan menemui Hazel untuk menanyakan soal banding. Jika berkenan, Haris masih bisa membantu Hazel untuk mengajukan banding ke pengadilan."Waktu kalian terbatas, jadi manfaatkan dengan baik," kata Emma sebelum ia meninggalkan ruangan itu."Baik, kami mengerti," balas Haris.Kini Hazel sudah duduk di kursi yang b
“Stop, Ran!” jerit Hazel.Hazel berusaha melepaskan jambakan Rani pada rambutnya. Sayangnya kekuatan Rani jauh lebih besar. Ia sampai terseret beberapa langkah dari tempatnya jatuh tadi.“Ini hukumannya kalau kamu berani seenaknya kepadaku! Wanita Jalang!” teriak Rani.Rani tidak berhenti menjambak rambut Hazel, padahal Hazel berulang kali memintanya untuk berhenti.Telah terjadi pertengkaran, tetapi tidak ada satupun tahanan yang melerai mereka. Sementara itu sipir yang bertugas untuk mengawasi juga tidak ada. Emma sudah pergi sejak tadi karena ia ingin menyambut kedatangan seseorang.“Hei!” Teriakan itu cukup keras, sampai-sampai membuat Rani menoleh ke arah pintu masuk lapangan untuk melihat siapa yang telah mencegah aksinya itu.“Lepaskan dia!” Pria yang baru saja berteriak itu langsung berlari ke arah Rani dan Hazel.Tidak hanya pria itu saja yang menghampiri Hazel, tetapi ada juga Emma. Wanita itu sudah kembali bersama dengan seseorang yang tadi ia sambut.“Kami memintamu untuk m
“Aku memang bodoh.”Kalimat sederhana itu mampu membuat Handika tersadar dari lamunannya. Ia sedikit terperanjat, tetapi detik berikutnya ia bisa menguasai diri.“Eh... apa...?” tanya Handika.Satu kata yang terucap dari mulut Handika tadi mampu memicu traumanya. Sebelumnya Hazel tidak sadar jika ia telah meluapkan emosinya di hadapan Handika. Kata 'tertipu' membuat Hazel teringat dengan alasannya mendekam di lapas itu. Karena tertipu ide busuk Rendra, ia berakhir di sel tahanan yang dingin itu.“Seharusnya, anda tidak melakukan ini,” kata Hazel.Meskipun tidak mengatakannya secara gamblang, Handika tahu jika yang dimaksud wanita itu adalah sikapnya saat ini. Sepasang mata indah Hazel menatap lekat ke arah tangannya yang masih digenggam oleh Handika. Sikap wanita itu menyiratkan satu pesan yang seolah mengatakan jika ia tidak suka saat Handika menyentuhnya.“A... ya. Ini salah. Maaf,” balas Handika.Dengan berat hati Handika melepaskan genggamannya itu.”Segera obati lukamu, setelah i
Mendengar pernyataan itu, tubuh Hazel seketika menegang. Sejenak ia melirik ke kiri dan ke kanan untuk memastikan siapa saja yang mendengar pernyataan itu. Konyol! Setelah pengacara itu, sekarang hadirlah sosok Handika yang berusaha meyakinkannya untuk tetap berjuang. Pikiran Hazel berkecamuk. Jika boleh jujur, ia merasa senang sekaligus sedih. Senang rasanya ketika ada orang lain yang masih berusaha untuk mengembalikan kepercayaannya. Akan tetapi, perasaan sedih masih betah singgah di hatinya. Ia sedih karena semakin ia mencoba untuk percaya, maka memori kelam itu kembali terlintas di otaknya. “Lupakan soal obrolan tadi. Sekarang anda harus membawa saya kembali ke sel segera.”Bukannya menanggapi pernyataan Handika beberapa menit yang lalu, Hazel malah mengalihkan pembicaraan. Ia bahkan mengubah gaya bicaranya kembali formal seperti sebelumnya.Tangan Handika masih mengepal. Saat ini ia benar-benar membutuhkan pelampiasan. Namun, ia berusaha menahan diri untuk tidak memukul apapun
Tidak seperti kebanyakan sipir yang bertugas di lapas itu, nada bicara Handika saat ia memberi perintah kepada Hazel tidak kasar. Meskipun demikian, jika didengar baik-baik, Handika berbicara dengan nada dinginnya. Sejujurnya itu lebih menyeramkan daripada bentakan, tetapi Hazel mengabaikannya. Apa yang bisa diharapkan dengan kehidupan di lapas? Ia bukan siapa-siapa dan hanyalah seorang tahanan, wajar saja jika sipir bersikap semena-mena dengannya. Perintah singkat itu langsung dituruti oleh Hazel meskipun dengan setengah hati ia melakukannya. Pikirnya daripada Hazel harus berdebat, lebih baik ia melaksanakan perintah itu. Hazel sadar diri dengan posisinya. Jika ia melawan perintah seorang sipir, mungkin ia bisa kena marah lagi seperti yang dilakukan Emma. Ya, meskipun sejauh ini Handika tidak pernah bersikap kasar kepadanya. Satu-satunya sipir yang bersikap baik kepada Hazel di lapas itu adalah Handika. Setelah memastikan Hazel sudah duduk, Handika segera bergegas mengambil jatah m
“Berhenti membuatku muak dan mencari perhatian orang-orang di sini! Kau mencoba menarik simpati dengan bersikap lemah seperti ini, hah? Kau cuma perempuan kasar yang gila harta milik suami orang, jadi lebih baik kau pahami batasanmu,” cecar Emma. Emma melepaskan cengkeramannya dari pergelangan tangan Hazel. Hazel merasa lega karena Emma tidak lagi menahannya. Ia tidak lagi merasakan sakit akibat dari cengkeraman tangan Emma. Namun, ternyata Hazel salah. Emma kembali menyakiti Hazel dengan menjambak rambut panjangnya hingga kepala wanita itu sedikit terdongak. Sekarang Hazel bisa melihat langit-langit kantin di atasnya.“Ouch!” pekik Hazel kesakitan.Jambakan itu mengingatkan Hazel dengan kejadian buruk yang menimpanya. Ia teringat saat Rendra menarik rambut panjangnya dan ia didorong hingga wajahnya membentur cermin meja rias hingga pecah. Bahkan bekas lukanya masih belum terlalu kering karena ia tidak mendapatkan pengobatan yang layak. Saat Hazel ditahan, ia hanya mendapatkan perawa
“Jadi... pelaku pelecehan Hazel adalah kakakmu?" Dokter Lee tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, tetapi sebisa mungkin ia menjaga cara bicaranya agar tidak terlalu keras.Dokter relawan itu sempat mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia memastikan jika tidak ada orang selain mereka di lorong itu.Handika mengangguk dengan lemah. Ada perasaan lega meskipun hanya sedikit setelah ia membagi rahasianya itu. Setidaknya ia tidak harus menanggung beban itu seorang diri. Namun, tidak bisa dipungkiri jika perasaan bersalah akan selalu singgah di hatinya.“Jadi ini alasannya kenapa kau terlihat begitu peduli dengannya? Handika, ini terlalu berbahaya," kata Dokter Lee.Dokter Lee menanggalkan panggilan ‘Pak’ untuk Handika sebab ia merasa pria itu telah membuka hubungan lebih jauh dari sekedar rekan kerja. Mungkin teman, karena teman selalu berbagi rahasia.“Orang-orang mulai membicarakanmu di kantor. Aku tahu itu karena aku tidak sengaja menguping pembicaraan mereka. Mungkin setelah ini
“Bagaimana liburanmu? Masih ingin berbuat onar lagi?" cibir Emma.Emma tersenyum puas saat melihat penampilan Hazel yang berantakan. Di sel tikus, seorang tahanan tidak bisa mandi karena hanya ada satu closet duduk saja. Tak ada cermin ataupun wastafel yang menjadi sumber sanitasi bagi tahanan. Wajar saja jika penampilan Hazel sangat kumal. “Jika kau berbuat onar lagi, maka hukuman bisa ditambah menjadi 14 hari. Paham tidak?" Emma langsung mendorong Hazel dan menyuruh wanita itu untuk keluar dari sel tikus.Berbeda dengan Emma yang terlihat puas dengan kondisi Hazel, Handika justru menatap iba ke arah wanita itu. Berada di dalam ruangan sempit dengan banyak lampu yang amat terang membuat sepasang mata Hazel mengering. Rambut panjangnya kusut dan sedikit basah karena keringat, serta bibir dan kulitnya sangat kering —tampak sedikit pecah-pecah. Tubuh Hazel juga semakin kurus karena setiap Handika memberinya jatah makan, wanita itu tidak pernah menghabiskannya. Hanya beberapa sendok saja
Seperti yang tertulis di peraturan, sel tikus memang diperuntukkan bagi para tahanan yang membuat pelanggaran. Jadi, sel tersebut memang didesain khusus untuk memberi efek jera, salah satunya adalah membiarkan sel tersebut dalam kondisi sangat terang selama 24 jam. Tidak ada celah apapun. Ruangan itu benar-benar tertutup rapat. Untuk sirkulasi udaranya, ruangan itu hanya mengandalkan satu blower kecil di langit-langit atap. Sedangkan lampunya ada banyak dan semua menyala dengan terang dengan tombol yang ada di luar agar para tahanan yang sedang dihukum tidak bisa mematikannya.“Hazel...,” panggil Handika karena tidak ada balasan dari wanita itu.Semua kepedulian Handika itu adalah bentuk belas kasihannya. Ia tidak tega ketika melihat seseorang harus menanggung konsekuensi atas ulah yang tidak pernah dilakukannya.“Jawab aku,” pinta Handika.Hazel bisa mendengar suara Handika dengan jelas meskipun pria itu sedang berbicara dengan pelan dan sedikit lembut. Itu karena posisi Hazel masih
“Kau bisa membawanya setelah dia diobati. Kau bisa lihat sendiri, ‘kan? Kondisinya begitu berantakan,” jelas Handika. Handika menatap iba ke arah Hazel. Wanita itu menundukkan kepalanya dalam-dalam. Karena ia menunduk, tetesan darah segar dari hidung lebih mudah jatuh membasahi pakaiannya. Handika bermaksud memutar otak untuk mencari alasan lain agar Emma tidak jadi membawa Hazel ke sel tikus. “Loe makin hari makin enggak masuk akal, Han. Aturannya kita baru bisa mengobati tahanan setelah mereka menjalani masa hukuman di sel tikus. Di lapas pria juga begitu, ‘kan? Jangan pura-pura lupa!” Saat sudah kesal seperti ini Emma tidak lagi berbicara dengan bahasa formal seperti kesehariannya di tempat kerja. “Sudah, mending loe diem aja, Han! Loe cuma pendatang di sini!” Emma sedikit menyentak tangan Hazel sebelum ia melanjutkan langkah kakinya. Ia mengabaikan Handika meskipun pria itu berulang kali memangil namanya. “Emma!” Handika tak menyerah. Sekali lagi ia memanggil Emma dengan sua
“Sekarang kelihatan, 'kan, loe itu emang brutal kayak setan!" amuk Farah saat melihat temannya ditonjok oleh Hazel. Saat Farah sedang memisahkan Hazel dan Dita, Lela berlari ke arah pintu dan langsung mengulurkan tangan kanannya di sela-sela pintu besi sel tersebut. Wanita itu mulai berteriak meminta bantuan. “Ibu Polisi! Tolong! Tahanan nomor 1308 menggila!” teriak Lela. “Cepat, teman saya bisa mati kayak pengusaha tajir itu!" teriaknya lagi. Saat Lela sedang sibuk mencari bantuan dengan cara berteriak di sela pintu sel, Farah berniat membalas perbuatan Hazel. Dengan sekuat tenaga, Farah menjambak rambut Hazel dan membenturkan kepalanya ke tembok sel dengan keras. “Ugh!" Seketika telinga Hazel berdengung sesaat setelah kepalanya membentur tembok. Pusing! Itulah yang ia rasakan saat ini. Farah tidak main-main saat membenturkan kepala Hazel. Ia seolah tidak takut dengan segala kemungkinan yang akan terjadi kepada Hazel. Kalau mati? Ia tidak peduli dan mengabaikan itu. “Loe gila!
Mendengar pernyataan itu, tubuh Hazel seketika menegang. Sejenak ia melirik ke kiri dan ke kanan untuk memastikan siapa saja yang mendengar pernyataan itu. Konyol! Setelah pengacara itu, sekarang hadirlah sosok Handika yang berusaha meyakinkannya untuk tetap berjuang. Pikiran Hazel berkecamuk. Jika boleh jujur, ia merasa senang sekaligus sedih. Senang rasanya ketika ada orang lain yang masih berusaha untuk mengembalikan kepercayaannya. Akan tetapi, perasaan sedih masih betah singgah di hatinya. Ia sedih karena semakin ia mencoba untuk percaya, maka memori kelam itu kembali terlintas di otaknya. “Lupakan soal obrolan tadi. Sekarang anda harus membawa saya kembali ke sel segera.”Bukannya menanggapi pernyataan Handika beberapa menit yang lalu, Hazel malah mengalihkan pembicaraan. Ia bahkan mengubah gaya bicaranya kembali formal seperti sebelumnya.Tangan Handika masih mengepal. Saat ini ia benar-benar membutuhkan pelampiasan. Namun, ia berusaha menahan diri untuk tidak memukul apapun
“Aku memang bodoh.”Kalimat sederhana itu mampu membuat Handika tersadar dari lamunannya. Ia sedikit terperanjat, tetapi detik berikutnya ia bisa menguasai diri.“Eh... apa...?” tanya Handika.Satu kata yang terucap dari mulut Handika tadi mampu memicu traumanya. Sebelumnya Hazel tidak sadar jika ia telah meluapkan emosinya di hadapan Handika. Kata 'tertipu' membuat Hazel teringat dengan alasannya mendekam di lapas itu. Karena tertipu ide busuk Rendra, ia berakhir di sel tahanan yang dingin itu.“Seharusnya, anda tidak melakukan ini,” kata Hazel.Meskipun tidak mengatakannya secara gamblang, Handika tahu jika yang dimaksud wanita itu adalah sikapnya saat ini. Sepasang mata indah Hazel menatap lekat ke arah tangannya yang masih digenggam oleh Handika. Sikap wanita itu menyiratkan satu pesan yang seolah mengatakan jika ia tidak suka saat Handika menyentuhnya.“A... ya. Ini salah. Maaf,” balas Handika.Dengan berat hati Handika melepaskan genggamannya itu.”Segera obati lukamu, setelah i