Mona, keluar dari mobil setelah puas seharian ini, ke salon dan belanja, melangkah dengan pasti masuk ke dalam mension megah dengan beberapa paper bag di tangannya.Seorang asisten rumah tangga, dengan cepat, membantu membawa belanjaan Mona yang lain. "Biar ku bawakan, Nyonya muda."Mona menoleh ke arah asisten tersebut, senyum ramah menghiasi wajahnya."Terima kasih banyak ya," ucapnya dengan lembut.Asisten itu mengangguk, memberikan senyum balasan yang hangat."Senang bisa membantu, Nyonya Mona." Balas asisten tersebut, dengan nada hormat.Mereka berdua kemudian melanjutkan perjalanan mereka memasuki mension, membawa masing-masing belanjaan.Mona, dengan langkah mantap, melanjutkan perjalanannya menuju lift. Lift tersebut akan membawanya ke lantai tiga, tempat kamar Mona dan Leo berada.Sebelum memasuki lift, Mona berbalik sejenak kepada asistennya."Em ... tolong buatkan saya minuman segar?" pintanya, suaranya lembut namun jelas.Asisten tersebut mengangguk, mengerti apa yang dima
"Ma-maaf. Nyonya. Aku tidak sengaja." Mona menyatukan kedua tangan di dada.Manik wanita yang ke injak kakinya melotot dengan sangat sempurna pada Mona. "Apa kau tidak punya mata atau digadaikan matanya ya!""Ooh, Nyonya ... aku sudah minta maaf dan mata ku masih di sini. Mana ada mata digadaikan. kecuali di op alias di pindahkan!" Mona malah berkelakar sembari nyengir.Wanita tadi semakin membulatkan matanya. Yang tertuju pada Mona dan gegas menundukan kepalanya saat melihat siapa pria di sampingnya.Siapa lagi kalau bukan pria dingin dan kaya raya, kalau bukan Leo.Pria dingin itu menatap datar pada wanita yang berpenampilan elegan tersebut."Maafkan istri saya!" gumam Leo sambil menuntun tangan Mona di bawanya menjauh.Mereka mendatangi yang mengundang Leo. Pria dingin itu sedikit berbincang yang lebih banyakan senyum ketimbang bicara.Lalu Leo, dengan bangga, memperkenalkan Mona kepada semua orang."Ini adalah istriku, Mona." Beberapa orang tampak kagum, namun. Ada juga yang menci
Tiba-tiba, lampu di ruangan itu mati, membuat suasana menjadi hening. Mona dan Leo yang sedang berdansa tampak terkejut, tetapi tangan Leo tetap merapat di tangan Mona."Ada apa ini, kenapa lampu mati?" tanya Mona, tampak bingung.Leo tidak menjawab, tetapi tangannya tetap erat di tangan Mona, seolah memberikan rasa aman pada istrinya itu. Suasana di ruangan itu tampak tegang, terdengar suara riuh dari orang-orang yang berada di sana."Om, saya ingin ke toilet," ujar Mona, merasa ingin buang air kecil dan berusaha melepaskan diri dari genggaman Leo.Namun, Leo mengeratkan genggamannya. "Tunggu sampai lampu menyala, Mona."Mona tampak tidak tahan. "Tapi, Om, saya benar-benar tidak tahan." Dia tampak cemas, berharap Leo mengerti situasinya.Suasana menjadi semakin riuh dengan orang-orang yang berjalan tanpa arah, terkadang bertabrakan satu sama lain. Suara pemandu acara terdengar, meminta semua orang untuk tenang dan tidak membuat keributan agar tidak terjadi kecelakaan.Leo, dengan hat
Mona melihat bayangan seseorang di balik pintu, dengan daun pintu yang terbuka sedikit. Hatinya berdebar kencang saat dia menyadari bahwa itu mungkin Marfin.Dalam hati, Mona berkata. "Marfin, ya pasti dia." Dia menggigit bibirnya, membiarkan keadaan tetap seperti itu. Mona memutuskan untuk membiarkan Marfin melihatnya bersama Leo, agar dia bisa merasakan betapa sakitnya hati Mona saat dia bercinta seperti itu dengan ibunya.Leo, yang tidak menyadari keberadaan seseorang di balik pintu, tersenyum pada Mona. "Sayang, layani aku," pinta Leo dengan lembut, tidak menyadari situasi yang sebenarnya.Mona mengangguk pelan, dengan tangan melingkar di pundak Leo. "Aku milikmu, Om." Bisiknya dengan penuh keinginan. Leo menarik kedua sudut bibirnya, melanjutkan aktivitas yang mencumbu Mona.Mona melirik dengan sudut matanya ke arah pintu, dan bayangan itu masih ada. "Dia masih ada. Lihatlah, Marfin, dan rasakan betapa sakitnya hatiku di saat itu." Gumamnya dalam hati, penuh dengan emosi yang rum
Mona menatap dengan tatapan datar saat ibu mertua yang mendatanginya."Kemana kau hendak pergi? Betapa enaknya memiliki suami yang kaya-raya." Ibu mertua dengan nada sinis.Mona menatap pada ibu mertuanya. lalu dengan tenang berkata. "Ibu, aku ingin bertemu dengan ayah."Ibu mertua kembali melanjutkan perkataannya. "Enaknya memiliki suami kaya-raya seperti putra saya. Kau tinggal menikmati hidup."Mona, mengembuskan nafasnya seraya mengalihkan pandangan ke arah lain.Detik kemudian memandangi ibu mertua. "Kenapa emang, Ibu? kalau aku hanya tinggal menikmati? tugas suami adalah memberikan, dan tugas istri adalah menikmati, bukan begitu, Ibu mertua?"Mona menyampaikan pendapatnya dengan tegas, menjelaskan bahwa istri itu kewajiban suami untuk dibahagiakan. Atau sebagai penerima manfaat dari kekayaan suaminya.Ibu mertua semakin marah pada Mona, mengecamnya dengan kata-kata yang kasar."Dasar gadis kampung, tidak tahu etika, tidak tahu malu, dan tidak punya sopan santun!" seru ibu mertua
Leo dan Mona mengarahkan pandangannya ke arah pintu. Keduanya penasaran siapa yang mengetuk pintu, apalagi Leo merasa kesal karena momennya terganggu oleh kedatangan seseorang yang belum tahu siapa.Dengan nada dingin dan singkat Leo bersuara. "Masuk!"Mona menjauhkan dirinya dari Leo sambil memeluk buket bunga yang berbentuk love. Dia ciuman dan hatinya lebih berbunga-bunga dari bunga yang sedang dalam pelukannya."Selamat siang! Maaf kalau saya mengganggu." Suara itu begitu datar dengan tatapan yang seolah mengintrogasi pada sosok Mona yang berdiri tidak jauh dari Leo.Tatapan Mona mengarah pada wanita tersebut yang berpenampilan elegan, terlihat wajah yang cantik potongan rambut bob. Serasi dengan wajahnya dengan tubuh body goal."Siapa wanita ini? rasanya agak femikiar, tapi perasaan belum pernah ketemu dia." Gumam Mona dalam hati."Ada apa?" tanya Leo yang merasa tidak punya urusan dengan wanita yang kini berada di hadapannya itu."Oh ini istri muda mu, masih muda banget! apa kau
Leo menarik tangannya dari kepala Mona yang sedang tertidur, lalu mengambil ponsel dari sakunya. Setelah membaca pesan, dia langsung memutuskan untuk pergi meninggalkan Mona di ruangan tersebut.Leo bertanya dengan suara. "Apa maumu?"Disaat Leo bertemu dengan Marfin, yang tampak marah padanya.Marfin berucap. "Papa, ini apa-apaan? Kenapa ATM-ku diblokir dan hanya tersisa satu, itupun tidak ada uangnya."Laku Leo menghela nafas, merasa sedikit kesal, seraya berkata. "Gunakan apa saja yang itu?"Leo memblokir semua ATM Marfin, bukan tanpa alasan. Marfin sudah ketahuan bersikap terlalu menghamburkan uang kepada seorang perempuan yang jelas-jelas bukan siapa-siapa.Leo menjawab dengan tegas. "Aku memblokirnya bukan tanpa alasan."Marfin protes, mengatakan bahwa itu adalah haknya dan dia bebas menggunakan uangnya sesuai keinginannya. "Kenapa harus di blokir? terserahlah, aku mau menggunakan untuk apa saja."Dengan singkat, Leo melewatinya dan berkata. "Mulai sekarang, uang yang boleh kau
Dada Mona berdebar kencang. Saat itulah Marfin mendekati Mona dan berkata. "Sedang apa kau, malam-malam berada di dapur?"Mona terkejut dan dadanya berdebar kencang saat melihat Marfin berada begitu dekat di sampingnya. "Em ... aku lapar," jawab Mona.Marfin mengangguk dan menyentuh tangan Mona seraya berkata. "Bisakah kamu tidak menunjukkan kemesraan di depan mataku dengan papa?"Mona menarik tangannya seraya melirik ke arah asisten yang berada jauh dari mereka. "Memangnya kau pikir aku tidak merasa sakit saat tahu kamu menghianatiku?" ucap Mona sambil menunduk.Marfin dengan tegas berkata. "Tapi aku masih mencintaimu, Mona. Aku sangat mencintai kamu sampai sekarang."Mona menunduk sambil menikmati makanannya, seolah-olah dia tidak bicara serius dengan Marfin."Jangan kau bilang lagi kata-kata itu. Sudah cukup, dan mungkin itu hanya dulu. Sekarang tidak seperti itu, bukan?" ucap Mona dengan nada ringan."Aku sayang sama kamu, Mona," kata Marfin sambil menghela nafas dalam.Mona mengge
Laksmi menatap dengan rasa tidak percaya bahwa malam ini dia harus keluar dari rumah impian itu, bahkan tanpa mendapatkan penghormatan dan mungkin tidak akan mendapatkan apa-apa. "Marfin, aku tidak selingkuh dan di mana buktinya aku selingkuh? Aku hanya ngobrol saja dengan dia. Dari mana buktinya aku selingkuh?" Laksmi berusaha membela diri. "Jangan banyak bicara! Bawa bajumu keluar dari sini! Semua barang-barang mu, get out!" ucap Marfin sambil menunjuk ke arah pintu yang terbuka lebar. "Tapi kan tidak ada buktinya bahwa saya selingkuh. Jadi tidak ada alasan bagimu untuk menceraikan saya!" teriak Laksmi dengan nada putus asa. "Sekarang, aku minta kamu segera merapikan semua barang-barang dan keluar dari rumah ini!" sergah Marfin sambil melempar semua barang Laksmi keluar kamar. Bahkan bukan hanya barang-barangnya yang dilempar keluar kamar, Laksmi pun ditarik keluar kamar. Padahal, ia baru saja ingin menggendong Mandala yang terdiam, melihat kedua orang tuanya dengan kebingu
Brak!Marfin mengejutkan mereka dengan menggebrak meja mereka, tatapan tajam diarahkan langsung pada Laksmi dan prianya. "Oh, ini yang namanya males keluar, pengen barengan di rumah, secrol medsos. Rupanya di sini ya. Saya tidak menyangka, ternyata kamu seorang ibu yang jahat, seorang istri yang penghianat!"Laksmi, terkesiap, melonjak naik berdiri, tidak percaya dengan kedatangan Marfin di hadapannya yang tadi katanya bermain di taman dan membawa anak tiba-tiba berada di depannya."Mar-Marfin, kamu ngapain di-di di sini?" suara Laksmi belibet, saking kagetnya."Kenapa, Mama Laksmi kaget? Karena suami yang lebih muda ini berada di sini? Kamu ternyata wanita murahan! Dulu kamu menggodaku, sampai hancurnya hubunganku dengan Mona. Dan sekarang kamu telah menghancurkan hubungan kita," suara Marfin dengan tegas."Ini tidak ... Ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Aku ... aku bisa jelaskan," sahut Laksmi dengan suara yang terbata-bata.Marfin mengangkat tangan memberi kode agar Laksmi tid
Setelah beberapa saat muter-muter membawa Mandala jalan-jalan akhirnya Martin hendak menuju pulang namun sebelum masuk ke area perumahannya melihat mobil sang istri keluar membuat dia tertarik untuk mengikutinya dan mencoba untuk menanyakan keberadaannya sekarang di mana.(Kamu di mana? bisa datangin aku nggak, di taman sedang mengajak Mandala bermain) kirim.Beberapa saat kemudian terdengar notif masuk. Ting ....(Aku sedang berada di rumah lah. Malas untuk keluar!) jawab Laksmi.Kemarin merasa kebingungan apa ya di rumah tapi yakin kok itu mobilnya. Sehingga Ia terus mengikuti mobil tersebut memperhatikannya dari kejauhan."Aku jadi penasaran, aku yakin kok mobilnya istriku, apa mobilnya dipinjamkan sama orang lain? Tapi sama siapa? Nggak mungkin juga," gumam Marfin sambil terus mengawasi mobil yang berjarak beberapa meter di depannya.Sementara itu, Mandala tertidur di jok samping, sesekali Marfin memperhatikan anaknya dan jalan bergantian. "Rasanya sangat tidak mungkin mobilnya d
Marfin melanjutkan perjalanannya, mengendarai mobil kesayangannya menuju pulang ke rumah. Saat tiba di rumah, ia disambut oleh putranya, Mandala, yang berusia kurang lebih satu tahun. Mandala sudah mulai bisa bicara dan bertanya kepada Marfin tentang oleh-oleh yang terlupa Marfin beli."Aduh lupa! Ayah lupa sayang!" Kata Marfin dengan senyuman."Mmm, Ayah! Kok lupa sih ... beli oleh-oleh buat Mandala?" tanya Mandala dengan suara polos dan penuh harap.Marfin merasa bersalah karena lupa membawa oleh-oleh untuk Mandala. "Maaf, Sayang. Ayah lupa membawa oleh-oleh untuk Mandala. Tapi Ayah akan memberikannya nanti, ya."Mandala mengangguk dengan wajah kecewa yang segera berubah menjadi ceria. "Baik, Ayah. Mandala tunggu. Jangan lupa lagi ya! Janji"Marfin merasa berat hati karena lupa membawa oleh-oleh, namun janji lain kali akan membawanya. Sesuatu yang spesial untuk Mandala. Dia menuntun Mandala masuk ke dalam rumah.Namun, saat mereka masuk, Marfin mendapati istrinya, Laksmi, sedang asi
Suasana rumah begitu ramai menyambut kedatangan baby kembar Arda dan Ardi. sekian waktu kemarin menghilang. Kini datang kembali Mambawa kebahagiaan untuk Leo dan keluarga.Saat itu datang dua orang polisi dengan tegaknya dan begitu hormat kepada Leo. "Silakan duduk!" Leo menyilakan duduk kepada tamunya."Terima kasih!" Keduanya duduk di sofa berhadapan dengan tuan rumah.Polisi memberikan laporan yang mengungkapkan bahwa dalang di balik penculikan anaknya adalah Alexa, dan bahkan terbukti bahwa Alexa juga terlibat dalam penggelapan uang perusahaan Leo. Leo sangat terkejut dan jatuh dalam rasa nyesek yang mendalam, bertanya-tanya apa maksud dari semua ini."Apa? Alexa? Apa maksud dari semua ini?" Leo tidak habis pikir. Bagaimana bisa dia melakukan penculikan dan menggelapkan uang perusahaannya."Iya, Pak Leo. Setelah melakukan penyelidikan yang mendalam, kami menemukan bukti yang mengarah kepada Alexa. Dia memiliki motif di sebalik ini, melakukan penculikan demi satu tujuan dan mengge
Mona kembali melihat ke arah sang suami yang menikmati makan bakso nya dengan sangat lahap. "Sebaiknya kita pulang," ajak Leo setelah menghabiskan makannya, berdiri dan menyimpan lembaran uang di bawah mangkok. Mona, menganggukkan kepala, lalu berdiri hendak meninggalkan tempat itu. "Saya sudah melihat kedua baby yang sekarang dirawat oleh Abang tukang bakso, wah lucu-lucu kembar lagi," suara pria yang berada di belakang Mona menarik perhatian mereka berdua. "Apa Pak, Abang tukang bakso merawat kedua baby kembar? Dan baby siapa itu?" Mona menjadi penasaran. "Entah, yang jelas di bawa sama orang gila dan sekarang dirawat sama istrinya tukang bakso," kata si bapak tadi. Leo segera merogoh sakunya, mengambil ponsel lalu dia menunjukkan foto baby Arda dan baby Ardi. "Apakah kedua baby ini?" tanya Leo penasaran, kepalanya menoleh banyak orang-orang yang berada di sana. Orang yang tadi mengobrol sama bapak yang barusan saling pandang, entah apa yang berada dalam pikiran mereka. "Kam
Mona akhirnya mau makan, setelah Marfin berhasil membujuknya dan memberinya makan dari tangannya. Leo merasa cemburu dan mengambil alih posisi Marfin."Sini, biar Papa saja," kata Leo sambil menyuapi Mona. "Sayang, makan yang banyak," ucap Leo pada Mona yang membuka mulutnya."Aku ingin bertemu bayi. Aku takut dia-" Mona terhenti saat Leo menempelkan jari di bibirnya.Marfin menatap Mona dan Leo yang terlihat mesra. Hati Marfin juga merasa cemburu melihat Mona yang begitu dekat dengan Leo. *****Hati Mona penuh kekhawatiran dan kegelisahan. Dia tidak dapat membayangkan apa yang mungkin terjadi pada kedua putrinya yang hilang. Berbagai pertanyaan bergejolak di dalam pikiran mereka."Di mana bayi-bayi kita? Kapan kita akan menemukan mereka?" Kata Mona sambil menatap keluar jendela."Aku tidak tahu. Kita akan terus mencarinya," balas Leo sambil memandang ke jalan yang terlewati saat ia mengemudi.Mereka memutuskan untuk berjalan-jalan, mencari tanda-tanda keberadaan mereka. Mona berharap
Sementara itu, polisi sedang mengintai tempat yang dicurigai sebagai tempat bersembunyinya orang yang membawa bayi kembar, Arda dan Ardi.Dengan tegas, suara polisi memperingatkan. "Jangan bergerak! Serahkan dirimu, kalau tidak mau terjadi sesuatu padamu!" Polisi menodongkan senjata api ke arah wanita yang sedang memunggungi, sementara beberapa polisi lain berada di sekitar.Wanita itu, dengan rasa kaget, masih menghubungi pihak polisi dan perlahan-lahan mengangkat kedua tangannya. Kemudian, polisi segera meringkusnya, mengamankan tangannya ke belakang.Tanpa ada perlawanan, wanita tersebut digelandang ke kantor polisi. Selama di perjalanan, polisi terus menanyai di mana bayi kembar tersebut, namun wanita itu masih bungkam. Saat digeledah, tempat itu tidak ditemukan bayinya, hanya ada barang bukti berupa pakaian bayi.Berita mengenai kejadian ini langsung sampai ke telinga Leo dan Mona. Keduanya mendatangi polisi segera setelah mendengar kabar tersebut.Plak.Tidak dapat mengendalikan
Mona masuk ke kamar bayinya dengan hati yang panik dan terpukul. Dia melihat tempat tidur kosong dan bayinya sudah tidak ada di situ. Keadaan ini membuatnya kehilangan kendali dan dia langsung berteriak."Arda. Ardi, tolong ... bayiku hilang! Dia tidak ada di sini!" seru Mona dengan suara lantang.Mendengar teriakan Mona, semua orang di rumah berhamburan menuju kamarnya. Mereka melihat wajahnya yang panik dan hancur, dan situasi menjadi semakin kacau."Apa yang terjadi? Dimana bayimu?" tanya Wati yang lebih dulu sampai di lokasi dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Baby aku hilang, Wati! Dia tidak ada di tempat tidurnya," kata Mona dengan suara yang penuh keputusasaan, sementara susternya pun yang baru selesai makan datang ke sana.Mona mencari ke kolong tempat tidur. Ke balik gorden. Balik sofa ... Dan asisten lain pun ikut mencari. suster pengasuh baby Arda dan Ardi pun kebingungan tadi kan waktu dia tinggalkan bersama Mona, terus kenapa sekarang tidak ada."Sabar, sayang," kata L