FAIAku menemukan Rasti dan Cataleya sedang berbincang di kamarku. Keduanya langsung menutup mulut rapat-rapat saat melihatku muncul.“Kok pada diam? Pasti tadi lagi ngomongin aku?” tudingku memandang keduanya bergantian.“Ih, GR!” Rasti mengelus pipiku mesra yang membuatku salah tingkah karena dia melakukannya di depan Cataleya.Sedangkan Cataleya hanya tersenyum tipis menyaksikan kami.“Dari mana aja sih tadi?”“Beliin apel buat Queen, sama buat Leya juga.” Aku menunjukkan dua bungkusan yang berbeda.Rasti menatapku penuh tanda tanya tapi tidak mengatakan apa-apa.“Queen itu kuda yang kamu pernah kamu ceritain ya, Fai?” tanya Cataleya menyela.“Yup. She is my girl.”“Nope. She’s not your girl anymore,” sanggah Rasti tidak setuju. “I’m your girl.” Dia melanjutkan sambil menyandarkan kepalanya ke perutku yang berdiri di dekatnya sedangkan kedua tangannya melingkariku dengan begitu protektif.Aku memaksakan senyum kaku. Situasi ini membuatku canggung.“Anyway, kamu udah makan, Leya?” A
CATALEYAMalam ini akhirnya aku check out dari hotel ditemani Fai dan Rasti. Sejak tadi Rasti tidak pulang ke rumahnya. Dia selalu menempel pada Fai seperti lintah. Aku berpikir jangan-jangan sudah berhari-hari Rasti menginap di rumah Fai. Dan mereka hanya berdua. Mereka bisa melakukan segalanya.Lalu sekarang hatiku kembali diuji saat menyaksikan keduanya bermesraan di hadapanku. Fai menyetir. Rasti duduk di sebelahnya sambil sesekali menyandarkan kepala ke pundak Fai sedangkan aku duduk sendiri menjadi nyamuk di belakang. Saat Fai bersiul mengikuti musik dari audio mobil, Rasti ikut bersenandung kecil. Mereka terlihat begitu kompak dan mesra. Mereka selaras dan serasi. Keduanya couple goals abad ini yang pernah aku lihat.Setiba di rumah, Rasti mengatakan padaku bahwa aku harus pindah kamar."Leya, kamu tidur di kamar Cleo aja ya."Aku hanya bisa menurut apa kata tuan rumah. Aku hanya tamu di sini. Dan bisa kutebak Rasti akan tidur berdua di kamar Fai. Kenapa bukan aku saja yang ber
FAI“Itu kalau kamu mengizinkan.”“Memangnya apa alasan aku untuk nggak mengizinkan kamu? Kamu yang punya kuda ini. Aku cuma numpang.”“Ssstttt … aku nggak suka kamu bilang begitu, Leya. Sekarang ayo naik. Kamu mau di depan atau di belakang?”“Di depan.” Cataleya menjawab mantap tanpa keraguan.Aku membantunya naik, lalu setelah dia berada pada posisi yang pas di atas punggung Queen, aku menyusul duduk di belakangnya.Queen mulai bergerak membawa kami mengitari halaman belakang rumah tanpa kuperintahkan.“Seru banget ternyata,” kata Cataleya dari depan.Aku tersenyum di belakangnya.“Fai, nggak bisa ya kalau lebih kencang lagi?”“Kamu nggak takut memangnya?”“Kenapa harus takut? kan ada kamu.” Cataleya menjawab diiringi gerakan kepalanya menoleh ke arahku.Ucapan Cataleya membuatku kehilangan kata untuk sesaat. Hanya ucapan biasa tapi bisa-bisanya membuatku terbawa perasaan.“Sekarang kamu tarik talinya tiga kali,” suruhku kemudian.Cataleya melakukan intruksiku. Detik itu juga Queen
CATALEYASiang ini Rasti merealisasikan keinginannya. Dia mengajakku ke rumah orang tuanya. Kami pergi bertiga.Sepanjang perjalanan Rasti bercerita banyak mengenai hidupnya. Tentang orang tuanya, tentang pekerjaannya dan kegiatannya sehari-hari. Dia gadis yang sangat beruntung. Selain memiliki orang tua yang masih lengkap, harta benda yang berlimpah, pewaris tunggal perusahaan dan seluruh aset orang tuanya, dia juga memiliki lelaki yang mencintainya."Welcome to my house, Cataleya.”Mataku berpendar menatap rumah megah dengan pilar-pilar tinggi dan jendela besar membingkainya. Berbeda dengan rumah Fai yang bernuansa vintage, rumah Rasti bernuansa Amerika modern.Kami lalu turun dari mobil. Aku rasa Rasti sudah memberitahu perihal kedatangan kami pada keluarganya. Seorang perempuan yang kurasa seumuran dengan mertuaku menyambut kami."Mommy, ini Cataleya. Dia adalah partner kerja Fai waktu di Indonesia. Leya, ini ibu aku." Rasti mengenalkan kami berdua.Mamanya Rasti yang belakangan k
FAIRasti tidak berkata apapun dalam perjalanan pulang setelah dari airport. Dia duduk membeku di sebelahku dengan tangan terlipat di depan dada. Padahal biasanya Rasti adalah orang paling ceria yang pernah kukenal. Dia seperti tidak pernah kehabisan topik pembicaraan untuk dibahas.Serupa dengannya, aku juga memilih untuk menutup mulutku lalu memusatkan konsentrasi menyetir.Mobil yang kukendarai baru menghabiskan setengah perjalanan ketika pada akhirnya Rasti berbicara.“Fai …”Aku menggerakkan kepala memandang padanya.“Cataleya itu sebenarnya siapa?”“Maksud kamu gimana, Ras?”Aku tidak mengerti apa maksud dan tujuan Rasti menanyakannya. Bukankah aku dan dia sudah sama-sama tahu siapa Cataleya? Bahkan Rasti berinteraksi cukup intens dengan Cataleya.Rasti mengembuskan napasnya. Matanya menyorotku dengan tajam.“Kamu bilang dia istri dari pemilik agensi yang bekerjasama dengan kamu, tapi kenapa kalian bisa sedekat itu?”“Dekat gimana?”“Kamu menyuruh dia tidur di kamarmu, Fai, seda
CATALEYAAku tiba hari Rabu waktu Indonesia yang artinya telat satu hari dari yang kurencanakan. Devanka meneleponku dan bertanya apa aku sudah tiba. Aku memintanya datang menjemput ke bandara.Dan di sinilah aku sekarang. Duduk berdua dengannya di salah satu tempat makan yang ada di sana.“Kok lesu? Surprise-nya gagal?”Aku mengembuskan napas berat mendengar tebakan Devanka yang sepenuhnya benar. Bukan aku yang memberi Fai kejutan tapi malah diriku yang mendapat kejutan.“Jadi beneran mission failed?” ujar Devanka lagi menyaksikanku membisu tidak memberi respon apa-apa.“Dev, Fai udah punya pacar di sana.” Aku memberitahu dengan suara dan tubuh yang sama lunglainya.Devanka menyipit menatapku. “Gimana?”“Your best friend has a girlfriend. Kedatanganku ke sana hanya sia-sia,” ucapku makin lemah.“Fai punya pacar? Masa sih? Kamu salah lihat kali. Dia memang dekat dengan banyak cewek. Atau mungkin yang kamu kira pacarnya adalah salah satu modelnya,” sanggah Devanka tidak percaya.“Aku n
CATALEYAIngatan tentang Devanka dan kata-kata terakhirnya melekat di benakku bahkan hingga berbulan-bulan lamanya.“Kamu mikir nggak sih kalau Fai juga memiliki perasaan yang sama dengan kamu? Both of you love each other. He has a type, Cataleya. Dia nggak mungkin nyari cewek yang mirip sama kamu kalau nggak punya perasaan apa-apa.”Aku tidak tahu apa itu benar atau hanya sekadar kebetulan. Atau mungkin kata-kata Devanka yang hanya ingin menghiburku.Apa pun itu, semua sudah terlambat. Fai sudah memilih. Dia sudah menjatuhkan pilihannya. Dan mirisnya perempuan pilihannya adalah orang yang berpotensi besar sebagai saudara tiriku. Jika benar Fai mencintaiku seharusnya dia mengungkapkan padaku. Bukannya mencari perempuan lain yang mirip denganku.Ah, sudahlah. Sudah sangat terlambat untuk menyesalinya.Mengeluarkan dompet, aku membuka lagi pas foto usang itu. Pria yang pernah menjadi suami mendiang Mama, yang katanya adalah ayahku.Foto yang kulihat berwarna hitam putih dan sudah sanga
CATALEYAAku buru-buru mengembalikan foto Papa ke dalam dompet saat mendengar pintu kamar dibuka.Alan muncul dari luar dan bertanya padaku, "Sudah siap, Sayang?"Aku memberi jawaban anggukan kepala. Hari ini kami berencana mengunjungi dokter kandungan.Setelah pertengkaran dengan Devanka, aku mencoba berdamai dengan keadaan. Menerima kenyataan bahwa mungkin takdir hidupku adalah bersama Alan, bukan Fai."Ayo, Sayang!" Alan mengulurkan tangan untuk membantuku bangun dari duduk.Aku tidak suka panggilan lebay itu. Berjuta kali Alan bilang sayang tidak akan berefek apa-apa padaku. Berbeda dengan Fai. Dia tidak pernah menyebutku sayang, tapi damage-nya sampai ke tulang.Aku bangkit dari tempatku merenung sejak tadi lalu saat melalui kaca melirik sekilas untuk mencari tahu bentuk tubuhku. Perutku sudah cukup besar tapi karena aku juga menggunakan gaun-gaun longgar ukurannya jadi tidak terlalu kentara."Udah bisa dilihat jenis kelaminnya kan ya bulan ini?" tanya Alan begitu kami berada d
FAINggak terasa sudah cukup lama aku dan Cataleya berumah tangga. Sejauh ini hubungan kami berjalan dengan harmonis walau ada pasang surut. Tapi setiap kali aku dan Cataleya bertengkar, senyum si kecil Xena membuat kami kembali akur. Xena menyadarkanku dan Cataleya bahwa kami sudah sejauh ini. Kami bisa bersatu seperti sekarang setelah melewati banyak rintangan dan jalan yang berliku. Jadi setelah segala perjuangan panjang itu rasanya terlalu sayang jika mengisinya dengan perpecahan dan perselisihan yang tidak penting.Xena adalah putri kecilku dan Cataleya yang saat ini sudah berumur tiga tahun.Anak itu sekarang sedang aktif-aktifnya dan hampir tidak bisa diam. Dia selalu bergerak lincah ke sana kemari dan ingin tahu segalanya. Rasa ingin tahunya terhadap sesuatu begitu besar. Mama bilang Xena seperti aku waktu kecil.Belajar dari pengalamanku dulu yang kekurangan kasih sayang Papa di awal-awal kelahiranku ke dunia, aku menghujani Xena dengan curahan kasih sayang. Aku memanjakan X
FAIMama dan Papa menatapku dan Cataleya heran karena kami ikut pulang ke rumah bersama mereka.“Lho, kenapa malah pulang ke rumah?” tanya Mama.“Jadi mentang-mentang udah nikah aku nggak boleh lagi pulang ke rumah ya, Ma? Jadi aku bukan anak Mama lagi nih?”"Bukannya begitu, tapi ini kan malam pengantin kalian, nggak mau stay di hotel aja memangnya?""Di rumah aja deh, Ma," jawabku menolak. "Mau di hotel atau di rumah sama aja kok.""Yakin?" Papa ikut bertanya padaku."Yakin, Pa. Lagian udah mainstream banget malam pengantinan di hotel," jawabku beralasan sambil tertawa.Mama dan Papa hanya geleng-geleng kepala tidak mengerti apa yang ada di pikiranku lalu mengajakku dan Cataleya pulang bersama mereka.Setiba di rumah kami langsung menyerbu kamar. Tak lupa menguncinya buat jaga-jaga karena dulu Cleo suka nyelonong masuk untuk menggangguku."Fai, bantuin bukain dong." Cataleya membelakangiku.Aku lalu berdiri di belakangnya. Kukaitkan kedua tanganku di perutnya. Dengan sedikit membung
This is the day.Hari ini adalah hari pernikahanku dengan Fai. Kami berdua menyerahkan segala penyelenggaraannya pada Daddy. Daddy lah yang mengurus, mengatur dan mewujudkan segalanya hingga acara pernikahan yang indah ini akhirnya terselenggara.Tadinya aku pikir intimate wedding yang Daddy maksud hanyalah acara pernikahan biasa yang sama seperti acara intimate wedding pada umumnya. Namun ternyata perkiraanku salah. Pesta buatan Daddy jauh lebih mewah dari yang kukira.Konsep acara buatan Daddy lebih ke acara pernikahan ala pesta kerajaan. Aku dan Fai menaiki kereta kencana yang ditarik oleh seekor kuda putih. Empat orang pengawal yang menggunakan kostum ala kerajaan mengawal kami pada sisi kanan dan kiri. Membuatku dan Fai merasa seperti raja dan ratu sungguhan.Setiba di lokasi acara kusir pun berhenti. Para orang tua kami sudah menanti.Daddy mengulurkan tangan untuk membantuku turun dari kereta. Wajahnya begitu bahagia.Setelahnya Daddy mengembalikanku pada Fai. Fai menggandengku
CATALEYASaat Fai pulang aku langsung menyampaikan perihal kedatangan Daddy tadi dan keinginannya untuk mengajak kami dinner di rumahnya, juga mengenai pesta yang dikehendakinya.“Tadi Daddy ke sini, dia minta kita dinner di rumahnya. Katanya ingin membicarakan hal yang penting,” beritahuku.“Hal penting apa?” Fai menatapku lekat sambil melepas tali sneaker-nya.Aku mengangkat bahu. “Aku juga nggak tahu. Tapi Daddy bilang sangat penting. Kita wajib datang ke rumahnya, nggak boleh menolak. Selain itu tadi Daddy juga bilang akan mengadakan party untuk kita. Aku udah jelasin kalau itu nggak akan mungkin karena aku lagi hamil. Tapi Daddy bilang nanti cuma mau ngadain intimate wedding, jadi yang diundang hanya teman-teman dan koleganya Daddy. Gimana menurut kamu?”“Jadi nanti teman-temannya Mama dan Papa nggak diundang?”“Nggak sih. Pada awalnya Daddy mau pestanya diselenggarakan secara besar-besaran, tapi itu nggak akan mungkin. Jadi jalan tengahnya Daddy mau ngadain intimate wedding buat
CATALEYA“Leya, yang ini bagus, suka nggak?”Aku memandang pada gaun putih berpotongan A line yang ditunjukkan Tante Zola padaku. Gaun itu cantik dan terkesan glamour. Modelnya yang juga strapless memperkuat kesan summer wedding.“Bagus, Tante, suka banget,” ucapku menjawab pertanyaan Tante Zola.“Cobain yuk!”Aku mengangguk setuju lalu mengikuti Tante Zola menuju fitting room setelah dia berbicara dengan penjaga butik.Selagi aku mencoba gaun tersebut Tante Zola menungguku di luar.Aku memindai diri sendiri dari puncak kepala hingga bagian paling bawah. Gaun pengantin itu kini melekat sempurna di tubuhku. Ukurannya yang longgar berhasil menyamarkan bagian perutku yang membola.Cantik. Tidak hanya gaunnya, tapi juga diriku.Karena Fai ada job hari ini maka Tante Zola yang menemaniku ke bridal butik. Beruntung kami menemukan persediaan gaun yang sesuai denganku tanpa harus memesan dulu.“Leya? G
CATALEYASejak kecil aku selalu bertanya pada Mama di mana Papa karena tidak sekali pun melihatnya. Mama bilang Papa bekerja di tempat yang jauh. Namun bukan berarti jawaban itu membuatku lekas puas. Para ayah teman-temanku juga bekerja tapi mereka pulang ke rumah setiap hari. Tapi kenapa papaku tidak?Aku menginginkan momen-momen di mana aku butuh seorang ayah. Aku ingin Papa hadir mendampingi saat merayakan ulang tahun di sekolah seperti temanku yang lain. Tapi nyatanya hanya Mama yang selalu ada untukku.Sampai setelah umurku beranjak lima belas tahun dan akal sehatku sudah tidak lagi bisa menerima alasan yang terus Mama kemukakan, aku mulai menuntut Mama kenapa Papa nggak pernah pulang. Memangnya Papa mau mencari uang sebanyak apa?Mama akhirnya jujur menceritakan kisah hidupnya. Dan aku pada saat itu begitu terguncang mengetahuinya. Tapi aku belajar ikhlas dan mencoba untuk menerima keadaan. Aku selalu menyimpan foto Papa di dompetku tanpa pernah berharap akan bertemu dengannya. K
Egbert menghela napasnya. Entah apa yang akan dia katakan. Kalau sampai dia tidak mengakui Cataleya bukan masalah bagi kami. Yang penting aku dan Cataleya tahu seperti apa faktanya."Daddy, kenapa nggak dijawab? Apa Daddy pernah menikah sebelumnya? Apa Daddy punya anak selain aku?" Dengan mata berkaca-kaca Rasti ikut mendesak Egbert agar berterus terang."Egbert, please, tolong jawab semuanya sekarang. Kami hanya ingin tahu kebenarannya. Kami nggak bermaksud apa-apa apalagi memanfaatkan situasi." Papa ikut turun tangan agar Egbert membuka mulut.Pria berambut pirang lurus itu mengembuskan napas sekali lagi. Dia menatap kami satu demi satu lalu matanya berhenti lama saat beradu pandang dengan Cataleya. Posisi dudukku dan Cataleya yang tidak berjarak membuatku bisa merasakan saat tubuh Cataleya menegang."Okay. Aku akan jujur." Egbert mengeluarkan suaranya. "Aku memang pernah menikah sebelumnya, tapi aku tidak tahu kalau dia hamil. Aku benar-benar tidak tahu.""Oh my Gosh, Daddy! Jadi i
FAIAku membawa Cataleya ke ruang depan untuk menemui Rasti dan orang tuanya. Mendapat tatapan tajam dari Rasti, Cataleya mengeratkan tangannya di dalam genggamanku.Kami lalu duduk dengan posisi Cataleya di sebelahku berhadapan dengan Rasti yang duduk bertiga di sofa panjang bersama kedua orang tuanya. Kedua orang tua Rasti menggilir mata memandangku dan Cataleya bergantian sebelum bicara padaku."Fai, kami sudah berbicara dengan orang tua kamu dan sekarang kami ingin mendengar langsung dari kamu. Sejujurnya kami sangat kecewa atas apa yang kamu lakukan pada Rasti," ucap Tante Nira mengawali obrolan."Maaf, Tante. Aku nggak bermaksud untuk menyakiti Rasti. Sedikit pun tidak. Tapi aku nggak mungkin terus bersama Rasti. Aku anggap aku dan Rasti tidak berjodoh. Aku juga minta maaf kalau ternyata aku di luar bayangan Tante dan keluarga Tante. Aku nggak sesuai ekspektasi.""Ya, kamu memang sangat jauh berada di luar ekspektasi kami, Fai. Tante kecewa," jawab Tante Nira menaikkan intonasi
CATALEYAAku tidak mampu menjawab pertanyaan itu sendiri. Dan aku juga sangat terbebani oleh keingintahuan yang menggebu.Tidak. Sekalipun dia benar ayahku maka aku nggak akan meminta pertanggungjawaban apa-apa padanya atau pun pengakuan untuk diakui sebagai anak. Aku hanya ingin tahu. Itu saja."Leya?” Usapan lembut Fai di pundakku membuat mataku terbuka. Aku beralih menatapnya."Fai, kalau misalnya namanya Egbert adalah Egbert Van Linden apa menurutmu dia adalah papaku?" tanyaku hati-hati.Fai terdiam mendengar kata-kataku. Dia juga terlihat kaget. Sebelum kebingungannya berlarut-larut, aku mengimbuhkan penjelasan."Foto di dompet itu sangat mirip dengan Egbert. Jadi menurutku dia adalah papaku. Menurut dugaanku, setelah meninggalkan Mama, Egbert menikah lagi lalu memiliki anak perempuan yaitu Rasti. Jadi kemiripanku dari segi fisik dengan Rasti aku pikir sangat beralasan. Tapi ini hanya dugaanku aja sih."Untuk kedua kali Fai aku buat tidak sanggup berkata-kata. Dia memikirkan ana