Alejandro Castillo melambaikan tangannya sembari mengedarkan tatapannya ke setiap sudut stadion."Tahun-tahun terbaikku bersama kalian akan segera berakhir namun juga akan selalu dikenang sepanjang masa!" ucapnya dengan tenang."Aku dilahirkan di kota ini dan berakhir sebagai bagian dari klub kebanggaan kita!" Kali ini dia menoleh, menatap jajaran petinggi klub.Daniela Ortis menundukkan kepalanya, menahan air mata yang setiap saat tumpah dari mata sebening kelereng itu. Begitupun dengan sang kakak."Hari ini aku mengucapkan terima kasih kepada klub, manajemen, teman-teman dan kalian semua. Hari ini Alejandro Castillo akan menjadi kenangan dan legenda baru akan datang untuk membawa klub kesayangan kita melambung lebih tinggi lagi!" ucapan terakhirnya diiringi Isak tangis para fans dan juga rekan-rekannya.Mereka berpelukan saling mengucapkan salam perpisahan. Mungkin terkesan berlebihan, tetapi di manapun sebuah perpisahan, dalam suasana
"Senor!" Mikaila memanggilnya saat Ale baru saja selesai mengancingkan lengan kemejanya."Iya!"sahutnya sembari mengenakan jasnya."Senora Mireya meminta saya untuk mendampingi Anda." Mikaila mendekat tetapi hanya berdiri di dekatnya."Di mana Alena?" Ale bertanya dan mengambil laptop seta berkas-berkas di atas mejanya memberikannya pada Mikaila."Dia sedang mempersiapkan pertemuan pagi ini. Hari ini merupakan perkenalan Anda secara resmi, Senor!" Mikaila menjawab dengan tenang.Gadis cantik itu memasukkan semua berkas dan laptop milik Ale ke dalam sebuah tas. Ale memperhatikannya dengan seksama, sementara dia mengikat dasinya dengan hati-hati."Mi amor!" Tiba-tiba saja pintu kamar di buka dengan kasar. Teriakan Alicia mengejutkan mereka berdua."Ada apa Alicia?" Ale bertanya dengan santai dan memeluk wanita itu mengecup bibirnya sekilas."Jika Mikaila bersamamu, siapa yang akan membantuku?" keluhnya dengan manja."Kau bisa mencari asisten baru atau aku akan meminta Mireya untuk menca
"Bibi Luisa!" Ale memanggil wanita paruh baya itu. Biasanya dia akan menunggu kepulangannya dengan duduk di dapur.Namun tidak ada yang datang. Ale membuka lemari pendingin dan mengambil botol air mineral. Sebenarnya dia jarang meminum air dingin tetapi akhir-akhir ini sungguh panas dan membuatnya kehausan."Kemana Bibi Luisa?" gumamnya pelan setelah menghabis satu botol air mineral dingin berukuran sedang."Ale, kau baru pulang?" Senora Paquita tertegun saat menemukan putranya tengah berdiri di dekat lemari pendingin."Iya Mom," sahut Ale masih terpaku menatap lemari pendingin yang terbuka."Kau lapar?" Senora Paquita menepuk bahunya pelan."Sepertinya begitu." Ale tersenyum tipis sembari menggaruk kepalanya, salah tingkah."Kalau begitu Mom akan memasakkan sesuatu untukmu. Duduklah!" Senora Paquita menunjuk ke kursi makan dan memintanya untuk duduk."Aku berganti pakaian dulu Mom." Ale memeluk sang ibunda dan
"Oyen, baik-baik di rumah ya!" Sasmaya menepuk-nepuk lembut kepala kucing itu."Meow! Meow!" Oyen seakan mengerti ucapannya dan menyahut dengan enggan."Ayolah jangan ngambek! Mami pergi sebentar saja," bujuk Sasmaya sembari menggaruk-garuk leher Oyen.Oyen memalingkan muka. Tidak mau menatapnya. Sasmaya tertawa melihat tingkah lucu kucing kesayangannya itu."Iya Mami tahu Oyen kesepian. Nanti Mami Carikan teman ya," bujuknya lagi."Oyen nanti main sama Bibi Liu ya." Seorang wanita paruh baya datang mendekat."Ngambek dia Bi!" Sasmaya tertawa diiringi gelak tawa Bibi Liu. Wanita paruh baya yang terkadang membantunya untuk membereskan rumah dan menjaga Oyen jika dia harus berpergian."Bibi, saya mungkin pulang agak makanan. Bibi pulang saja kalau pekerjaan sudah selesai, jangan lupa kue di lemari pendingin dibawa pulang ya!" Sasmaya melirik jam tangan yang melingkar di lengannya."Baik Non!" Wanita itu mengangguk mengerti dan mengambil Oyen serta menggendongnya."Saya pergi dahulu Bi. B
"Hp-mu berbunyi tuh!" Sasmaya menyenggol pria yang tengah menyandarkan kepalanya sembari memejamkan mata."Biarkan saja," sahutnya malas dan melanjutkan memejamkan matanya. Bahkan kini kakinya naik ke atas meja."Ko Kim!" Sasmaya memukul bahunya. Membuat Andrew oleng dan hampir terjatuh seandainya tidak ada sandaran sofa yang menahannya berguling ke lantai."Iya!" Andrew membuka matanya dan memperbaiki posisi duduknya.Diambilnya smartphone-nya dari dalam saku celananya. Dengan enggan disentuhnya layar gadgetnya dan memeriksa panggilan yang baru saja masuk."Astaga, Mireya!" Andrew Kim bergegas merapikan rambutnya juga pakaiannya."Rasain!" Sasmaya tertawa melihat Andrew yang tidak lagi bersikap sembarangan.Pria itu kini menuju meja kerjanya dan duduk dengan sikap wibawa seperti yang biasanya ditunjukkan pada kolega ataupun bawahannya. Hanya saat bersamanya saja, Andrew Kim bersikap bak seorang pengangguran.Sasmaya melirik sekilas Andrew yang kini sibuk menerima panggilan telepon dar
@Alicia[Mi amor]Pesan dari Alicia sedari tadi hanya dibacanya tanpa berniat untuk membalasnya. Beberapa hari ini baik Ale maupun Alicia sama-sama sibuk. Mereka bahkan jarang bertemu, sekalipun mereka tinggal di bawah atap yang sama.@Ale[Ada apa]Meski enggan, akhirnya Ale membalas pesan dari Alicia. Bagaimanapun juga Alicia sudah mendampinginya cukup lama. Dia tidak ingin membuat wanita itu merasa terabaikan dan tersisihkan begitu saja.@Alicia[Sibuk?][Bisakah kita makan siang bersama?]@Ale[Baiklah][Aku akan meminta Mikaila reservasi di restauran langganan kita]@Alicia[Gracias mi amor]Ale menatap smartphone-nya. Dia tidak lagi membalas pesan terakhir dari Alicia."Mikaila, tolong reservasi untuk makan siang nanti. Aku dan Alicia akan makan siang bersama," perintahnya pada Mikaila."Baik Senor!" Mikaila segera melaksanakan perintahnya.Ale menghela napas pelan. Sebenarnya dia tidak bisa dikatakan super sibuk jika untuk sekadar makan bersama atau menghabiskan malam bersama de
"Ada apa?" Mireya menatap Ale, heran melihatnya gelisah, tidak seperti biasanya."Tidak ada," sahut Ale dan kembali menyibukkan diri dengan beberapa hal yang ada di laptopnya."Alicia membuat ulah lagi?" Mireya bertanya kembali, kali ini terdengar serius."Sebenarnya tidak. Dia hanya menanyakan lagi tentang pernikahan." Ale menjawab dengan asal saja, sementara tatapannya tetap pada laptopnya. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya."Bagaimana kalau kalian menikah saja?" Mireya berucap dengan santai seperti tidak pernah mengetahui prinsip sang sepupu."Belum saatnya. Jika dia mau menunggu silakan saja, jika dia tidak mau, aku juga tidak keberatan." Ale mengangkat bahunya dengan santai.Mireya pun terdiam, tidak mendebat ataupun bertanya lagi. Meski jauh di lubuk hatinya dia ingin bertanya alasan di balik keengganan sepupunya itu untuk menikah."Ya sudahlah jika itu keputusanmu! Aku hanya mengingatkan, suatu saat kau membutuhkan pendamping sejati untuk hidupmu. Bukan sekadar sebuah simbo
"Selamat datang Senor Castillo!" Vin menyambut kedatangan Ale dan Mireya di bandara Chang'i."Hei Vin, apa kabar?" Ale menyapa Vin dengan gaya santai.Menurutnya pria kepercayaan Andrew Kim itu terlalu kaku. Padahal dia jauh lebih muda darinya."Saya baik saja Senor. Saya rasa anda pun terlihat lebih baik." Vin tersenyum dan menunjukkan mobil yang akan membawa Ale ke CBD."Yah seperti yang kau lihat. Mister Kim atau mungkin Florence yang aku temui nanti?" Ale bertanya sebelum masuk ke dalam mobil."Mr Kim sendiri yang akan menemani Anda Senor," sahut Vin dengan sopan."Baiklah!" Ale mengangguk dan masuk ke dalam mobil."Kenapa kau menanyakan hal itu?" Mireya menatapnya heran saat mereka sudah berada di dalam mobil."Aku tidak ingin bertemu Flo," sahut Ale pelan.Mireya tertegun, menatap Ale penuh tanda tanya. Sepanjang ingatannya, Ale tidak pernah berkeluh kesah dengan segala urusan di Singapura. Bahkan