"Hai, Ansel! Aku boleh duduk disini?"Ansel mengangkat kepalanya dan melihat seorang gadis berdiri di hadapannya. Gadis cantik berambut panjang berwarna kecokelatan. Gadis itu tersenyum sumringah kepada Ansel."Ah, tidak masalah. Tapi siapa kamu?" Tanya Ansel bingung.Gadis itu mengulurkan tangannya dengan senyum yang masih tersungging."Aku Elsa. Aku kemarin mengirimkan pesan singkat kepadamu tapi kamu tidak membalasnya. Kamu sudah lupa kepadaku?" Canda Elsa sambil tertawa kecil.Ansel menyeringai canggung. Ia bahkan tidak mengenal gadis ini. Bagaimana mungkin ia akan melupakannya?"Aku Ansel." Ujar Ansel singkat sembari membalas uluran tangan Elsa."Darimana kamu mendapatkan nomorku, Elsa?" Tanya Ansel penasaran.Elsa tertawa kecil."Itu rahasia, Ansel. Dan seorang wanita tidak pernah membocorkan rahasianya pada siapapun." Jawab Elsa sambil mengedipkan sebelah matanya.Ansel hanya mengedikkan bahunya tanda ia tak terlalu peduli dengan jawaban gadis ini. Dan sejujurnya Ansel bahkan t
Ansel menatap Clara dengan penuh antisipasi. Gadis itu tersenyum menggodanya. Menjalankan jemarinya di sekujur tubuh Ansel dan membuat bagian bawahnya terasa berdesir.Barulah sejenak menggoda Ansel, Clara tertawa kecil. "Argh! Kamu mau kemana, Clara?" Tanya Ansel geram karena Clara yang pergi meninggalkannya."Sabar Ansel, aku harus menyambut penonton kita dulu." Balas Clara sembari duduk di depan komputernya.Sepersekian detik kemudian, Clara memulai siaran langsungnya. Wajah dan bibirnya seketika berubah menjadi terlihat seksi dan sensual. Persona Kitti Bae miliknya kembali muncul ke permukaan."Halo, teman-teman. It's me, Kitti Bae! Apakah kalian merindukanku?" Sapa Clara pada para penontonnya.Barulah beberapa detik siaran langsungnya dimulai, tapi jumlah penontonnya sudah melesat ke angka ratusan. Sebuah pencapaian luar biasa untuk Clara yang baru menjadi live streamer selama empat bulan. Para penonton hari ini langsung bersorak semarak melihat Clara yang tampil lebih berani d
Clara terkekeh pelan. Matanya menatap Ansel dengan sendu. Ia lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Ansel."Kamu menyukainya?" Tanya Clara pelan.Ansel mengangguk mantap. Tentu saja, walaupun ia terikat tak berdaya, ada sensasi lain yang membuat pengalaman ini terasa sangat menyenangkan. Dan Clara sungguh pandai membuat Ansel kelonjotan dengan permainannya."Mmm, aku sangat menyukainya. Mungkinkah aku mendapatkan ronde dua?" Balas Ansel terkekeh pelan.Clara mencubit batang hidung Ansel sambil tertawa."Dasar kamu ini, Ansel." Jawab Clara dengan manja.Gadis itu lalu memperhatikan reaksi para penontonnya. Rata-rata meneriakkan ingin meminta tontonan lain yang lebih panas. Mereka tampaknya benar-benar menyukai aksi Clara hari ini."Kalian ingin melihat sesuatu yang lebih gila?" Goda Clara ke arah kamera."Iya! Kamu belum menunjukkan aksi puncakmu malam ini Kitti Bae!""Kami butuh pertunjukan lain!"Clara tertawa pelan."Kalian benar-benar menakjubkan, teman-teman!" Ujar Clara sambil mena
Clara mengamati statistik video terakhirnya bersama Ansel. Hasilnya sangatlah menakjubkan. Siapa yang menyangka video itu akan masuk ke dalam Top 10 video paling banyak ditonton di platform tersebut?Dan karena itu pula, pelanggan di kanal milik Clara melesat jauh naik ke atas. Dalam sekejap Clara seolah jadi superstar di dunia maya. Clara bersorak senang. Apalagi setelah matanya membaca nominal uang yang tertera disana."Wah! Gila! Ini luar biasa sekali!" Seru Clara senang.Karena suasana hatinya yang sedang baik, Clara ingin sekali mentraktir Ansel. Bagaimanapun juga Ansel adalah rekan kerjanya dan berkat Ansel pula kanalnya bisa berkembang sepesat ini. Clara mengirimkan pesan singkat kepada Ansel menanyakan keberadaannya. Dan Ansel secepat kilat membalasnya. Mengatakan bahwa dia berada di kafe depan kampusnya."Memangnya kenapa?" Ansel bertanya dalam pesan singkat tersebut.Karena Clara ingin membuat kejutan untuk Ansel, ia tidak ingin memberitahukan alasannya bertanya hal tersebu
"Baby, makanlah ini. Aku sudah memasakkannya untukmu."Ansel mendelik melihat ke arah Clara. Sejak pertemuannya dengan Elsa tadi siang, Clara tak henti-hentinya menggoda Ansel dengan panggilan Baby. Bukannya Ansel membencinya, tapi Ansel sadar benar Clara memanggil Ansel seperti itu hanya untuk mengerjainya. Bukan karena Clara benar-benar mencintai Ansel."Kumohon, hentikanlah, Clara. Aku benci mendengarnya." Ucap Ansel sebal.Clara berpura-pura kaget."Benarkah? Maafkan aku, Baby. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Kamu mau kan memaafkanku, Baby?" Goda Clara tanpa henti.Ansel benar-benar kesal. Ia memutuskan untuk pura-pura merajuk agar Clara menghentikan candaannya. Melihat bibir Ansel yang mengerucut, Clara makin tertawa lebar. Perutnya bahkan sampai kram karena menertawai Ansel."Astaga, kenapa kamu begitu membencinya, Ansel? Elsa sepertinya gadis yang baik kok." Ujar Clara sembari duduk di sebelah Ansel.Ansel mendengus sebal. Rasanya tidak mungkin jika ia berteriak kepada Clara
Clara duduk dengan tenang. Di hadapannya, gadis berambut cokelat yang kemarin ia temui tengah duduk disana. Elsa mengirimkan pesan padanya semalam. Ia meminta Clara untuk bertemu dengannya karena ada sesuatu yang ingin ia bicarakan.Tangan Clara meraih latte miliknya. Ia meneguk minuman itu sedikit dan kembali meletakkan gelas tersebut."Jadi kenapa kamu ingin menemuiku, Elsa?" Tanya Clara penasaran.Elsa tersenyum tipis. Ia lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Clara sambil menatap lurus gadis itu."Aku ingin meminta bantuanmu, Clara. Karena kamu adalah sahabat Ansel, aku rasa kamu adalah orang paling tepat yang bisa membantuku." Ujar Elsa serius.Clara menegakkan tubuhnya yang bersender. Ia memperhatikan gadis di depannya dengan saksama. Clara lalu melipat tangannya di depan dada. Memasang wajah ingin tahu."Membantu bagaimana?" Tanya Clara bingung."Kamu taju kan, aku sangat menyukai Ansel. Sangat-sangat menyukainya. Dan aku rasa Ansel juga menyukaiku, Clara." Ujar Elsa sungguh-sungg
"Apakah kamu mau ikut ke apartemenku malam ini?"Nick bertanya pada Clara saat mereka tengah berjalan pulang dari kencan. Clara mengangkat wajahnya dan menatap Nick bingung."Maksudmu, Nick?" Tanya Clara tidak mengerti."Apa kamu mau ikut ke apartemenku sekarang? Kamu tahu kan, ini sekarang baru jam delapan malam. Masih terlalu cepat untuk pulang. Yah, mungkin kita bisa menonton Netflix misalnya." Ujar Nick lagi sambil mengedikkan bahunya.Clara tertawa. Kenapa kekasihnya tiba-tiba menjadi pemalu seperti ini?"Astaga, Nick. Kenapa kamu menjadi gugup seperti itu? Ayo, kita ke apartemenmu sekarang." Ajak Clara bersemangat. Tangannya langsung meraih Nick dan menggandengnya.Lalu Clara menoleh ke belakang, melihat ke arah kekasihnya dengan tatapan bingung."Tapi dimana apartemenmu?" Tanya Clara sambil tersenyum malu.Nick tertawa lebar. Rasanya gemas sekali melihat Clara yang tampak bingung itu. Nick langsung mencubit pipi Clara pelan. Ia tidak bisa menahan kelucuan itu untuk dirinya send
Clara masuk ke sebuah kamar dengan sentuhan monokrom yang sangat kental. Warna hitam, putih, dan abu-abu dominan menghiasi kamar itu. Khas kamar pria lajang sekali. Tapi kamar itu sangat besar. Bahkan terlalu besar untuk ditempati seorang diri."Ini kamarmu, Nick?" Tanya Clara tak percaya.Nick mengangguk mantap."Tentu saja. Sini ikut aku, akan kutunjukkan sesuatu yang lebih menakjubkan." Ajak Nick sambil menggandeng tangan Clara untuk masuk ke kamarnya.Clara dengan patuh mengikutinya. Nick lalu mengajaknya ke balkon kamarnya. Dari balkon itu, sebuah pemandangan menakjubkam tersaji disana. Pemandangan laut lepas Singapura dengan patung Merlion sebagai pemanisnya. Clara berdecak kagum. Membayangkan betapa eksklusifnya apartemen ini."Wah ini gila. Luar biasa, Nick! Bagaimana mungkin kamu bisa tinggal di apartemen sebagus ini?" Seru Clara kagum."Bisa dikatakan aku ini pewaris keluarga yang kaya?" Canda Nick sambil tertawa. Tapi Clara malah terbelalak mendengarnya."Tidak. Bukan seper
Ansel dan Clara tiba di kamar pengantin mereka. Ansel sengaja menyewa kamar dengan pemandangan terbaik di Castle Bromwich Hall, salah satu hotel dengan desain klasik yang paling menakjubkan di Birmingham. Ia akan membuat malam ini menjadi malam paling romantis bagi mereka berdua.Kedua tangan Ansel menggendong Clara layaknya seorang pengantin wanita. Ia membawa istrinya masuk ke dalam kamar itu sembari sesekali mencuri ciuman ke bibir Clara. Tawa Clara terdengar renyah dan menghangatkan hati Ansel.Sesampainya di kamar, Ansel segera menurunkan Clara dan gadis itu berseru senang sembari memeluk Ansel erat."Kita akhirnya menjadi suami isteri, Sayang!" Seru Clara bahagia.Ansel mendaratkan sebuah ciuman singkat di bibir Clara. Matanya lalu menatap Clara dengan penuh cinta seolah cinta itu bisa menenggelamkan Clara saat itu juga. Tangan Ansel menarik turun resleting gaun yang dipakai Clara dan pakaian putih itu dengan cepat meluncur ke kedua kaki Clara. "Tidak sabar lagi, hmm?" Goda Cla
Semuanya bak mimpi yang begitu indah. Taman yang cantik ini, suasana yang begitu romantis, dan Ansel yang berlutut dengan cincin di hadapannya. Clara begitu terkejut hingga ia tak bisa mengatakan apapun. Satu-satunya reaksi yang bisa ia keluarkan hanyalah menangis. Tangisan haru yang meleleh dari kedua matanya."Clara Deolindra, will you marry me?"Ansel mengatakan itu dengan senyuman yang begitu lebar. Seolah kebahagiaan begitu besar ada di depan matanya sekarang."Aku sangat mencintaimu, Sayang. Aku bahkan tidak bisa membayangkan masa depan dimana tidak ada kamu di dalamnya. Dan kejadian kemarin membuat aku sadar betapa aku tidak ingin kehilangan dirimu." Ujar Ansel lembut.Ia mendongakkan wajahnya dan menatap ke arah Clara yang menangis terharu. "Jadi, maukah kamu bersamaku selamanya sebagai isteriku, Sayang?"Tak ada keraguan sama sekali di hati Clara. Sejak lama ia mendambakan hari dimana Ansel akan melamarnya. Berandai-andai dengan mimpi yang sepertinya tak akan pernah tergapai
Kondisi Clara sudah jauh membaik sejak kesadarannya pulih. Alat bantu yang mempertahankan hidupnya sudah dilepaskan satu persatu dan bahkan Clara sudah diperbolehkan untuk keluar dari ruangannya untuk berjalan-jalan sejenak.Dan kebahagiaan teramat besar dirasakan Ansel, Elliott, serta Adeline. Bagaikan diberi keajaiban yang luar biasa, ketiganya tak henti tersenyum setiap kali melihat perkembangan pada kondisi Clara.Hari ini, tepat tiga minggu Clara berada di rumah sakit. Hari ini juga merupakan hari dimana dokter sudah memperbolehkan Clara untuk pulang. Pukul sebelas siang, Ansel dan Clara siap pergi meninggalkan rumah sakit itu. Ansel mendorong Clara yang berada di atas kursi roda untuk menyusuri koridor rumah sakit."Kita akan pulang hari ini, Sayang. Kamu senang?" Tanya Ansel bersemangat.Clara mengangguk mantap. Sejujurnya ia sudah sangat muak berada di rumah sakit. Tidak bisa melakukan apapun dan yang ia lakukan hanyalah terbaring di ranjang seharian. Clara merindukan rutinita
Kedua pria itu begitu larut dalam pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya Ansel memutuskan untuk memecahkan keheningan dengan menegur sang ayah."Ada apa, Dad?"Elliott berdeham. Ia memutar tubuhnya untuk menghadap ke arah puteranya itu. Tatapannya serius dan Ansel seolah mengerti apa yang ingin dikatakan ayahnya saat itu."Tentang Mom?" Tanya Ansel pelan.Elliott mengangguk. Ansel mengusap wajahnya dengan kasar."Ada apa lagi? Apa yang Mom keluhkan kepadamu kali ini?""Aku memintamu untuk memaafkan Mom, Ansel. Apakah kamu bisa melakukannya?" Elliott bertanya dengan begitu hati-hati. Ia tahu permintaannya itu sangat sulit dikabulkan Ansel sekarang. Setidaknya hingga Clara sadar.Ansel tertawa pahit. Ia lalu mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Clara yang masih terbaring dalam koma di atas ranjangnya."Setelah semua hinaan yang diberikannya pada Clara, Dad? Kurasa tidak, Dad." Ucap Ansel lirih.Elliott menghela nafas berat. Ia memegang pundak Ansel dan meremasnya pelan. Puteranya
Tiga hari berselang, kondisi Clara dinyatakan jauh lebih baik. Walaupun belum sadar dari pingsannya, Clara sudah bisa dipindahkan ke kamar perawatan umum. Dan Ansel bisa merawat kekasihnya dan berada di sisinya setiap saat."Iya, Clara akan baik-baik saja, Bu. Maafkan aku karena semua ini terjadi saat Clara bersamaku. Tapi aku berjanji aku akan merawat Clara dengan baik." Ansel mengakhiri pembicaraannya di telepon. Ia menatap layar ponselnya dengan kosong. Helaan nafasnya terdengar berat namun Ansel memaksakan senyum tersungging di bibirnya.Ia kembali masuk ke kamar tempat Clara dirawat dan duduk di sisi ranjang."Ibumu menelepon, Sayang. Dia sangat mengkhawatirkanmu. Tapi aku sudah mengatakan kepadanya bahwa kamu akan baik-baik saja. Iya kan?"Hening. Gadis yang ditanya pun tidak menjawab apa-apa. Clara masih tertidur bak puteri di dalam dongeng. Wajah cantiknya tampak pucat dan Ansel tersenyum getir melihatnya.Ansel meraih tangan kekasihnya itu, meremasnya lembut, dan menciumnya
Kabar itu datang bagaikan petir di siang bolong. Menyadarkan Ansel dari segala lamunannya dan menghentakkannya kembali ke bumi. Begitu hancur hingga rasanya ia tak sanggup untuk menatap lurus ke depan.Dua kata. Hanya dua kata yang dikatakan ibunya di telepon. Tapi dua kata itu sukses menjungkirbalikkaan kehidupan Ansel. Membuatnya berlari dengan nafas memburu seperti orang gila.Clara kecelakaan. Kekasihnya mengalami kecelakaan. Dan bagaimana keadaan Clara sekarang? Apakah ia baik-baik saja? Astaga, Ansel bahkan belum sempat berbicara dengannya tentang kesalahpahaman kemarin. Dan semuanya sudah menjadi kacau seperti ini dalam satu kedipan mata.Dengan terburu-buru, Ansel memacu mobilnya ke rumah sakit tempat Clara dilarikan. Ia tak peduli bagaimana kacaunya ia terlihat saat itu. Persetan dengan dasinya yang masih belum terikat dan sepatunya yang ia pakai secara asal-asalan. Yang terpenting bagi Ansel sekarang hanyalah melihat Clara. Tidak ada yang lain.Dua puluh menit memacu mobilny
Entah berapa kali Clara mengutuk dirinya sendiri dan hati lembutnya ini. Ia sudah bertekad bahwa ia akan mengabaikan Ansel dan benar-benar menunjukkan kemarahannya. Namun sekarang, disinilah ia. Berjalan di pusat perbelanjaan Edinburgh mencari oleh-oleh untuk orang-orang yang ia sayangi. Hiasan kristal untuk Adeline, wiski untuk Elliott, dan wine serta parfum untuk Ansel.Ah, kenapa Clara bodoh sekali? Kenapa ia masih saja mau menghabiskan waktu dan uangnya untuk mereka yang bahkan tidak peduli dengannya?Tapi seperti itulah Clara. Beginilah cara ia menunjukkan rasa cintanya. Tak peduli seberapa kesalnya ia dengan orang-orang itu (kecuali Elliott, tentu saja), Clara tetap akan tersenyum lebar dan memberikan oleh-oleh ini kepada mereka."Semoga mereka menyukainya." Gumam Clara sembari mendorong troli belanjanya menuju kasir.Penerbangannya dua jam lagi dan Clara sekarang tengah menunggu pesawatnya di bandara. Ia melirik ponselnya lagi. Lagi-lagi panggilan dari Ansel. Untuk pertama kali
Pemotretan di Edinburgh benar-benar menyenangkan. Clara diharuskan berfoto di lokasi yang sedikit menantang yaitu di atas tebing St. Abbs. Dengan angin yang bertiup begitu kencang dan ombak yang menerpa dengan deras di bawahnya, tentu saja berfoto dengan menggunakan dua potong lingerie menjadi hal yang sedikit sulit untuk dilakukan.Tapi Clara menyukainya. Tidak, bukan hanya sekedar menyukainya. Clara benar-benar menikmatinya. Dan setidaknya kesibukannya ini akan mengalihkan perhatian Clara dari masalahnya dengan Ansel."Memangnya Ansel saja yang bisa sibuk bekerja?"Jepretan demi jepretan di ambil dan puluhan hasil foto yang tampak luar biasa benar-benar membuat Clara kagum. Jika ia adalah dirinya dua tahun lalu, maka mungkin Clara tidak akan pernah menyangka bahwa ia bisa bergaya sebagus itu. Layaknya seorang model profesional.Tapi Clara yang sekarang berbeda dengan Clara yang dulu. Ia sekarang adalah satu di antara deretan model La Perla. Dan juga salah satu model yang melenggok d
Pikiran Ansel benar-benar kalut. Hatinya tidak tenang karena rasa gelisah. Wajah terakhir yang ia lihat sebelum Clara pergi tadi pagi adalah hal yang paling tidak bisa ia lupakan. Kekasihnya itu benar-benar kecewa dan terluka. Matanya sembab karena menangis begitu hebat. Dan semua itu disebabkan oleh Ansel. Ansel dan segala egoismenya yang tidak bisa ia bendung.Dan karena itu pula Ansel tidak bisa fokus bekerja sejak tadi. Pikirannya selalu kembali kepada Clara dan Clara lagi. Rapat hari itu bahkan berjalan terasa sangat lambat karena Ansel tidak bisa meraih ponselnya untuk menghubungi kekasihnya itu."Jadi bagaimana, Tuan Brooks? Konsep iklan yang mana yang menurut Anda paling baik?"Pertanyaan dari salah seorang karyawannya menyadarkan Ansel dari kekalutannya. Ia segera mengerjapkan matanya berkali-kali dan mencoba untuk kembali fokus pada pekerjaannya.Sadar, Ansel! Ada proyek senilai lima juta poundsterling yang harus kamu selesaikan!Ansel meninjau konsep yang dibuat oleh timnya