Badar bertemu dengan Giri di depan ruangan VIP."Tuan, syukurlah anda datang."Giri menyambut Badar dengan riang, dia baru berencana menghubunginya tak tahunya yang di nanti sudah tiba."Bagaimana kondisi Aris, dia sakit apa ?" tanya Badar."Itu tuan, tuan Aris sakitnya aneh, tubuhnya sangat panas tetapi hasil pemeriksaan dokter semuanya normal. Tadi dokter baru saja memeriksanya," tutur Giri."Baiklah, ayo kita lihat bersama."Giri dan Nita berjalan beriringan, diikuti Badar. Mereka segera masuk ke dalam ruangan. Badar melihat Ningsih yang terus mengompres Aris menyapanya."Apa kabar bu Ningsih, bagaimana kondisinya ?""Belum ada perubahan," jawab Ningsih pelan.Badar meraba dahi temannya, dia sedikit terkejut karena tangannya seakan memegang bara api."Bisakah kalian tinggalkan kami berdua ?" pinta Badar. Dia merasakan keanehan di tubuh Aris.Ningsih nampak keberatan, tapi melihat Badar yang terus menatapnya tajam, akhirnya dia keluar disusul Nela, Giri dan Nita."Apa yang terjadi p
Ningsih menahan geram, dia terpaksa menunggu waktu yang tepat untuk masuk ke dalam ruangan itu. Dia menunggu sampai Badar pulang, tetapi yang dinantinya tak kunjung keluar.Badar memiliki firasat yang tidak enak, menurutnya Aris tak akan bisa bertahan lebih lama lagi. Dia lalu mengirimkan pesan pada isterinya jika dia akan tidur di Rumah Sakit.Di luar Ningsih sangat uring-uringan, dia tak tau apa yang harus dia lakukan. Bagaimana dia bisa mencampurkan bubuk racun itu jika untuk masuk saja dia tak bisa.Ningsih menunggu, dia rela tak tidur dan hanya duduk diruang tunggu pasien. Menjelang malam dia melihat Giri berjalan dengan terburu-buru masuk ke ruang perawat. Tak lama kemudian perawat bergegas mengikuti langkah Giri.Ningsih berlari mengejar mereka, melihat kepanikan di wajah Giri dia sudah bisa menyimpulkan apa yang terjadi. Dia ikut masuk ke dalam ruangan. Terlihatlah olehnya Nela yang sedang menangisi ayahnya yang terbujur kaku."Ayah, bangunlah ayah. Jangan tinggalkan aku...huh
Nathan menemani Nela tidur malam ini, setelah memastikan Nela sudah tertidur, Nathan masuk ke dalam kamarnya. Saat dia membuka lemari, dia sempat tertegun, karena melihat beberapa pakaian ayahnya ada di dalam lemarinya. Nathan lalu keluar menemui Giri yang sedang duduk di teras dengan beberapa warga lainnya."Paman, aku ingin bicara berdua denganmu."Giri lalu pamit kepada beberapa warga dan masuk ke dalam rumah mengikuti langkah Nathan.Nathan mengajak Giri masuk ke dalam kamarnya."Tolong ceritakan padaku, apa yang terjadi setelah kepergianku, mengapa bisa pakaian ayahku ada di dalam lemariku ?""Selama kau pergi, ayahmu tidur di kamarmu," jawab Giri sambil menunduk. Wajah Nathan mengingatkannya pada majikannya itu."Lalu apa yang dilakukan ibuku ?""Tuan dan nyonya tak pernah bertegur sapa, kami tak tak tahu apa yang terjadi, bahkan adikmu sendiri tak tahu."Nathan terdiam, terlalu banyak kejadian di rumah ini yang tak di ketahuinya."Lalu ayah sakit apa ?""Itu dia dek, penyakit
Nela hanya bisa menangis melepaskan kepergian kakaknya, dia tak bisa menahan Nathan untuk tinggal di rumah. Walau sebenarnya ada usaha ayahnya yang harus dilanjutkan Nathan, tapi karena Nathan mengatakan terikat kontrak dengan perusahaan, akhirnya dia hanya bisa merelakannya pergi."Paman, untuk semua penghasilan dari semua penjualan beras dicatat saja, aku akan memeriksa semua laporannya saat kembali nanti."Giri mendapatkan tanggung jawab berat dari Nathan, akhirnya hanya mengangguk. Nathan memeluk erat Nela lalu segera pergi. Dia tak lagi berpamitan dengan Ningsih, karena sejak meinggalnya Aris, Ningsih kembali lagi ke rumah orang tuanya.Tak ada yang tau jika Ningsih sedang merencanakan sesuatu, dia hanya menunggu waktu yang tepat untuk kembali lagi ke rumah itu sebagai nyonya besar.Nela merasa sendiri, namun dia tak ingin larut dalam kesedihan. Kepergian ayahnya sebagai cambuk baginya untuk bisa mandiri tanpa tergantung pada orang lain.Terhitung mulai hari ini Nela membuat atur
Kedua pasangan suami isteri ini tak sempat lagi mengabari Nela karena tak ingin mengganggu jam belajarnya. Keduanya harus kembali ke kampung halamannya di seberang pulau. Mereka teringat pertama kali bertemu dengan almarhum majikannya saat mereka mencari pekerjaan menjadi buruh tani di desa ini. Karena kebaikan Aris mereka bahkan ditawari tinggal di rumahnya.Kini mereka di usir secara halus. Untuk pulang kampung, mereka harus tiga kali naik angkot barulah sampai di kampung halamannya. Masih terbayang oleh mereka bagaimana pagi itu Ningsih datang bersama rentenir. Giri tak percaya jika almarhum majikannya berhutang pada rentenir. Namun karena mereka menunjukkan buktinya, Giri terpaksa hanya bisa terdiam. Saat mereka membawa mobil dan truknya dia tak bisa berbuat apa-apa."Sekarang aku minta kalian pergi dari rumah ini, karena aku tak sanggup membayar kalian lagi," ucap Ningsih saat itu."Nyonya tak perlu membayar kami, tapi izinkan kami tinggal di rumah ini menyelesaikan tugas yang di
Tindakan Ningsih pada Nela terlalu berlebihan, dia tak pernah memberi waktu pada Nela untuk istirahat sepulang sekolah. Ada-ada saja yang dia perintahkan untuk di kerjakan Nela. Dari menyiapkan sendal saja harus dilakukan Nela. Sendalnya harus bersih, tak boleh ada debu menempel sedikitpun. Jika ketahuan ada debunya maka sendal itu langsung melayang ke kepala Nela."Jangan pernah lakukan kesalahan lagi, apa kau mengerti ?" Ningsih menarik rambut Nela yang sedang berjongkok membersihkan sendal Ningsih, sehingga membuat Nela nyaris terjengkang ke belakang."Iya bu," Nela masih tetap sabar menghadapi semua perlakukan ibunya."Ibu akan ke kota, saat ibu pulang, rumah ini harus sudah bersih. Pakaian kotor harus sudah di cuci."Nela tak menyahut, dipandanginya Ningsih yang sudah pergi begitu saja, melajukan motornya tanpa menengok lagi ke belakang. Sebisa mungkin Nela membagi waktunya, ujian semester sudah di depan mata. Tidak biasanya Nela mengantuk di kelas, kali ini dia benar-benar tak
Sesuai janjinya, pagi itu Linda menjemput Nela di rumahnya. Linda hanya membunyikan klakson dan nampklah Nela yang berjalan tertatih-tatih dengan seragam sekolahnya."Apa yang terjadi?" tanya Linda."Aku tak sengaja menjatuhkan gelas, dan pecahannya mengenai tumitku." Nela terpaksa berbohong, pagi itu setelah membersihkan rumah, Nela bersiap-siap mandi. Setelah mandi terdengarlah teriakan Ningsih, tanpa pikir panjang Nela membuka pintu kamarnya dan berlari menemui ibunya. Dan ahhh....Nela meringis kesakitan, entah siapa yang menaruh pecahan kaca di depan pintu kamarnya, tumitnya berdarah."Kalau begitu kita mampir di puskesmas untuk mengobati lukamu agar tidak infeksi.""Tidak perlu, aku melihat tanaman obat di halaman sekolah. Aku akan mengobati lukaku dengan tanaman itu, ayo kita pergi.""Sepanjang yang kutahu, tanaman obat itu tidak ada deh, yang ada itu tanaman bunga" gumam Linda.Saat menjalankan motornya, dia sempat melihat Ningsih yang mengintip mereka dari celah jendela. Lin
Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00, perut Nela mulai melilit. Dia merasa sangat lapar, tapi ibunya melarangnya makan. Untuk menahan rasa lapar, Nela keluar dari kamarnya menuju dapur."Apa yang kau lakukan ! Bukankan ibu sudah katakan hari ini kau tak boleh makan ?" Bentak Ningsih.Nela yang sedang memegang gelas terkejut. Nyaris saja gelas itu meluncur dari tangannya, untung saja dia menggenggamnya dengan erat."Aku hanya mengambil air minum bu.""Ya sudah, ingat hukumanmu."Untunglah Ningsih hanya melarangnya makan, andai minumpun di larang maka Nela terpaksa minum air kran.Nela minum air yang banyak untuk mengganjal perutnya, Ningsih hanya mencibir melihatnya dan masuk ke dalam kamar. Nela membawa segelas air ke kamarnya, nantinya dia akan lapar kembali saat dia buang air kecil.Tok...tok...!!Nela mendengar seseorang mengetuk jendela kamarnya. Jendela kamarnya terbuat dari kaca dan terpasang terali besi. Karena tertutup gorden, dia tak tahu siapa yang mengetuk. Nela menggeser go
Abilon sedang duduk berbincang dengan Nathan di teras rumah, tak lain yang mereka bicarakan pastilah Nela dan ibu mertuanya."Kapan lagi ibu mertua Nela menjalani terapi, kalau menurutku sih bawa saja ibunya itu ke rumah sakit jiwa biar dia tahu rasa!" ucap Abilon."Hahahaha...kau ada-ada saja, oh ya Dewi kapan kembali ke kerajaan, kita sebentar lagi akan masuk kuliah, jika kelak setelah wisuda apakah kau akan melanjutkan terus untuk menggapai profesi dokterku?" tanya Nathan.'Sepertinya tidak lagi, aku sudah cukup tau banyak hal tentang medis dari kampus, mungkin setelah wisuda aku akan kembali ke kerajaan Goro, mengingat ayahanda sudah sangat tua jadi aku harus sudah bersiap-siap menggantikan posisinya sewaktu-waktu, dan Dewi besok sudah harus kembali ke kerajaan Goro," jawab Abilon.Sementara itu di rumah keluarga tuan Budi, ibu Astrid sudah bangun dari tidurnya, sesuai petunjuk ustad saat bangun ibu Astrid diminumkan air ruqyah dan setelah itu di mandikan di halam belakang rumah.
Melati yang saat itu sedang duduk di pendopo bersama beberapa ustazah dikejutkan dengan mobil paman Badar yang berhenti tepat di depan pendopo. Dan yang lebih membuatnya terkejut lagi saat melihat paman Badar turun bersama Rendy dari mobil. Seketika wajah Melati menjadi pias, dadanya bergemuruh. Dia berusaha menyembunyikan kegelisahannya agar para ustazah yang lain tidak mengetahuinya."Assalamu alaikum!" ucap paman Badar dan Rendy bersamaan."Waalaikum salam!" jawab para ustazah bersamaan.Tak sengaja mata Rendy bertatapan dengan Melati, ada getaran aneh yang menjalar di dada kedua insan ini, namun Melati berusaha memalingkan wajahnya. Rendy semakin penasaran, wajah Melati terlihat bersinar dan sangat cantik. Dia terbayang wajah permaisuri yang berada di kerajaan Bilu, keningnya berkerut mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi.Untunglah dalam situasi itu Kyai Lukman segera datang bersama isterinya."Selamat datang tuan Badar, ini siapa? Adiknya atau ponakan? Mari silakan masuk!
Proses Ruqyah berjalan dengan lancar, tak terdengar lagi teriakan ibu Astrid. Nampak ustad Thohir keluar dari kamar di susul tuan Budi dan Nauval."Untuk proses terapinya tidak hanya sekali, kita akan mencoba meruqyahnya besok, sekalian disiapkan beberapa media seperti daun Bidara dan beberapa obat herbal lainnya. Besok kita akan memandikan ibu Astrid dengan daun Bidara," kata ustad Thohir."Baiklah, kami akan menyiapkannya. Terima kasih!" kata tuan Budi dengan penuh rasa terima kasih.Sementara itu di sudut hutan nampak berjalan terseok-seok seorang pria tampan dengan pakaian yang sangat lusuh. Tubuhnya lemas tak bertenaga, dia melihat ke kiri dan kanan berharap menemukan air untuk melepas dahaganya.Ustad Thohir setelah melakukan. proses ruqyah di antar oleh Nathan menuju ke desanya, mereka melewati jalan belakang, tak sengaja Nathan melihat sosok pria yang berjalan sempoyongan di balik pohon."Sepertinya ada orang yang membutuhkan pertolongan," kata Nathan sambil menepikan mobilnya
Di kediaman tuan Budi nampak kesibukan yang cukup ramai, betapa tidak, semua keluarga datang berkumpul karena ibu Astrid mengalami kesurupan yang parah. Bahkan Zaskia juga terlihat di tengah banyaknya keluarga yang datang membesuk."Aku harus bicara dengan Zaskia!" kata Nauval."Untuk apa? Jangan menambah beban keluarga kita. Kurasa dia tidaklah penting, yang penting saat ini adalah ibumu!" cegah Nela."Setidaknya dia harus tau jika kondisi mama seperti ini karena ulahnya, aku akan memberi peringatan padanya untuk berhenti mengganggu kita, aku sangat muak melihatnya," Nauval tetap bersikukuh ingin mendekati Zaskia.Nela hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, menurutnya semua ini tak akan ada gunanya. Tapi karena melihat Nauval yang tetap ngotot akhirnya dia hanya mengangkat bahunya tanda pasrah.Nauval menghampiri Zaskia, wanita cantik itu sudah menyadari keberadaan Nauval yang mendekatinya. Hatinya berbunga-bunga, dia menunjukkan rasa simpatiknya pada Ibu Astrid yang tertidur pulas di
Di kerajaan Bilu masyarakat berbondong-bondong menyaksikan tertangkapnya tabib Jorgi yang saat itu juga di arak keliling kampung. Ada yang tak pernah tahu alasan penangkapan merasa iba saat melihat tabib Jorgi terkurung di dalam kerangkeng yang terbuat dari kayu jati yang sangat kuat. "Kasihan tabib itu ya? Apa salahnya dia? Bukankah dia yang telah menyelamatkan Raja dan nenek Kolona?" ucap salah seorang warga."Dia merencanakan pemberontakan!" kata salah seorang lagi."Oh benarkah? Aku tak percaya ini!" gumam seorang wanita muda. Dia sangat kasihan melihat wajah tabib Jorgi yang memar dan bengkak akibat di pukul oleh para pengawal kerajaan.Putri Balqis mendengar tertangkapnya tabib Jorgi merasa tidak tenang, dia bahkan mengurung dirinya di dalam kamar dan tak berani keluar."Akhirnya tabib itu tertangkap juga, apakah kau tak ingin melihatnya?" tanya Rendi yang melihat isterinya hanya berbaring saja di tempat tidur."Untuk apa? Biarkan Raja yang mengambil keputusan tepat untuk mengh
Tak ada penyesalan sedikitpun di wajah Suhu, dia malah tersenyum mengejek saat melihat Nauval yang menatapnya dengan marah. "Kita apakan dukun ini?" tanya Nauval pada ayahnya."Papa ingin menyerahkannya pada polisi, tadi papa sudah mengirim pesan pada teman papa," jawab tuan Budi pelan.Dia tak gentar dengan gertakan Suhu yang hendak menyeret isterinya. Iya sudah memikirkannya dengan baik, makanya dia menghubungi temannya di kepolisian. Kalau memang istrinya tetap terseret ke ranah itu, dia harus menerimanya dengan legowo. Siapa tau dengan begitu istrinya akan sadar dengan apa yang telah di lakukannya.Nathan tak berkata apapun dia hanya memejamkan matanya mencoba menerka apa yang sedang di pikirkan oleh pria yang terikat di depannya ini. Suhu terlihat tenang-tenang saja, merasa dirinya tidak bersalah sama sekali.Tak lama kemudian, sebuah mobil polisi berhenti depan rumah. Dua orang petugas dengan berseragam lengkap mendatangi rumah tuan Budi. Setelah memberi salam keduanya masuk ke
Nathan dan Nela saling berpandangan, ada sedikit kelegaan di hati kedua kakak beradik itu, lalu seakan teringat sesuatu Nathan segera menarik tangan Nela masuk ke dalam.Nampak Nauval sedang duduk berjongkok di depan ibunya yang terus meringkuk gemetar, air yang di berikan Kyai Lukman hanya di taruhnya di atas meja. Di samping kanan Nauval nampak Suhu terikat dengan tak sadarkan diri.Nauval menghampiri Suhu dan berusaha menepuk-nepuk bahunya agar sadar. Nela menghampiri suaminya dengan membawa botol air yang terletak di meja."Kak, mengapa tak memberikan air ini pada mama. Kasihan mama sedang shock, kita perlu menghubungi dokter," ucap Nela lalu ikut duduk di samping suaminya.Nauval bukannya tak mendengar perkataan Nela tetapi di hatinya sangat menyesali tindakan ibunya. Nela begitu sangat perduli pada ibunya walau dia tahu ibunya bermaksud mencelakainya.Mobil berhenti di depan rumah, rupanya tuan Budi yang sejak tadi di hubungi Nauval telah tiba dari luar kota. Para maid segera be
Di dalam rumah pertarungan terus berlanjut, Kyai Lukman merasa seakan ada yang membantunya, Nathan berhasil melumpuhkan Suhu. Seisi rumah menjadi berantakan, para maid bersembunyi di dapur, ada yang nyalinya cukup kuat berusaha mengintip dari balik pintu."Jika tuan Budi kembali melihat rumah bagaikan kapal pecah seperti ini kira-kira apa yang akan terjadi?" kata Maid Wati."Hush diam, ini bukan menjadi urusan kita. Kita hanya akan membantu membereskan rumah!" tegur Maid kepala pada bawahannya.Di sudut rumah nampak ibu Astrid meringkuk ketakutan, dia tak menyangka akan terjadi seperti ini, entah apa yang akan dia sampaikan pada suaminya apalagi Nauval kini membencinya.Di dalam kamar Nauval tak sekalipun meninggalkan Nela, di elusnya kepala istrinya itu dengan lembut "Tenanglah! Tidak akan terjadi apapun padamu," hiburnya.Nela mendengar pertarungan di luar walau suaminya berusaha menutup telinganya dengan headset, Nela mendengar suara kakek Sutan dan beberapa suara pasukan yang men
"Hentikan!" teriakan Ibu Astrid dari ujung tangga cukup membuat Nauval dan Nathan terkejut."Apa-apaan ini ma, mereka membaca ayat-ayat suci, kok mama menyuruh berhenti, ada apa ini ma?" protes Nauval.Ibu Astrid terkejut dengan protes anaknya, dia yang tak berpikir panjang dengan teriakannya sendiri kelabakan menghadapi protes Nauval. Dia terdiam beberapa saat, Nauval ada benarnya, mengapa dia menghentikan bacaan ayat-ayat itu? Kyai Lukman tak terpengaruh dengan itu semua, dia tetap meneruskan bacaannya dan malah lebih di keraskan. Abilon dan Dewi tertawa melihat tingkah ibu Astrid."Pasti tabib Jorgi yang menyuruh ibu Astrid sehingga bertingkah konyol begitu!' ucap Abilon."Mereka sepertinya nya kepanasan, aku merasakan hawa panas dari ruang studio!" kata Dewi.Belum selesai obrolan mereka berdua tiba-tiba dari lantai dua terdengar teriakan yang menggema."Aku tak suka ini, hentikan!"Abilon dan Dewi waspada, begitupula Nathan, Kyai Lukman tak terpengaruh sama sekali, dia terus mela