Home / Romansa / Terjerat Aturan! / 20. Kesepakatan

Share

20. Kesepakatan

Author: Rainy
last update Last Updated: 2022-02-07 15:15:11

.

.

.

Meninggalkan gedung fashion show itu, Mas Adam membawaku ke sebuah café yang terletak di bukit Palma. Disana, kami sengaja memilih tempat duduk di sudut luar café dengan pemandangan pusat kota yang terlihat dari atas. Bukan karena ngin menikmati panorama, tetapi hal itu kami lakukan supaya kami bisa berbicara lebih leluasa karena tidak begitu terganggu oleh alunan musik atau lalu-lalang pengunjung yang datang silih berganti.

Tepat dihadapanku, Mas Adam terlihat sedang mendekapkan kedua lengannya. Begitu tajam, dia memandangku lurus dan hampir tidak mengedipkan kedua matanya seolah aku telah melakukan sebuah kesalahan.

“Aku tidak suka,” katanya.

Untuk pertama kalinya, Mas Adam mengucapkan kalimat itu dalam 7 tahun pernikahan kami. Selama ini, dia tidak memperdulikan hal semacam ini karena memang aku tidak pernah punya teman pria.

“Apa kau tidak dengar, Ran? Aku tidak suka kamu berteman den

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Terjerat Aturan!   21. Light Kiss?

    Light Kiss after a Coffee?Adam POV...Beberapa hari setelah kesepakatan yang terjadi di café itu, suasana di antara aku dan Maharani berangsur-angsur tenang. Aku tidak perlu marah-marah karena Maharani selalu menolak Raka yang mulai datang terus ke kantorku untuk mendekatinya. Dan Maharani juga tidak perlu marah, karena aku juga sudah membatasi kedekatanku dengan Sandra.Suasana tenang seperti ini, sebenarnya sudah sangat lama aku rindukan. Tetapi, herannya, baru sekarang aku mendapatkannya, batinku sedikit merutuki kebodohanku yang tidak pernah mengajaknya berdiskusi bersama. Andai kata, sejak pertama aku mendiskusikan ketidak-sukaanku terhadap sikapnya, apakah mungkin kami berdua tidak akan sampai pada tahap perceraian? Batinku di dalam hati sebelum suara Maharani mengejutkanku.“Mas, ini kopinya,” katanya sambil membawa secangkir kopi hangat ditangannya.Seperti hari-hari sebelumnya semenjak perjanjian

    Last Updated : 2022-02-12
  • Terjerat Aturan!   22. Mencoba Mandiri

    ...Aduh, bagaimana ini? kataku pada diriku sendiri. Adikku tidak bisa pindah universitas karena dia akan skripsi. Itu artinya, keperluan Bram tetaplah besar meskipun dia sudah setuju pindah kos dan menghemat uang jajannya. Menghela nafasku, aku lalu mulai memikirkan pekerjaan yang mungkin aku bisa lakukan ke depannya untuk tetap bisa menyekolahkannya. Tetapi apa itu? batinku sebelum aku mendengar sebuah suara ketukan dari luar.“Selamat sore, Mbak Maharani. Ada yang sedang menunggu mbak di lobi kantor,” ucap Santi reseptionis yang tiba-tiba datang menemuiku di kantor Mas Adam.Eh, siapa? batinku penasaran sebelum akhirnya aku melirik Mas Adam yang sedang asyik berdiskusi dengan Sandra di meja kerjanya. Kali ini, rasa cemburu di dalam hatiku tidak lebih besar dari rasa bersalah yang kurasakan terhadap Mas Adam. Mungkin, selama ini, aku memang telah menjadi beban bagi Mas Adam. Sehingga tidak heran, jika Mas Adam setuju saja untuk menc

    Last Updated : 2022-02-14
  • Terjerat Aturan!   23. Mencoba Mandiri (2)

    ...Sudah satu bulan berlalu, aku telah resmi menjadi model dari Michelle. Karena kondisiku yang masih menjadi sekretaris orang, Michelle memberiku jadwal untuk melakukan pemotretan hanya pada sore atau malam hari. Tidak lama, setiap pemotretan hanya memakan waktu sekitar dua jam pada setiap sesinya dengan jadwal 3 kali dalam seminggu.Dan sekarang, aku telah bersiap untuk mengikuti pemotretan ke-limaku yang bertema jungle pada bulan ini. Beberapa fotografer asing telah siap dengan kamera-kamera besar mereka, para make-up artis telah memberikan polesan terakhir pada make-up yang kukenakan, dan Michelle dengan tangannya sendiri sudah selesai menata gaun sutera hijau keluaran Channel yang sedang kupakai.“OK, girl. Are you ready? 1 … 2 … 3 … pose!” Cekrek! Cekrek! Cekrek!“Hold on! One more time. Ok, good …!” Cekrek! Cekrek! Cekrek!

    Last Updated : 2022-02-15
  • Terjerat Aturan!   24. Mencoba Mandiri (3)

    . . . Sesampainya di rumah, aku masih merasakan kehampaan itu. Suasana rumah nampak begitu sepi ketika aku memasukinya. Meja-meja mulai tertutup debu dan juga barang-barang milikku mulai berantakan. Sungguh sangat berbeda dari bulan lalu dimana Maharani masih ada di dalam rumah kami. Setelah meletakkan tas kerjaku di atas meja, aku langsung terduduk lemas. Aku heran mengapa aku jadi tidak semangat bekerja seperti ini. Biasanya, aku selalu terpacu untuk mencari uang. Tetapi sekarang, rasanya tidak ada bensin yang membakar semangatku. Mengendurkan dasi biru bergaris hitam milikku, aku lalu merenung dan menyandarkan tubuhku ke atas sofa berwarna putih di rumah kami. Astaga, ada apa denganku? Batinku sebelum aku mendengar suara ketukan dari luar. Tok! Tok! Tok! “Iya, tunggu sebentar,” jawabku. Bergegas, aku keluar untuk membuka pintu rumah. Dan ternyata, disana ada Ibu Halimah yang telah berdiri dengan daster kebang

    Last Updated : 2022-02-15
  • Terjerat Aturan!   25. Pulang ke Bandung

    ...Perjalanan Jakarta-Bandung memakan waktu 3 jam. Setelah travel menurunkanku di pinggir jalan, aku langsung menderek koperku untuk menuju ke rumah besar dengan warna kuning gading disana. Itu adalah rumah warisan kakek untuk Bapak. Melihat bahwa lampu di dalam rumah masih menyala terang, aku langsung tersenyum. Sudah tidak sabar aku untuk bertemu dengan kedua orangtuaku sehingga aku mempercepat langkahku untuk lekas sampai kesana.“Bapak, Ibu, Maharani pulang … “ sapaku kepada rumah yang nampak sepi itu.Eh? Ini baru pukul 8 malam, pintu tidak dikunci dan lampu masih menyala terang, tetapi mengapa orang-orang sudah pada tidur? Batinku seraya menarik koperku untuk masuk ke dalam rumah.“Ibu… aku pulang,” kataku kembali.Bergegas, aku lalu meletakkan koperku di dekat kursi meja makan. Setelah itu, aku meletakkan tas plastic besar berisi oleh-oleh dari Jakarta dan mengeluarkan isinya satu-persat

    Last Updated : 2022-02-23
  • Terjerat Aturan!   26. Ingin Rujuk?

    ...Setelah Maharani pergi, Bapak terlihat menghela nafasnya dengan berat. Sambil membolak-balikkan ayam bakar itu kembali, Bapak kembali berbicara denganku.“Maharani itu masih kecil, Dam,” ujar Bapak secara tiba-tiba kepadaku. “Teman-teman seumurannya banyak yang masih main-main, jadi kalau Maharani kurang melayani kamu sebagai isteri, Bapak harap kamu bisa mengerti,” tambah Bapak.Mendengar itu, aku menggelengkan kepalaku pelan. Maharani sampai lupa merawatku? Mustahil Pak, batinku seraya mengingat kehebohan isteriku itu dalam melayaniku selama 7 tahun ini.“Tidak Pak, Maharani sangat bisa melayaniku, jangan khawatir,” sahutku sambil mengambil ayam lain untuk kuletakkan ke atas perapian."Baguslah kalau begitu. Itu memang tugas seorang isteri untuk merawat suaminya. Kalau Maharani sampai cuek sama kamu, kamu harus bilang ke Bapak ya, biar Bapak nasihati dia," ucap Bapak."Iya Pak,"

    Last Updated : 2022-03-10
  • Terjerat Aturan!   27. Tidur Sekamar

    ...Dari jendela lantai atas, aku dapat melihat Mas Adam dan para pria bercengkerama dengan begitu asyiknya. Ah, aku tidak ingin mengganggu mereka. Jadi tadi aku dan ibu memilih makan di dapur sambil bercerita singkat.Dan sekarang, aku bingung sendiri. Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. Sebentar lagi, para bapak-bapak itu akan pulang dan Mas Adam akan naik ke lantai atas. Lalu bagaimana ya kalau Mas Adam tahu kalau aku akan tidur sekamar dengan dia? Batinku.Sambil menggigit jariku, aku berpikir serius. Aku yakin Mas Adam tidak akan suka jika aku tidur sekamar dengan dia. Aku masih ingat, 3 tahun lalu dia mengatakan bahwa dia lebih suka tidur sendiri karena aku hanya akan mengganggunya tidur.Memang benar sih! Dulu aku selalu saja menggelendoti dia. Kalau dia tidur, aku suka memeluk dia dengan erat sampai dia merasa kepanasan dan susah bernafas. Tapi mau bagaimana lagi? Aku dulu kan memang mencari perhatiannya.Mengingat it

    Last Updated : 2022-03-11
  • Terjerat Aturan!   28. Khilaf

    Adam Pov...Malam telah berganti pagi di kediaman mertuaku di Bandung. Samar-samar, aku dapat mendengar suara nafas Maharani yang mengalun begitu lembut. Aku tahu dia begitu lelah, karena dini hari tadi aku sempat membangunkannya untuk sekedar berciuman hingga akhirnya aku khilaf dan hampir saja menidurinya andai saja dia tidak mengatakan bahwa dirinya sedang datang bulan.Dan lihatlah, sekarang leher putihnya itu sudah penuh dengan tanda kebiruan. Hanya saja, aku belum begitu puas karena Maharani terus saja berusaha menutupi bagian dadanya yang sedari sebulan lalu sudah membuatku sangat penasaran itu.Ah! Tidak apa-apa! Mungkin sekarang memang belum waktunya bagiku untuk meminta lebih. Jadi aku tidak ingin memaksanya, batinku merasa yakin bahwa hubungan kami akan kembali seperti semula.Sejenak, aku mengamatinya tidur. Isteriku itu sebenarnya memang sangat cantik. Alisnya begitu tebal dan terbentuk secara alami. Bulu matanya begit

    Last Updated : 2022-03-15

Latest chapter

  • Terjerat Aturan!   30. Seperti Kapal Pecah!

    ...Akhirnya aku menyetujui perkataan Mas Adam. Mau bagaimana lagi, Pak Hakim akan mengadakan inspeksi dan besok aku juga harus membayar arisan. Jadi, ya, aku tidak memiliki pilihan selain kembali ke rumah.Dan sekarang, kami telah masuk area perumahan kami. Suasananya cukup ramai karena waktu masih menunjukkan pukul 19.00 malam. Beberapa anak muda terlihat sedang bersama-sama hendak pergi ke suatu tempat. Dan beberapa keluarga juga nampak sedang bercengkerama di depan rumah mereka. Tak heran, ini adalah sabtu malam minggu. Waktu yang tepat bagi orang untuk bersenang-senang, batinku sebelum aku berbicara kepada Mas Adam.“Mas Adam, nanti mau pergi lagi?” tanyaku kepadanya.Ya, Mas Adam dahulu sering merasa terkekang karena aku selalu menuntutnya di rumah setiap malam minggu. Mengingat itu, aku jadi merasa sedih. Jadi aku sekarang sudah menyiapkan hati andaikala dia ingin bersama dengan teman-temannya.“Engga Ran,&r

  • Terjerat Aturan!   29. Intimidasi untuk Pulang

    . . . Perasaanku begitu kacau. Sudah dengan sekuat tenaga aku berusaha melupakan Mas Adam. Tetapi pria itu … dia malah bersikap manis dan membuat jantungku berdetak kembali manakala dia memandangku. Dan seperti sekarang, aku bahkan dibuat tertarik untuk mencuri pandang kepada pria yang sedang membantu memperbaiki lampu yang padam di luar. “Ehem!” sebuah suara tiba-tiba saja menyadarkanku. Aku terkejut karena ibuku mendadak datang ke dapur dan menepukku dari belakang. “Eh, Ibuk kenapa ngagetin Maharani sih?” keluhku seraya meletakkan apel yang baru saja kucuci ke atas piring buah didepanku. “Ran, kamu itu yang kenapa? Dari tadi ibuk manggil kamu tapi kamu itu malah fokus ngelirik suamimu terus dari jendela. Memangnya kamu engga puas apa liat dia siang-malam? Kayak lagi pacaran aja,” sahut ibuku yang dapat didengar oleh Mas Adam dari luar. Aku menutup mulutku karena merasa sangat malu. Astaga, kenapa ibuk mengatakan hal itu sih?!

  • Terjerat Aturan!   28. Khilaf

    Adam Pov...Malam telah berganti pagi di kediaman mertuaku di Bandung. Samar-samar, aku dapat mendengar suara nafas Maharani yang mengalun begitu lembut. Aku tahu dia begitu lelah, karena dini hari tadi aku sempat membangunkannya untuk sekedar berciuman hingga akhirnya aku khilaf dan hampir saja menidurinya andai saja dia tidak mengatakan bahwa dirinya sedang datang bulan.Dan lihatlah, sekarang leher putihnya itu sudah penuh dengan tanda kebiruan. Hanya saja, aku belum begitu puas karena Maharani terus saja berusaha menutupi bagian dadanya yang sedari sebulan lalu sudah membuatku sangat penasaran itu.Ah! Tidak apa-apa! Mungkin sekarang memang belum waktunya bagiku untuk meminta lebih. Jadi aku tidak ingin memaksanya, batinku merasa yakin bahwa hubungan kami akan kembali seperti semula.Sejenak, aku mengamatinya tidur. Isteriku itu sebenarnya memang sangat cantik. Alisnya begitu tebal dan terbentuk secara alami. Bulu matanya begit

  • Terjerat Aturan!   27. Tidur Sekamar

    ...Dari jendela lantai atas, aku dapat melihat Mas Adam dan para pria bercengkerama dengan begitu asyiknya. Ah, aku tidak ingin mengganggu mereka. Jadi tadi aku dan ibu memilih makan di dapur sambil bercerita singkat.Dan sekarang, aku bingung sendiri. Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. Sebentar lagi, para bapak-bapak itu akan pulang dan Mas Adam akan naik ke lantai atas. Lalu bagaimana ya kalau Mas Adam tahu kalau aku akan tidur sekamar dengan dia? Batinku.Sambil menggigit jariku, aku berpikir serius. Aku yakin Mas Adam tidak akan suka jika aku tidur sekamar dengan dia. Aku masih ingat, 3 tahun lalu dia mengatakan bahwa dia lebih suka tidur sendiri karena aku hanya akan mengganggunya tidur.Memang benar sih! Dulu aku selalu saja menggelendoti dia. Kalau dia tidur, aku suka memeluk dia dengan erat sampai dia merasa kepanasan dan susah bernafas. Tapi mau bagaimana lagi? Aku dulu kan memang mencari perhatiannya.Mengingat it

  • Terjerat Aturan!   26. Ingin Rujuk?

    ...Setelah Maharani pergi, Bapak terlihat menghela nafasnya dengan berat. Sambil membolak-balikkan ayam bakar itu kembali, Bapak kembali berbicara denganku.“Maharani itu masih kecil, Dam,” ujar Bapak secara tiba-tiba kepadaku. “Teman-teman seumurannya banyak yang masih main-main, jadi kalau Maharani kurang melayani kamu sebagai isteri, Bapak harap kamu bisa mengerti,” tambah Bapak.Mendengar itu, aku menggelengkan kepalaku pelan. Maharani sampai lupa merawatku? Mustahil Pak, batinku seraya mengingat kehebohan isteriku itu dalam melayaniku selama 7 tahun ini.“Tidak Pak, Maharani sangat bisa melayaniku, jangan khawatir,” sahutku sambil mengambil ayam lain untuk kuletakkan ke atas perapian."Baguslah kalau begitu. Itu memang tugas seorang isteri untuk merawat suaminya. Kalau Maharani sampai cuek sama kamu, kamu harus bilang ke Bapak ya, biar Bapak nasihati dia," ucap Bapak."Iya Pak,"

  • Terjerat Aturan!   25. Pulang ke Bandung

    ...Perjalanan Jakarta-Bandung memakan waktu 3 jam. Setelah travel menurunkanku di pinggir jalan, aku langsung menderek koperku untuk menuju ke rumah besar dengan warna kuning gading disana. Itu adalah rumah warisan kakek untuk Bapak. Melihat bahwa lampu di dalam rumah masih menyala terang, aku langsung tersenyum. Sudah tidak sabar aku untuk bertemu dengan kedua orangtuaku sehingga aku mempercepat langkahku untuk lekas sampai kesana.“Bapak, Ibu, Maharani pulang … “ sapaku kepada rumah yang nampak sepi itu.Eh? Ini baru pukul 8 malam, pintu tidak dikunci dan lampu masih menyala terang, tetapi mengapa orang-orang sudah pada tidur? Batinku seraya menarik koperku untuk masuk ke dalam rumah.“Ibu… aku pulang,” kataku kembali.Bergegas, aku lalu meletakkan koperku di dekat kursi meja makan. Setelah itu, aku meletakkan tas plastic besar berisi oleh-oleh dari Jakarta dan mengeluarkan isinya satu-persat

  • Terjerat Aturan!   24. Mencoba Mandiri (3)

    . . . Sesampainya di rumah, aku masih merasakan kehampaan itu. Suasana rumah nampak begitu sepi ketika aku memasukinya. Meja-meja mulai tertutup debu dan juga barang-barang milikku mulai berantakan. Sungguh sangat berbeda dari bulan lalu dimana Maharani masih ada di dalam rumah kami. Setelah meletakkan tas kerjaku di atas meja, aku langsung terduduk lemas. Aku heran mengapa aku jadi tidak semangat bekerja seperti ini. Biasanya, aku selalu terpacu untuk mencari uang. Tetapi sekarang, rasanya tidak ada bensin yang membakar semangatku. Mengendurkan dasi biru bergaris hitam milikku, aku lalu merenung dan menyandarkan tubuhku ke atas sofa berwarna putih di rumah kami. Astaga, ada apa denganku? Batinku sebelum aku mendengar suara ketukan dari luar. Tok! Tok! Tok! “Iya, tunggu sebentar,” jawabku. Bergegas, aku keluar untuk membuka pintu rumah. Dan ternyata, disana ada Ibu Halimah yang telah berdiri dengan daster kebang

  • Terjerat Aturan!   23. Mencoba Mandiri (2)

    ...Sudah satu bulan berlalu, aku telah resmi menjadi model dari Michelle. Karena kondisiku yang masih menjadi sekretaris orang, Michelle memberiku jadwal untuk melakukan pemotretan hanya pada sore atau malam hari. Tidak lama, setiap pemotretan hanya memakan waktu sekitar dua jam pada setiap sesinya dengan jadwal 3 kali dalam seminggu.Dan sekarang, aku telah bersiap untuk mengikuti pemotretan ke-limaku yang bertema jungle pada bulan ini. Beberapa fotografer asing telah siap dengan kamera-kamera besar mereka, para make-up artis telah memberikan polesan terakhir pada make-up yang kukenakan, dan Michelle dengan tangannya sendiri sudah selesai menata gaun sutera hijau keluaran Channel yang sedang kupakai.“OK, girl. Are you ready? 1 … 2 … 3 … pose!” Cekrek! Cekrek! Cekrek!“Hold on! One more time. Ok, good …!” Cekrek! Cekrek! Cekrek!

  • Terjerat Aturan!   22. Mencoba Mandiri

    ...Aduh, bagaimana ini? kataku pada diriku sendiri. Adikku tidak bisa pindah universitas karena dia akan skripsi. Itu artinya, keperluan Bram tetaplah besar meskipun dia sudah setuju pindah kos dan menghemat uang jajannya. Menghela nafasku, aku lalu mulai memikirkan pekerjaan yang mungkin aku bisa lakukan ke depannya untuk tetap bisa menyekolahkannya. Tetapi apa itu? batinku sebelum aku mendengar sebuah suara ketukan dari luar.“Selamat sore, Mbak Maharani. Ada yang sedang menunggu mbak di lobi kantor,” ucap Santi reseptionis yang tiba-tiba datang menemuiku di kantor Mas Adam.Eh, siapa? batinku penasaran sebelum akhirnya aku melirik Mas Adam yang sedang asyik berdiskusi dengan Sandra di meja kerjanya. Kali ini, rasa cemburu di dalam hatiku tidak lebih besar dari rasa bersalah yang kurasakan terhadap Mas Adam. Mungkin, selama ini, aku memang telah menjadi beban bagi Mas Adam. Sehingga tidak heran, jika Mas Adam setuju saja untuk menc

DMCA.com Protection Status