Setelan celana panjang berwarna hitam dan kemeja warna biru elektrik menjadi pilihan Becca pagi ini. Memulas bedak tipis-tipis dan lipstik berwarna nude, wanita itu terlihat lebih manis. Jangan lupakan kalung pemberian Gabriel semalam.
Kalung berinisial huruf ‘G’ itu sebagai permintaan maaf sekaligus tanda kepemilikan. Ah, Becca mendadak geli mengingat keabsurdan laki-laki yang telah menjadi suaminya itu.
Sulit ditebak dan selalu penuh kejutan.
Bukan berlebihan mengatakan hal itu. Terhitung sejak mereka bersama, Gabriel lah yang lebih sering menunjukkan sikap kekanak-kanakan ketimbang Becca. Dimulai dari rasa cemburu tanpa melihat waktu dan tempat, menciumnya secara tiba-tiba ketika ada laki-laki yang memerhatikannya, dan masih banyak lagi.
Bagaimana perasaan Becca? Tentu senang sekaligus kesal. Ia bahkan sering kali menutupi wajahnya dari pandangan pria lain. Hal itu semata ia lakukan untuk menghindari perang dunia ketiga.
Kembali ke t
“Rapat akan dimulai dua puluh menit lagi, Sir.”Gabriel tak bergeming di kursi kebesarannya. Ia masih menatap layar ponselnya yang masih gelap. Tak ada tanda-tanda bahwa akan ada pesan atau panggilan yang masuk dalam waktu dekat.“Sir?”Gabriel mendengkus. “Kita pergi sekarang.”Lelaki dua puluh sembilan itu memasukkan ponselnya ke saku jas, tanpa mengubah pemberitahuan menjadi senyap.Sementara itu, dua orang perempuan digiring masuk ke dalam rumah tua, dengan tangan terikat di belakang.*Lucia mengernyit heran saat panggilannya tak bisa tersambung. Padahal, Becca menghubunginya dengan nomor yang sama.‘Kenapa perasaanku tidak enak?’Wanita paruh baya itu segera menelepon suaminya. Dan lagi-lagi ia harus menelan kekesalan saat mendengar nada dering ponsel sang suami berada di ruangan ini.“Kenapa kebetulan sekali dia tak membawa ponselnya?” gumam Lucia
Gabriel meremas ponsel di tangannya. Seolah-olah itu adalah penelepon yang telah lancang menculik sang istri tercinta.Tak membuang waktu untuk meratapi, laki-laki dengan emosi di hatinya itu menghubungi pengawal kepercayaannya—Peter. Langsung bertanya tanpa basa-basi.“Kau di mana?”“Di markas, Tuan. Saya sedang mengawasi pergerakan Albert Dominic,” jawab Peter tenang. Ia tahu jika sang tuan kini sedang panik dan pasti akan mengamuk.“Kau tau apa kesalahanmu, hah!” seru Gabriel tajam. Laki-laki itu tak bisa lagi mengontrol emosinya. Apalagi berhubungan dengan sang istri.“Sebaiknya Tuan datang kemari. Ada yang ingin saya tunjukkan pada Anda tentang Nona Celine Addison.”“Celine? Ada apa lagi dengan jalang itu?”“Datanglah, Tuan. Anda harus tahu sesuatu.”Alih-alih menjawab, Gabriel langsung memastikan sambungan ponselnya, dan bergegas meninggalkan ar
Halo readers Terjerat Cinta Sang CEO di mana pun kalian berada. Author membawa satu kabar bahwa akan ada GA pada 1 January 2023. Bersamaan dengan itu, buku ini akan mulai update lagi setidaknya 1 bab per hari.Syarat dan ketentuan akan Author bagikan di akun F@cebook AR Merry dan Inst@gram ar_merry92. Jangan lupa untuk memasang jadwalnya dan jangan sampai ketinggalan.Hadiah mulai dari pulsa hingga saldo Dana, OVO, Shopee, dan Gopay. Ikuti terus kisah di buku ini hingga tamat. Kontributor gems terbanyak akan saya beri hadiah saat buku ini berganti status tamat.Terima kasih masih membaca kisah Alexander dan Adelia, berikut kisah Gabriel dan Rebecca.
Celine harus menahan malu karena ternyata Gabriel tidak menciumnya, melainkan hanya membisikkan kata-kata godaan penggugah gairah. Beberapa kata yang dirangkai menjadi satu kalimat itu sukses membuatnya nyaris lupa diri dan menyerang Gabriel jika saja pria itu tidak menghindar. Ia menggeleng kencang saat jari-jari lentik dengan kuku panjang berwarna merah itu bergerak mengaduk secangkir kopi. Mengenyahkan bayangan liar yang menguasai, ia lantas beranjak seraya membawa minuman itu.“Silakan Gabriel.” Ia pun duduk di sofa lainnya dan menyilangkan kaki. Mengabaikan ujung lingerie tipis yang memperlihatkan kulit mulusnya.“Harumnya kopi ini mengingatkanku pada satu tempat,” ucap Gabriel setelah mengambil cangkir itu dan bersiap menyesap isinya. Namun, belum sampai menempel ke bibir, ia menjauhkan kembali.“Cafe yang dekat dengan kampus kita,” balas Celine kemudian. “Aku ingat kau selalu memesan kopi ini hampir setiap pagi.”Menarik sudut bibirnya tipis, Gabriel mengangguk. “Kau benar.” K
“Gabriel.”Seringai liar itu semakin mengembang. “Kau harus tahu, berkencan dalam kamusku bukan sekadar jalan berdua ataupun makan malam bersama.”Deg!Jantung Celine nyaris jatuh ke dasar perut. Sekejap ia tersipu hingga bias merah muda memenuhi kedua pipinya.“Kau tahu maksudku bukan?” tanya Gabriel dengan mata berkedip sekali.Wanita itu terhipnotis. Seumur hidupnya belum pernah ia duduk berdua dengan Gabriel dan berbicara santai, sehingga hari ini merupakan hari yang sangat bersejarah.“Celine,” panggil Gabriel dengan suara sedikit mendesah. Sengaja ia lakukan guna memancing reaksi Celine kemudian.Ajaib. Celine yang sudah memiliki jam terbang tinggi dengan para pria di atas ranjang tentu sangat paham.“Tentu saja.” Bibir Celine melengkung ke atas. Membentuk senyuman manja layaknya wanita penggoda. “Bagus.” Gabriel membalas senyuman itu. “Aku akan mengatur jadwal kita berkencan nanti. Setidaknya, setelah memastikan pekerjaanku selesai.”“Kenapa tidak malam ini?” tanya Celine tanp
“Ide bagus. Lakukan apa yang kau mau.” Seringai liar dan mesum itu tersungging di bibir pemilik nama Albert Dominic.“Terima kasih, Sir. Saya akan ....”“Siapkan kamar yang bagus untukku,” perintah Albert dengan rahang mengeras. Ini adalah kesempatan yang telah lama ia nantikan. Tanpa mengalihkan tatapan liarnya dari Becca, ia lanjut berkata, “Aku ingin menikmati sekaligus memberi pelajaran pada jalang itu. Biar dia tahu, berhadapan dengan siapa dia saat ini.”“Baik, Sir. Akan segera saya lakukan,” jawab Derick dengan penuh semangat. Jika sang majikan bermain dengan tawanan itu, ini berarti dirinya juga akan mendapat kesenangan yang sama. Mengingat dia tertantang dengan wanita yang kini mengintai setiap gerakannya itu. Mengalihkan sejenak dengan kesenangan yang akan ia dapatkan, Derick lanjut bertanya, “Lalu, apakah ada permintaan lain seperti menyiapkan wanita ini tanpa pakaian, dengan keadaan terikat, atau ....”“Tidak perlu,” pungkas Albert cepat. Secepat kilat imajinasi liarnya b
Deg!Aliran darah dalam tubuh Becca seolah berhenti. Mengingat pertemuan mereka yang dimulai dengan penawaran pernikahan dan berakhir di atas ranjang kala ia menyerahkan diri begitu saja. Semua berbalik menjadi busur panah yang menusuk tepat di jantungnya.“Tidak mungkin Gabriel mengkhianati pernikahan kami. Dia sangat mencintaiku dan ... dia selalu mengatakan jika hanya aku yang bisa membuatnya menginginkan hal itu,” batin Becca memberontak. Ia berharap apa yang didengar baru saja hanya sebuah bualan. “Tapi kau tidak perlu khawatir, asal kau mau menjadi penurut, aku bersedia menampungmu.” Dengan sengaja Albert mendekatkan bibirnya ke telinga Becca. Seringai liar di bibirnya lantas terbit. “Tentu kau tahu maksudku, hm?”Tak ada jawaban atau reaksi yang Becca berikan. Namun, saat Albert hendak mengecup telinganya, ia seketika memalingkan kepala, sehingga bibir pria itu menyentuh rambutnya yang tergerai.Alih-alih emosi karena merasa dipermalukan di depan asistennya, Albert tertawa ken
Bugh!Bugh!Bugh!Gabriel berulang kali menghajar Peter yang tak sedikit pun memberikan perlawanan. Sementara Sherly dan beberapa pengawal yang menyaksikan kemarahan sang majikan tak bisa berbuat banyak.“SUDAH KUKATAKAN JANGAN MENEMPATKAN ISTRIKU PADA BAHAYA, TAPI KAU MALAH MENGGUNAKAN DIA SEBAGAI UMPAN TANPA SEPENGETAHUANKU!” teriak Gabriel dengan nada tinggi dan terus melayangkan pukulan tangannya ke wajah Peter berulang kali. Pria yang kini bersimbah darah itu pun menahan nyeri saat serangan Gabriel melayang pada wajahnya secara bertubi-tubi. Tidak melawan dan tetap pasrah hingga sang tuan muda melampiaskan amarahnya.Gabriel terengah-engah. Pukulan yang sejak tadi membabi buta kini melemah. Bukan melepaskan, ia lantas menarik kerah kemeja Peter dan membuat pria mengenaskan itu mendongak.“Kalau terjadi sesuatu pada istriku ....” Gabriel memaku tatapan tajam dan mengerikan yang selama ini belum pernah dilihat oleh siapa pun. Termasuk keluarga besar Johnson. “Aku akan mematahkan l
“Apa kau yakin ini semua akurat?” “Tentu, Sir,” jawab pria di seberang sana dengan yakin. Bahkan Alexander tidak perlu bertanya dua kali untuk hal seperti itu.“Dan apa kau tahu di mana tempat tinggal Gabriel sekarang?” tanya Alexander penasaran. Karena sampai saat ini ia tidak berhasil menemukan keberadaan putranya.Terdengar helaan napas singkat di seberang sana. “Maaf Sir, saya tidak bisa mencari tahu. Semua akses tentang Gabriel Johnson telah dikunci. Pun dengan keberadaan Rebecca Annastasia.”Tangan Alexander mengepal hingga urat-uratnya menonjol. Emosi seketika mendominasi otak pintarnya yang menjadi bodoh karena merasa dikelabuhi oleh anak-anak muda nakal.“Tapi, saya bisa mencari tahu lewat akses orang tua Rebecca Annastasia jika Anda mengijinkan.”Mengingat siapa orang tua Becca saja membuat Alexander terus murka. Apalagi jika diingatkan bagaimana Gerald membuat kekacauan hingga nyaris membuat keluarganya berantakan. Ingat! Gara-gara ulah Gerald bukan hanya Adelia, tapi Jenn
Suasana meja makan di Keluarga Johnson tampak hening setelah Maria dan William duduk di tempatnya. Alexander yang sedari tadi lebih banyak diam pun hanya membalas tatapan Maria sebentar sebelum kembali berpura-pura fokus dengan sarapan di piringnya.“Besok kita akan pergi berlibur,” ucap Maria yang kemudian menatap satu per satu anggota keluarga di sana. “Kalian bisa berkemas mulai hari ini.”Christian dan Christopher mengangkat wajahnya sejenak hanya untuk memperhatikan atmosfer dingin, lalu berpaling ke arah sang nenek. Mereka tersenyum sebelum kembali kompak menundukkan wajah. Tak terkecuali Clara yang diam-diam hanya mengintip tanpa berani menyela seperti kebiasaannya.Namun berbeda dengan Alexander yang memang tak bisa menerima begitu saja. Putra satu-satunya William dan Maria itu menegakkan punggung untuk menatap kedua orang tuanya yang masih terlihat sangat santai.“Kita tidak akan pergi tanpa Gabriel!” tolak Alexander tiba-tiba.Bukan Maria dan William saja yang terkejut, tapi
“Sungguh, aku sangat malu.” Kedua pipi Becca masih merona setelah William dan Maria meninggalkan ruang perawatan sejak satu jam yang lalu. Jelas, tuntutan yang terang-terangan ditujukan padanya menjadi tanggung jawab.Melihat tingkah sang istri Gabriel justru tersenyum geli. “Kemari.”Membawa langkahnya yang lesu, Becca segera mendekat. “Bagaimana nanti aku bertemu mereka lagi, Gabriel?”Dada Gabriel bergetar menahan tawa. Lalu, tangannya meraih pipi merona sang istri yang membuatnya sangat gemas. Ia tersenyum. “Kenapa mesti malu, hm? Mereka pernah muda, tentu saja hal seperti tadi sangat wajar.”“Tapi tetap saja aku malu,” kelit Becca masih tak mampu menjabarkan perasaannya sendiri. “Bagaimanapun juga kau masih sakit dan bisa-bisanya aku berbuat seperti tadi. Oh ….”Melihat kegusaran Becca, Gabriel mengabaikan tangannya yang cedera hanya untuk mencium bibir sang istri. Hal spontan itu tentu saja membuat Becca terkejut hingga kedua matanya membulat sempurna.“Daripada memikirkan hal
Jari-jari yang memiliki kuku panjang itu mengepal erat. Amarahnya sudah mendominasi hingga ia nyaris berbuat ceroboh.“Dasar jalang tak tahu malu!” desisnya tak suka. Masih memperhatikan aktivitas kedua orang di atas ranjang perawatan, pemilik nama Celine Addison mengambil kamera dan membidik beberapa foto.“Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan Uncle Alexander mengetahui ini.”Seolah mendapat kemenangan, Celine menatap sinis wanita yang baru saja turun dari tubuh pria yang ia inginkan.“Tunggu pembalasanku!”**Bukan hanya Adelia yang pulang setelah memastikan Gabriel dan Becca baik-baik saja. Gerald yang melihat bagaimana pasangan muda dimabuk asmara itu bersama juga memutuskan untuk memberi mereka privasi.Pria yang saat ini telah tiba di halaman rumahnya langsung masuk dan mengabaikan sapaan para pelayan. Tentu saja mereka bingung, tapi tak berani bertanya.“Bagaimana keadaan menantu kita, Gerald?” tanya Lucia cemas karena sepulang dari rumah sakit Gerald belum mengatakan apa pun
“Belum puas memandangiku, hm?”Becca menggeleng. Bibirnya masih terasa kebas setelah Gabriel menciumnya dengan isapan dalam.“Sini.” Gabriel menepuk tempat di sampingnya yang masih muat untuk Becca berbaring, tapi hingga beberapa saat lamanya wanita yang telah ia nikahi itu masih tak bergeming. Hanya menatap tanpa berucap sepatah kata pun.Gabriel maklum. Pasti sang istri masih syok. Dan bukan Gabriel jika tak mampu membujuk.“Ayolah, Baby. Jika kau ingin aku sembuh, kau juga harus menemaniku tidur,” bujuk Gabriel yang sudah tak sabar untuk memeluk sang istri setelah beberapa hari ia harus tidur sendiri di apartemen mereka.“Kau membuatku takut,” ucap Becca lirih. Matanya kemudian terpejam demi menghalau butiran-butiran kristal yang telah menggenang.Gabriel tertegun.“Kau begini karena aku.” Lagi, Becca masih menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab Gabriel celaka. Jika saja ia tidak menolak untuk permintaan pria itu, maka kecelakaan ini tidak akan terjadi.“Kalau kau menyesal, s
Entah apa kalimat yang cukup untuk menggambarkan perasaan Becca saat ini. Belum kering air mata mengalir di pipinya, ia kembali dikejutkan oleh kabar dari sang ibu mertua.Becca syok hingga ponsel yang masih tersambung dengan Adelia jatuh ke lantai. Tenggorokannya seketika kering dan kedua kakinya gemetar.“Mama!” teriak Becca begitu kesadaran menghampirinya.Lucia yang kebetulan akan keluar dari kamar pun segera mencari sumber suara. Matanya membulat saat putri semata wayangnya sudah terduduk di lantai dengan tangisan yang tersendat.Buru-buru Lucia turun setelah memanggil Gerald yang tak lama kemudian menyusulnya keluar. Lucia segera mendekat dan memeluk Becca yang masih menangis.“Kenapa, Sayang?” tanya Lucia cemas. Namun sayangnya, Becca tak mampu menjawab. Wanita dengan wajah memerah dan basah karena air mata itu balas memeluk dan malah histeris.“Ada apa?” Gerald terkejut melihat keadaan putrinya, tapi ia mencoba tenang saat kedua wanita yang menempati posisi tertinggi di hatiny
Suasana di meja makan sangat hening. Hanya ada suara alat makan yang mengisi kesunyian di sana. Lucia dan Gerald yang tak ingin ikut campur pun segera beranjak begitu makanan di atas piring telah habis.“Jaga putri Daddy, Gabriel,” pesan Gerald sebelum ia benar-benar pergi dari ruangan itu.Tak ada sahutan dari bibir Gabriel yang masih mengunyah dan tampaknya Gerald pun tidak sedang menuntut balasan.Lima menit telah berlalu. Waktu terasa lambat bagi Becca yang baru saja menghabiskan bubur di dalam mangkoknya. Tanpa menoleh ke arah Gabriel yang juga selesai sarapan, Becca meneguk air putih di gelas miliknya. Hal itu tak luput dari lirikan mata Gabriel yang mengintai.“Masih tak mau bicara,” gumam Gabriel seraya menunggu. Ia ingin melihat seberapa lama wanita yang telah menjadi istrinya itu bertahan. Namun, prediksi Gabriel lagi-lagi salah. Buktinya, setelah air dalam gelas itu tandas, Becca hendak bangkit tanpa menoleh ke arah Gabriel.Dengan gerakan lincah Gabriel menahan tangan Bec
“Bagaimana hasilnya, Derick?” tanya seorang pria dengan tatapan tajam yang kini duduk di kursi kebesarannya. Rahang yang dipenuhi bulu halus itu terlihat mengeras hingga urat-uratnya menonjol.“Maaf Tuan, saya tidak menemukan petunjuk apa pun.”Brak!Meja tak bersalah itu digebrak dengan kencang hingga pria bernama Derick itu terlonjak kaget.“Apa kau bilang?” desis pria itu dingin.Derick meneguk ludahnya kasar. Ia tak mampu menatap mata pria yang telah beberapa tahun menjadi bosnya.“Kau tahu ... aku paling tidak suka mendengar kegagalan.”“Maaf Tuan. Ini semua benar-benar di luar kendali saya. Tuan tentunya sudah tahu kinerja Baron selama ini,” jawab Derick mencoba menjelaskan. Berharap setelah ini sang tuan bisa menerima. Brak!Lagi, meja bersalah itu menjadi pelampiasan pemilik nama Albert Dominic dalam menuntaskan amarahnya. Ia seketika bangkit dan menghampiri sang asisten dan langsung menarik kemeja pria itu hingga terdongak.BUGH!Satu pukulan tangan Albert melayang ke pipi D
Sesuai kata dokter, keesokan harinya Lucia sudah diperbolehkan pulang. Betapa bahagia wanita yang sejak beberapa menit lalu tak meredupkan senyumannya.Ya. Tepatnya setelah dokter mengatakan dirinya bisa pulang. Dengan begitu, ia bisa membawa putri satu-satunya itu pulang bersamanya.“Becca.”Wanita dengan rambut ikal sebahu itu menoleh. Ia tersenyum setelah memasukkan pakaian sang ibu ke dalam tas.“Ada apa, Ma?”Lucia tersenyum. “Kemarilah.”Mau tak mau pemilik nama Rebecca Annastasia itu mendekat. Mencoba mempertahankan senyuman di wajahnya.“Duduklah,” perintah Lucia dengan lembut.Becca menurut. Sejurus kemudian ia menggenggam tangan Lucia erat.“Ada yang ingin Mama katakan?” tanya Becca tanpa mengurai genggaman tangannya. Napas Lucia berembus pelan. “Apakah hubunganmu dengan Gabriel baik-baik saja?” Deg!Mendapat pertanyaan yang tak pernah Becca duga mampu membuat debaran dadanya bertalu. Lebih kencang daripada saat ia mendengar tawa wanita yang sudah tidur dengan suaminya sen