Dada Mona berdebar kencang. Saat itulah Marfin mendekati Mona dan berkata. "Sedang apa kau, malam-malam berada di dapur?"Mona terkejut dan dadanya berdebar kencang saat melihat Marfin berada begitu dekat di sampingnya. "Em ... aku lapar," jawab Mona.Marfin mengangguk dan menyentuh tangan Mona seraya berkata. "Bisakah kamu tidak menunjukkan kemesraan di depan mataku dengan papa?"Mona menarik tangannya seraya melirik ke arah asisten yang berada jauh dari mereka. "Memangnya kau pikir aku tidak merasa sakit saat tahu kamu menghianatiku?" ucap Mona sambil menunduk.Marfin dengan tegas berkata. "Tapi aku masih mencintaimu, Mona. Aku sangat mencintai kamu sampai sekarang."Mona menunduk sambil menikmati makanannya, seolah-olah dia tidak bicara serius dengan Marfin."Jangan kau bilang lagi kata-kata itu. Sudah cukup, dan mungkin itu hanya dulu. Sekarang tidak seperti itu, bukan?" ucap Mona dengan nada ringan."Aku sayang sama kamu, Mona," kata Marfin sambil menghela nafas dalam.Mona mengge
Mona melongo saat membuka pintu, sebab yang datang bukanlah orang yang dia tunggu-tunggu. Bukan asisten atau siapapun yang membawakan pembalut. Melainkan Marfin, berdiri di depan pintu dengan tangan melipat di dada.Mona bertanya. "Ada apa? Ada perlu apa?"Marfin melirik ke arah dalam kamar seraya berkata. "Saya hanya mengantar ini." Lalu Marfin mengambil sesuatu dari belakang tubuhnya, sebuah kantong yang berisi pembalut.Mona mengerutkan keningnya, bingung kenapa Marfin yang membawanya. "Kenapa kamu yang antar?" tanya Mona."Tidak perlu kau tahu, sebab itu perhatian kecil dari orang yang mencintaimu," ucap Marfin. Mona tampak risau dan celingukan, takut kalau-kalau suaminya, Leo, mendengar."Oke, makasih," tambah Mona sambil menutup pintu setelah sebelumnya mengambil pembalut dari tangan Marfin.Leo, yang kini terduduk, menatap ke arah Mona yang langsung menuju ke kamar mandi. Leo bertanya. "Itu sudah datang? Siapa yang antar? Seperti suara putraku."Mona mematung sesaat, lalu berkat
Leo dan Mona saling bertatapan. "Aku harus pergi," ucap Leo sambil beranjak dan merapikan jasnya. Mona bangun dan hanya bisa menatap punggung Leo yang dengan cepat meninggalkannya.Mona kemudian berjalan dengan langkah yang sedikit sempoyongan, masih merasakan kantuk."Mandi ah, biar fresh," gumam Mona. Dia menyalakan air dan tidak lupa menambahkan aroma terapi untuk berendam.Selesai mandi, Mona dibuat terkejut karena mendapati Marfin berada di kamarnya."Kamu ngapain di sini? Keluar!" titah Mona dengan nada yang tegas."Maaf, aku hanya ..." belum sempat Marfin menyelesaikan kalimatnya, Mona sudah memotongnya. "Tidak ada 'hanya', Marfin. Keluar dari kamar saya, sekarang juga!" perintah Mona dengan nada yang semakin tegas serta telunjuk menuding ke arah daun pintu.Marfin yang duduk di sofa hanya menatap ke arah Mona yang hanya mengenakan kimono handuk saja. Marfin bertanya dengan nada menantang. "Kalau aku tidak mau, gimana?"Mona tetap menuding ke arah pintu, dengan perasaan yang t
Mona hampir saja menjerit, tapi segera menutup mulutnya dengan tangan. Dia terkejut melihat sesuatu yang bergelantungan, tapi bukan monkey."Kenapa?" tanya Leo singkat.Mona mengulum senyumnya sambil mengalihkan pandangannya ke cermin. "Tidak ... tidak ada apa-apa," seru Mona."Seperti tidak pernah melihat saja." Leo masuk ke dalam bathtub sambil berkata."Gak malu apa senjatanya ke mana-mana, dasar laki-laki." Mona menggerutu dalam hati. Lalu, Mona hendak keluar dari kamar mandi."Mau kemana?" selidik Leo lagi."Mau keluar, mau menyiapkan pakaianmu," Mona menuding ke arah pintu."Temani saya di sini," ucap Leo.Tapi Mona memprotes. "Tapi, Om ...."Leo mengangkat tangannya memberi tanda tidak suka di bantah."Temani saya di sini!" pinta Leo penuh penekanan.Pada akhirnya, Mona berdiam diri sambil berdiri miring dan melihat ke mana-mana."Saya bilang, temani saya," ucap Leo."Om, ini sudah aku temani kan? Apalagi?" Mona menjawab dengan nada dingin."Tapi bukan di situ," imbuh Leo sambi
"Tapi, Om, ayahku sakit dan aku ingin menjaganya," ucap Mona dengan nada memelas.Leo tetap teguh dengan pendiriannya. "Sudah kubilang, ikut denganku," katanya.Karena dia juga memiliki pertimbangan sendiri. Leo telah menyiapkan pengobatan untuk ayah mertua Mona serta perawat yang akan merawatnya.Hati Mona mencelos dan sedih, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa jika suaminya memutuskan seperti itu."Baiklah, kalau begitu, tapi aku sudah menyiapkan pengobatan untuk ayah dan perawatnya," kata Mona dengan sedikit kekecewaan.Leo menghela nafas dan berkata bahwa semuanya akan beres. Mereka pun bersiap pulang untuk mempersiapkan diri sebelum berangkat ke Makassar.Di dalam mobil, Mona merasa lapar karena belum makan. Namun, Mona hanya melamun sambil menatap keluar jendela, memperhatikan kendaraan yang berlalu-lalang. Cuaca terlihat indah, langit cerah dengan awan biru yang menghiasi cakrawala.Mobil berhenti, tetapi Mona tidak memperdulikannya dan tetap terbuai dalam lamunannya. Pikiranny
Akhirnya, Leo memutuskan bahwa ia akan pergi sendirian, dan ia meminta Mona untuk menjaga ibunya di rumah. "Tapi, Om, aku lebih baik ikut saja," protes Mona.Pikirnya Mona, menjaga ayahnya saja tidak boleh. Lah ini harus menjaga ibu mertua yang jelas-jelas tidak menyukai dirinya. "Jangan membantah," sambil mengenakan jas dan kata-katanya penuh penekanan. Sang ibu sudah diperiksa oleh dokter dan hasilnya adalah ia harus istirahat total. "Gimana sih, aku mau merawat ayah! tidak boleh, ini harus merawat ibu mertua. Gimana sih, kamu aneh deh Om," keluh Mona.Leo menatap kosong ke arah Mona yang tampak keberatan.Mona terus menggerutu hingga bibirnya komat-kamit tampak lucu. "Sayang, cuma nemenin," kata Leo, karena bukan Mona yang merawat tapi banyak orang, Mona hanya bertugas sebagai pengganti kehadiran Leo saja. "Kalau aku kangen kamu gimana?" kata Mona dengan nada manja sambil merapikan dasi Leo.
Mona terkejut ketika merasakan getaran ponselnya dan mengetahui bahwa pesan tersebut berasal dari rumah yang memintanya untuk pulang segera."Ayah, aku pulang dulu ya. Suamiku sedang pergi ke luar kota. Nanti aku akan datang lagi," pamit Mona kepada ayahnya."Baiklah, pulanglah dan hati-hati. Kamu harus patuh pada suamimu dan menyayangi keluarganya, terutama karena suamimu sangat baik dan bahkan mau membiayai ayah di sini," kata ayahnya dengan lirih.Mona mengangguk dan mencium tangan sang ayah seraya berkata."Ya sudah, Ayah. Aku pulang dulu ya." Mona berjalan cepat menuju mobilnya, di mana sopir setia menunggunya."Pak, segera pulang ya," ucap Mona pada sopir."Baik, Nyonya muda!" sopir itu mengangguk dan menyalakan mobilnya setelah Mona tampak duduk dengan manis."Ada apa aku disuruh pulang segala? Leo kan tidak tahu aku pergi. Lagian dia nggak akan marah," gumam Mona sambil menatap ke arah luar jendela yang hanya terlihat kegelapan dan sinar dari penerangan jalan.Mona menghela na
Mona menjerit kaget saat melihat keberadaan Leo yang berdiri tidak jauh dari tempat tidur."Om, suami apa benar itu kamu?" tanya Mona sambil melonjak bangun dan dudukkan dirinya."Memangnya ku pikir aku ini siapa?" pria dingin itu balik bertanya dengan tatapan datar kepada Mona."Tidak, tidak, tidak. Mungkin itu kamu, suamiku sedang pergi, dan sebaiknya kamu pergi jauh-jauh dariku," kata Mona sambil mengibaskan tangannya.Mona beranjak berdiri dan mendorong bahu Leo agar pergi dari kamarnya."Ini saya, Mona," ucap Leo dengan tegas.Mona menghentikan langkahnya yang berusaha menyeret tubuh Leo agar keluar dari kamar."Beneran, Om? Suami kamu balik lagi?" selidik Mona dengan tatapan yang menyelidik."Kau pikir saya setan?" Leo balik bertanya."Em... beneran ini kamu, Om?" tanya Mona kembali seraya mengerjapkan kedua manik matanya dan menepuk kedua pipi Leo yang lebih tinggi darinya, ingin memastikan apa benar ini suaminya atau bukan.Mona yakin kalau suaminya sedang pergi ke luar kota.
Laksmi menatap dengan rasa tidak percaya bahwa malam ini dia harus keluar dari rumah impian itu, bahkan tanpa mendapatkan penghormatan dan mungkin tidak akan mendapatkan apa-apa. "Marfin, aku tidak selingkuh dan di mana buktinya aku selingkuh? Aku hanya ngobrol saja dengan dia. Dari mana buktinya aku selingkuh?" Laksmi berusaha membela diri. "Jangan banyak bicara! Bawa bajumu keluar dari sini! Semua barang-barang mu, get out!" ucap Marfin sambil menunjuk ke arah pintu yang terbuka lebar. "Tapi kan tidak ada buktinya bahwa saya selingkuh. Jadi tidak ada alasan bagimu untuk menceraikan saya!" teriak Laksmi dengan nada putus asa. "Sekarang, aku minta kamu segera merapikan semua barang-barang dan keluar dari rumah ini!" sergah Marfin sambil melempar semua barang Laksmi keluar kamar. Bahkan bukan hanya barang-barangnya yang dilempar keluar kamar, Laksmi pun ditarik keluar kamar. Padahal, ia baru saja ingin menggendong Mandala yang terdiam, melihat kedua orang tuanya dengan kebingu
Brak!Marfin mengejutkan mereka dengan menggebrak meja mereka, tatapan tajam diarahkan langsung pada Laksmi dan prianya. "Oh, ini yang namanya males keluar, pengen barengan di rumah, secrol medsos. Rupanya di sini ya. Saya tidak menyangka, ternyata kamu seorang ibu yang jahat, seorang istri yang penghianat!"Laksmi, terkesiap, melonjak naik berdiri, tidak percaya dengan kedatangan Marfin di hadapannya yang tadi katanya bermain di taman dan membawa anak tiba-tiba berada di depannya."Mar-Marfin, kamu ngapain di-di di sini?" suara Laksmi belibet, saking kagetnya."Kenapa, Mama Laksmi kaget? Karena suami yang lebih muda ini berada di sini? Kamu ternyata wanita murahan! Dulu kamu menggodaku, sampai hancurnya hubunganku dengan Mona. Dan sekarang kamu telah menghancurkan hubungan kita," suara Marfin dengan tegas."Ini tidak ... Ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Aku ... aku bisa jelaskan," sahut Laksmi dengan suara yang terbata-bata.Marfin mengangkat tangan memberi kode agar Laksmi tid
Setelah beberapa saat muter-muter membawa Mandala jalan-jalan akhirnya Martin hendak menuju pulang namun sebelum masuk ke area perumahannya melihat mobil sang istri keluar membuat dia tertarik untuk mengikutinya dan mencoba untuk menanyakan keberadaannya sekarang di mana.(Kamu di mana? bisa datangin aku nggak, di taman sedang mengajak Mandala bermain) kirim.Beberapa saat kemudian terdengar notif masuk. Ting ....(Aku sedang berada di rumah lah. Malas untuk keluar!) jawab Laksmi.Kemarin merasa kebingungan apa ya di rumah tapi yakin kok itu mobilnya. Sehingga Ia terus mengikuti mobil tersebut memperhatikannya dari kejauhan."Aku jadi penasaran, aku yakin kok mobilnya istriku, apa mobilnya dipinjamkan sama orang lain? Tapi sama siapa? Nggak mungkin juga," gumam Marfin sambil terus mengawasi mobil yang berjarak beberapa meter di depannya.Sementara itu, Mandala tertidur di jok samping, sesekali Marfin memperhatikan anaknya dan jalan bergantian. "Rasanya sangat tidak mungkin mobilnya d
Marfin melanjutkan perjalanannya, mengendarai mobil kesayangannya menuju pulang ke rumah. Saat tiba di rumah, ia disambut oleh putranya, Mandala, yang berusia kurang lebih satu tahun. Mandala sudah mulai bisa bicara dan bertanya kepada Marfin tentang oleh-oleh yang terlupa Marfin beli."Aduh lupa! Ayah lupa sayang!" Kata Marfin dengan senyuman."Mmm, Ayah! Kok lupa sih ... beli oleh-oleh buat Mandala?" tanya Mandala dengan suara polos dan penuh harap.Marfin merasa bersalah karena lupa membawa oleh-oleh untuk Mandala. "Maaf, Sayang. Ayah lupa membawa oleh-oleh untuk Mandala. Tapi Ayah akan memberikannya nanti, ya."Mandala mengangguk dengan wajah kecewa yang segera berubah menjadi ceria. "Baik, Ayah. Mandala tunggu. Jangan lupa lagi ya! Janji"Marfin merasa berat hati karena lupa membawa oleh-oleh, namun janji lain kali akan membawanya. Sesuatu yang spesial untuk Mandala. Dia menuntun Mandala masuk ke dalam rumah.Namun, saat mereka masuk, Marfin mendapati istrinya, Laksmi, sedang asi
Suasana rumah begitu ramai menyambut kedatangan baby kembar Arda dan Ardi. sekian waktu kemarin menghilang. Kini datang kembali Mambawa kebahagiaan untuk Leo dan keluarga.Saat itu datang dua orang polisi dengan tegaknya dan begitu hormat kepada Leo. "Silakan duduk!" Leo menyilakan duduk kepada tamunya."Terima kasih!" Keduanya duduk di sofa berhadapan dengan tuan rumah.Polisi memberikan laporan yang mengungkapkan bahwa dalang di balik penculikan anaknya adalah Alexa, dan bahkan terbukti bahwa Alexa juga terlibat dalam penggelapan uang perusahaan Leo. Leo sangat terkejut dan jatuh dalam rasa nyesek yang mendalam, bertanya-tanya apa maksud dari semua ini."Apa? Alexa? Apa maksud dari semua ini?" Leo tidak habis pikir. Bagaimana bisa dia melakukan penculikan dan menggelapkan uang perusahaannya."Iya, Pak Leo. Setelah melakukan penyelidikan yang mendalam, kami menemukan bukti yang mengarah kepada Alexa. Dia memiliki motif di sebalik ini, melakukan penculikan demi satu tujuan dan mengge
Mona kembali melihat ke arah sang suami yang menikmati makan bakso nya dengan sangat lahap. "Sebaiknya kita pulang," ajak Leo setelah menghabiskan makannya, berdiri dan menyimpan lembaran uang di bawah mangkok. Mona, menganggukkan kepala, lalu berdiri hendak meninggalkan tempat itu. "Saya sudah melihat kedua baby yang sekarang dirawat oleh Abang tukang bakso, wah lucu-lucu kembar lagi," suara pria yang berada di belakang Mona menarik perhatian mereka berdua. "Apa Pak, Abang tukang bakso merawat kedua baby kembar? Dan baby siapa itu?" Mona menjadi penasaran. "Entah, yang jelas di bawa sama orang gila dan sekarang dirawat sama istrinya tukang bakso," kata si bapak tadi. Leo segera merogoh sakunya, mengambil ponsel lalu dia menunjukkan foto baby Arda dan baby Ardi. "Apakah kedua baby ini?" tanya Leo penasaran, kepalanya menoleh banyak orang-orang yang berada di sana. Orang yang tadi mengobrol sama bapak yang barusan saling pandang, entah apa yang berada dalam pikiran mereka. "Kam
Mona akhirnya mau makan, setelah Marfin berhasil membujuknya dan memberinya makan dari tangannya. Leo merasa cemburu dan mengambil alih posisi Marfin."Sini, biar Papa saja," kata Leo sambil menyuapi Mona. "Sayang, makan yang banyak," ucap Leo pada Mona yang membuka mulutnya."Aku ingin bertemu bayi. Aku takut dia-" Mona terhenti saat Leo menempelkan jari di bibirnya.Marfin menatap Mona dan Leo yang terlihat mesra. Hati Marfin juga merasa cemburu melihat Mona yang begitu dekat dengan Leo. *****Hati Mona penuh kekhawatiran dan kegelisahan. Dia tidak dapat membayangkan apa yang mungkin terjadi pada kedua putrinya yang hilang. Berbagai pertanyaan bergejolak di dalam pikiran mereka."Di mana bayi-bayi kita? Kapan kita akan menemukan mereka?" Kata Mona sambil menatap keluar jendela."Aku tidak tahu. Kita akan terus mencarinya," balas Leo sambil memandang ke jalan yang terlewati saat ia mengemudi.Mereka memutuskan untuk berjalan-jalan, mencari tanda-tanda keberadaan mereka. Mona berharap
Sementara itu, polisi sedang mengintai tempat yang dicurigai sebagai tempat bersembunyinya orang yang membawa bayi kembar, Arda dan Ardi.Dengan tegas, suara polisi memperingatkan. "Jangan bergerak! Serahkan dirimu, kalau tidak mau terjadi sesuatu padamu!" Polisi menodongkan senjata api ke arah wanita yang sedang memunggungi, sementara beberapa polisi lain berada di sekitar.Wanita itu, dengan rasa kaget, masih menghubungi pihak polisi dan perlahan-lahan mengangkat kedua tangannya. Kemudian, polisi segera meringkusnya, mengamankan tangannya ke belakang.Tanpa ada perlawanan, wanita tersebut digelandang ke kantor polisi. Selama di perjalanan, polisi terus menanyai di mana bayi kembar tersebut, namun wanita itu masih bungkam. Saat digeledah, tempat itu tidak ditemukan bayinya, hanya ada barang bukti berupa pakaian bayi.Berita mengenai kejadian ini langsung sampai ke telinga Leo dan Mona. Keduanya mendatangi polisi segera setelah mendengar kabar tersebut.Plak.Tidak dapat mengendalikan
Mona masuk ke kamar bayinya dengan hati yang panik dan terpukul. Dia melihat tempat tidur kosong dan bayinya sudah tidak ada di situ. Keadaan ini membuatnya kehilangan kendali dan dia langsung berteriak."Arda. Ardi, tolong ... bayiku hilang! Dia tidak ada di sini!" seru Mona dengan suara lantang.Mendengar teriakan Mona, semua orang di rumah berhamburan menuju kamarnya. Mereka melihat wajahnya yang panik dan hancur, dan situasi menjadi semakin kacau."Apa yang terjadi? Dimana bayimu?" tanya Wati yang lebih dulu sampai di lokasi dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Baby aku hilang, Wati! Dia tidak ada di tempat tidurnya," kata Mona dengan suara yang penuh keputusasaan, sementara susternya pun yang baru selesai makan datang ke sana.Mona mencari ke kolong tempat tidur. Ke balik gorden. Balik sofa ... Dan asisten lain pun ikut mencari. suster pengasuh baby Arda dan Ardi pun kebingungan tadi kan waktu dia tinggalkan bersama Mona, terus kenapa sekarang tidak ada."Sabar, sayang," kata L