Setelah melewati drama pemilihan gaun yang cukup membuat pemilik nama Rebecca pusing, Gabriel kembali berulah ketika mereka berada di salah satu toko perhiasan terbesar di New York City.
Lebih dari sepuluh model terbaik ditunjukkan kepada Gabriel, tapi tak satu pun ia pilih. Kurang menarik, tidak pas, dan terlalu sederhana menjadi tiga dari banyak alasan yang lelaki itu ucapkan.
Tak terkira betapa malunya wanita yang menjadi pusat perhatian para pegawai dan beberapa orang di tempat tersebut.
“Sudahlah Gabriel! Pilih saja yang ini.” Rebecca mulai kesal dengan tingkah Gabriel yang entah mengapa kebanyakan drama.
“Tidak. Menikah adalah satu kali seumur hidup. Aku tak mungkin memilih asal-asalan jika itu berhubungan dengan kau, Baby,” ucap Gabriel tanpa melihat bagaimana ekspresi pelayan itu berubah menjadi terkejut.
Menarik kemeja yang Gabriel kenakan, Rebecca mendekat. “Kau mau mengumumkan tentang pernikahan kita kepada
Seperti yang wanita itu ucapkan sebelumnya, ia akan memuaskan lelaki yang kini berdiri menjulang. Menunduk ke bawah dengan mata berkabut gairah.“Bagaimana, Sir? Apa Anda sudah siap memulainya?” tanya Becca yang sudah berada di posisinya. Dengan kedua lutut menyentuh lantai dan sehelai dress yang belum ia tanggalkan.Demi Tuhan! Bertahan adalah hal yang menjadi sulit bagi Gabriel. Dan berbicara seolah menjadi hal yang tak perlu dilakukan. Karena hasrat dalam dirinya saat ini hanya menginginkan sebuah sentuhan yang mampu membuat kecemasannya teredam.“Lakukan, Baby! Lakukan apa pun yang kau inginkan,” ucap Gabriel putus asa. Dengan tatapan yang semakin sayu.Sebuah perintah yang terselip permohonan itu membuat senyum di bibir Becca mengembang. Entah mengapa ia merasa puas bisa melihat sisi Gabriel yang seperti ini. Yang memohon, yang melembut, dan yang menggemaskan.Dan sedetik kemudian, tangan mungil Becca menarik ritsleting
Desahan dan lenguhan bersahutan silih berganti. Gerakan erotis yang tercipta dari sepasang kekasih di atas karpet merah menuntut satu kepuasan hasrat.Dua manusia berbeda jenis kelamin itu saling bergerak acak mengejar kenikmatan yang membayang di pelupuk mata. Sebentar lagi, pihak wanita adalah yang menjadi ke sekian kali mendapatkan ledakan klimaksnya. Namun, hal itu berbanding terbalik dengan sang lelaki yang belum mendapatkannya.Gerakan pinggulnya yang semakin tak teratur membuat napas lelaki itu terengah-engah. Ia mencoba menggapai ledakan dahsyat yang akan meremukkan semua tulang di tubuhnya.Di saat sensasi liat, hangat, dan basah menyergap bagian tubuh bawahnya, membuat lelaki itu semakin gelap mata. Ia menghunjam dengan gerakan liar dan membabi buta. Menekuk kedua kaki sang wanita dan menghunjamkan miliknya.Dan beberapa saat kemudian, gelombang dahsyat itu menghantamnya. Ia menekan miliknya semakin dalam. Membiarkan semua cairan cinta itu tertu
“A-apa?” pekik Gerald dengan kedua mata membulat. Punggungnya yang semula bersandar, kini tegak kembali. Raut wajahnya menunjukkan rasa syok yang luar biasa.Apakah ia salah mendengar? Apakah tadi Lucia menyebutkan nama Alexander Johnson?“Ho-honey.”Gerald tergagap. Lidahnya tiba-tiba menjadi kaku dengan dentuman di dada yang semakin menyakitkan. Dunianya seakan runtuh mendapati kenyataan yang baru ia dengar.Sedangkan Lucia masih duduk tegap dengan ekspresi datar. Ia sudah menduga akan seperti apa Gerald saat mengetahui semuanya.Hening. Hanya ada deru napas yang bersahut-sahutan di dalam kamar mereka hingga beberapa saat.Gerald masih bingung untuk mengatakan apa pada wanitanya. Pun dengan Lucia yang menunggu pertanyaan lelaki itu selanjutnya.“K-kau tidak sedang bercanda bukan?” Gerald berharap Lucia akan mengangguk, tapi yang ia dapatkan malah sebaliknya. Wanita itu menggeleng dan menuntaskan dal
Menghabiskan waktu sore hingga malam dan berlanjut sampai pagi hanya untuk bercinta, merupakan hal pertama kali yang Gabriel lakukan selama hidupnya.Lelaki muda berusia dua puluh sembilan tahun itu tak pernah memiliki bayangan jika ia akan terlena pada sentuhan seorang wanita. Sedikit saja pergerakan sang wanita mampu membangunkan gairahnya.Seperti pagi ini ketika ia sudah siap dengan setelan formal dan bersiap ke kantor. Tepukan lembut yang berasal dari wanita terbalut gaun tidur tipis tanpa memakai pakaian dalam itu mampu menggetarkan hasratnya. Padahal, sebelum memutuskan mandi, ia sudah mendapat pelepasan pertamanya di pagi hari.“Gabriel!”Wanita dengan iris kecokelatan itu memekik kala pinggangnya direngkuh secara tiba-tiba. Ia mendaratkan kedua tangannya mesra di dada bidang Gabriel yang sudah terbalut pakaian.“Berikan padaku sekali lagi, Baby! Aku tidak akan bisa berangkat ke kantor dalam keadaan seperti ini,” bis
“Eh, Nona Muda sudah bangun?” celetuk pelayan yang membawa nampan berisi minuman dan kudapan ringan.Becca tersentak ketika pelayan itu menyapanya secara tiba-tiba.“Y-ya.”“Nyonya, Nona Muda sudah bangun.”Suara pelayan itu membuat wanita paruh baya yang masih berbicara dengan seseorang di seberang sana bangkit dan segera mematikan sambungan teleponnya.“M-mommy?” Becca melirih dengan kegugupan yang luar biasa.‘Bagaimana ini? Kenapa tiba-tiba Mommy datang tanpa pemberitahuan?’“Kau sudah bangun, Sayang,” sambut Adelia yang berjalan mendekat. Kemudian memeluk tubuh mungil yang terbalut kemeja kebesaran pria tanpa pakaian dalam itu.Lidah Rebecca kelu sekadar menjawab pertanyaan mudah yang dilayangkan padanya. Bagaimana ia bisa percaya diri saat penampilannya begitu memalukan?Tak langsung mendapat jawaban, Adelia menarik diri. Mengulas senyuman mani
Gabriel tertegun melihat perubahan total pada ruang tamu di dalam unitnya. Banyak perabotan dan warna baru, menghiasi ruangan yang biasanya terkesan maskulin dan gelap.Selain itu, banyak pernak-pernik dengan warna terang yang menghiasi sudut ruangan.Mengedarkan pandangan ke arah lain, ia melihat keadaan dapur yang memiliki perubahan kecil.“Ada apa ini? Apakah Becca yang mengatur ulang semuanya?” gumam Gabriel sendirian.Ia terus melangkah masuk. Melewati ruang menonton, ia kembali terperangah ketika ada beberapa pot bunga mawar tersusun rapi di sudut ruangan.“Astaga!” Ia menggelengkan kepalanya. Merasa asing dengan tempat tinggalnya sendiri.Langkahnya kembali menuntun lelaki itu masuk ke kamar, mencari sang pujaan hati. Namun, ketika ia masuk, tak ada siapa pun di dalam sana.“Baby.”Tak ada jawaban atau memang tidak ada orang lain selain dirinya.Gabriel meneliti walk in closet d
“Argh!”Seorang wanita mengerang ketika rasa pening mendera. Kesadarannya terkumpul dari tidur nyenyak yang sudah lama tak ia rasakan.Namun, ada yang aneh dengan tidurnya kali ini. Ada beban berat yang menimpa perut rampingnya dan embusan napas hangat di tekuknya.Wanita dengan penampilan berantakan dan tubuh polos itu mengerjapkan mata. Ia terperanjat ketika ada geliat jemari yang menggelitik perutnya.Ia seketika bangkit dan mendapati bahwa ia tak mengenakan apa pun di balik selimut yang membungkus tubuhnya.“Aaahh!” serunya dengan panik dan frustrasi. Membuat pria yang masih menyelami alam mimpi pun terbangun.Matanya membulat sempurna ketika mendapati dirinya dalam keadaan telanjang bersama seorang pria semalam.“Sialan kau, Albert! Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku?” geramnya dengan amarah yang bertakhta.Wanita itu memukuli Albert yang baru saja mendapatkan kesadaran dengan memba
“Bagaimana, Gerald?” tanya Lucia tak sabaran. Ada binar harapan yang tampak di sepasang bola mata hitam kecokelatan itu.Gerald tertegun. Ada bongkahan pahit yang menutupi tenggorokannya hingga ia kesulitan untuk bicara. Ia berpikir sejenak demi menjawab pertanyaan wanita itu.“Aku belum bertemu dengannya. Dia tidak berada di kantor.”Ada gurat kekecewaan di wajah Lucia mendengar jawaban itu. Meskipun ia berusaha menutupinya, lelaki yang kini merangkul bahunya terlalu peka.“Aku akan kembali lagi besok, lusa, dan seterusnya. Sampai aku bisa bertemu langsung dengannya. Kau tak perlu khawatir.”Helaan nafas wanita itu terdengar.“Bagaimana kalau putri kita ternyata tidak bersamanya, Gerald?” tanya Lucia cemas.Lelaki itu mengulas senyum kecil. Ia menarik dagu Lucia untuk menatap padanya.“Aku sudah mencari di semua tempat yang telah kau sebutkan dan dia tidak berada di sana. J
“Apa kau yakin ini semua akurat?” “Tentu, Sir,” jawab pria di seberang sana dengan yakin. Bahkan Alexander tidak perlu bertanya dua kali untuk hal seperti itu.“Dan apa kau tahu di mana tempat tinggal Gabriel sekarang?” tanya Alexander penasaran. Karena sampai saat ini ia tidak berhasil menemukan keberadaan putranya.Terdengar helaan napas singkat di seberang sana. “Maaf Sir, saya tidak bisa mencari tahu. Semua akses tentang Gabriel Johnson telah dikunci. Pun dengan keberadaan Rebecca Annastasia.”Tangan Alexander mengepal hingga urat-uratnya menonjol. Emosi seketika mendominasi otak pintarnya yang menjadi bodoh karena merasa dikelabuhi oleh anak-anak muda nakal.“Tapi, saya bisa mencari tahu lewat akses orang tua Rebecca Annastasia jika Anda mengijinkan.”Mengingat siapa orang tua Becca saja membuat Alexander terus murka. Apalagi jika diingatkan bagaimana Gerald membuat kekacauan hingga nyaris membuat keluarganya berantakan. Ingat! Gara-gara ulah Gerald bukan hanya Adelia, tapi Jenn
Suasana meja makan di Keluarga Johnson tampak hening setelah Maria dan William duduk di tempatnya. Alexander yang sedari tadi lebih banyak diam pun hanya membalas tatapan Maria sebentar sebelum kembali berpura-pura fokus dengan sarapan di piringnya.“Besok kita akan pergi berlibur,” ucap Maria yang kemudian menatap satu per satu anggota keluarga di sana. “Kalian bisa berkemas mulai hari ini.”Christian dan Christopher mengangkat wajahnya sejenak hanya untuk memperhatikan atmosfer dingin, lalu berpaling ke arah sang nenek. Mereka tersenyum sebelum kembali kompak menundukkan wajah. Tak terkecuali Clara yang diam-diam hanya mengintip tanpa berani menyela seperti kebiasaannya.Namun berbeda dengan Alexander yang memang tak bisa menerima begitu saja. Putra satu-satunya William dan Maria itu menegakkan punggung untuk menatap kedua orang tuanya yang masih terlihat sangat santai.“Kita tidak akan pergi tanpa Gabriel!” tolak Alexander tiba-tiba.Bukan Maria dan William saja yang terkejut, tapi
“Sungguh, aku sangat malu.” Kedua pipi Becca masih merona setelah William dan Maria meninggalkan ruang perawatan sejak satu jam yang lalu. Jelas, tuntutan yang terang-terangan ditujukan padanya menjadi tanggung jawab.Melihat tingkah sang istri Gabriel justru tersenyum geli. “Kemari.”Membawa langkahnya yang lesu, Becca segera mendekat. “Bagaimana nanti aku bertemu mereka lagi, Gabriel?”Dada Gabriel bergetar menahan tawa. Lalu, tangannya meraih pipi merona sang istri yang membuatnya sangat gemas. Ia tersenyum. “Kenapa mesti malu, hm? Mereka pernah muda, tentu saja hal seperti tadi sangat wajar.”“Tapi tetap saja aku malu,” kelit Becca masih tak mampu menjabarkan perasaannya sendiri. “Bagaimanapun juga kau masih sakit dan bisa-bisanya aku berbuat seperti tadi. Oh ….”Melihat kegusaran Becca, Gabriel mengabaikan tangannya yang cedera hanya untuk mencium bibir sang istri. Hal spontan itu tentu saja membuat Becca terkejut hingga kedua matanya membulat sempurna.“Daripada memikirkan hal
Jari-jari yang memiliki kuku panjang itu mengepal erat. Amarahnya sudah mendominasi hingga ia nyaris berbuat ceroboh.“Dasar jalang tak tahu malu!” desisnya tak suka. Masih memperhatikan aktivitas kedua orang di atas ranjang perawatan, pemilik nama Celine Addison mengambil kamera dan membidik beberapa foto.“Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan Uncle Alexander mengetahui ini.”Seolah mendapat kemenangan, Celine menatap sinis wanita yang baru saja turun dari tubuh pria yang ia inginkan.“Tunggu pembalasanku!”**Bukan hanya Adelia yang pulang setelah memastikan Gabriel dan Becca baik-baik saja. Gerald yang melihat bagaimana pasangan muda dimabuk asmara itu bersama juga memutuskan untuk memberi mereka privasi.Pria yang saat ini telah tiba di halaman rumahnya langsung masuk dan mengabaikan sapaan para pelayan. Tentu saja mereka bingung, tapi tak berani bertanya.“Bagaimana keadaan menantu kita, Gerald?” tanya Lucia cemas karena sepulang dari rumah sakit Gerald belum mengatakan apa pun
“Belum puas memandangiku, hm?”Becca menggeleng. Bibirnya masih terasa kebas setelah Gabriel menciumnya dengan isapan dalam.“Sini.” Gabriel menepuk tempat di sampingnya yang masih muat untuk Becca berbaring, tapi hingga beberapa saat lamanya wanita yang telah ia nikahi itu masih tak bergeming. Hanya menatap tanpa berucap sepatah kata pun.Gabriel maklum. Pasti sang istri masih syok. Dan bukan Gabriel jika tak mampu membujuk.“Ayolah, Baby. Jika kau ingin aku sembuh, kau juga harus menemaniku tidur,” bujuk Gabriel yang sudah tak sabar untuk memeluk sang istri setelah beberapa hari ia harus tidur sendiri di apartemen mereka.“Kau membuatku takut,” ucap Becca lirih. Matanya kemudian terpejam demi menghalau butiran-butiran kristal yang telah menggenang.Gabriel tertegun.“Kau begini karena aku.” Lagi, Becca masih menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab Gabriel celaka. Jika saja ia tidak menolak untuk permintaan pria itu, maka kecelakaan ini tidak akan terjadi.“Kalau kau menyesal, s
Entah apa kalimat yang cukup untuk menggambarkan perasaan Becca saat ini. Belum kering air mata mengalir di pipinya, ia kembali dikejutkan oleh kabar dari sang ibu mertua.Becca syok hingga ponsel yang masih tersambung dengan Adelia jatuh ke lantai. Tenggorokannya seketika kering dan kedua kakinya gemetar.“Mama!” teriak Becca begitu kesadaran menghampirinya.Lucia yang kebetulan akan keluar dari kamar pun segera mencari sumber suara. Matanya membulat saat putri semata wayangnya sudah terduduk di lantai dengan tangisan yang tersendat.Buru-buru Lucia turun setelah memanggil Gerald yang tak lama kemudian menyusulnya keluar. Lucia segera mendekat dan memeluk Becca yang masih menangis.“Kenapa, Sayang?” tanya Lucia cemas. Namun sayangnya, Becca tak mampu menjawab. Wanita dengan wajah memerah dan basah karena air mata itu balas memeluk dan malah histeris.“Ada apa?” Gerald terkejut melihat keadaan putrinya, tapi ia mencoba tenang saat kedua wanita yang menempati posisi tertinggi di hatiny
Suasana di meja makan sangat hening. Hanya ada suara alat makan yang mengisi kesunyian di sana. Lucia dan Gerald yang tak ingin ikut campur pun segera beranjak begitu makanan di atas piring telah habis.“Jaga putri Daddy, Gabriel,” pesan Gerald sebelum ia benar-benar pergi dari ruangan itu.Tak ada sahutan dari bibir Gabriel yang masih mengunyah dan tampaknya Gerald pun tidak sedang menuntut balasan.Lima menit telah berlalu. Waktu terasa lambat bagi Becca yang baru saja menghabiskan bubur di dalam mangkoknya. Tanpa menoleh ke arah Gabriel yang juga selesai sarapan, Becca meneguk air putih di gelas miliknya. Hal itu tak luput dari lirikan mata Gabriel yang mengintai.“Masih tak mau bicara,” gumam Gabriel seraya menunggu. Ia ingin melihat seberapa lama wanita yang telah menjadi istrinya itu bertahan. Namun, prediksi Gabriel lagi-lagi salah. Buktinya, setelah air dalam gelas itu tandas, Becca hendak bangkit tanpa menoleh ke arah Gabriel.Dengan gerakan lincah Gabriel menahan tangan Bec
“Bagaimana hasilnya, Derick?” tanya seorang pria dengan tatapan tajam yang kini duduk di kursi kebesarannya. Rahang yang dipenuhi bulu halus itu terlihat mengeras hingga urat-uratnya menonjol.“Maaf Tuan, saya tidak menemukan petunjuk apa pun.”Brak!Meja tak bersalah itu digebrak dengan kencang hingga pria bernama Derick itu terlonjak kaget.“Apa kau bilang?” desis pria itu dingin.Derick meneguk ludahnya kasar. Ia tak mampu menatap mata pria yang telah beberapa tahun menjadi bosnya.“Kau tahu ... aku paling tidak suka mendengar kegagalan.”“Maaf Tuan. Ini semua benar-benar di luar kendali saya. Tuan tentunya sudah tahu kinerja Baron selama ini,” jawab Derick mencoba menjelaskan. Berharap setelah ini sang tuan bisa menerima. Brak!Lagi, meja bersalah itu menjadi pelampiasan pemilik nama Albert Dominic dalam menuntaskan amarahnya. Ia seketika bangkit dan menghampiri sang asisten dan langsung menarik kemeja pria itu hingga terdongak.BUGH!Satu pukulan tangan Albert melayang ke pipi D
Sesuai kata dokter, keesokan harinya Lucia sudah diperbolehkan pulang. Betapa bahagia wanita yang sejak beberapa menit lalu tak meredupkan senyumannya.Ya. Tepatnya setelah dokter mengatakan dirinya bisa pulang. Dengan begitu, ia bisa membawa putri satu-satunya itu pulang bersamanya.“Becca.”Wanita dengan rambut ikal sebahu itu menoleh. Ia tersenyum setelah memasukkan pakaian sang ibu ke dalam tas.“Ada apa, Ma?”Lucia tersenyum. “Kemarilah.”Mau tak mau pemilik nama Rebecca Annastasia itu mendekat. Mencoba mempertahankan senyuman di wajahnya.“Duduklah,” perintah Lucia dengan lembut.Becca menurut. Sejurus kemudian ia menggenggam tangan Lucia erat.“Ada yang ingin Mama katakan?” tanya Becca tanpa mengurai genggaman tangannya. Napas Lucia berembus pelan. “Apakah hubunganmu dengan Gabriel baik-baik saja?” Deg!Mendapat pertanyaan yang tak pernah Becca duga mampu membuat debaran dadanya bertalu. Lebih kencang daripada saat ia mendengar tawa wanita yang sudah tidur dengan suaminya sen