Nela menyukai rumah baru ini, hanya satu lantai tetapi lumayan besar dengan empat kamar tidur."Aku akan mengajak Linda tinggal di sini kak.""Terserah padamu, apa kau ingin tinggal di sini sekarang ?" "Setelah ujian kenaikan kelas selesai kak.""Baiklah kalau begitu."Ujian kenaikan kelas telah berlalu, kini Nathan bersiap-siap kembali ke dunia lain bersama Dewi. Dia sudah memastikan segala sesuatunya aman-aman saja. "Paman Giri, aku titip Nela. Sewaktu-waktu aku akan kembali lagi.""Iya dek Nathan, hati-hati di jalan. Aku akan memperlakukan Nela seperti adikku sendiri, jangan khawatir."Giri dan Nita meyakinkan Nathan akan menjaga Nela. Ningsih mengintip mereka dari balik pintu kamar."Bu, aku pamit !" Seru Nathan di depan pintu kamar Ningsih. Namun dia tak kunjung membukanya.Nathan tidak perlu repot-repot menunggu Ningsih keluar dari kamar, hubungannya dengan Ningsih akhir-akhir ini renggang. Mereka jarang bertegur sapa. Sejujurnya ia bahkan tidak perduli pada ibu tirinya itu."
Nela ikut naik ke lantai dua menyusul Giri, dia merasa bersalah karena telah membuat Nita mengalami luka akibat pukulan sebilah bambu.Sebelum dia naik ke lantai dua, dia mengambil sisa tanaman yang tertinggal di halaman, menumbuknya sebentar sampai halus lalu ditaruhnya di piring kecil.Nita terlihat masih meringis kesakitan."Maafkan aku bi, karena aku bibi kena getahnya.""Tidak sayang, sudah kewajiban bibi untuk melindungimu.""Paman, bantu aku mengoleskan obat ini ke tubuh bibi."Giri yang sedang menahan amarah membuka pakaian Nita dengan sangat hati-hati. Matanya berkaca-kaca tatkala melihat darah yang keluar dari luka memanjang di tubuh isterinya. Dia tak bisa membayangkan bagaimana jika bilah bambu itu mengenai Nela. Pasti anak itu akan pingsan.Nela berusaha mengoleskan daun yang sudah di raciknya ke seluruh permukaan luka di punggung Nita. "Tahan sebetar ya bi, ini sedikit perih."Nita meringis, diapun membayangkan bagaimana jika Nela yang mengalaminya. Dia saja harus menah
Kepala Desa yang mendapat kabar itu segera menuju ke kantor polisi. Selain warganya, Ningsih juga termasuk kerabat dekatnya. Ayah Ningsih adalah kakak kandungnya. Ternyata di kantor polisi Ningsih belum di interogasi tetapi langsung di masukkan ke sel tahanan. Polisi sedang menunggu kedatangan pelapor.Di Rumah Sakit Badar sedang mengajari Giri untuk memberikan keterangan pada polisi. Nela ikut mendengarnya. "Katakan apa yang kau lihat, dan upayakan Ningsih membuat surat pernyataan untuk tidak melakukannya lagi baik pada isterimu dan juga Nela.""Bisakah anda menemaniku tuan ?""Baiklah, ayo ! Nela tolong jaga Nita.""Iya paman, kumohon bebaskan ibu paman."Badar mengangguk, dia terus geleng-geleng kepala mendengar permintaan Nela. Sudah begitu nyata ibunya menzaliminya namun dia masih tetap membelanya.Di kantor polisi telah hadir Kepala Desa mewakili keluarga Ningsih. Badar dan Giri datang menghampiri."Pak kades, maaf terpaksa kami langsung melapor ke kantor polisi.""Tapi ada ap
Nathan kini berada di kerajaan Goro. Kedua remaja itu kembali merencanakan untuk pergi ke kerajaan Bilu dengan menyamar. Tujuan Nathan ke sana hanya ingin mengetahui keberadaan Batista. Jika Putera Mahkota kerajaan Bilu itu tidak lagi mengincar adiknya maka dia tak akan menginjakkan kakinya ke situ lagi."Kita harus menyamar sebagai pedagang ikan agar bisa masuk sampai ke kerajaan," ucap Nathan."Kau benar, tapi kau jangan memberikan ikan begitu saja kepada orang yang tidak di kenal.""Siapa juga yang kita kenali di sana, bukankah mereka semua adalah orang asing ?"Dewi tertawa, dia membenarkan apa yang di katakan Nathan. Dewi saja tak punya kenalan di sana apalagi Nathan.Ada cara yang lebih mudah untuk sampai di kerajaan Bilu, tentunya dengan menggunakan ilmu menghilang, tetapi hal itu hanya akan menimbulkan masalah. Karena mereka punya pasukan bayangan yang bisa menembus dunia yang tak terlihat."Sebaiknya kita meminta izin pada baginda Raja."Kali ini Nathan tak ingin mengambil re
Derap kaki kuda berpacu sangat kencang menyusuri jalan berliku menuju kerajaan Bilu, dua remaja menunggang kuda dengan kecepatan tinggi, mereka sempat berpapasan dengan para penunggang kuda lainnya. Namun ada pula pejalan kaki yang menarik gerobak dagangan mereka. Tidak terlalu sulit bagi kedua remaja itu untuk memasuki kawasan perbatasan, ternyata penjaga pintu perbatasan masih orang yang sama."Ramai sekali bang, ada perayaan ya ?" tanya Dewi sambil memberikan sekantong uang kepada penjaganya."Hari ini acara pernikahan Putera Mahkota.""Benarkah ? Putera Mahkota menikah dengan siapa ?""Sini non, tapi ini rahasia ya ?" Penjaga perbatasan membisikkan sesuatu ke telinga Dewi.Nathan melihat Dewi dan penjaga yang saling berbisik, dia pura-pura tak melihat dan lebih memilih memperbaiki letak barang dagangannya.Dewi menghampirinya, "Ayo kita pergi."Nathan dan Dewi memikul barang dagangannya di pundak dan segera menuju ke pasar."Apa yang dikatakan penjaga itu padamu ?""Sonu akan me
Pesta malam ini seakan di dukung oleh cuaca yang bersahabat, purnama nampak bersinar terang memancarkan cahayanya di tengah-tengah gemerlapnya cahaya pesta pernikahan Putera Mahkota kerajaan Bilu. Iringan tarian dan musik tradisional menambah semaraknya perhelatan kerajaan pada malam ini. Raja-raja dari berbagai penjuru menghadiri pesta perkawinan ini kecuali Raja Goro.Nathan tak bisa membayangkan jika Nela berada di sini entah yang dia lihat kunang-kunang atau penghuni hutan. Nathan memperhatikan mempelai wanita dari kejauhan. Sepertinya mempelai wanita bisa melihat bangsa peri ini karena terlihat dia tersenyum pada semua undangan. Nathan berusaha untuk bergerak di kerumunan mendekati pengantin yang tersenyum bahagia. Semakin di perhatikan Nathan seakan mengenal wanita itu. Dia mencoba mengingat dimana dia pernah bertemu dengannya.Nathan berjalan semakin ke depan, Dewi menariknya."Apa yang kau lakukan ? Batas kita hanya sampai di sini."Sonu Batista sempat melihat mereka berdua,
Ayam jantan berkokok bersahutan, Nathan terbangun dan melakukan rutinitasnya seperti biasa. Mandi dan sholat subuh. Sampai sekarang Nathan tak berani menanyakan apa agama yang di anut di kerajaan ini. Bukan urusannya untuk menanyakan hal itu. Dia pernah belajar jika mahluk kasat mata itu juga punya agama sama dengan manusia. Tapi Nathan tak terlalu mempersoalkan itu. Setelah menunaikan sholat subuh, Nathan membangunkan Dewi. Pagi ini mereka akan kembali menggelar sisa dagangannya di pasar.'Sebentar, aku mandi dulu.""Buruan, rezeki itu biasanya datang di waktu subuh.""Iya aku tak akan lama."Nathan menunggu Dewi keluar dari kamarnya, dia memesan dua cangkir teh dan roti. Roti di dunia ini ukurannya besar-besar, makan satu saja bisa membuatnya kenyang.Tengah menunggu Dewi keluar dari kamarnya, Nathan melihat tiga orang pegawal istana datang memesan sarapan di kedai yang bersebelahan dengan penginapan. Nathan segera memasang pendengarannya."Aku tak mengerti dengan Putera Mahkota, k
Sepasang remaja ini kembali menggelar dagangannya di pasar, mereka di kejutkan oleh rombongan pengawal yang berjejer memberi jalan pada tuan puteri Melati. Pagi ini Melati ingin melihat-lihat suasana pasar, Batista mengizinkannya. Batista sama sekali tidak khawatir Melati akan melarikan diri, karena dia tak tahu jalan pulang.Semua pedagang berdiri dan mengangguk hormat pada Melati yang pagi ini nampak.cantik dengan balutan busana yang panjang sampai menyentuh tanah. Dayang-dayang ikut di belakangnya. Melati melihat Nathan lalu menghampirinya."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya ?" tanya Melati pelan sambil menunduk memperhatikan rempah-rempah yang di jual Nathan. Dia takut pengawal mendengarnya.Walau baru beberapa hari tinggal di kerajaan ini, namun Melati sudah mulai memahami aturan-aturannya. Dia sekarang adalah isteri Putera Mahkota yang sebentar lagi akan bisa menggantikan posisi Raja. Sebagai calon permaisuri dia harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan istana dan perg
Abilon sedang duduk berbincang dengan Nathan di teras rumah, tak lain yang mereka bicarakan pastilah Nela dan ibu mertuanya."Kapan lagi ibu mertua Nela menjalani terapi, kalau menurutku sih bawa saja ibunya itu ke rumah sakit jiwa biar dia tahu rasa!" ucap Abilon."Hahahaha...kau ada-ada saja, oh ya Dewi kapan kembali ke kerajaan, kita sebentar lagi akan masuk kuliah, jika kelak setelah wisuda apakah kau akan melanjutkan terus untuk menggapai profesi dokterku?" tanya Nathan.'Sepertinya tidak lagi, aku sudah cukup tau banyak hal tentang medis dari kampus, mungkin setelah wisuda aku akan kembali ke kerajaan Goro, mengingat ayahanda sudah sangat tua jadi aku harus sudah bersiap-siap menggantikan posisinya sewaktu-waktu, dan Dewi besok sudah harus kembali ke kerajaan Goro," jawab Abilon.Sementara itu di rumah keluarga tuan Budi, ibu Astrid sudah bangun dari tidurnya, sesuai petunjuk ustad saat bangun ibu Astrid diminumkan air ruqyah dan setelah itu di mandikan di halam belakang rumah.
Melati yang saat itu sedang duduk di pendopo bersama beberapa ustazah dikejutkan dengan mobil paman Badar yang berhenti tepat di depan pendopo. Dan yang lebih membuatnya terkejut lagi saat melihat paman Badar turun bersama Rendy dari mobil. Seketika wajah Melati menjadi pias, dadanya bergemuruh. Dia berusaha menyembunyikan kegelisahannya agar para ustazah yang lain tidak mengetahuinya."Assalamu alaikum!" ucap paman Badar dan Rendy bersamaan."Waalaikum salam!" jawab para ustazah bersamaan.Tak sengaja mata Rendy bertatapan dengan Melati, ada getaran aneh yang menjalar di dada kedua insan ini, namun Melati berusaha memalingkan wajahnya. Rendy semakin penasaran, wajah Melati terlihat bersinar dan sangat cantik. Dia terbayang wajah permaisuri yang berada di kerajaan Bilu, keningnya berkerut mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi.Untunglah dalam situasi itu Kyai Lukman segera datang bersama isterinya."Selamat datang tuan Badar, ini siapa? Adiknya atau ponakan? Mari silakan masuk!
Proses Ruqyah berjalan dengan lancar, tak terdengar lagi teriakan ibu Astrid. Nampak ustad Thohir keluar dari kamar di susul tuan Budi dan Nauval."Untuk proses terapinya tidak hanya sekali, kita akan mencoba meruqyahnya besok, sekalian disiapkan beberapa media seperti daun Bidara dan beberapa obat herbal lainnya. Besok kita akan memandikan ibu Astrid dengan daun Bidara," kata ustad Thohir."Baiklah, kami akan menyiapkannya. Terima kasih!" kata tuan Budi dengan penuh rasa terima kasih.Sementara itu di sudut hutan nampak berjalan terseok-seok seorang pria tampan dengan pakaian yang sangat lusuh. Tubuhnya lemas tak bertenaga, dia melihat ke kiri dan kanan berharap menemukan air untuk melepas dahaganya.Ustad Thohir setelah melakukan. proses ruqyah di antar oleh Nathan menuju ke desanya, mereka melewati jalan belakang, tak sengaja Nathan melihat sosok pria yang berjalan sempoyongan di balik pohon."Sepertinya ada orang yang membutuhkan pertolongan," kata Nathan sambil menepikan mobilnya
Di kediaman tuan Budi nampak kesibukan yang cukup ramai, betapa tidak, semua keluarga datang berkumpul karena ibu Astrid mengalami kesurupan yang parah. Bahkan Zaskia juga terlihat di tengah banyaknya keluarga yang datang membesuk."Aku harus bicara dengan Zaskia!" kata Nauval."Untuk apa? Jangan menambah beban keluarga kita. Kurasa dia tidaklah penting, yang penting saat ini adalah ibumu!" cegah Nela."Setidaknya dia harus tau jika kondisi mama seperti ini karena ulahnya, aku akan memberi peringatan padanya untuk berhenti mengganggu kita, aku sangat muak melihatnya," Nauval tetap bersikukuh ingin mendekati Zaskia.Nela hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, menurutnya semua ini tak akan ada gunanya. Tapi karena melihat Nauval yang tetap ngotot akhirnya dia hanya mengangkat bahunya tanda pasrah.Nauval menghampiri Zaskia, wanita cantik itu sudah menyadari keberadaan Nauval yang mendekatinya. Hatinya berbunga-bunga, dia menunjukkan rasa simpatiknya pada Ibu Astrid yang tertidur pulas di
Di kerajaan Bilu masyarakat berbondong-bondong menyaksikan tertangkapnya tabib Jorgi yang saat itu juga di arak keliling kampung. Ada yang tak pernah tahu alasan penangkapan merasa iba saat melihat tabib Jorgi terkurung di dalam kerangkeng yang terbuat dari kayu jati yang sangat kuat. "Kasihan tabib itu ya? Apa salahnya dia? Bukankah dia yang telah menyelamatkan Raja dan nenek Kolona?" ucap salah seorang warga."Dia merencanakan pemberontakan!" kata salah seorang lagi."Oh benarkah? Aku tak percaya ini!" gumam seorang wanita muda. Dia sangat kasihan melihat wajah tabib Jorgi yang memar dan bengkak akibat di pukul oleh para pengawal kerajaan.Putri Balqis mendengar tertangkapnya tabib Jorgi merasa tidak tenang, dia bahkan mengurung dirinya di dalam kamar dan tak berani keluar."Akhirnya tabib itu tertangkap juga, apakah kau tak ingin melihatnya?" tanya Rendi yang melihat isterinya hanya berbaring saja di tempat tidur."Untuk apa? Biarkan Raja yang mengambil keputusan tepat untuk mengh
Tak ada penyesalan sedikitpun di wajah Suhu, dia malah tersenyum mengejek saat melihat Nauval yang menatapnya dengan marah. "Kita apakan dukun ini?" tanya Nauval pada ayahnya."Papa ingin menyerahkannya pada polisi, tadi papa sudah mengirim pesan pada teman papa," jawab tuan Budi pelan.Dia tak gentar dengan gertakan Suhu yang hendak menyeret isterinya. Iya sudah memikirkannya dengan baik, makanya dia menghubungi temannya di kepolisian. Kalau memang istrinya tetap terseret ke ranah itu, dia harus menerimanya dengan legowo. Siapa tau dengan begitu istrinya akan sadar dengan apa yang telah di lakukannya.Nathan tak berkata apapun dia hanya memejamkan matanya mencoba menerka apa yang sedang di pikirkan oleh pria yang terikat di depannya ini. Suhu terlihat tenang-tenang saja, merasa dirinya tidak bersalah sama sekali.Tak lama kemudian, sebuah mobil polisi berhenti depan rumah. Dua orang petugas dengan berseragam lengkap mendatangi rumah tuan Budi. Setelah memberi salam keduanya masuk ke
Nathan dan Nela saling berpandangan, ada sedikit kelegaan di hati kedua kakak beradik itu, lalu seakan teringat sesuatu Nathan segera menarik tangan Nela masuk ke dalam.Nampak Nauval sedang duduk berjongkok di depan ibunya yang terus meringkuk gemetar, air yang di berikan Kyai Lukman hanya di taruhnya di atas meja. Di samping kanan Nauval nampak Suhu terikat dengan tak sadarkan diri.Nauval menghampiri Suhu dan berusaha menepuk-nepuk bahunya agar sadar. Nela menghampiri suaminya dengan membawa botol air yang terletak di meja."Kak, mengapa tak memberikan air ini pada mama. Kasihan mama sedang shock, kita perlu menghubungi dokter," ucap Nela lalu ikut duduk di samping suaminya.Nauval bukannya tak mendengar perkataan Nela tetapi di hatinya sangat menyesali tindakan ibunya. Nela begitu sangat perduli pada ibunya walau dia tahu ibunya bermaksud mencelakainya.Mobil berhenti di depan rumah, rupanya tuan Budi yang sejak tadi di hubungi Nauval telah tiba dari luar kota. Para maid segera be
Di dalam rumah pertarungan terus berlanjut, Kyai Lukman merasa seakan ada yang membantunya, Nathan berhasil melumpuhkan Suhu. Seisi rumah menjadi berantakan, para maid bersembunyi di dapur, ada yang nyalinya cukup kuat berusaha mengintip dari balik pintu."Jika tuan Budi kembali melihat rumah bagaikan kapal pecah seperti ini kira-kira apa yang akan terjadi?" kata Maid Wati."Hush diam, ini bukan menjadi urusan kita. Kita hanya akan membantu membereskan rumah!" tegur Maid kepala pada bawahannya.Di sudut rumah nampak ibu Astrid meringkuk ketakutan, dia tak menyangka akan terjadi seperti ini, entah apa yang akan dia sampaikan pada suaminya apalagi Nauval kini membencinya.Di dalam kamar Nauval tak sekalipun meninggalkan Nela, di elusnya kepala istrinya itu dengan lembut "Tenanglah! Tidak akan terjadi apapun padamu," hiburnya.Nela mendengar pertarungan di luar walau suaminya berusaha menutup telinganya dengan headset, Nela mendengar suara kakek Sutan dan beberapa suara pasukan yang men
"Hentikan!" teriakan Ibu Astrid dari ujung tangga cukup membuat Nauval dan Nathan terkejut."Apa-apaan ini ma, mereka membaca ayat-ayat suci, kok mama menyuruh berhenti, ada apa ini ma?" protes Nauval.Ibu Astrid terkejut dengan protes anaknya, dia yang tak berpikir panjang dengan teriakannya sendiri kelabakan menghadapi protes Nauval. Dia terdiam beberapa saat, Nauval ada benarnya, mengapa dia menghentikan bacaan ayat-ayat itu? Kyai Lukman tak terpengaruh dengan itu semua, dia tetap meneruskan bacaannya dan malah lebih di keraskan. Abilon dan Dewi tertawa melihat tingkah ibu Astrid."Pasti tabib Jorgi yang menyuruh ibu Astrid sehingga bertingkah konyol begitu!' ucap Abilon."Mereka sepertinya nya kepanasan, aku merasakan hawa panas dari ruang studio!" kata Dewi.Belum selesai obrolan mereka berdua tiba-tiba dari lantai dua terdengar teriakan yang menggema."Aku tak suka ini, hentikan!"Abilon dan Dewi waspada, begitupula Nathan, Kyai Lukman tak terpengaruh sama sekali, dia terus mela