Kedua mata Nonoa seketika membulat lebar, "Wadah? Jangan bilang kalau Lone Angel itu wadah penyihir!"
Aamon mengangguk, "Mungkin saja dia adalah wadah Sang Penyendiri, atau yang lain. Aku tidak tau pasti soal itu."
"Tunggu, tadi kalian bilang kita akan dalam masalah, memang apa hubungannya?" tanya Celia merasa ada yang janggal.
"Begini Celia, setelah hukuman kehendak ilahi dijatuhkan dan membantai banyak ras, dunia jadi terdoktrin bahwa penyihir itu pembawa malapetaka dan dianggap hal yang tabu untuk dibahas. Meski otoritas mereka kekal, hidup mereka tetap ada batasnya, dan begitu masa itu telah berhenti, mereka akan memilih wadah untuk menjadi penerus berikutnya. Sebagaimana asal, cabang juga mewarisi hal yang sama, wadah pewaris juga sama tabunya dengan para penyihir," penjelasan Gossen membuat Celia terbelalak.
Jadi itu alasan kenapa Violet seperti terisolasi dari masyarakat bahkan keluarganya sendiri, memikirkannya saja Celia tak sanggup, "Jadi, kalia
Celia menghela napas, "Mau sampai kapan kau tertidur, dasar pemalas!?" ujarnya kemudian tersenyum ketir, bibirnya terasa bergetar mengingat prasangka buruk yang menimpa Rei semakin menjadi.Sarapan pagi digelar seperti biasa, ditambah Tanoa, juga Violet yang ikut hadir. Keadaan mereka sudah tampak membaik, kini Tanoa dan Violet saling melempar senyum begitu duduk di kursi yang bersebrangan. Sementara Celia sedang berusaha menutupi warna wajahnya."Perkenalkan, namaku Violet Seahalberd," Violet memperkenalkan dirinya pada penghunia kediaman ini, ia lalu menundukkan kepalanya sejenak, lalu diangkatnya lagi, "maaf soal semalam. Saat itu, kepalaku tiba-tiba terasa sakit," jelasnya."Tidak apa-apa, lain kali jangan paksakan dirimu ya," balas Aamon ramah."Ah, kalian berdua sudah membaik rupanya," Celia yang duduk di samping Violet berucap syukur berusaha mengusir pikiran buruk. Tanoa yang wajahnya tampak masih sendu mengangguk tersenyum."Izinkan aku me
Celia mengangguk, "Aku juga sebenarnya penasaran apa yang kau kerjakan dengan arsip-arsip itu.""Yah ... Itu sebenarnya adalah tugas dari ibu, dia menyuruhku untuk menyalin materi untuk bahan ajaran di akademi sekolah sihir." jelas Nonoa, "dan alasan kenapa aku tidak mengerjakannya sekarang, bagaimana mungkin aku melewatkan kesempatan yang telah kutunggu sejak lama, yaitu berkumpul bersama mereka seperti ini," lanjutnya merujuk pada Tanoa dan Violet."Whoaa, apa itu semacam teks sihir?" tanya Celia antusias, hampir setiap hari Nonoa seolah mengisolasi diri ketika ia sudah tenggelam dalam pekerjaan, jadi Celia senang begitu Nonoa mau berbagi ilmu dan pengalamannya.Nonoa mengangguk, "Semacam itu.""Boleh kupinjam nanti?""Kurasa tidak masalah.""Yay!" Celia berseru dengan tangan kanan mengepal teracung ke langit. Itu membuat Nonoa dan yang hadir tersenyum padanya.Lalu Celia beralih pada Tanoa dan Violet, "Jadi, kalian ini memang sudah
"Apa maksudmu kerajaan dalam masalah, Gossen?" Nonoa melepas sihir telekinesisnya dan berlari menghampiri Gossen, puluhan pisau yang melayang gagah itu jadi jatuh ke tanah."Nonoa ..." Gossen menatap sedih pada adiknya."Apa yang terjadi Aamon?" Nonoa beralih pada kakak pertamanya, Tanoa dan Violet yang penasaran ikut mendekat pada mereka.Sebenarnya, hanya Gossen dan Aamon saja yang tau soal dipilihnya Rei dan Celia sebagai kepala diplomat, jadi Aamon bingung harus mulai dari mana, di samping ini adalah masalah yang berhubungan dengan kerajaan tetangga, Nonoa akan marah jika ia mendengar kabar itu tanpa tau alasan yang jelas mengenai dipilihnya Celia dan Rei sebagai kepala diplomat."Dan kenapa kalian menceritakan hal penting semacam ini pada Celia?" tanya Nonoa kemudian setelah beberapa saat Aamon terdiam tanpa jawaban, ia menatap mereka bergantian.Tak mau terjadi salah paham di antara mereka, Celia hanya bisa menceritakan hal yang sebenarnya, "
"Ethelberg? Kurasa aku pernah mendengar nama itu dari kakakku," komentar Violet."Benarkah, Violet-san?" tanya Tanoa sedikit terkejut."Lalu, apa dia mengatakan sesuatu tentang tempat itu?" Aamon bertanya, informasi tentang kerajaan itu terbilang minim. Meski hendak hati Nirin mencari informasi dengan diutusnya lima prajurit itu, siapa sangka kalau mereka dibunuh begitu cepat.Sudah tertulis di atas batu, bilamana sebuah kerajaan membunuh utusan tanpa alasan yang dimaklumi, itu sama saja mereka mengibarkan bendera perang. Keputusan Ethelberg yang tanpa ragu itu membuat mental kerajaan yang lebih lemah darinya itu ciut dibuatnya.Violet sejenak mengingat kemudian menggeleng pelan, "Tidak begitu ingat, tapi kalau tidak salah, aku mendengar sesuatu seperti sesembahan terhadap Sang Pemuas Ketamakan, apakah itu salah satu sebutan penyihir?" tanyanya. Tepat setelah nama itu disebut, terdengar suara buku jatuh dari rak yang mengalihkan perhatian mereka.
Nyonya Paxley menggeleng, "Aku ragu soal itu, dari penglihatanku, aliran mana Rei-dono harusnya terlihat menyatu denganmu, tapi aku sama sekali tidak merasakannya sekarang. Bisa jadi ini akan memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan," jelasnya dengan raut wajah sedih.Kalau nyonya Paxley sudah bicara begitu, apa boleh buat. Celia hanya bisa bersabar untuk sekarang. Melihat seorang tamu yang sudah dianggap bagian dari keluarga ini tampak begitu cemberut, nyonya Paxley kembali bertanya, "Bisa kau ceritakan detil kejadian sebelum Rei-dono berakhir seperti ini, Celia-dono?" tanyanya."Uhmm ... Itu karena sebuah tombak cahaya yang tiba-tiba jatuh dari langit dan menghancurkan tubuhnya, Hima-sama.""Ah, soal itu aku sudah dengar dari Aamon. Dia bilang kalau tombak itu kemungkinan ulah Sang Penyendiri, tapi penglihatanku berkata lain, energinya memang kuat, tapi aku bisa memastikan bahwa itu bukan perbuatannya, meski ada kemungkinan kalau itu ulah penyihir
"Eh?" Celia terperanjat. Sepasang sayap yang membentang dan mengepak pelan itu tampak menakutkan.Sosok yang mengaku bukan Rei itu menggeleng sambil memijit kening, "Dari caramu berbicara, kau pasti berpikir kalau aku ini punya wajah yang sama persis dengannya," kata sosok itu menghela napas ringan.Kali ini Celia melunak, ia menyeka air mata yang baru saja jatuh, "Kalau bukan Rei, lalu kau siapa?" tanyanya."Sebelum kuberitahu, kujelaskan dulu kondisimu sekarang ini. Dengar Celia-san, saat ini kau berada di alam perantaraku, ini adalah cara seseorang untuk berkomunikasi dari jarak jauh. Wanita yang ada di sebelah sana itu temanku, dia adalah seorang penyihir, aku memanggilnya karena suatu urusan.Lalu kau tiba-tiba datang tanpa undanganku, tidak ada yang bisa melakukannya kecuali dia punya kemampuan telepati yang hebat, dan itu sudah cukup membuktikan kalau apa yang dikatakan Emiri tadi itu benar adanya," jelasnya."Yang dikatakan Emiri-san? Maksu
Nyonya Paxley mengangguk, "Begitulah, apa kau sudah menemukan jawabannya?"Celia sedikit terperanjat, kemudian menggeleng pelan, "Aku belum menemukan perkembangan apa pun. Tadi itu, apa anda membawaku ke alam perantara Rei, Hima-sama? "Alis nyonya Paxley mengkerut, "Apa di sana kau melihat Rei?" tanyanya bingung, dari cara ia berekspresi nampaknya yang terjadi pada Celia barusan hanya kebetulan besar."Uhmm ... Lebih tepatnya, aku bertemu sosok yang mirip Rei ..." jelasnya, tapi kemudian tiba-tiba Celia memegang kepalanya terkejut sendiri, "Aku lupa bertanya siapa namanya!!" sahutnya panik."Ah, begitu ya. Meski bukan Rei, tampaknya orang yang kau temui itu cukup membuatmu terkesan," ujar nyonya Paxley tersenyum padanya."Itu karena dia punya sepasang sayap hitam dan tampak mengerikan, Hima-sama! Aku bahkan bertemu dengan seseorang yang sangat mirip denganku di sana!" tambah Celia."Ara, tampaknya yang terjadi lagi-lagi di luar perkir
"Apa yang terjadi padanya, bu?" Nonoa tak tahan segera bertanya pada seseorang yang hanya menemani Celia di ruangan itu."Oh tidak, sihirku tidak kuat menanganinya!" sahut Violet cemas mendapati sihir penyembuhannya tak sampai ke tubuh Celia. Tubuh gadis ituaa terkulai dalam pangkuan Violet, ia sepenuhnya tak sadarkan diri sekarang."Sebaiknya kita bawa dia dulu ke kamarnya sekarang," perintah Aamon. Enhem yang berada di sampingnya menganggguk lalu membawa tubuh Celia keluar kamar, diikuti beberapa orang yang tadi masuk ke dalam ruangan kecuali Nonoa yang masih menatap ibunya penuh tanda tanya."Maafkan aku Nonoa," ujar Hima Paxley mengalihkan wajahnya dari tatapan putri bungsunya itu.Nonoa yang degup jantungnya masih berdetak cepat berusaha melunak, "Tidak apa, bu," Nonoa tersenyum ringan, "apa yang telah terjadi padanya?" tanyanya kemudian."Kau ingat saat kejadian malam dimana Celia-dono muntah darah?" tanyanya dengan raut wajah sedih.N