Gabriel tertegun melihat perubahan total pada ruang tamu di dalam unitnya. Banyak perabotan dan warna baru, menghiasi ruangan yang biasanya terkesan maskulin dan gelap.
Selain itu, banyak pernak-pernik dengan warna terang yang menghiasi sudut ruangan.
Mengedarkan pandangan ke arah lain, ia melihat keadaan dapur yang memiliki perubahan kecil.
“Ada apa ini? Apakah Becca yang mengatur ulang semuanya?” gumam Gabriel sendirian.
Ia terus melangkah masuk. Melewati ruang menonton, ia kembali terperangah ketika ada beberapa pot bunga mawar tersusun rapi di sudut ruangan.
“Astaga!” Ia menggelengkan kepalanya. Merasa asing dengan tempat tinggalnya sendiri.
Langkahnya kembali menuntun lelaki itu masuk ke kamar, mencari sang pujaan hati. Namun, ketika ia masuk, tak ada siapa pun di dalam sana.
“Baby.”
Tak ada jawaban atau memang tidak ada orang lain selain dirinya.
Gabriel meneliti walk in closet d
“Argh!”Seorang wanita mengerang ketika rasa pening mendera. Kesadarannya terkumpul dari tidur nyenyak yang sudah lama tak ia rasakan.Namun, ada yang aneh dengan tidurnya kali ini. Ada beban berat yang menimpa perut rampingnya dan embusan napas hangat di tekuknya.Wanita dengan penampilan berantakan dan tubuh polos itu mengerjapkan mata. Ia terperanjat ketika ada geliat jemari yang menggelitik perutnya.Ia seketika bangkit dan mendapati bahwa ia tak mengenakan apa pun di balik selimut yang membungkus tubuhnya.“Aaahh!” serunya dengan panik dan frustrasi. Membuat pria yang masih menyelami alam mimpi pun terbangun.Matanya membulat sempurna ketika mendapati dirinya dalam keadaan telanjang bersama seorang pria semalam.“Sialan kau, Albert! Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku?” geramnya dengan amarah yang bertakhta.Wanita itu memukuli Albert yang baru saja mendapatkan kesadaran dengan memba
“Bagaimana, Gerald?” tanya Lucia tak sabaran. Ada binar harapan yang tampak di sepasang bola mata hitam kecokelatan itu.Gerald tertegun. Ada bongkahan pahit yang menutupi tenggorokannya hingga ia kesulitan untuk bicara. Ia berpikir sejenak demi menjawab pertanyaan wanita itu.“Aku belum bertemu dengannya. Dia tidak berada di kantor.”Ada gurat kekecewaan di wajah Lucia mendengar jawaban itu. Meskipun ia berusaha menutupinya, lelaki yang kini merangkul bahunya terlalu peka.“Aku akan kembali lagi besok, lusa, dan seterusnya. Sampai aku bisa bertemu langsung dengannya. Kau tak perlu khawatir.”Helaan nafas wanita itu terdengar.“Bagaimana kalau putri kita ternyata tidak bersamanya, Gerald?” tanya Lucia cemas.Lelaki itu mengulas senyum kecil. Ia menarik dagu Lucia untuk menatap padanya.“Aku sudah mencari di semua tempat yang telah kau sebutkan dan dia tidak berada di sana. J
Dalam mimpi yang pernah Becca susun, pernikahan berada di urutan terbawah dari sekian rencana masa depannya. Ia tak pernah menyangka bahwa hal yang seharusnya masih berada jauh di depan sana, kini terpampang nyata di hadapannya.Tangan hangat yang melingkar di pinggang, bisikan halus yang membuatnya tersipu, dan perlakuan manis dari kekasih yang akan berubah menjadi calon suaminya itu, menjadi bukti bahwa ini bukanlah mimpi.Bahwa saat ini, dialah yang menjadi pemeran utama dalam pernikahan sore ini.Ia tersentak kala bisikan-bisikan erotis masuk ke indra pendengarannya. Bisikan sensual yang bertubi-tubi itu mampu membuatnya meremang.Tak hanya itu saja. Rengkuhan yang semakin erat di pinggangnya pun membuat kedua kakinya bergetar.“Gabriel, kau tidak bisa begini terus-terusan.”Astaga! Apa laki-laki ini seperti orang yang tak tahu malu? Bagaimana bisa menggodanya seperti ini ketika berada di dalam Gereja?“Begini ap
Tak pernah ia sangka bila lelaki yang sudah menjadi suaminya itu bisa seperti ini padanya. Bahkan ketika lelaki itu berada di puncak gairahnya sekalipun.Akan tetapi, sore ini dia begitu berbeda. Begitu menggebu-gebu dan begitu nakal.“Bagaimana, Baby?” bisik lelaki itu tak sabaran.Menyadari bahwa ia tidak punya pilihan banyak, wanita itu balas mengalungkan tangan di leher sang suami. Dikecupnya bibir tebal yang selalu memberikan rayuan, kenikmatan , dan ketenangan padanya.“Kau ingin posisi seperti apa?” tanya Becca dengan seulas senyuman di bibirnya. Wanita itu tampak membabat habis pertahanan Gabriel.Lelaki itu tertegun, tak menyangka pertanyaan itu meluncur dari bibir sang istri tanpa beban. Padahal, bisanya wanita itu akan tersenyum malu jika ia menggodanya. Tidak menantang seperti saat ini.Lihatlah tatapan mata yang menghunjam padanya. Seolah-olah menggelitik saraf-saraf di beberapa bagian tubuhnya dan membua
Becca memalingkan wajahnya yang merona. ‘Bagaimana aku bisa mengiyakan hal seperti itu? Mau ditaruh mana mukaku setelah percintaan kami selesai?’“Baby.” Suara Gabriel berubah menjadi serak. Ia bergerak mengecup bibir membengkak wanita itu sebelum mengambil posisi tepat di depan area basah yang menggodanya.Cairan yang keluar dari liang kewanitaan itu membuat Gabriel meneguk ludah. Sial! Ini godaan terberat yang tak bisa ia tahan seumur hidupnya.Jika bisa memilih, ia lebih mudah menghadapi klien yang banyak maunya, daripada wanita yang saat ini terbaring pasrah dengan wajah merona.Sungguh. Ini sangat berbahaya. Baik untuk kesehatan jantungnya maupun untuk kemarahan otaknya.“Gabriel.” Terselip nada gusar ketika wanita itu memanggil suaminya yang terdiam menatap area femininnya.Apakah ada yang aneh, sehingga lelaki itu diam? Begitulah benak wanita itu menyimpulkan apa yang terjadi saat ini.&ldquo
Alih-alih menjawab, wanita yang kini duduk tepat di atas kejantanan lelaki itu tersenyum manja. Lidahnya menjulur dan mengusap bibir bawahnya dengan gerakan sensual. Sengaja di lakukan untuk melihat respons laki-laki yang menatapnya sayu.“Baby.” Suara serak dan memberat, syarat akan gairah yang menggebu-gebu itu mengalun.“Ya.” Seolah masih berniat mempermainkan lelaki itu, ia melepas tangan hangat yang melingkar di pinggangnya.Dengan gerakan menggoda dan perlahan, ia kembali menggerakkan pinggulnya. Sedikit menekan, maju mundur, seraya mendesah lirih.“Sial!” Gabriel mengumpat dalam hati. Ia menahan sekuat tenaga, tapi jelas itu sangatlah sulit. Bagaimana tidak sulit jika ada godaan berwujud wanita dengan wajah berantakan di atas tubuhnya? Ditambah sebuah fakta jika itu adalah istrinya sendiri.Senyum kepuasan tersungging di bibir Becca, tatkala manik matanya menangkap geliat dan hasrat yang membara. Yang tent
“Sudah cukup untuk hari ini.”Tangan besar pria paruh baya itu menghentikan gerakan luwes seorang wanita yang sibuk dengan tanaman di halaman samping kamar mereka.“Tapi Gerald –“Pria itu menggeleng dengan tatapan tegas. “Cukup Lucia. Kau harus beristirahat.”Wanita itu menghela napas dan berat hati mengangguk. Padahal ia masih ingin berada di sana untuk menenangkan diri.“Ayo, aku akan menemanimu beristirahat.” Tanpa menanti jawaban wanitanya, Gerald meraih tubuh ringkih itu ke dalam gendongannya. Sedangkan sang wanita hanya diam dan melempar dua sarung tangan ke sembarang arah, sebelum mengalungkan tangannya ke leher pria itu.Ia tidak bisa membantah ketika pria dengan rahang mengeras itu membawanya masuk ke dalam rumah, menuju kamar mereka. Termasuk saat pria itu membaringkannya di atas ranjang dan mendekapnya erat.Perlahan ia memejamkan mata dan mengambil posisi nyaman
Dalam sekejap wanita paruh baya itu bangkit. Jantungnya memacu lebih cepat dengan napas yang memburu. Ia menoleh pada pria yang sedetik kemudian menarik tubuhnya ke dalam dekapan hangat pria itu.“Tenanglah, Honey. Ada aku di sini,” bisik pria itu penuh kelembutan. Ia mengecup ubun-ubun wanitanya dan memberikan sentuhan halus di punggungnya.Wanita itu mengerjap. Masih meraba-raba apa yang terjadi haru saja. Ia kembali memejamkan mata saat merasakan detakan jantung pria yang mendekapnya saat ini. Sangat cepat dan tak beraturan.Ia kembali membuka mata dan mendapati kenyataan yang berbeda. Tidak ada sosok gadis yang baru saja ia temui. Bahkan tak ada orang lain selain dirinya dan pria yang mendekap erat tubuhnya—yang menenangkannya.Setetes air mata mengalir dari kedua matanya. Berbisik lirih, memanggil nama putri kesayangannya.“Becca.”Satu kesiap lolos dari bibir sang pria. Kemudian ia mengeraskan rahang karen
“Apa kau yakin ini semua akurat?” “Tentu, Sir,” jawab pria di seberang sana dengan yakin. Bahkan Alexander tidak perlu bertanya dua kali untuk hal seperti itu.“Dan apa kau tahu di mana tempat tinggal Gabriel sekarang?” tanya Alexander penasaran. Karena sampai saat ini ia tidak berhasil menemukan keberadaan putranya.Terdengar helaan napas singkat di seberang sana. “Maaf Sir, saya tidak bisa mencari tahu. Semua akses tentang Gabriel Johnson telah dikunci. Pun dengan keberadaan Rebecca Annastasia.”Tangan Alexander mengepal hingga urat-uratnya menonjol. Emosi seketika mendominasi otak pintarnya yang menjadi bodoh karena merasa dikelabuhi oleh anak-anak muda nakal.“Tapi, saya bisa mencari tahu lewat akses orang tua Rebecca Annastasia jika Anda mengijinkan.”Mengingat siapa orang tua Becca saja membuat Alexander terus murka. Apalagi jika diingatkan bagaimana Gerald membuat kekacauan hingga nyaris membuat keluarganya berantakan. Ingat! Gara-gara ulah Gerald bukan hanya Adelia, tapi Jenn
Suasana meja makan di Keluarga Johnson tampak hening setelah Maria dan William duduk di tempatnya. Alexander yang sedari tadi lebih banyak diam pun hanya membalas tatapan Maria sebentar sebelum kembali berpura-pura fokus dengan sarapan di piringnya.“Besok kita akan pergi berlibur,” ucap Maria yang kemudian menatap satu per satu anggota keluarga di sana. “Kalian bisa berkemas mulai hari ini.”Christian dan Christopher mengangkat wajahnya sejenak hanya untuk memperhatikan atmosfer dingin, lalu berpaling ke arah sang nenek. Mereka tersenyum sebelum kembali kompak menundukkan wajah. Tak terkecuali Clara yang diam-diam hanya mengintip tanpa berani menyela seperti kebiasaannya.Namun berbeda dengan Alexander yang memang tak bisa menerima begitu saja. Putra satu-satunya William dan Maria itu menegakkan punggung untuk menatap kedua orang tuanya yang masih terlihat sangat santai.“Kita tidak akan pergi tanpa Gabriel!” tolak Alexander tiba-tiba.Bukan Maria dan William saja yang terkejut, tapi
“Sungguh, aku sangat malu.” Kedua pipi Becca masih merona setelah William dan Maria meninggalkan ruang perawatan sejak satu jam yang lalu. Jelas, tuntutan yang terang-terangan ditujukan padanya menjadi tanggung jawab.Melihat tingkah sang istri Gabriel justru tersenyum geli. “Kemari.”Membawa langkahnya yang lesu, Becca segera mendekat. “Bagaimana nanti aku bertemu mereka lagi, Gabriel?”Dada Gabriel bergetar menahan tawa. Lalu, tangannya meraih pipi merona sang istri yang membuatnya sangat gemas. Ia tersenyum. “Kenapa mesti malu, hm? Mereka pernah muda, tentu saja hal seperti tadi sangat wajar.”“Tapi tetap saja aku malu,” kelit Becca masih tak mampu menjabarkan perasaannya sendiri. “Bagaimanapun juga kau masih sakit dan bisa-bisanya aku berbuat seperti tadi. Oh ….”Melihat kegusaran Becca, Gabriel mengabaikan tangannya yang cedera hanya untuk mencium bibir sang istri. Hal spontan itu tentu saja membuat Becca terkejut hingga kedua matanya membulat sempurna.“Daripada memikirkan hal
Jari-jari yang memiliki kuku panjang itu mengepal erat. Amarahnya sudah mendominasi hingga ia nyaris berbuat ceroboh.“Dasar jalang tak tahu malu!” desisnya tak suka. Masih memperhatikan aktivitas kedua orang di atas ranjang perawatan, pemilik nama Celine Addison mengambil kamera dan membidik beberapa foto.“Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan Uncle Alexander mengetahui ini.”Seolah mendapat kemenangan, Celine menatap sinis wanita yang baru saja turun dari tubuh pria yang ia inginkan.“Tunggu pembalasanku!”**Bukan hanya Adelia yang pulang setelah memastikan Gabriel dan Becca baik-baik saja. Gerald yang melihat bagaimana pasangan muda dimabuk asmara itu bersama juga memutuskan untuk memberi mereka privasi.Pria yang saat ini telah tiba di halaman rumahnya langsung masuk dan mengabaikan sapaan para pelayan. Tentu saja mereka bingung, tapi tak berani bertanya.“Bagaimana keadaan menantu kita, Gerald?” tanya Lucia cemas karena sepulang dari rumah sakit Gerald belum mengatakan apa pun
“Belum puas memandangiku, hm?”Becca menggeleng. Bibirnya masih terasa kebas setelah Gabriel menciumnya dengan isapan dalam.“Sini.” Gabriel menepuk tempat di sampingnya yang masih muat untuk Becca berbaring, tapi hingga beberapa saat lamanya wanita yang telah ia nikahi itu masih tak bergeming. Hanya menatap tanpa berucap sepatah kata pun.Gabriel maklum. Pasti sang istri masih syok. Dan bukan Gabriel jika tak mampu membujuk.“Ayolah, Baby. Jika kau ingin aku sembuh, kau juga harus menemaniku tidur,” bujuk Gabriel yang sudah tak sabar untuk memeluk sang istri setelah beberapa hari ia harus tidur sendiri di apartemen mereka.“Kau membuatku takut,” ucap Becca lirih. Matanya kemudian terpejam demi menghalau butiran-butiran kristal yang telah menggenang.Gabriel tertegun.“Kau begini karena aku.” Lagi, Becca masih menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab Gabriel celaka. Jika saja ia tidak menolak untuk permintaan pria itu, maka kecelakaan ini tidak akan terjadi.“Kalau kau menyesal, s
Entah apa kalimat yang cukup untuk menggambarkan perasaan Becca saat ini. Belum kering air mata mengalir di pipinya, ia kembali dikejutkan oleh kabar dari sang ibu mertua.Becca syok hingga ponsel yang masih tersambung dengan Adelia jatuh ke lantai. Tenggorokannya seketika kering dan kedua kakinya gemetar.“Mama!” teriak Becca begitu kesadaran menghampirinya.Lucia yang kebetulan akan keluar dari kamar pun segera mencari sumber suara. Matanya membulat saat putri semata wayangnya sudah terduduk di lantai dengan tangisan yang tersendat.Buru-buru Lucia turun setelah memanggil Gerald yang tak lama kemudian menyusulnya keluar. Lucia segera mendekat dan memeluk Becca yang masih menangis.“Kenapa, Sayang?” tanya Lucia cemas. Namun sayangnya, Becca tak mampu menjawab. Wanita dengan wajah memerah dan basah karena air mata itu balas memeluk dan malah histeris.“Ada apa?” Gerald terkejut melihat keadaan putrinya, tapi ia mencoba tenang saat kedua wanita yang menempati posisi tertinggi di hatiny
Suasana di meja makan sangat hening. Hanya ada suara alat makan yang mengisi kesunyian di sana. Lucia dan Gerald yang tak ingin ikut campur pun segera beranjak begitu makanan di atas piring telah habis.“Jaga putri Daddy, Gabriel,” pesan Gerald sebelum ia benar-benar pergi dari ruangan itu.Tak ada sahutan dari bibir Gabriel yang masih mengunyah dan tampaknya Gerald pun tidak sedang menuntut balasan.Lima menit telah berlalu. Waktu terasa lambat bagi Becca yang baru saja menghabiskan bubur di dalam mangkoknya. Tanpa menoleh ke arah Gabriel yang juga selesai sarapan, Becca meneguk air putih di gelas miliknya. Hal itu tak luput dari lirikan mata Gabriel yang mengintai.“Masih tak mau bicara,” gumam Gabriel seraya menunggu. Ia ingin melihat seberapa lama wanita yang telah menjadi istrinya itu bertahan. Namun, prediksi Gabriel lagi-lagi salah. Buktinya, setelah air dalam gelas itu tandas, Becca hendak bangkit tanpa menoleh ke arah Gabriel.Dengan gerakan lincah Gabriel menahan tangan Bec
“Bagaimana hasilnya, Derick?” tanya seorang pria dengan tatapan tajam yang kini duduk di kursi kebesarannya. Rahang yang dipenuhi bulu halus itu terlihat mengeras hingga urat-uratnya menonjol.“Maaf Tuan, saya tidak menemukan petunjuk apa pun.”Brak!Meja tak bersalah itu digebrak dengan kencang hingga pria bernama Derick itu terlonjak kaget.“Apa kau bilang?” desis pria itu dingin.Derick meneguk ludahnya kasar. Ia tak mampu menatap mata pria yang telah beberapa tahun menjadi bosnya.“Kau tahu ... aku paling tidak suka mendengar kegagalan.”“Maaf Tuan. Ini semua benar-benar di luar kendali saya. Tuan tentunya sudah tahu kinerja Baron selama ini,” jawab Derick mencoba menjelaskan. Berharap setelah ini sang tuan bisa menerima. Brak!Lagi, meja bersalah itu menjadi pelampiasan pemilik nama Albert Dominic dalam menuntaskan amarahnya. Ia seketika bangkit dan menghampiri sang asisten dan langsung menarik kemeja pria itu hingga terdongak.BUGH!Satu pukulan tangan Albert melayang ke pipi D
Sesuai kata dokter, keesokan harinya Lucia sudah diperbolehkan pulang. Betapa bahagia wanita yang sejak beberapa menit lalu tak meredupkan senyumannya.Ya. Tepatnya setelah dokter mengatakan dirinya bisa pulang. Dengan begitu, ia bisa membawa putri satu-satunya itu pulang bersamanya.“Becca.”Wanita dengan rambut ikal sebahu itu menoleh. Ia tersenyum setelah memasukkan pakaian sang ibu ke dalam tas.“Ada apa, Ma?”Lucia tersenyum. “Kemarilah.”Mau tak mau pemilik nama Rebecca Annastasia itu mendekat. Mencoba mempertahankan senyuman di wajahnya.“Duduklah,” perintah Lucia dengan lembut.Becca menurut. Sejurus kemudian ia menggenggam tangan Lucia erat.“Ada yang ingin Mama katakan?” tanya Becca tanpa mengurai genggaman tangannya. Napas Lucia berembus pelan. “Apakah hubunganmu dengan Gabriel baik-baik saja?” Deg!Mendapat pertanyaan yang tak pernah Becca duga mampu membuat debaran dadanya bertalu. Lebih kencang daripada saat ia mendengar tawa wanita yang sudah tidur dengan suaminya sen