Tepat pukul 15.30 Alex bertolak dari landasan pribadi miliknya di California, menggunakan jet pribadi bersama Adelia dan beberapa pengawal yang ikut kembali.
Alex duduk di dekat Adelia yang kini sedang manja padanya. Entah kenapa semenjak mereka menikah, Adelia selalu ingin di dekatnya, persis seperti apa yang telah istrinya katakan.
Alex bukannya tak senang, malah ia senang sekali karena Sang istri yang suka menempel. Hanya saja ketika dia mulai digoda, maka ia akan mudah mengikuti ajakan Adelia yang berakhir di atas tempat tidur.
“Kenapa Baby? Kamu terlihat gelisah sejak tadi. Ada yang mengganggumu, hm?” tanya Alex kepada Adelia.
“Aku tiba-tiba teringat Jenny.” jawab Adelia.
“Apa yang kamu ingat?” tanya Alex menahan emosi yang bercokol di dadanya.
“Hubby?” lirih Adelia.
“Katakan! Apa yang mengganggumu?”
“Bagaimana jika Daddy dan Momy tahu kalau Jenny sempat ingin mencelakaiku?” tanya Adelia yang mendongak menatap mata
“Bagaimana Tuan Haris? Apakah semua bukti di sini cukup untuk menyeret Stella Allison dan Gerald Franklin membusuk di jeruji besi?” tanya Alex tak sabaran. Sepuluh menit yang lalu, Vivi mengabarkan bahwa Gerald Franklin akan ke New York, malam nanti menggunakan pesawat komersil. “Sudah Mr. Johnson. Kita tinggal menunggu Gerald Franklin tiba di New York dan tim saya akan bergerak. Kami akan membagi dua tempat penangkapan, di bandara dan kediaman Stella Allison.” jawab Haris, salah satu petugas kepolisian yang akan membantu Alex menyelesaikan kasus ini ke meja hijau. Selain itu, Alex sudah menyiapkan lebih dari sepuluh pengacara untuk menjebloskan sepasang manusia iblis ke jeruji besi selamanya. “Untuk Jennifer apakah dia bisa mendapat keringanan?” tanya Alex. “Melihat dari semua data ini, kemungkinan dia akan menjadi tahanan luar, yang mana tidak diperkenankan meninggalkan Amerika dalam jangka waktu tertentu,” jawab Haris, yakin. Alex m
“Apa ini tawaran?” tanya Adelia seraya memberikan elusan di dada Alexander. “Ini bukan sekedar tawaran,” jawab Alex dengan kedua mata terpejam menikmati sentuhan Adelia. “Oh ya?” tanya Adelia sanksi. Ia mengulurkan tangannya menarik ikat pinggang Alex dengan gerakan perlahan. Alex membuka matanya yang berkabut gairah. “Kamu tidak percaya padaku?” tanya Alex seraya memajukan wajahnya. Tangannya terulur meraih pipi Adelia dan memberikan kecupan-kecupan basah di seluruh wajah sang istri. “Ha ha ha, ini menggelikan, Hubby,” jawab Adelia terkikik karena bulu halus di rahang Alex yang terasa menggelitik kulit pipinya. “Tapi aku menyukainya, Baby. Kamu akan mendesah saat bulu halus ini menggesek di sana,” ucap Alex sambil mengerling nakal. “Benarkah? Kenapa aku mendadak lupa, ya?” goda Adelia yang membuat Alexander menjadi geram. “Aku akan membuktikannya dan kamu tidak akan bisa mundur setelahnya,” ucap Alex penuh penekanan syarat gai
Gerald masuk ke mansion miliknya dengan wajah berantakan dan tampang kusut. Beberapa pelayan serta penjaga tak berani bertanya lebih banyak karena takut mendapat amukan darinya. Gerald menatap nanar pintu kamar Fiona yang masih tertutup. Ada penyesalan dan kesedihan yang memenuhi hatinya. “Maafkan kakak, Fio?” gumam Gerald yang berusaha menahan laju air matanya. Sulit memang. Apalagi gadis itu adalah anggota keluarganya yang tersisa. Lalu ia memutuskan untuk masuk ke kamarnya sendiri, melihat USB pemberian Adam. Sepuluh jari Gerald menari di atas keyboard dan membuka dokumen yang terpampang di layar laptopnya. Lebih dari sepuluh dokumen yang tersemat. Ia mulai membuka dari urutan paling atas. Rahang Gerald mengeras ketika dokumen itu terbuka. Ia kembali melihat yang lain. Tapi semuanya mampu membuat kemarahan pria itu meledak. “ARGHHH!” pekik Gerald seraya membuang laptop ke lantai. “Sialan kau Adam!” Gerald memesan tiket p
“Terima kasih, Hubby,” ucap Adelia yang kini membenamkan wajahnya di dada Alex yang masih berkeringat. “Untuk apa?” tanya Alex seolah tak mengerti. Adelia mendongak, menatap kedua mata Alex yang juga menatapnya. “Untuk semuanya. Terutama untuk Jenny,” ucapnya bahagia. Alex menjatuhkan kecupan di bibir Adelia yang membengkak. “Tapi itu semua tidak gratis, Baby.” “M-maksudmu apa?” “Kamu harus membayarnya.” Adelia semakin tak mengerti ke mana suaminya bicara. Biasanya ia akan cepat tanggap jika Alex mulai memberi umpan. Tapi kali ini otak cantiknya tak bisa menebak. “Lalu, aku harus membayar menggunakan apa?” Adelia menyerah. Tenaganya sudah habis dan otaknya tak mau berpikir lagi. Alex menarik dagu Adelia. Memaku kedua mata wanita itu hanya untuk memandangnya seorang. “Kamu harus menjadi istriku selamanya, Baby. Bahkan jika kita dilahirkan kembali di dunia yang berbeda. Kamu harus menjadi milikku.” ucap Alex
Gerald menatap malas kepada seorang wanita mengunjunginya. Ia mengambil tempat duduk yang disediakan dan mengambil gagang telepon agar mendengar apa yang wanita itu ucapkan. “Sepertinya kau baik-baik saja di sini.” “Memang aku harus bagaimana? Harus menangis atau bunuh diri?” balas Gerald santai. “Lupakan dendammu, Gerald! Semua yang kau dengar tidak benar. Aku sudah mengumpulkan semua bukti asli dari kasus Ibumu.” Gerald membulatkan kedua matanya. Ekspresi malas yang sempat ia tunjukkan berganti dengan cepat. “Benarkah?” Wanita itu mengangguk. “K-kamu tidak berbohong?” tanya Gerald seraya bangkit dari kursinya karena terlalu terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar. “Aku tidak pernah membohongimu, Gerald. Aku sudah memastikan semuanya sebelum mengatakan padamu,” ucapnya bersungguh-sungguh. “Aku akan menunggumu keluar dari sini dan menunjukkan semuanya padamu,” ucap wanita itu sambil mengelus perut ratanya
“Kosongkan jadwalku Jumat besok, Tom!” “Baik, Mr. Johnson. Apa ada lagi yang Anda perlukan?” “Datanglah ke rumah malam nanti! Ada yang ingin Daddy bicarakan denganmu,” “Ada apa?” tanya Tommy heran. Helaan nafas Alex terdengar. “Datang saja. Nanti kau akan tahu sendiri.” “Baiklah. Saya permisi Mr. Johnson, mari Mrs. Johnson.” Tommy keluar, meninggalkan ruangan Alexander. Adelia yang baru saja keluar dari kamar pribadi Alex mengambil tempat duduk di paha sang suami. “Ada apa Daddy memanggil Tommy?” “Mungkin akan dinikahkan dengan Jenny,” jawab Alex, santai. “Menikah?” beo Adelia bingung. “Tommy dan Jenny?” Alex memberikan kecupan di bibir Adelia yang terpulas lipstik merah. “Kamu tidak ingin menjelaskan padaku?” selidik Adelia seraya mengerucutkan bibirnya. Alex tertawa. “Daddy ingin tahu seberapa dekat hubungan Tommy dengan Jenny.” “Sejak kapan mereka dekat?” tanya Adelia heran.&nb
Terima kasih aku ucapkan kepada pembaca setia kisah Adelia Giovanni dan Alexander Johnson sejauh ini.Besar harapanku agar bisa update setiap hari, namun karena akhir-akhir ini pekerjaan terlalu padat, menyebabkan aku lambat update nya. Mohon dimaklumi ya readers.Jika kalian menyukai cerita ini, bisa bantu author untuk memberikan ulasan positif dan rate bintang lima di depan cover. Aku selalu membaca komentar-komentar kalian, entah itu di bab atau di depan cover.Pemberitahuan update aku tulis di Page official : Kumpulan Novel AR_Merry, Inst@gram : ar_merry92, dan F@cebook : Merry Anna.Ke depannya, aku akan merevisi pelan-pelan pada bab sebelumnya yang ada kalimat rancu ataupun typo yang mengganggu.Jangan lupa mampir ke ceritaku lainnya ya, Kak.1) My Destiny (Tamat/masih masa revisi)2) My Sweet Wife (On going)3) Perjalanan Cinta Nana (On going) akan mulai aku kerjakan bulan Desember. Kalian bisa menambah
“A-Apa Dad?” William membuka matanya. Menatap putri kesayangannya dengan tatapan lembut seorang ayah. “Kalian harus menikah secepatnya.” Kali ini Jenny tak akan merasa salah mendengar atau pun berkhayal. Ucapan William kedua kalinya cukup membuatnya percaya. Ini sebuah kenyataan. “Daddy tidak salah bicara?” tanya Jenny hati-hati. Alih-alih menjawab, William malah melayangkan pertanyaan lain.“Kenapa? Kamu tidak mau menikah dengannya?” Jenny gugup. Bukannya ia tak mau menikah. Hanya saja, ia takut jawabannya akan diputar balikkan oleh Daddynya. Seperti tadi.Tak ubahnya dengan Tommy yang juga gugup. Sungguh memalukan bukan? Untuk ukuran pria yang selalu bermain wanita, dia bisa merasakan gugup hanya karena pertanyaan itu. Jelas saja gugup. Bagaimanapun juga, dia ini meminta seorang putri kesayangan dari ayahnya. Dan yang lebih parah, sang ayah seperti memainkan ucapannya. “Kalau kamu tidak mau ...” “Jen