"Cepat! Jangan menyita waktu Saya! Saya juga mempunyai kesibukan yang tidak bisa ditunda lagi! Bahkan, saya juga sudah sangat terlambat untuk menghadiri rapat, dan semua ini karena kamu!" maki laki-laki asing itu sambil menunjuk ke arah Fiza.
Fiza pun tidak ingin tinggal diam, dengan penuh percaya diri, akhirnya gadis cantik itu pun membuka suaranya. Meski gadis itu akui jika memang bersalah, karena kecerobohan yang tanpa sengaja dia lakukan."Baik. Saya akan bertanggungjawab, tetapi beri Saya waktu. Saya harus menghubungi orangtua Saya terlebih dahulu, karena saat ini saya tidak membawa uang banyak untuk mengganti kerugian mobil kesayangan Anda." ujar Fiza sambil menekankan kata mobil kesayangan kepada laki-laki angkuh itu.Sambil memicingkan matanya, pria itu pun menyeringai dan memasukkan kedua tangannya di saku celana.Fiza yang melihat tingkah dan sikap angkuhnya, hanya memutar bola mata malas. Kemudian gadis itu pun segera menghubungi Papahnya, agar Beliau bersedia untuk menolongnya, dengan mentransfer sejumlah uang untuk biaya ganti rugi mobil si angkuh itu.Tut...Tut...Tut...Beberapa kali melakukan panggilan kepada Papahnya, kini panggilan dari Fiza diabaikan begitu saja oleh Fathan. Sehingga membuat gadis itu hanya bisa memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya."Tolong, tunggu sebentar! Saya akan mencoba untuk menghub-""Ckk!! Saya tidak memiliki banyak waktu lagi, sekarang juga kamu harus ikut dengan Saya, dan mempertanggungjawabkan perbuatan kamu dengan cara Saya sendiri!" titah laki-laki angkuh itu yang tiba-tiba mencekal pergelangan tangan Fiza dengan erat.Gadis cantik itu pun tidak terima dengan perlakuan kasar yang dilakukan pria itu kepadanya. Tetapi percuma saja. Karena saat Fiza memberontak pun dia hanya akan menyakiti dirinya sendiri."Lepaskan Saya! Kamu tidak bisa memaksa Saya untuk mengikuti semua perintah Anda!" tolak Fiza dengan suara yang cukup lantang.Sedangkan laki-laki angkuh itu sama sekali tidak menggubris ucapannya. Bahkan dengan kasar dia menghempaskan tubuh gadis itu ke dalam kursi penumpang tepat di samping kemudi."Diam! Atau Saya akan bertindak lebih kasar kepada kamu!" ancam laki-laki angkuh itu dengan sorot mata yang tajam.Seketika gadis cantik itu pun terdiam dan memalingkan wajahnya dari laki-laki itu. Kini pandangannya teralihkan ke arah samping, lebih tepatnya ke luar jendela.Di sepanjang perjalanan Fiza bergelut dengan pikirannya sendiri, saat gadis itu meninggalkan mobilku di pinggir jalan. Yang dia pikirkan saat ini adalah bagaimana nasib mobilnya yang tanpa sengaja dia tinggalkan begitu saja, tanpa membawa serta kunci dan tas selempang miliknya."STOP! Bagaimana dengan mobilku? Saat ini aku sama sekali tidak membawa tas dan dompetku, sedangkan kunci mobilku juga tertinggal di sana," pekik Fiza dengan suara yang sedikit meninggi.Laki-laki angkuh itu hanya berdecak dan menatap lurus ke depan tanpa menatap ke arah gadis cantik di sampingnya."Kamu tenang saja. Mobilmu aman dan baik-baik saja, ada orangku yang akan mengurusnya nanti. Jadi kamu hanya perlu memikirkan bagaimana cara untuk mempertanggungjawabkan kecerobohan mu itu? Dan Saya harap mobil kesayangan Saya kembali mulus seperti tadi, sebelum kamu melakukan kecerobohan itu," ujar laki-laki angkuh itu dengan nada dingin.Setelah mendapatkan ucapan dari laki-laki angkuh itu. Fiza hanya bisa mencebikkan bibir dan memakinya dalam hati.'Huft! Mengapa sial banget sih aku hari ini? Apakah laki-laki memang seegois itu? Sehingga selalu memaksakan kehendaknya kepada kaum wanita seperti kami. Huh! Benar-benar menyebalkan!' gerutu Fiza dalam hati.Suasana pun kembali hening, tanpa sepatah katapun saat ini terucap dari mulut mereka.Bosan dengan kesunyian, akhirnya Fiza membuka suara terlebih dahulu untuk sekedar basa-basi kepada laki-laki angkuh itu. "Em, kita sekarang mau kemana? Mengapa kita pergi sejauh ini? Bahkan, Saya sangat merasa asing dengan tempat ini," tanya Fiza sambil menyapu pemandangan di sekelilingnya."Ckk! Kita mau kemana? Apa kamu lupa, jika kamu baru saja menghancurkan bagian belakang mobil saya?" Bukannya menjawab pertanyaan dari Fiza, kini laki-laki angkuh itu justru kembali menyudutkannya, karena kerusakan mobilnya akibat kecerobohan gadis berhidung mancung itu."It's okey! Saya memang bersalah dan ceroboh, tetapi kamu juga tidak bisa bertindak seenaknya dengan Saya. Keluarga Saya pun masih mampu untuk membayar semua kerugiannya, jadi kamu jangan coba-coba untuk bermain-main dengan Saya!" tegas Fiza sembari memperingati laki-laki angkuh itu. Sedangkan laki-laki angkuh yang duduk di belakang kemudi, hanya menyeringai dan menatap remeh kepadanya."Huh? Apa kamu pikir, aku tertarik dengan u
Seketika Lucas pun terkejut dengan penolakan yang Fiza lakukan, bahkan dia juga mengernyitkan dahinya sambil menatap tajam ke arah gadis itu.Kemudian Lucas langsung mengubah raut wajahnya seperti meremehkan. Mungkin laki-laki itu tidak tau, siapa yang sedang menjadi lawannya saat ini. "Waw! Ternyata harga dirimu tinggi juga ya, Sayang? Kalau begitu, bagaimana kalau kita melakukan negosiasi? Kamu menjadi milikku, maka semua kerugiannya akan lunas. Apa kamu bersedia?" tanya Lucas dengan penuh percaya diri. 'Apakah aku harus menerima tawarannya? Agar aku bisa dekat dengannya, tanpa harus melakukan penyamaran? Tetapi, bagaimana dengan Papah? Apa dia akan menyetujuinya?' gumam Fiza dalam hati. Meskipun sebenarnya gadis itu merasa sangat muak dengan laki-laki angkuh yang saat ini tepat berada di sampingnya. Tetapi di lain pihak gadis itu juga akan mendapatkan keuntungan dari penawaran yang laki-laki itu lakukan kepadanya. Fiza pun sangat yakin, seandainya dia bisa mendapatkan hatinya na
Tak terasa kini sang mentari pun kembali bersinar menembus dari balik tirai jendela, setelah semalaman dia menyembunyikan dirinya. "Hoam! Mengapa hari berganti cepat sekali sih!" gerutu Fiza sambil merenggangkan otot-ototnya yang terasa sangat kaku. Perlahan kakinya turun ke lantai yang dingin, karena saat ini AC di dalam kamar gadis cantik itu masih menyala untuk mendinginkan seisi ruangan. "Seandainya saja Papah tidak memberikan tugas kepadaku, pasti saat ini aku masih menikmati mimpi indahku. Dan semalaman menghabiskan waktu bersama dengan teman-teman ku." keluh Fiza, kini langkah kakinya mulai berjalan menuju ke dalam kamar mandi. Karena pagi ini, Fiza harus bertemu kembali dengan Lucas seperti janjinya kemarin kepada laki-laki itu.*** "Jadi kamu akan tetap melakukan penyamaran itu, Fiza?" tanya Arumi sambil menatap tajam ke arah putrinya.Belum Fiza menjawab pertanyaan dari Mamahnya. Kini Fathan menjawabnya terlebih dahulu dengan suara yang cukup tinggi. "Tentu saja dia aka
Fathan yang sangat memahami bagaimana situasi saat ini hanya mengedipkan matanya, sebagai isyarat agar putrinya mengalah dan tidak membantah ucapan Mamahnya.Tiba-tiba nafsu makan Fiza menghilang, kemudian dia meletakkan alat makannya di atas piring, lalu menyandarkan punggungnya di kursi. "Kenapa tidak kamu habiskan makanan mu, Fiza? Bukankah tadi kamu bilang sangat menyukainya?" tanya Arumi sambil menatap lekat wajah putrinya yang tiba-tiba saja terdiam.Sesaat suasana terasa hening, karena gadis itu masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Sejujurnya pagi ini Fiza hanya ingin tenang, dan menjalankan rencananya dengan sebaik mungkin. Akan tetapi, pagi ini mood gadis cantik itu sudah memburuk, karena perdebatkan kecil yang baru saja terjadi. "Aku sudah kenyang, Mah. Dan Fiza ingin kembali ke kamar, karena harus bersiap-siap untuk pergi." ucap Fiza sambil mendorong kursi ke belakang. Kemudian Fiza pun berlalu meninggalkan mereka yang masih menikmati hidangan sarapan paginya."Ceklek!
"Ayo, Pah! Lakukan lagi! Jika Papah mau, silahkan bunuh aku daripada harus mendapatkan perlakuan tidak adil seperti ini. Aku akui memang selama ini aku tidak pernah kekurangan materi dan kemewahan dari kalian. Tetapi apa kalian tau? Jika selama ini aku sangat haus kasih sayang dari kalian. Bahkan sekedar untuk menoleh ke arahku pun seakan kalian merasa jijik kepadaku. Apa benar jika aku sebenarnya bukan bagian dari kalian? Huh?" celetuk Fiza dengan gemuruh di dalam dada yang sedang berapi-api. "Fiza, hentikan!" Kemudian gadis itu pun mengalihkan pandanganya ke arah suara itu berasal. Ternyata sejak tadi Arumi sedang memperhatikan perdebatan mereka.Perlahan wanita itu melangkah ke arah dua orang terkasihnya dengan tatapan sendu. Napas Fiza saat ini terengah-engah dan tidak beraturan. Saat langkah kaki Arumi berhenti tepat di samping Fathan, saat itu juga wanita itu mencoba untuk meraih tangan putrinya. Tetapi dengan cepat gadis itu segera berjalan mundur dan menepisnya. "Jangan sen
Tak terasa kini hari mulai gelap. Lampu penerangan di dalam kamar gadis itu belum menyala. Dan itu membuatnya tersadar jika seharian ini aku benar-benar mengurung dirinya sendiri, tanpa ada orang lain yang mempedulikan dirinya."Apakah aku tidur di lantai seharian sambil meringkuk seperti ini?" gumam Fiza sambil menyandarkan tubuhnya di dinding kamar. Lalu Fiza memandangi jendela yang masih terbuka, kini angin pun berhembus kencang dan menerobos masuk ke dalam. Perlahan gadis itu berdiri dan melangkah menuju ke balkon dan menelusuri gelapnya malam, tanpa secercah cahaya di dalam kamarnya. Saat tiba di balkon Fiza mendongakkan kepalanya dan menatap ke atas awan yang di penuhi dengan taburan bintang-bintang, sambil tersenyum getir. "Seandainya saja aku bisa sebebas bintang yang bertaburan di sana, bersinar menembus gelapnya malam. Menjadi penerang setiap makhluk hidup di bumi ini. Ah, benar-benar khayalan tingkat tinggi." gumam Fiza sambil tersenyum kecut. Saat Fiza ingin merenggangk
Keesokan harinya, Fiza mencoba menghubungi Lucas untuk membuat janji kembali. Beberapa kali Fiza menghubungi pria itu, akhirnya pria arogan itu menjawab panggilannya. "Halo, Cas? Maaf, kemarin aku--" "Apa? Mau buat alasan apa lagi? Hampir seharian aku menunggumu di tempat yang kamu sebutkan kemarin lusa, tetapi apa? Kamu justru tidak menampakkan batang hidungmu sama sekali. Apa kamu sedang bermain-main denganku, Nona?" ketus Lucas dari sebrang panggilan. "Bukan begitu, Cas. Percayalah! Kemarin aku sedang tidak baik-baik saja. Kalau kamu tidak percaya, siang ini jam sepuluh aku menunggumu di tempat kemarin. Agar kamu tau jika aku benar-benar tidak mempermainkan mu." Saat ini Fiza sedang mencoba untuk meyakinkan Lucas, jika keadaannya kemarin memang sedang sangat kacau sehingga dia melupakan begitu saja janjinya.Tut... Tut... Tut...Belum pria itu menjawab ucapan Fiza, tiba-tiba panggilan suara pun terputus begitu saja.Saat ini Fiza hanya bisa pasrah. Peluangnya untuk mendekati ri
Setelah sedikit terlihat perdebatan dengan putrinya. Akhirnya Fathan memilih untuk mengalah dan meninggalkan putrinya sendiri di dalam kamarnya."Kenapa hidupku harus serumit ini, Tuhan? Kenapa tidak kamu ambil saja nyawaku daripada terus Kau berikan tekanan dan ujian seperti ini?" racau Fiza."Bahkan aku tidak pernah bermimpi untuk dilahirkan dalam keluarga yang memiliki rahasia besar dalam hidup mereka. Seandainya saja aku bisa memilih, aku ingin menjadi wanita biasa dan hidup normal seperti mereka. Tidak seperti saat ini, hidup penuh tekanan seperti di neraka," imbuh Fiza.Sejujurnya Fiza merasa iri dengan teman-temannya yang bisa hidup bebas dalam mengambil keputusan untuk masa depannya.Namun, apa yang Fiza inginkan tidak pernah terwujud, karena sang Ayah selalu saja membatasi pergaulan dan pertemanannya.Apalagi semenjak Om nya meninggal dengan cara yang sangat tragis. Fathan semakin gencar untuk mewanti-wanti dan memberikan penjagaan ketat kepada wanita muda itu.Sehingga mau t
Setelah sedikit terlihat perdebatan dengan putrinya. Akhirnya Fathan memilih untuk mengalah dan meninggalkan putrinya sendiri di dalam kamarnya."Kenapa hidupku harus serumit ini, Tuhan? Kenapa tidak kamu ambil saja nyawaku daripada terus Kau berikan tekanan dan ujian seperti ini?" racau Fiza."Bahkan aku tidak pernah bermimpi untuk dilahirkan dalam keluarga yang memiliki rahasia besar dalam hidup mereka. Seandainya saja aku bisa memilih, aku ingin menjadi wanita biasa dan hidup normal seperti mereka. Tidak seperti saat ini, hidup penuh tekanan seperti di neraka," imbuh Fiza.Sejujurnya Fiza merasa iri dengan teman-temannya yang bisa hidup bebas dalam mengambil keputusan untuk masa depannya.Namun, apa yang Fiza inginkan tidak pernah terwujud, karena sang Ayah selalu saja membatasi pergaulan dan pertemanannya.Apalagi semenjak Om nya meninggal dengan cara yang sangat tragis. Fathan semakin gencar untuk mewanti-wanti dan memberikan penjagaan ketat kepada wanita muda itu.Sehingga mau t
Keesokan harinya, Fiza mencoba menghubungi Lucas untuk membuat janji kembali. Beberapa kali Fiza menghubungi pria itu, akhirnya pria arogan itu menjawab panggilannya. "Halo, Cas? Maaf, kemarin aku--" "Apa? Mau buat alasan apa lagi? Hampir seharian aku menunggumu di tempat yang kamu sebutkan kemarin lusa, tetapi apa? Kamu justru tidak menampakkan batang hidungmu sama sekali. Apa kamu sedang bermain-main denganku, Nona?" ketus Lucas dari sebrang panggilan. "Bukan begitu, Cas. Percayalah! Kemarin aku sedang tidak baik-baik saja. Kalau kamu tidak percaya, siang ini jam sepuluh aku menunggumu di tempat kemarin. Agar kamu tau jika aku benar-benar tidak mempermainkan mu." Saat ini Fiza sedang mencoba untuk meyakinkan Lucas, jika keadaannya kemarin memang sedang sangat kacau sehingga dia melupakan begitu saja janjinya.Tut... Tut... Tut...Belum pria itu menjawab ucapan Fiza, tiba-tiba panggilan suara pun terputus begitu saja.Saat ini Fiza hanya bisa pasrah. Peluangnya untuk mendekati ri
Tak terasa kini hari mulai gelap. Lampu penerangan di dalam kamar gadis itu belum menyala. Dan itu membuatnya tersadar jika seharian ini aku benar-benar mengurung dirinya sendiri, tanpa ada orang lain yang mempedulikan dirinya."Apakah aku tidur di lantai seharian sambil meringkuk seperti ini?" gumam Fiza sambil menyandarkan tubuhnya di dinding kamar. Lalu Fiza memandangi jendela yang masih terbuka, kini angin pun berhembus kencang dan menerobos masuk ke dalam. Perlahan gadis itu berdiri dan melangkah menuju ke balkon dan menelusuri gelapnya malam, tanpa secercah cahaya di dalam kamarnya. Saat tiba di balkon Fiza mendongakkan kepalanya dan menatap ke atas awan yang di penuhi dengan taburan bintang-bintang, sambil tersenyum getir. "Seandainya saja aku bisa sebebas bintang yang bertaburan di sana, bersinar menembus gelapnya malam. Menjadi penerang setiap makhluk hidup di bumi ini. Ah, benar-benar khayalan tingkat tinggi." gumam Fiza sambil tersenyum kecut. Saat Fiza ingin merenggangk
"Ayo, Pah! Lakukan lagi! Jika Papah mau, silahkan bunuh aku daripada harus mendapatkan perlakuan tidak adil seperti ini. Aku akui memang selama ini aku tidak pernah kekurangan materi dan kemewahan dari kalian. Tetapi apa kalian tau? Jika selama ini aku sangat haus kasih sayang dari kalian. Bahkan sekedar untuk menoleh ke arahku pun seakan kalian merasa jijik kepadaku. Apa benar jika aku sebenarnya bukan bagian dari kalian? Huh?" celetuk Fiza dengan gemuruh di dalam dada yang sedang berapi-api. "Fiza, hentikan!" Kemudian gadis itu pun mengalihkan pandanganya ke arah suara itu berasal. Ternyata sejak tadi Arumi sedang memperhatikan perdebatan mereka.Perlahan wanita itu melangkah ke arah dua orang terkasihnya dengan tatapan sendu. Napas Fiza saat ini terengah-engah dan tidak beraturan. Saat langkah kaki Arumi berhenti tepat di samping Fathan, saat itu juga wanita itu mencoba untuk meraih tangan putrinya. Tetapi dengan cepat gadis itu segera berjalan mundur dan menepisnya. "Jangan sen
Fathan yang sangat memahami bagaimana situasi saat ini hanya mengedipkan matanya, sebagai isyarat agar putrinya mengalah dan tidak membantah ucapan Mamahnya.Tiba-tiba nafsu makan Fiza menghilang, kemudian dia meletakkan alat makannya di atas piring, lalu menyandarkan punggungnya di kursi. "Kenapa tidak kamu habiskan makanan mu, Fiza? Bukankah tadi kamu bilang sangat menyukainya?" tanya Arumi sambil menatap lekat wajah putrinya yang tiba-tiba saja terdiam.Sesaat suasana terasa hening, karena gadis itu masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Sejujurnya pagi ini Fiza hanya ingin tenang, dan menjalankan rencananya dengan sebaik mungkin. Akan tetapi, pagi ini mood gadis cantik itu sudah memburuk, karena perdebatkan kecil yang baru saja terjadi. "Aku sudah kenyang, Mah. Dan Fiza ingin kembali ke kamar, karena harus bersiap-siap untuk pergi." ucap Fiza sambil mendorong kursi ke belakang. Kemudian Fiza pun berlalu meninggalkan mereka yang masih menikmati hidangan sarapan paginya."Ceklek!
Tak terasa kini sang mentari pun kembali bersinar menembus dari balik tirai jendela, setelah semalaman dia menyembunyikan dirinya. "Hoam! Mengapa hari berganti cepat sekali sih!" gerutu Fiza sambil merenggangkan otot-ototnya yang terasa sangat kaku. Perlahan kakinya turun ke lantai yang dingin, karena saat ini AC di dalam kamar gadis cantik itu masih menyala untuk mendinginkan seisi ruangan. "Seandainya saja Papah tidak memberikan tugas kepadaku, pasti saat ini aku masih menikmati mimpi indahku. Dan semalaman menghabiskan waktu bersama dengan teman-teman ku." keluh Fiza, kini langkah kakinya mulai berjalan menuju ke dalam kamar mandi. Karena pagi ini, Fiza harus bertemu kembali dengan Lucas seperti janjinya kemarin kepada laki-laki itu.*** "Jadi kamu akan tetap melakukan penyamaran itu, Fiza?" tanya Arumi sambil menatap tajam ke arah putrinya.Belum Fiza menjawab pertanyaan dari Mamahnya. Kini Fathan menjawabnya terlebih dahulu dengan suara yang cukup tinggi. "Tentu saja dia aka
Seketika Lucas pun terkejut dengan penolakan yang Fiza lakukan, bahkan dia juga mengernyitkan dahinya sambil menatap tajam ke arah gadis itu.Kemudian Lucas langsung mengubah raut wajahnya seperti meremehkan. Mungkin laki-laki itu tidak tau, siapa yang sedang menjadi lawannya saat ini. "Waw! Ternyata harga dirimu tinggi juga ya, Sayang? Kalau begitu, bagaimana kalau kita melakukan negosiasi? Kamu menjadi milikku, maka semua kerugiannya akan lunas. Apa kamu bersedia?" tanya Lucas dengan penuh percaya diri. 'Apakah aku harus menerima tawarannya? Agar aku bisa dekat dengannya, tanpa harus melakukan penyamaran? Tetapi, bagaimana dengan Papah? Apa dia akan menyetujuinya?' gumam Fiza dalam hati. Meskipun sebenarnya gadis itu merasa sangat muak dengan laki-laki angkuh yang saat ini tepat berada di sampingnya. Tetapi di lain pihak gadis itu juga akan mendapatkan keuntungan dari penawaran yang laki-laki itu lakukan kepadanya. Fiza pun sangat yakin, seandainya dia bisa mendapatkan hatinya na
Bosan dengan kesunyian, akhirnya Fiza membuka suara terlebih dahulu untuk sekedar basa-basi kepada laki-laki angkuh itu. "Em, kita sekarang mau kemana? Mengapa kita pergi sejauh ini? Bahkan, Saya sangat merasa asing dengan tempat ini," tanya Fiza sambil menyapu pemandangan di sekelilingnya."Ckk! Kita mau kemana? Apa kamu lupa, jika kamu baru saja menghancurkan bagian belakang mobil saya?" Bukannya menjawab pertanyaan dari Fiza, kini laki-laki angkuh itu justru kembali menyudutkannya, karena kerusakan mobilnya akibat kecerobohan gadis berhidung mancung itu."It's okey! Saya memang bersalah dan ceroboh, tetapi kamu juga tidak bisa bertindak seenaknya dengan Saya. Keluarga Saya pun masih mampu untuk membayar semua kerugiannya, jadi kamu jangan coba-coba untuk bermain-main dengan Saya!" tegas Fiza sembari memperingati laki-laki angkuh itu. Sedangkan laki-laki angkuh yang duduk di belakang kemudi, hanya menyeringai dan menatap remeh kepadanya."Huh? Apa kamu pikir, aku tertarik dengan u
"Cepat! Jangan menyita waktu Saya! Saya juga mempunyai kesibukan yang tidak bisa ditunda lagi! Bahkan, saya juga sudah sangat terlambat untuk menghadiri rapat, dan semua ini karena kamu!" maki laki-laki asing itu sambil menunjuk ke arah Fiza.Fiza pun tidak ingin tinggal diam, dengan penuh percaya diri, akhirnya gadis cantik itu pun membuka suaranya. Meski gadis itu akui jika memang bersalah, karena kecerobohan yang tanpa sengaja dia lakukan."Baik. Saya akan bertanggungjawab, tetapi beri Saya waktu. Saya harus menghubungi orangtua Saya terlebih dahulu, karena saat ini saya tidak membawa uang banyak untuk mengganti kerugian mobil kesayangan Anda." ujar Fiza sambil menekankan kata mobil kesayangan kepada laki-laki angkuh itu. Sambil memicingkan matanya, pria itu pun menyeringai dan memasukkan kedua tangannya di saku celana. Fiza yang melihat tingkah dan sikap angkuhnya, hanya memutar bola mata malas. Kemudian gadis itu pun segera menghubungi Papahnya, agar Beliau bersedia untuk menolo