Beranda / Fantasi / Terjebak di Negeri Dongeng / Part 4. Bersiap Siaga 2

Share

Part 4. Bersiap Siaga 2

Penulis: Ummu Nadin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Setelah romo kembali ke istana, aku tidak mau buang-buang waktu untuk berleha-leha. Kutepis sejenak rasa penasaran untuk mengulik jati diri seorang Arya Wisesa, karena aku hanya punya waktu satu purnama. Biarlah nanti saja aku menuntaskan rasa penasaranku itu.  Setelah satu purnama aku harus kembali pulang ke istana. 

 

Hari demi hari kuhabiskan untuk berlatih, dengan didampingi Mpu Gandiswara, aku berusaha mati-matian, semua kulakukan demi keselamatanku. Kukira ini yang terpenting saat ini. Biarlah rasa penasaran itu akan kutuntaskan seiring waktu. Tak perlu menjadi fokus utama.

 

Orang bijak bilang, dimana ada kemauan, disitu ada jalan. Dan pepatah itu benar adanya. Tak ada yang sulit, jika kita memiliki kemauan yang besar untuk belajar. Karena keinginanku sangat kuat untuk belajar, aku menjadi lebih mudah memahami jurus-jurus yang kata Guru dulu begitu sulit difahami oleh Arya Wisesa. Beliau puas melihat kemajuanku yang pesat. 

 

Sampai menjelang tengah malam, latihan baru aku akhiri. Saat raga sudah mulai lelah, menuntut untuk diajak beristirahat, akhirnya aku menghentikan aktivitasku. Keringat bercucuran diseluruh tubuh. 

 

"Nak Mas Arya, jangan terlalu memaksakan ragamu. Jika sudah lelah, berikan hak untuk tubuhmu," wejangan dari Guruku Seraya menepuk pundakku. Kemudian mengajakku duduk dibale-bale di dekat tempatku berlatih malam ini. 

 

Tak berapa lama kemudian kulihat Nimas Ayu Larasati membawa nampan berisi minuman hangat dan juga sepiring ubi rebus. 

 

"Raden, silakan diminum dulu wedang jahenya. Supaya pulih kembali tenaganya," ujar Nimas Ayu padaku sambil tersenyum. 

 

"Terimakasih, Nimas. Kau baik sekali padaku," jawabku seraya tersenyum melihatnya. 

 

Meski cahaya malam hanya diterangi cahaya obor disudut sana, tapi rona merah di wajahnya masih tampak jelas dimataku. Bersinar seperti purnama. 

 

"Kurasa kapan-kapan Aku bisa menjadi lawan tandingnya Raden Arya, Romo. Kulihat sepertinya kemampuannya sudah melesat melebihi kemampuanku," ucap Nimas Ayu, tak urung membuat boponya terkekeh. 

 

"Dengan senang hati saya menerima tantanganmu, Nimas" jawabku sambil tersenyum lebar mendengar tantangannya.

 

Dia kembali tersenyum.

 

"Baiklah, saya pamit undur diri, Romo, Raden," pamitnya seraya menganggukkan kepala.

 

Kemudian melenggang pergi menuju bilik utama tempat anak dan istri Mpu Gandiswara tinggal. 

 

Tak berapa lama kemudian Mpu Gandiswara menyusul putrinya pulang, dan akupun juga segera masuk ke bilikku, melepas penat setelah seharian berlatih. Tak berapa lama berbaring di dipan kayu, aku sudah terlelap dalam buaian malam. 

 

 

 

***

 

 

 

Hari-hari yang datang kemudian aku berlatih bertiga, dengan Nimas Ayu Larasati dan kakaknya Rangga Suta. Keduanya adalah putra dari Mpu Gandiswara. Sesekali ditutup dengan lawan tanding dengan Kangmas Rangga Suta, kadang dengan Nimas Ayu Larasati. Duo pendekar ini ternyata lumayan tangguh, tentunya semua itu karena gemblengan boponya yang keras dan disiplin. 

 

Aku jadi banyak belajar pada mereka, gerakan tubuhnya sudah menyatu sempurna dengan rasa, bahkan refleknya sangat teruji dan sangatlah peka. Bertanding dengan mereka membuatku lebih mudah memahami teknik gerakan. Satu keuntungan tersendiri bagiku. 

 

Hari ini pertandinganku dengan Nimas Ayu berakhir seri. Satu peningkatan bagiku karena tiga hari sebelumnya dia berhasil mengalahkanku. Aku mulai bisa mengimbangi dan membaca setiap jurus yang akan dia lakukan. 

 

"Bagus, Raden. Kau sudah bisa mengimbangiku," ucapnya setelah pertandingan berakhir.

 

"Semua berkat kau, aku belajar banyak darimu, Nimas," jawabku memandang wajah putihnya, yang kemerahan karena paparan mentari pagi.

 

Dia terlihat semakin cantik memikat. Ditambah lesung pipi dikedua pipinya, tampak semakin menambah daya tariknya. Ah, aku kenapa jadi mengaguminya?

 

Aaarrrggghhhh. Kacau. Aku benar-benar terpikat olehnya.

 

Kecantikannya yang alami, tak kudapati pada wanita-wanita di jamanku. Wanita di jamanku semua serba palsu dengan olesan skincare atau make up. Tapi wanita didepanku ini bahkan tidak memakai make up apapun. Warna bibirnya yang merah muda alami tampak manis. Membuat hatiku bergetar jika netra kami tak sengaja saling menatap. Eh, kenapa aku keterusan mengagumi Nimas Ayu Larasati ya. Duh ....

 

"Waktumu tinggal beberapa hari lagi sampai bulan purnama tiba, Nak Mas. Bersiaplah untuk kembali ke istana, nanti Nimas Ayu Larasati dan Rangga Suta akan mengantarkanmu sampai ke istana," tutur Mpu Gandiswara kemudian terdiam. 

 

"Apa tidak merepotkan Kangmas Rangga Suta dan Nimas Ayu, Guru?" tanyaku sungkan. 

 

Sejujurnya aku memang butuh penunjuk jalan, tidak terbayang perjalanan yang akan kulalui akan seperti apa. Di jaman ini belum ada aplikasi g-maps atau aplikasi lain untuk mencari lokasi. Semua mengandalkan ingatan, padahal aku tidak ada bekal ingatan apapun untuk mengerti jalan pulang ke istana.

 

Belum lagi, pasti akan ada banyak pengganggu selama diperjalanan pulang nanti. Mengingat nyawaku sudah ditarget untuk dihabisi oleh saudaraku sendiri. Sungguh sangat menyedihkan. 

 

"Kami dengan senang hati mengawal andika, Raden. Jangan sungkan dengan kami berdua, betulkan, Nimas?" sahut Rangga Suta antusias. Dijawab dengan anggukan Nimas Ayu Larasati yang sama antusiasnya.

 

"Anggap saja kami turun gunung mencari pengalaman. Selama ini belum sempat mencari pengalaman diluar, untuk menguji kemampuan diri. Sepertinya melakukan petualangan lebih menyenangkan. Bukan begitu, Kangmas Rangga Suta?" ujar Nimas Ayu menambahkan, tampak rona bahagia tersirat dari wajah ayunya.

 

"Syukurlah jika kalian berkenan mengantarku pulang. Lagipula aku pasti butuh bantuan kalian selama diperjalanan," jawabku sambil tertawa bahagia. Disusul dengan gelak tawa Mpu Gandiswara, Rangga suta dan Nimas Ayu Larasati. 

 

 

 

***

 

 

 

"Kang mas Rangga Suta, sebaiknya kita istirahat di Warung makan itu sebentar. Perutku sepertinya sudah minta jatah," ujar Nimas Ayu pagi ini, saat kami bertiga berjalan-jalan dipasar. 

 

Ada beberapa perbekalan yang akan kami beli, mengingat perjalanan ke istana lumayan jauh. 

 

"Kau memang tidak bisa jauh dari makanan, Nimas. Dimanapun pergi selalu makanan yang nomer satu," kelakar Rangga Suta, disambut dengan cubitan dilengannya oleh Nimas Ayu. 

 

"Bagaimana kalo aku mati kelaparan? Memangnya Kangmas mau melihatku menderita?" balasnya sambil mengerucutkan bibirnya, lucu sekali melihatnya begitu. Rangga Suta hanya terkekeh melihat adiknya yang tengah merajuk. 

 

"Tampaknya kita harus berhenti dulu, Raden. Klo tidak bisa-bisa aku harus menggendong adindaku ini karena pingsan gara-gara kelaparan." sambil terkekeh Rangga Suta melangkahkan kaki ke sebuah warung makan yang cukup ramai. Aku dan Nimas Ayu mengikutinya dari belakang. Menempati kursi dipojokan yang masih kosong. 

 

"Kisanak dan Nisanak mau pesan apa?" pelayan menghampiri meja kami. Menu Ayam panggang sambel korek menjadi pilihan kami pagi ini. Rasanya tidak berbeda jauh dengan Ayam Bakar dijaman moderen. Hanya berbeda penyajian saja. Karena aku sudah mencoba menu disini saat penyamaran beberapa waktu yang lalu. 

 

Bahagianya melihat mereka berdua, saudara yang saling menyayangi, saling melindungi satu sama lain. Sedangkan aku, keluarga macam apa yang kupunyai? Bahkan adikku sendiri menginginkan kematianku.

 

Mengingatnya terasa sesak didalam dada. Apakah dengan kehadiranku dijaman ini, aku bisa merubah peta sejarah? Jika bisa aku pasti akan menghindari perang saudara perebutan tahta ini.

 

 

Itu janjiku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ovie Maria
jadi, mau sama siapa, kang Mas? Nimas, atau Dyah? ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 5. Perjalanan Menuju Istana

    Ketika menyadari bahwa ini akan menjadi saat terakhir keberadaanku di padhepokan, dada ini tiba-tiba terasa nyeri. Ada rasa enggan untuk meninggalkan tempat ini, entah kenapa aku merasa nyaman, seperti berada dirumah sendiri.Mpu Gandiswara yang memiliki jiwa ketulusan sebagai seorang guru, Rangga Suta dan Nimas Ayu yang sudah seperti saudara sendiri begitu hangat menerima keberadaanku.Di sini aku merasakan memiliki keluarga, sesuatu yang tidak pernah aku miliki di dunia asalku. Iya, Panji hidup terlunta-lunta sejak kecil, menggelandang dan mengemis belas kasihan orang hanya sekedar untuk mengganjal perut dari rasa lapar."Duh, berat sekali meninggalkan tempat ini?" aku mendengus kasar.Tapi apa mau dikata, aku tidak punya pilihan lain, karena Romo Sura Wijaya tetap menyuruhku kembali ke istana. Aku tidak mungkin bisa menolak.Apalagi Romo juga mengabarkan bahwa ibunda Galuh Wangi sudah tidak sabar menunggu kepulanganku. Mungkin

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 6. Pendekar Cantik Berjubah Biru

    emoga ada petunjuk yang kutemukan. Ketika aku mau naik diatas kuda sepintas aku lihat ada kalung tergeletak di atas tanah bekas pertempuran tadi. Aku beringsut mengambilnya, diikuti tatapan mata Nimas Ayu Larasati dan Rangga Suta penuh tanya."Ada apa, Raden?" tanya mereka serentak.❤️❤️❤️Kuperlihatkan pada mereka, sebuah kalung kalau menurut pendapat pribadiku, benda yang hanya dimiliki kaum bangsawan di jaman ini. Rangga Suta dan Nimas Ayu saling pandang."Aku akan menyimpannya, mungkin ada petunjuk tentang mereka," ujarku sembari memasukkan kalung itu di balik bajuku, mereka mengangguk paham.Kami bersiap melanjutkan perjalanan untuk keluar dari hutan. Suara kinjeng tangis yang tadi sempat terkalahkan oleh suara riuhnya pedang beradu pedang, kini mulai nyaring terdengar. Seolah membuktikan bahwa dialah pemilik suara hutan yang sesungguhnya.Suasana hutan kembali diliputi kesunyian, hanya dengungan kinjeng tangis yang terdengar meny

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 7. Bertemu dengan Dyah Ayu Nareswari

    Setelah menempuh perjalanan dua hari, dengan berbagai halangan dan rintangan yang menghadang. (Udah kayak perjalanan kebarat mencari kitab suci aja. Hehehe)Tepat ketika matahari hampir tenggelam diufuk barat, kaki-kaki kuda kami telah menapaki jalan menuju rumahku, akhirnya sampailah kami bertiga di gerbang masuk kota raja, Istana Pakuwon Sang Akuwu Sura Wijaya.Di sepanjang jalan yang kami lalui, disisi kiri dan kanan jalan, berdiri tegak banyak umbul-umbul serta obor yang disusun sedemikian rupa, sehingga suasana senja yang temaram, tampak megah layaknya menyambut kedatangan tamu agung.Benar, tamu agung itu adalah aku, Arya Wisesa, calon pengganti Romoku kelak di istana ini. Sudah selayaknya jika kedatanganku di sambut sedemikian rupa. Hal ini membuatku sedikit tersanjung. Sangat berkebalikan dengan sosok Panji selama ini. Hiks...'Hey, aku hanyalah seorang mafia, hanya seorang bandit, siapa yang sudi memberi sambutan semegah ini pada seor

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 8. Patah Hati

    POV Nimas Ayu LarasatiBegitu berhasil keluar dari keroyokan Penjahat didalam hutan, kami melanjutkan perjalanan kembali. Berharap menemukan perkampungan untuk mencari kedai makan dan tempat beristirahat. Rasanya tubuh ini sudah sangat penat. Tapi siapa nyana, justru di kampung itu kami kembali berjumpa dengan para begundal menjijikkan, sok main perintah, sok berkuasa, dan sok kuat.Huh ... menjijikkan tidak tau malu, padahal hanya dengan beberapa jurus saja aku bisa melumpuhkan mereka semua yang berjumlah belasan orang. Tidak sesuai dengan mulut besarnya yang seolah-olah sanggup menggenggam dunia.Ini pertama kali aku turun gunung dari padhepokan, ibarat menguji kemampuan dan mendedikasikan ilmu yang kumiliki untuk membela yang lemah seperti nasihat Romo. Karena ini adalah pengalaman pertama, maka tentunya Romo tidak mungkin melepasku keluar sendirian untuk mengantar Raden Arya Wisesa. Romo memerintahkan Kangmasku yang paling gagah sedunia itu bersamaku m

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 9. Simo Seto

    POV Nimas Ayu Larasati"Benarkah itu, Kanda?" tanya Dyah Ayu Nareswari yang tiba-tiba sudah dibelakang kami berdua.Tatap matanya menyelidik pada kami berdua, aku hanya bisa menundukkan kepala. Rasanya tidak sanggup melihat tatapan mata yang terlihat begitu terluka milik gadis itu, sungguh aku sangat tidak tega melihatnya. Bagaimanapun aku juga seorang wanita, sangat tahu bagaimana rasanya merasa diabaikan. Aku bahkan tadi malam begitu terluka ketika menyaksikan dan mendengar kabar tentang rencana pernikahan mereka.Sungguh, Aku sangat tahu apa yang dia rasakan. Kecewa, merasa tidak dianggap atau bahkan merasa dikhianati, oleh calon suaminya. Atau justru menuduhku menggoda calon suaminya?"Dyah Ayu, ini tidak seperti yang kau bayangkan," terangku mencoba memperbaiki situasi."Aku tidak bertanya padamu, Nimas," jawabnya dingin.Baiklah, sebaiknya aku akan menyingkir dari mereka sekarang, supaya tidak memperumit keadaan. Aku

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 10. Merubah Sejarah

    POV Arya Wisesa"Benarkah itu, Kanda?" terdengar suara Dyah Ayu Nareswari sudah berada dibelakang kami.Aku tersentak mendengarnya, bagaimanapun ini adalah situasi yang sulit bagiku. Apapun yang kulakukan pasti akan ada hati yang terluka diantara dua gadis ini.Semenjak terjebak di tubuh Arya Wisesa, entah kenapa hatiku jadi selembut ini. Bahkan melukai perasaan seorang gadis aku tidak bisa, padahal biasanya aku mana pernah seperti ini. Aku mendesah panjang.Bahkan ketika gadis yang kucintai melangkah menjauh dariku, aku tak tahu harus berbuat apa. Entah terbuat dari apa hati gadis ini, meski aku melihatnya begitu terluka, Nimas mencoba menjelaskan pada Dyah Ayu, tapi sepertinya dia sudah terlanjur begitu marah pada gadisku.Aku tahu keduanya merasa terluka olehku, di satu sisi Nimas tersakiti dengan perjodohanku dengan putri pamanku, di sisi lain Dyah Ayu terluka mendengar kenyataan bahwa aku mencintai gadis lain.Aku hanya mamp

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 11. Keajaiban

    Malam beranjak menggelap, aku masih tercenung di dekat jendela sambil memandangi rembulan bongkok yang bersinar teduh di langit raya. Saat memandang sinar bulan itu, tiba-tiba wajah Nimas Ayu muncul dengan senyumnya yang memabukkan.Ah, jika aku punya kemampuan menghilang dan muncul dalam sekejab di tempat yang berbeda, ada satu tempat yang selalu menjadi tujuanku."Itu adalah kamu, Nimas," gumamku lirih.Kejadian kemarin lusa saat kami berada di pinggir hutan, berputar kembali didepan mata. Menampilkan wajah ayu gadis yang saat ini telah merajai hatiku. Entah sejak kapan dia mulai menduduki tahta hati tertinggi, merebut seluruh atensiku."Raden, kelincinya mengikuti kita. Hey kelinci, apa kamu lapar. Hmmm?" celotehmu ceria, sambil meraih kelinci putih itu kedalam pangkuanmu.Suara tawamu kembali terdengar ditelinga, mengingatmu membuat senyum terbit dari bibirku. Beginikah rasanya dilanda badai asmara? Badai yang bukan hanya sekedar memporak

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 12. Bait kerinduan

    POV Nimas Ayu LarasatiAkhirnya perjalanan ini usai sudah, pintu gerbang Padhepokan sudah tampak dari kejauhan. Tiba-tiba dadaku berdenyut karena aura kebahagiaan yang menyeruak memenuhi seisi ruang di dalam dada, seolah mencium aroma candu yang memabukkan. Tiba kembali di rumah setelah berhari-hari melakukan perjalanan itu, membawa rasa bahagia yang tak tertandingi."Kangmas, kita sudah sampai," pekikku lantang dari atas kuda yang masih melesat bak anak panah."Iya, Nimas, aku rindu dengan Biyung," jawab Kangmas Rangga Suta tak kalah keras.Kami berdua saling melempar tawa, aura kebahagiaan terpancar, bahkan hanya ketika melihat gerbang rumah kami saja. Duh, aku merasa seperti anak kecil yang dibelikan gula-gula oleh ibunya, bahagia.Memang benar bahwa setiap perjalanan membawa cerita sendiri, karena tenggelam dalam rutinitas harian yang itu-itu saja kadang membawa rasa bosan dan jenuh yang berkepanjangan. Dengan keluar dari padhepokan aku mendapa

Bab terbaru

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 34. Keputusan Final

    Enrico keluar dari ruang perawatan Panji tanpa pamit, dari wajahnya terlihat dia sangat gusar dengan permintaan Panji untuk resign dari sindikat mafia miliknya.Reno masih duduk termangu di sofa, tampak menyesalkan kenapa Panji harus secepat itu menyampaikan keinginannya untuk resign pada Enrico. Harusnya Panji memilih waktu yang tepat. Tapi semua sudah terlambat, Panji bahkan tidak terlihat menyesali ucapannya sama sekali.Reno mendengus pelan.Di sudut lain, Panji tampak menghela napas panjang. Dia memaklumi jika Enrico marah padanya. Setelah semua hal yang telah Enrico diberikan pada Panji untuk menyelamatkan nyawanya. Panji justru meminta padanya sebuah permintaan konyol sebagai balasannya, tentu Enrico gusar.Dalam keadaan kritis kemarin Enrico bisa saja mengabaikannya, toh dirinya bukan siapa-siapa, tapi Bos besarnya itu malah memberikan semua fasilitas perawatan yang terbaik untuk mengupayakan dia bisa kembali sadar. Tapi bukannya membalas ke

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 33. Tetap Menjadi Mafia atau Dibunuh

    "Elo sholat, Nji?" pekik Reno saat masuk di ruangannya siang itu. Pagi tadi Reno mengirim chat tidak bisa datang membesuk karena harus menuntaskan tugas yang diberikan oleh Enrico padanya.Wajah pria itu terlihat bingung dan gusar, sorot matanya tajam seperti sedang menguliti Panji hidup-hidup.Ketika Reno datang, Panji sedang menjalankan sholat dhuhur 4 rakaat dengan khusyuk. Beberapa menit dia mematung di ambang pintu, sempat mengira salah masuk kamar pasien. Dia mengerjapkan kedua matanya seolah ingin meyakinkan diri. Dan dia memekik suara dengan keras setelah melihat sahabatnya sejak kecil ini selesai sholat."Nji, ini beneran elo?" tanya Reno ragu.Reno tahu betul, mereka tidak pernah belajar sholat. Tak heran jika dia sangat kaget melihat Panji begitu khusyuk sholat dan berdzikir. Selama ini mereka selalu berdua kemanapun.Darimana Panji belajar dan sejak kapan?"Yaelah, lebay banget sih Lo, sampai teriak gitu,"

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 32. Konflik Batin Sang Mafia

    Panji minta ijin suster untuk duduk di taman rumah sakit. Setelah seharian berbaring, dia butuh menghirup udara segar. Sebelumnya, tubuhnya bahkan sudah lebih dari sebulan terkapar di atas ranjang rumah sakit.Selepas sholat isya' seorang suster mengantarnya menuju taman. Dia harus melatih kedua kakinya untuk berjalan, karena sudah terlalu lama tidak di fungsikan, kedua kakinya terasa kaku untuk di gerakkan.Ketika koma Panji merasakan perjalanan spiritual, ada banyak kejadian yang telah dia temui di sana. Bertemu dengan orang baru, gurunya Mpu Gandiswara, Nimas Ayu Larasati, Rangga Suta dan yang lainnya. Dia tahu itu hanya sesuatu yang tidak nyata. Entah disebut halusinasi atau apa, yang jelas tubuhnya tengah terlelap di ruang intensive care unit. Tapi anehnya, kenapa pengaruhnya terasa begitu nyata?Seperti kebiasaan yang beribadah misalnya, sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh seorang Panji satu kalipun dalam kehidupannya. Kini dia bahkan bisa melak

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 31. Siuman atau Justru Terjebak di Dunia Mimpi?

    Hari ini Panji sudah diperbolehkan pindah di ruang perawatan, karena kondisinya semakin stabil. Secara fisik, dia sudah bisa dibilang sehat. Hanya saja pikirannya hampir tidak bisa menghilangkan bayangan kehidupannya bersama Nimas dan baby Husein. Bayangan mereka terus mengganggunya, apalagi terakhir dia harus pergi meninggalkan Nimas saat usia Husein masih 7 hari."Ya Allah, apakah mereka akan baik-baik saja tanpa gue?" gumamnya."Benarkah semua ini halusinasi, Nimas?" desisnya pelan."Hey, gue belum sholat sejak kemarin?" Panji panik.Tadi malam tidak ada yang menungguinya, karena Reno sedang menjalankan tugas dari Enrico untuk melacak keberadaan penyusup dalam organisasi mafia mereka.Waktu subuh masih tersisa, Panji mencoba bersusah payah untuk berjalan ke kamar mandi, karena kakinya sudah terlalu lama tidak difungsikan selama dia koma, tentu saja terasa kaku.Menjalankan dua raka'at sholat subuh dan berdzikir, membuat hatiny

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 30. Ini Akhir ataukah Awal Sebuah Kisah?

    Hari ini tepat 30 hari Panji dirawat di ICU RS Premier Surabaya. Setelah kecelakaan yang dialaminya sebulan yang lalu dia tidak sadarkan diri. Pria ini mengalami cedera Axonal Diffuse, cedera otak berat sehingga membutuhkan perawatan khusus di Intensive Care Unit. Enrico telah memberikan fasilitas VIP untuk merawat panji. Akan tetapi meskipun demikian banyak alat-alat canggih itu menempel di tubuhnya seperti ventilator, hingga mesin EKG/EEG, belum ada kemajuan yang berarti.Enrico bersikeras untuk terus melakukannya, karena mengingat mereka telah tumbuh bersama sejak kecil. Ya, semenjak papanya mengadopsi Panji, mereka telah menjadi saudara angkat. menurutnya jika tubuh Panji masih menunjukkan tanda kehidupan, masih ada harapan untuk sembuh. Jadi dia memutuskan untuk terus memberi fasilitas terbaik padanya.Status Enrico saat ini adalah bos besar mafia tempat Panji bekerja. Karena ada latar belakang saudara angkat inilah dia mengistimewakannya. Lagipula sel

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 29. Aku Harus Pulang

    "Baiklah, Botak. Aku akan berhati-hati," balasnya segera melesat terbang, melompat di atas genting dengan sangat ringan. Kemudian melesat dari satu bangunan ke bangunan lainnya, dan berhenti di wuwungan (atap bangunan) seolah menemukan keberadaan ruang Dyah Ayu Nareswari.❤️❤️❤️Sesosok tubuh tampak bersalto dari atap. Tubuh itu dibalut dengan pakaian serba hitam, melangkah mengendap-endap memasuki kaputren (istana para wanita, istri dan anak raja atau pejabat) dalem katumenggungan. Di tempat inilah Dyah Ayu Nareswari menghabiskan waktu dalam istana ini. Pria itu melangkah tanpa meninggalkan suara, sepertinya ilmu peringan tubuhnya sudah tinggi.Bahkan prajurit penjaga yang mondar mandir berjaga di kaputren tidak menyadari ada bayangan hitam melesat di dekat mereka.Bayangan hitam itu menembus masuk ke dalam kaputren, tapi begitu masuk ke dalam suasana tampak lengang. Bukankah biasanya kaputren berisi para wanita, kenapa sangat sepi? Brewok bertanya dalam

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 28. Pukulan Terberat

    Suasana kembali senyap, tak ada lagi suara anak panah yang berdesing. Mata setajam elang masing-masing dari mereka mencoba menangkap siapa musuh yang datang.Di sisi lain Arya Wisesa dan pasukannya bisa bernapas lega mendapatkan bala bantuan, hal itu memang sudah dipertimbangkan oleh Arya sebelumnya. Menurutnya paman Tumenggung Hadi Wijaya pasti punya pemikiran yang sama dengannya."Alhamdulillah ... Paman Hadi Wijaya pasti telah datang," ujar Arya.Tidak ada yang berani bergerak, mereka semua bahkan menahan napas, seolah suara napas itu bisa membahayakan nyawa bagi mereka yang masih bersembunyi dalam kegelapan.Meski suasana sudah terang benderang di berbagai sisi, cahaya obor yang telah di siapkan oleh mahasura untuk perayaan kemenangannya malam ini, terpaksa dinyalakan lebih awal untuk mengenali musuh yang baru saja menyerang mereka.Hingga tiba di satu titik dua pasukan itu saling serang, aroma pertempuran kembali menguar dari kesunyian h

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 27. Berjumpa dengan Musuh yang Sesungguhnya

    Sementara itu di hutan pinggiran desa komplotan pasukan Mahasura dari berbagai penjuru telah sampai. Pasukan berjumlah sekitar seribu orang, mereka terdiri dari para rampok dan begal yang telah berhasil di rekrut oleh Mahasura untuk menyerang istana Akuwu Sura Wijaya.Mereka telah dilatih selama 12 purnama untuk mempersiapkan pertempuran hari ini. Jadi meskipun mereka bukan tentara resmi kerajaan tapi sudah mendapatkan latihan yang setara dengan para tentara reguler istana."Dengar!" pekik Mahasura.Suara bising-bising yang tadi berdengung seperti suara lebah karena banyaknya manusia yang berbicara, tiba-tiba menghilang."Malam ini, kemungkinan rombongan pasukan dari gunung wilis akan tiba di sini, jadi mari kita siapkan jebakan," papar Mahasura."Kita akan menyergap mereka, hanya satu tujuanku, yaitu membunuh Arya Wisesa, kalian paham?""Paham," jawab semua serentak."Bagus, jauhkan dia dari gurunya dan siapapun, aku akan membunuhnya

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 26. Perpisahan

    "Nimas, aku mencintaimu," ucapnya seraya menciumi istrinya terus menerus dan memeluknya erat. Seolah ini adalah kesempatan terakhirnya untuk melakukannya.Airmata tak berhenti menetes, hari ini Arya merasakan ganjalan teramat berat untuk meninggalkannya pergi ke istana. Entah kenapa ...Seolah kepergiannya kali ini bukan sekedar pergi ke istana, akan tetapi pergi ke sebuah lorong waktu yang akan membawanya kembali ratusan abad ke masa depan. Melemparkan dirinya kembali ke dunia asalnya."Nimas, jadilah masa depanku, kumohon," bisiknya kelu, seolah suaranya tercekat di tenggorokan."Akulah masa depanmu, Kanda, bukan hanya aku, tapi juga Husein Ibadurrahman, akan menjadi masa depanmu," jawab Nimas seraya menyunggingkan senyumnya yang memabukkan.Arya menghela napas panjang, dia berusaha memenuhi paru-parunya dengan udara sebanyak yang dia bisa, untuk mengusir sesak. Bukan karena saturasi oksigennya di bawah normal, tapi sesak karena rasa takut kehila

DMCA.com Protection Status