Home / Fantasi / Terjebak di Negeri Dongeng / Part 5. Perjalanan Menuju Istana

Share

Part 5. Perjalanan Menuju Istana

Author: Ummu Nadin
last update Last Updated: 2021-08-09 15:31:33

Ketika menyadari bahwa ini akan menjadi saat terakhir keberadaanku di padhepokan, dada ini tiba-tiba terasa nyeri. Ada rasa enggan untuk meninggalkan tempat ini, entah kenapa aku merasa nyaman, seperti berada dirumah sendiri. 

Mpu Gandiswara yang memiliki jiwa ketulusan sebagai seorang guru, Rangga Suta dan Nimas Ayu yang sudah seperti saudara sendiri begitu hangat menerima keberadaanku. 

Di sini aku merasakan memiliki keluarga, sesuatu yang tidak pernah aku miliki di dunia asalku. Iya, Panji hidup terlunta-lunta sejak kecil, menggelandang dan mengemis belas kasihan orang hanya sekedar untuk mengganjal perut dari rasa lapar.

"Duh, berat sekali meninggalkan tempat ini?" aku mendengus kasar.

Tapi apa mau dikata, aku tidak punya pilihan lain, karena Romo Sura Wijaya tetap menyuruhku kembali ke istana. Aku tidak mungkin bisa menolak. 

Apalagi Romo juga mengabarkan bahwa ibunda Galuh Wangi sudah tidak sabar menunggu kepulanganku. Mungkin rasa rindu seorang ibu inilah yang membuat hatiku harus membulatkan tekad, suka tidak suka, mau tidak mau, aku harus pulang. Demi menuntaskan kerinduan Ibunda Galuh Wangi. 

Bagaimanapun Ibunda Galuh Wangi hanya memiliki seorang putra, yaitu Aku Arya Wisesa. Setelah sekian lama aku harus menuntut ilmu di padhepokan Mpu Gandiswara di kaki gunung wilis, dan belum pernah bertemu lagi. Ibu mana yang tidak merasakan rindu. Aku memaklumi itu. Mungkin begitu pula yang dirasakan oleh Arya Wisesa yang asli. 

Semalaman aku tidak bisa memejamkan mata, ini adalah fajar terakhir aku terbangun dibilik ini. Aku mengedarkan pandangan, menyapu setiap sudut kamar, entah kapan aku akan bisa kembali ke sini. Aku mendesah, aku pasti akan merindukan tempat ini.

Pagi masih buta ketika aku melangkahkan kakiku keluar dari bilik. Udara dingin pagi menyapa punggungku dengan lembut. Pucuk-pucuk batang dan daun bambu bergoyang pelan seperti menari sesuai dengan irama gendhing kegelisahan jiwaku. 

Suasana masih temaram, kulihat beberapa murid yang mendapatkan jatah jaga malam, terkantuk-kantuk didepan gerbang padhepokan. Bibirku menyunggingkan senyuman melihat mereka. Aku ingat, kemarin aku membeli beberapa buah-buahan dipasar untuk bekal perjalananku pulang. Aku mengambilnya dari bilik dan kembali menyapa mereka yang sedang berjaga. 

"Sudah menjelang subuh, pasti kalian lapar," sapaku sambil mengulurkan tiga sisir pisang kepada mereka. 

"Raden, Andika tidak perlu repot begini, kami jadi tidak enak hati," balas salah satu dari mereka seraya menerima pisang dari tanganku. 

"Kok cuma berlima, yang lain kemana?" tanyaku. Karena setauku ada 9 murid padhepokan yang tiap malam mendapat giliran tugas ronda. 

"Mereka sedang berkeliling, Raden. Memastikan semua aman," jawabnya.

Padhepokan ini memang tidak terlalu luas. Bangunan pendopo sebagai bangunan utama terdapat di bagian depan. Di samping kanannya rumah utama tempat tinggal Guru dengan keluarga nya berdiri dengan kokoh. Bagian belakang ada dapur bersebelahan dengan gudang, tempat untuk menyimpan bahan mentah untuk keperluan pangan semua warga padhepokan. 

Di sisi kirinya ada  ruang penyimpanan senjata yang selalu di jaga dengan ketat oleh murid utama Padhepokan. Lebih belakang lagi letak bangunan bilik-bilik para murid terbagi menjadi beberapa bangunan, dan yang paling sudut tapi lebih luas dan indah adalah bilik pribadiku. 

Di belakang pendhopo, ada halaman luas biasanya dipakai untuk tempat latihan kanuragan.

"Raden, apalah hari ini Andika jadi pulang ke istana?" tanya mereka padaku. Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis. 

"Tempat ini sudah kuanggap rumahku sendiri, meski rasanya berat, tapi romo menghendaki aku pulang," ocehku yang hanya direspon dengan mereka dengan manggut-manggut. 

"Andika sangat beruntung, Raden. Karena masih memiliki keluarga," ucap salah satu dari mereka yang dipanggil bejo. 

"Iya betul. Mungkin aku harus banyak bersyukur," jawabku. 

Benar kata bejo, aku beruntung masih punya keluarga. Bahkan bukan keluarga sembarangan, melainkan keluarga yang memiliki jabatan penting. 

Tapi ketika aku ingat dengan pembicaraan beberapa pria yang kutemui di kedai saat aku melakukan penyamaran, seketika hatiku merasa masam. 

Benarkah adikku menginginkan kematianku?

❤️❤️❤️

Kami bertiga sedang bersiap di depan pendopo, ketika Mpu Gandiswara dan istrinya datang menghampiri. Beberapa murid padhepokan membantu kami menyiapkan barang-barang yang akan kubawa untuk bekal perjalanan. 

"Nak Mas sering-seringlah berkunjung kemari. Tempat ini adalah rumahmu yang kedua," ujar Mpu Gandiswara seraya menepuk bahuku. 

Wajahnya tulus menenangkan, ucapannya barusan seolah mendoakanku berumur panjang dan bisa kembali kesini lagi. Hatiku menghangat mendengarnya, merasa dicintai. Aku mengangguk dan tersenyum bahagia. 

"Jika masih ada umur, aku akan kembali tinggal disini, Guru. Dan ingin tinggal untuk waktu yang lama," ucapku sambil melirik Nimas Ayu Larasati. 

Meski dia menundukkan kepala, tapi dia tidak bisa menyembunyikan rona merah dipipinya. Aku tersenyum melihatnya, dadaku berdesir.

"Semoga aku betah menjadi obat nyamuk di perjalanan nanti. Huh, menyebalkan," gerutu Rangga Suta sambil mengerucutkan bibirnya. Alhasil membuat sebuah cubitan dari Nimas Ayu Larasati mendarat di lengannya. 

"Ampun Nimas, Ampuni kangmas-mu yang sangat tampan ini," Rangga Suta berkata keras menahan sakit. Cubitan bertubi-tubi terus didaratkan Nimas Ayu di tubuhnya, membuat semua orang terkekeh. 

"Biar kapok. Makanya jangan bicara sembarangan!" cerocosnya masih dengan pipi yang memerah. 

Aku terkekeh melihatnya, melihat wajah Nimas memerah karena kesal tiba-tiba ada gelenyar aneh berdentum di jantungku. Duh, sepertinya aku sudah terpikat dengan gadis ini. 

Setelah ritual berpamitan usai, kami bertiga memacu kuda meninggalkan padhepokan. Kami terus memacu melewati pemukiman penduduk di sekitar padhepokan, berganti dengan bentangan sawah, kemudian lebih jauh lagi bentangan hutan menjadi pemandangan perjalanan ini. 

"Hiyyyyaaaaa!!!!" 

"Hiyyyyaaaaa!!!"

Hanya suara kami yang memacu kuda, yang terdengar memecah kesunyian. kuda kami melesat seperti anak panah yang lepas dari busurnya. 

Kami memelankan langkah kuda, ketika telah menyusuri jalanan setapak menuju hutan. Suasana mencekam segera menyapa, ketika kami masuk semakin dalam. Hanya suara kinjeng tangis yang terdengar bersahut-sahutan. Tiba-tiba kulihat Nimas Ayu memperlambat langkah kudanya, sementara tangan kanannya memberi kode pada kami untuk waspada, Rangga Suta yang di belakangku tampak menampilkan wajah tegang.

"Sreeetttt."

Dari rimbunnya tumbuhan di hutan ini melesat anak-anak panah kearah kami. 

"Hiyaaaatttt" 

"Clang clang clang"

Dentingan suara pedang kami yang bertabrakan dengan mata anak panah, seolah menjadi irama yang bertalu-talu mengalahkan suara kinjeng tangis yang mendengung indah dalam kesunyian hutan. Disusul dengan tujuh sosok tubuh berpakaian hitam dan memakai penutup wajah menyerang dan mengeroyok kami membabi buta. 

Suara pertarungan bergemuruh. Tebasan pedang yang haus darah saling berdenting mencari mangsa. Dalam waktu singkat hutan yang sunyi ini kehilangan aura mistisnya, karena ramai dan riuh suara pertempuran memecah hawa kesepian. Meski suara riuh ini tak akan mampu mengganggu telinga manusia, karena mungkin hanya kami yang saat ini bertempur saja yang ada di hutan ini. 

Tujuh orang yang datang mengeroyok memang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Tapi kami bertiga juga bukan orang sembarangan, sudah mahsyur terdengar di seantero negeri, nama besar Mpu Gandiswara, pemilik padhepokan gunung wilis. Meskipun dikeroyok, tapi bukan hal mudah juga melumpuhkan kami bertiga. Justru pertarungan mulai tidak seimbang karena pihak lawan sudah tidak mampu mengimbangi setiap jurus yang kami mainkan. 

Hingga akhirnya salah satu dari mereka memberi kode untuk kabur. 

"Tunggu! Dasar pengecut," pekik Nimas Ayu Larasati. Dia bermaksud mengejar tapi dihentikan oleh Rangga Suta. 

"Berhenti, Nimas." 

"Tapi aku ingin tau siapa mereka itu, Kangmas," jawab Nimas Ayu bersikeras

"Sudahlah, sebaiknya kita lanjutkan perjalanan. Setidaknya kita harus menemukan desa untuk beristirahat dan makan," ujar Rangga Suta. 

Aku membenarkan usulannya. Karena setelah beberapa jam di atas kuda tanpa berhenti, malah di lanjutkan bertempur, tak dipungkiri rasa lelah telah mendera kami. 

Meskipun aku juga merasakan, apa yang Nimas Ayu rasakan. Aku sangat penasaran, siapakah gerangan yang dengan sengaja menghadang perjalanan kami? 

Semoga ada petunjuk yang kutemukan. Ketika aku mau naik diatas kuda sepintas aku lihat ada kalung tergeletak di atas tanah bekas pertempuran tadi. Aku beringsut mengambilnya, diikuti tatapan mata Nimas Ayu Larasati dan Rangga Suta penuh tanya.

"Ada apa, Raden?" tanya mereka serentak.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ovie Maria
petunjuk... petunjuk.. aku penasaran tolong..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 6. Pendekar Cantik Berjubah Biru

    emoga ada petunjuk yang kutemukan. Ketika aku mau naik diatas kuda sepintas aku lihat ada kalung tergeletak di atas tanah bekas pertempuran tadi. Aku beringsut mengambilnya, diikuti tatapan mata Nimas Ayu Larasati dan Rangga Suta penuh tanya."Ada apa, Raden?" tanya mereka serentak.❤️❤️❤️Kuperlihatkan pada mereka, sebuah kalung kalau menurut pendapat pribadiku, benda yang hanya dimiliki kaum bangsawan di jaman ini. Rangga Suta dan Nimas Ayu saling pandang."Aku akan menyimpannya, mungkin ada petunjuk tentang mereka," ujarku sembari memasukkan kalung itu di balik bajuku, mereka mengangguk paham.Kami bersiap melanjutkan perjalanan untuk keluar dari hutan. Suara kinjeng tangis yang tadi sempat terkalahkan oleh suara riuhnya pedang beradu pedang, kini mulai nyaring terdengar. Seolah membuktikan bahwa dialah pemilik suara hutan yang sesungguhnya.Suasana hutan kembali diliputi kesunyian, hanya dengungan kinjeng tangis yang terdengar meny

    Last Updated : 2021-08-09
  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 7. Bertemu dengan Dyah Ayu Nareswari

    Setelah menempuh perjalanan dua hari, dengan berbagai halangan dan rintangan yang menghadang. (Udah kayak perjalanan kebarat mencari kitab suci aja. Hehehe)Tepat ketika matahari hampir tenggelam diufuk barat, kaki-kaki kuda kami telah menapaki jalan menuju rumahku, akhirnya sampailah kami bertiga di gerbang masuk kota raja, Istana Pakuwon Sang Akuwu Sura Wijaya.Di sepanjang jalan yang kami lalui, disisi kiri dan kanan jalan, berdiri tegak banyak umbul-umbul serta obor yang disusun sedemikian rupa, sehingga suasana senja yang temaram, tampak megah layaknya menyambut kedatangan tamu agung.Benar, tamu agung itu adalah aku, Arya Wisesa, calon pengganti Romoku kelak di istana ini. Sudah selayaknya jika kedatanganku di sambut sedemikian rupa. Hal ini membuatku sedikit tersanjung. Sangat berkebalikan dengan sosok Panji selama ini. Hiks...'Hey, aku hanyalah seorang mafia, hanya seorang bandit, siapa yang sudi memberi sambutan semegah ini pada seor

    Last Updated : 2021-08-14
  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 8. Patah Hati

    POV Nimas Ayu LarasatiBegitu berhasil keluar dari keroyokan Penjahat didalam hutan, kami melanjutkan perjalanan kembali. Berharap menemukan perkampungan untuk mencari kedai makan dan tempat beristirahat. Rasanya tubuh ini sudah sangat penat. Tapi siapa nyana, justru di kampung itu kami kembali berjumpa dengan para begundal menjijikkan, sok main perintah, sok berkuasa, dan sok kuat.Huh ... menjijikkan tidak tau malu, padahal hanya dengan beberapa jurus saja aku bisa melumpuhkan mereka semua yang berjumlah belasan orang. Tidak sesuai dengan mulut besarnya yang seolah-olah sanggup menggenggam dunia.Ini pertama kali aku turun gunung dari padhepokan, ibarat menguji kemampuan dan mendedikasikan ilmu yang kumiliki untuk membela yang lemah seperti nasihat Romo. Karena ini adalah pengalaman pertama, maka tentunya Romo tidak mungkin melepasku keluar sendirian untuk mengantar Raden Arya Wisesa. Romo memerintahkan Kangmasku yang paling gagah sedunia itu bersamaku m

    Last Updated : 2021-08-14
  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 9. Simo Seto

    POV Nimas Ayu Larasati"Benarkah itu, Kanda?" tanya Dyah Ayu Nareswari yang tiba-tiba sudah dibelakang kami berdua.Tatap matanya menyelidik pada kami berdua, aku hanya bisa menundukkan kepala. Rasanya tidak sanggup melihat tatapan mata yang terlihat begitu terluka milik gadis itu, sungguh aku sangat tidak tega melihatnya. Bagaimanapun aku juga seorang wanita, sangat tahu bagaimana rasanya merasa diabaikan. Aku bahkan tadi malam begitu terluka ketika menyaksikan dan mendengar kabar tentang rencana pernikahan mereka.Sungguh, Aku sangat tahu apa yang dia rasakan. Kecewa, merasa tidak dianggap atau bahkan merasa dikhianati, oleh calon suaminya. Atau justru menuduhku menggoda calon suaminya?"Dyah Ayu, ini tidak seperti yang kau bayangkan," terangku mencoba memperbaiki situasi."Aku tidak bertanya padamu, Nimas," jawabnya dingin.Baiklah, sebaiknya aku akan menyingkir dari mereka sekarang, supaya tidak memperumit keadaan. Aku

    Last Updated : 2021-08-14
  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 10. Merubah Sejarah

    POV Arya Wisesa"Benarkah itu, Kanda?" terdengar suara Dyah Ayu Nareswari sudah berada dibelakang kami.Aku tersentak mendengarnya, bagaimanapun ini adalah situasi yang sulit bagiku. Apapun yang kulakukan pasti akan ada hati yang terluka diantara dua gadis ini.Semenjak terjebak di tubuh Arya Wisesa, entah kenapa hatiku jadi selembut ini. Bahkan melukai perasaan seorang gadis aku tidak bisa, padahal biasanya aku mana pernah seperti ini. Aku mendesah panjang.Bahkan ketika gadis yang kucintai melangkah menjauh dariku, aku tak tahu harus berbuat apa. Entah terbuat dari apa hati gadis ini, meski aku melihatnya begitu terluka, Nimas mencoba menjelaskan pada Dyah Ayu, tapi sepertinya dia sudah terlanjur begitu marah pada gadisku.Aku tahu keduanya merasa terluka olehku, di satu sisi Nimas tersakiti dengan perjodohanku dengan putri pamanku, di sisi lain Dyah Ayu terluka mendengar kenyataan bahwa aku mencintai gadis lain.Aku hanya mamp

    Last Updated : 2021-08-14
  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 11. Keajaiban

    Malam beranjak menggelap, aku masih tercenung di dekat jendela sambil memandangi rembulan bongkok yang bersinar teduh di langit raya. Saat memandang sinar bulan itu, tiba-tiba wajah Nimas Ayu muncul dengan senyumnya yang memabukkan.Ah, jika aku punya kemampuan menghilang dan muncul dalam sekejab di tempat yang berbeda, ada satu tempat yang selalu menjadi tujuanku."Itu adalah kamu, Nimas," gumamku lirih.Kejadian kemarin lusa saat kami berada di pinggir hutan, berputar kembali didepan mata. Menampilkan wajah ayu gadis yang saat ini telah merajai hatiku. Entah sejak kapan dia mulai menduduki tahta hati tertinggi, merebut seluruh atensiku."Raden, kelincinya mengikuti kita. Hey kelinci, apa kamu lapar. Hmmm?" celotehmu ceria, sambil meraih kelinci putih itu kedalam pangkuanmu.Suara tawamu kembali terdengar ditelinga, mengingatmu membuat senyum terbit dari bibirku. Beginikah rasanya dilanda badai asmara? Badai yang bukan hanya sekedar memporak

    Last Updated : 2021-08-15
  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 12. Bait kerinduan

    POV Nimas Ayu LarasatiAkhirnya perjalanan ini usai sudah, pintu gerbang Padhepokan sudah tampak dari kejauhan. Tiba-tiba dadaku berdenyut karena aura kebahagiaan yang menyeruak memenuhi seisi ruang di dalam dada, seolah mencium aroma candu yang memabukkan. Tiba kembali di rumah setelah berhari-hari melakukan perjalanan itu, membawa rasa bahagia yang tak tertandingi."Kangmas, kita sudah sampai," pekikku lantang dari atas kuda yang masih melesat bak anak panah."Iya, Nimas, aku rindu dengan Biyung," jawab Kangmas Rangga Suta tak kalah keras.Kami berdua saling melempar tawa, aura kebahagiaan terpancar, bahkan hanya ketika melihat gerbang rumah kami saja. Duh, aku merasa seperti anak kecil yang dibelikan gula-gula oleh ibunya, bahagia.Memang benar bahwa setiap perjalanan membawa cerita sendiri, karena tenggelam dalam rutinitas harian yang itu-itu saja kadang membawa rasa bosan dan jenuh yang berkepanjangan. Dengan keluar dari padhepokan aku mendapa

    Last Updated : 2021-08-15
  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 13. Lagu Cinta

    POV Nimas Ayu Larasati"Raden???" Ujarku tercekat.Sejenak netra kami saling mengunci satu sama lain, menghadirkan gelenyar rasa yang menabuh gendang kerinduan yang semakin bertalu-talu menghentak sukma. Beberapa detik membuat dunia seolah berhenti berputar.Kerinduan yang tersimpan jauh di dalam dasar hati telah mengkristal menjadi sebongkah es, mungkin saja ketika terpanaskan dengan hawa panas akan meleleh dan hilang tak berbekas. Atau bisa juga sebaliknya semakin mengeras bak gunung es di samudera."Nimas, aku datang melunaskan janji," ucapnya lirih.Aku melengos dan membalikkan tubuhku. Memandang pucuk batang bambu yang gerakannya meliuk-liuk seperti penari. Irama bambu yang saling bergesekan satu sama lain mengusik ketenangan.'Datang melunaskan janji, artinya setelah janji itu dilunaskan. Semua telah usai, bukankah begitu?' gumamku dalam hati.Mungkin kedatangannya hanya ingin mengundang Romo untuk hadir di upa

    Last Updated : 2021-08-15

Latest chapter

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 34. Keputusan Final

    Enrico keluar dari ruang perawatan Panji tanpa pamit, dari wajahnya terlihat dia sangat gusar dengan permintaan Panji untuk resign dari sindikat mafia miliknya.Reno masih duduk termangu di sofa, tampak menyesalkan kenapa Panji harus secepat itu menyampaikan keinginannya untuk resign pada Enrico. Harusnya Panji memilih waktu yang tepat. Tapi semua sudah terlambat, Panji bahkan tidak terlihat menyesali ucapannya sama sekali.Reno mendengus pelan.Di sudut lain, Panji tampak menghela napas panjang. Dia memaklumi jika Enrico marah padanya. Setelah semua hal yang telah Enrico diberikan pada Panji untuk menyelamatkan nyawanya. Panji justru meminta padanya sebuah permintaan konyol sebagai balasannya, tentu Enrico gusar.Dalam keadaan kritis kemarin Enrico bisa saja mengabaikannya, toh dirinya bukan siapa-siapa, tapi Bos besarnya itu malah memberikan semua fasilitas perawatan yang terbaik untuk mengupayakan dia bisa kembali sadar. Tapi bukannya membalas ke

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 33. Tetap Menjadi Mafia atau Dibunuh

    "Elo sholat, Nji?" pekik Reno saat masuk di ruangannya siang itu. Pagi tadi Reno mengirim chat tidak bisa datang membesuk karena harus menuntaskan tugas yang diberikan oleh Enrico padanya.Wajah pria itu terlihat bingung dan gusar, sorot matanya tajam seperti sedang menguliti Panji hidup-hidup.Ketika Reno datang, Panji sedang menjalankan sholat dhuhur 4 rakaat dengan khusyuk. Beberapa menit dia mematung di ambang pintu, sempat mengira salah masuk kamar pasien. Dia mengerjapkan kedua matanya seolah ingin meyakinkan diri. Dan dia memekik suara dengan keras setelah melihat sahabatnya sejak kecil ini selesai sholat."Nji, ini beneran elo?" tanya Reno ragu.Reno tahu betul, mereka tidak pernah belajar sholat. Tak heran jika dia sangat kaget melihat Panji begitu khusyuk sholat dan berdzikir. Selama ini mereka selalu berdua kemanapun.Darimana Panji belajar dan sejak kapan?"Yaelah, lebay banget sih Lo, sampai teriak gitu,"

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 32. Konflik Batin Sang Mafia

    Panji minta ijin suster untuk duduk di taman rumah sakit. Setelah seharian berbaring, dia butuh menghirup udara segar. Sebelumnya, tubuhnya bahkan sudah lebih dari sebulan terkapar di atas ranjang rumah sakit.Selepas sholat isya' seorang suster mengantarnya menuju taman. Dia harus melatih kedua kakinya untuk berjalan, karena sudah terlalu lama tidak di fungsikan, kedua kakinya terasa kaku untuk di gerakkan.Ketika koma Panji merasakan perjalanan spiritual, ada banyak kejadian yang telah dia temui di sana. Bertemu dengan orang baru, gurunya Mpu Gandiswara, Nimas Ayu Larasati, Rangga Suta dan yang lainnya. Dia tahu itu hanya sesuatu yang tidak nyata. Entah disebut halusinasi atau apa, yang jelas tubuhnya tengah terlelap di ruang intensive care unit. Tapi anehnya, kenapa pengaruhnya terasa begitu nyata?Seperti kebiasaan yang beribadah misalnya, sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh seorang Panji satu kalipun dalam kehidupannya. Kini dia bahkan bisa melak

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 31. Siuman atau Justru Terjebak di Dunia Mimpi?

    Hari ini Panji sudah diperbolehkan pindah di ruang perawatan, karena kondisinya semakin stabil. Secara fisik, dia sudah bisa dibilang sehat. Hanya saja pikirannya hampir tidak bisa menghilangkan bayangan kehidupannya bersama Nimas dan baby Husein. Bayangan mereka terus mengganggunya, apalagi terakhir dia harus pergi meninggalkan Nimas saat usia Husein masih 7 hari."Ya Allah, apakah mereka akan baik-baik saja tanpa gue?" gumamnya."Benarkah semua ini halusinasi, Nimas?" desisnya pelan."Hey, gue belum sholat sejak kemarin?" Panji panik.Tadi malam tidak ada yang menungguinya, karena Reno sedang menjalankan tugas dari Enrico untuk melacak keberadaan penyusup dalam organisasi mafia mereka.Waktu subuh masih tersisa, Panji mencoba bersusah payah untuk berjalan ke kamar mandi, karena kakinya sudah terlalu lama tidak difungsikan selama dia koma, tentu saja terasa kaku.Menjalankan dua raka'at sholat subuh dan berdzikir, membuat hatiny

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 30. Ini Akhir ataukah Awal Sebuah Kisah?

    Hari ini tepat 30 hari Panji dirawat di ICU RS Premier Surabaya. Setelah kecelakaan yang dialaminya sebulan yang lalu dia tidak sadarkan diri. Pria ini mengalami cedera Axonal Diffuse, cedera otak berat sehingga membutuhkan perawatan khusus di Intensive Care Unit. Enrico telah memberikan fasilitas VIP untuk merawat panji. Akan tetapi meskipun demikian banyak alat-alat canggih itu menempel di tubuhnya seperti ventilator, hingga mesin EKG/EEG, belum ada kemajuan yang berarti.Enrico bersikeras untuk terus melakukannya, karena mengingat mereka telah tumbuh bersama sejak kecil. Ya, semenjak papanya mengadopsi Panji, mereka telah menjadi saudara angkat. menurutnya jika tubuh Panji masih menunjukkan tanda kehidupan, masih ada harapan untuk sembuh. Jadi dia memutuskan untuk terus memberi fasilitas terbaik padanya.Status Enrico saat ini adalah bos besar mafia tempat Panji bekerja. Karena ada latar belakang saudara angkat inilah dia mengistimewakannya. Lagipula sel

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 29. Aku Harus Pulang

    "Baiklah, Botak. Aku akan berhati-hati," balasnya segera melesat terbang, melompat di atas genting dengan sangat ringan. Kemudian melesat dari satu bangunan ke bangunan lainnya, dan berhenti di wuwungan (atap bangunan) seolah menemukan keberadaan ruang Dyah Ayu Nareswari.❤️❤️❤️Sesosok tubuh tampak bersalto dari atap. Tubuh itu dibalut dengan pakaian serba hitam, melangkah mengendap-endap memasuki kaputren (istana para wanita, istri dan anak raja atau pejabat) dalem katumenggungan. Di tempat inilah Dyah Ayu Nareswari menghabiskan waktu dalam istana ini. Pria itu melangkah tanpa meninggalkan suara, sepertinya ilmu peringan tubuhnya sudah tinggi.Bahkan prajurit penjaga yang mondar mandir berjaga di kaputren tidak menyadari ada bayangan hitam melesat di dekat mereka.Bayangan hitam itu menembus masuk ke dalam kaputren, tapi begitu masuk ke dalam suasana tampak lengang. Bukankah biasanya kaputren berisi para wanita, kenapa sangat sepi? Brewok bertanya dalam

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 28. Pukulan Terberat

    Suasana kembali senyap, tak ada lagi suara anak panah yang berdesing. Mata setajam elang masing-masing dari mereka mencoba menangkap siapa musuh yang datang.Di sisi lain Arya Wisesa dan pasukannya bisa bernapas lega mendapatkan bala bantuan, hal itu memang sudah dipertimbangkan oleh Arya sebelumnya. Menurutnya paman Tumenggung Hadi Wijaya pasti punya pemikiran yang sama dengannya."Alhamdulillah ... Paman Hadi Wijaya pasti telah datang," ujar Arya.Tidak ada yang berani bergerak, mereka semua bahkan menahan napas, seolah suara napas itu bisa membahayakan nyawa bagi mereka yang masih bersembunyi dalam kegelapan.Meski suasana sudah terang benderang di berbagai sisi, cahaya obor yang telah di siapkan oleh mahasura untuk perayaan kemenangannya malam ini, terpaksa dinyalakan lebih awal untuk mengenali musuh yang baru saja menyerang mereka.Hingga tiba di satu titik dua pasukan itu saling serang, aroma pertempuran kembali menguar dari kesunyian h

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 27. Berjumpa dengan Musuh yang Sesungguhnya

    Sementara itu di hutan pinggiran desa komplotan pasukan Mahasura dari berbagai penjuru telah sampai. Pasukan berjumlah sekitar seribu orang, mereka terdiri dari para rampok dan begal yang telah berhasil di rekrut oleh Mahasura untuk menyerang istana Akuwu Sura Wijaya.Mereka telah dilatih selama 12 purnama untuk mempersiapkan pertempuran hari ini. Jadi meskipun mereka bukan tentara resmi kerajaan tapi sudah mendapatkan latihan yang setara dengan para tentara reguler istana."Dengar!" pekik Mahasura.Suara bising-bising yang tadi berdengung seperti suara lebah karena banyaknya manusia yang berbicara, tiba-tiba menghilang."Malam ini, kemungkinan rombongan pasukan dari gunung wilis akan tiba di sini, jadi mari kita siapkan jebakan," papar Mahasura."Kita akan menyergap mereka, hanya satu tujuanku, yaitu membunuh Arya Wisesa, kalian paham?""Paham," jawab semua serentak."Bagus, jauhkan dia dari gurunya dan siapapun, aku akan membunuhnya

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 26. Perpisahan

    "Nimas, aku mencintaimu," ucapnya seraya menciumi istrinya terus menerus dan memeluknya erat. Seolah ini adalah kesempatan terakhirnya untuk melakukannya.Airmata tak berhenti menetes, hari ini Arya merasakan ganjalan teramat berat untuk meninggalkannya pergi ke istana. Entah kenapa ...Seolah kepergiannya kali ini bukan sekedar pergi ke istana, akan tetapi pergi ke sebuah lorong waktu yang akan membawanya kembali ratusan abad ke masa depan. Melemparkan dirinya kembali ke dunia asalnya."Nimas, jadilah masa depanku, kumohon," bisiknya kelu, seolah suaranya tercekat di tenggorokan."Akulah masa depanmu, Kanda, bukan hanya aku, tapi juga Husein Ibadurrahman, akan menjadi masa depanmu," jawab Nimas seraya menyunggingkan senyumnya yang memabukkan.Arya menghela napas panjang, dia berusaha memenuhi paru-parunya dengan udara sebanyak yang dia bisa, untuk mengusir sesak. Bukan karena saturasi oksigennya di bawah normal, tapi sesak karena rasa takut kehila

DMCA.com Protection Status