Akhirnya Nathan mengikuti Abilon menuju lapangan. Dari jauh Nathan tak melihat apapun."Kata paman, Lady Sina terperangkap di lapangan. Mana dia? Bahkan perangkap kaca yang kau ceritakan juga tak ada. Jangan-jangan dia sudah melarikan diri," ucap Nathan.Putera Mahkota tertawa lalu mengusap wajah Nathan. Kini Nathan bisa melihat dari jauh sebuah kaca berukuran besar, di dalamnya dayang istana tertua kerajaan sedang duduk bersila. Tak ada yang bisa melihat perangkap itu kecuali orang-orang tertentu saja, itupun atas ijin Raja dan Putera Mahkota."Baguslah! Tapi jika Lady Sina kembali lalu dimana Raja'?" Nathan menghentikan langkahnya sambil melayangkan pertanyaan pada Abilon.Putera Mahkota ikut berhenti dan menatap Nathan yang sedang kebingungan."Sudah past Raja di balairung istana," jawab Putera Mahkota meyakinkan."Apakah kau sudah melihat Raja secara langsung bebera hari ini? Dengar paman! Lady Sina tak akan kembali ke kerajaan dengan tangan kosong. Artinya dia kembali karena tela
Sudah seminggu Nathan terbujur kaku di Rumah Sakit, setelah Nela mengeluarkan semua racun dari dalam tubuhnya nyawanya masih tertolong tetapi kondisinya masih sangat kritis. Ada yang mengganggu pikiran Nela, sampai saat ini tindakan transfusi darah tidak bisa di lakukan karena golongan darah Nathan tidak di temukan lagi."Paman, sepertinya dia bukan Nathan!" kata Nela saat dia dan paman Badar kebingungan dengan situasi ini.Badar terhenyak dan mendongak, di tatapnya Nela lalu mengarahkan kembali pandangannya kepada Nathan yang terbujur kaku di atas ranjang pasien dengan selang infus yang menempel di tangan."Jika dia bukan Nathan lalu siapa? Dan dimana Nathan?""Paman lihatlah di atas bibirnya yang di bawah hidung, tak ada lekukan di sana, sepertinya dia dari dunia lain menggantikan posisi kak Nathan, aku yakin kak Nathan sekarang ada di dunia lain itu," ucap Nela.Hanya mereka berdua yang berada di dalam ruangan menjaga Nathan sehingga mereka bebas membicarakan kondisi Nathan yang ses
Dengan sangat cekatan, Nela memasukkan obat ke mulut Raja sampai semua larutan obat itu tertelan. Dan hanya beberapa menit kemudian Raja segera siuman."Kalian? Ah...dimana Lady Sina? Dia hampir saja membunuhku," katanya dengan geram sambil berusaha untuk bangun."Jangan bangun dulu kak, aku akan meminta perawat untuk mencabut alat-alat ini," cegah Nela."Begini saja dek, kau buka sendiri alat-alat ini, aku akan menggantikan tempatnya dan paduka Raja berubahlah menjadi diri anda, kembalilan ke kerajaan, terima kasih untuk semua yang telah anda lakukan padaku," Nathan memberi hormat.Nela mengerti apa yang di maksud kakaknya, untuk itu dia segera mencabut semua peralatan yang menempel di tubuh pasien yang tiba-tiba berubah menjadi sosok pria dewasa yang sangat tampan dan berwibawa. Nela menatapnya dengan takjub, wajahnya bercahaya dan tubuhnya tinggi besar dan tegap. Perutnya rata bagaikan tubuh seorang atlit."Sekarang paman turunlah dari ranjang, dan kak Nathan berbaringlah sebelum p
Perawat masuk bersama dokter, seakan tak percaya dengan laporan keluarga pasien mereka datang memastikan sendiri apakah pasien yang dinyatakan kritis itu telah bangun dari komanya."Ini sungguh keajaiban, patut di syukuri semuanya," ucap dokter sambil memeriksa kondisi Nathan.Dokter memasukkan kembali stetoskopnya ke dalam saku jaket putihnya. Setelah menginstruksikan beberapa hal yang di catat oleh perawat, dokter segera keluar dengan sebelumnya menepuk-nepuk bahu Nathan."Cepat sembuh, lihat perkembangan besok jika kondisi pasien stabil sudah boleh pulang," kata dokter.Paman Badar dan Nela tersenyum bahagia, semua masalah sudah teratasi. Nela menatap Nathan dengan tatapan yang sulit diartikan. Kisah Nathan masih disimpannya dalam benaknya untuk di dalaminya sendiri. Percaya atau tidak tetapi itulah yang terjadi. Andai dulu dia tidak di sekap di dunia lain maka dia akan membantah semua cerita Nathan.Sementara itu Raja dan Putera Mahkota kembali ke kerajaannya dengan di kawal Pangl
Fajar telah menyingsing, ayam berkokok bersahutan membangunkan setiap insan yang masih tertidur lelap. Para dayang istana sudah di sibukkan dengan berbagai pekerjaan, ada yang bersiap-siap untuk memasak di dapur istana, ada yang bertugas membersihkan lokasi istana dan ada pula yang mempersiapkan air untuk mandi Raja dan Permaisuri.Raja bangun dari tidurnya, di sampingnya sudah duduk permaisuri menunggunya untuk mandi. "Aku belum ingin mandi, hubungi putera mahkota untuk menemaniku berolahraga di lapangan," pinta Raja Goro.Dayang istana baru saja hendak keluar menuju kediaman Putera Mahkota namun yang hendak di tuju sudah berdiri di depan pintu bersama ayah mertuanya."Kami datang menghadap baginda." Keduanya memberi hormat."Syukurlah kalian sudah datang, temani aku merenggangkan otot-ototku di lapangan, jangan ada yang mendekati lapangan itu selama aku berolahraga di sana," ucap Raja.Dayang yang mendengar hal itu segera memberi tahu kasim untuk mengosongkan jalan yang akan di lal
Lady Sina tertunduk lesu, sifat aslinya yang terkubur dalam kini nampak ke permukaan. Dia memprovokasi Raja, melihat gelagat yang tidak baik ini Putera Mahkota mengirimkan telepati pada ayahandanya."Maafkan atas kelancangan hamba baginda, jangan terpengaruh dengan Lady Sina, dia sengaja memprovokasi. Kita tidak tahu apa yang sesungguhnya yang terjadi, mungkin saja dulunya dia menghabisi kembarannya itu."Raja terdiam, dia kembali menarik nafas dalam mencoba mencerna apa yang di sampaikan puteranya. Jika apa yang di sampaikan puteranya ini benar maka dia tak akan memaafkan Lady Sina walau di lubuk hatinya yang paling dalam dia tak tega karena wajahnya yang sangat mirip dengan orang yang sangat di cintainya di masa lalu.Kilasan tentang kematian Lady San masih membekas dalam ingatan sang Raja. Karena kepergok menggauli kembarannya sendiri, Lady San berlari masuk ke dalam hutan dan berhasil di kejar Raja yang saat itu sebagai Putera Mahkota. Namun sayangnya saat melihat Raja mendekat, L
Tak ingin mendengar teriakan Lady Sina, Raja segera pergi meninggalkan lapangan dengan perasaan marah. Masih terdengar di telinganya Lady Sina terus meneriakan namanya dan terus menyebut nama saudara kembarnya.Untuk menghilangkan kemarahan di hatinya, Raja bergegas menemui permaisuri, biasanya dalam suasana hati yang tidak menentu seperti itu, permaisurilah yang selalu bisa meredamnya.Putera Mahkota mendekati kurungan kaca, wajahnya tak seteduh hatinya. Hal ini yang sangat di takuti Lady Sina. Masih terbayang dalam benaknya selir Raja yang berteriak histeris saat Putera Mahkota melemparnya ke kandang kawanan singa yang sedang kelaparan. Kemudian ďia menyelamatkannya tetapi Putera Mahkota seakan tak punya hati melempar kembali tubuh selir itu berulangkali sampai meregang nyawa. Lady Sina bergidik membayangkan hal itu, nyalinya menciut tatkala Putera Mahkota mengetuk-ngetuk kaca sambil tersenyum penuh ejekan."Sepertinya tak ada lagi yang perlu di bicarakan, ayo kita bermain-main sebe
Nela kembali beraktifitas di kampus, dia harus mengejar ketinggalan beberapa mata kuliah. Saking fokusnya dengan mata kuliahnya dia tak menyadari jika seseorang sedang mengamatinya dari balik jendela."Sepertinya wanita itu memperhatikanmu," bisik Linda sambil menyenggol lengan Nela."Wanita yang mana?" mau tidak mau Nela harus melihat juga ke arah yang di tunjuk Linda.Mata Nela terbelalak, "Bukankah itu Melati?"Di luar Melati terlihat sedang berdiri dengan gelisah, konsentrasi Nela buyar dengan kehadirannya. Saat jam belajar usai, dia buru-buru keluar menghampiri Melati."Kaukah itu?" sapa Nela."Benar, maaf aku mengganggu konsentrasimu," Melati merasa sangat bersalah."Tidak apa-apa, ayo kita ngobrol di kantin," ajak Nela.Melati terlihat sangat ketakutan, matanya melirik ke kiri dan ke kanan. Melihat hal itu akhirnya Nela memutuskan untuk mengajaknya pulang."Sebentar lagi kak Nathan akan menjemputku, sebaiknya kita ngobrol di rumah saja," ucap Nela.Setelah menunggu beberapa saa
Abilon sedang duduk berbincang dengan Nathan di teras rumah, tak lain yang mereka bicarakan pastilah Nela dan ibu mertuanya."Kapan lagi ibu mertua Nela menjalani terapi, kalau menurutku sih bawa saja ibunya itu ke rumah sakit jiwa biar dia tahu rasa!" ucap Abilon."Hahahaha...kau ada-ada saja, oh ya Dewi kapan kembali ke kerajaan, kita sebentar lagi akan masuk kuliah, jika kelak setelah wisuda apakah kau akan melanjutkan terus untuk menggapai profesi dokterku?" tanya Nathan.'Sepertinya tidak lagi, aku sudah cukup tau banyak hal tentang medis dari kampus, mungkin setelah wisuda aku akan kembali ke kerajaan Goro, mengingat ayahanda sudah sangat tua jadi aku harus sudah bersiap-siap menggantikan posisinya sewaktu-waktu, dan Dewi besok sudah harus kembali ke kerajaan Goro," jawab Abilon.Sementara itu di rumah keluarga tuan Budi, ibu Astrid sudah bangun dari tidurnya, sesuai petunjuk ustad saat bangun ibu Astrid diminumkan air ruqyah dan setelah itu di mandikan di halam belakang rumah.
Melati yang saat itu sedang duduk di pendopo bersama beberapa ustazah dikejutkan dengan mobil paman Badar yang berhenti tepat di depan pendopo. Dan yang lebih membuatnya terkejut lagi saat melihat paman Badar turun bersama Rendy dari mobil. Seketika wajah Melati menjadi pias, dadanya bergemuruh. Dia berusaha menyembunyikan kegelisahannya agar para ustazah yang lain tidak mengetahuinya."Assalamu alaikum!" ucap paman Badar dan Rendy bersamaan."Waalaikum salam!" jawab para ustazah bersamaan.Tak sengaja mata Rendy bertatapan dengan Melati, ada getaran aneh yang menjalar di dada kedua insan ini, namun Melati berusaha memalingkan wajahnya. Rendy semakin penasaran, wajah Melati terlihat bersinar dan sangat cantik. Dia terbayang wajah permaisuri yang berada di kerajaan Bilu, keningnya berkerut mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi.Untunglah dalam situasi itu Kyai Lukman segera datang bersama isterinya."Selamat datang tuan Badar, ini siapa? Adiknya atau ponakan? Mari silakan masuk!
Proses Ruqyah berjalan dengan lancar, tak terdengar lagi teriakan ibu Astrid. Nampak ustad Thohir keluar dari kamar di susul tuan Budi dan Nauval."Untuk proses terapinya tidak hanya sekali, kita akan mencoba meruqyahnya besok, sekalian disiapkan beberapa media seperti daun Bidara dan beberapa obat herbal lainnya. Besok kita akan memandikan ibu Astrid dengan daun Bidara," kata ustad Thohir."Baiklah, kami akan menyiapkannya. Terima kasih!" kata tuan Budi dengan penuh rasa terima kasih.Sementara itu di sudut hutan nampak berjalan terseok-seok seorang pria tampan dengan pakaian yang sangat lusuh. Tubuhnya lemas tak bertenaga, dia melihat ke kiri dan kanan berharap menemukan air untuk melepas dahaganya.Ustad Thohir setelah melakukan. proses ruqyah di antar oleh Nathan menuju ke desanya, mereka melewati jalan belakang, tak sengaja Nathan melihat sosok pria yang berjalan sempoyongan di balik pohon."Sepertinya ada orang yang membutuhkan pertolongan," kata Nathan sambil menepikan mobilnya
Di kediaman tuan Budi nampak kesibukan yang cukup ramai, betapa tidak, semua keluarga datang berkumpul karena ibu Astrid mengalami kesurupan yang parah. Bahkan Zaskia juga terlihat di tengah banyaknya keluarga yang datang membesuk."Aku harus bicara dengan Zaskia!" kata Nauval."Untuk apa? Jangan menambah beban keluarga kita. Kurasa dia tidaklah penting, yang penting saat ini adalah ibumu!" cegah Nela."Setidaknya dia harus tau jika kondisi mama seperti ini karena ulahnya, aku akan memberi peringatan padanya untuk berhenti mengganggu kita, aku sangat muak melihatnya," Nauval tetap bersikukuh ingin mendekati Zaskia.Nela hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, menurutnya semua ini tak akan ada gunanya. Tapi karena melihat Nauval yang tetap ngotot akhirnya dia hanya mengangkat bahunya tanda pasrah.Nauval menghampiri Zaskia, wanita cantik itu sudah menyadari keberadaan Nauval yang mendekatinya. Hatinya berbunga-bunga, dia menunjukkan rasa simpatiknya pada Ibu Astrid yang tertidur pulas di
Di kerajaan Bilu masyarakat berbondong-bondong menyaksikan tertangkapnya tabib Jorgi yang saat itu juga di arak keliling kampung. Ada yang tak pernah tahu alasan penangkapan merasa iba saat melihat tabib Jorgi terkurung di dalam kerangkeng yang terbuat dari kayu jati yang sangat kuat. "Kasihan tabib itu ya? Apa salahnya dia? Bukankah dia yang telah menyelamatkan Raja dan nenek Kolona?" ucap salah seorang warga."Dia merencanakan pemberontakan!" kata salah seorang lagi."Oh benarkah? Aku tak percaya ini!" gumam seorang wanita muda. Dia sangat kasihan melihat wajah tabib Jorgi yang memar dan bengkak akibat di pukul oleh para pengawal kerajaan.Putri Balqis mendengar tertangkapnya tabib Jorgi merasa tidak tenang, dia bahkan mengurung dirinya di dalam kamar dan tak berani keluar."Akhirnya tabib itu tertangkap juga, apakah kau tak ingin melihatnya?" tanya Rendi yang melihat isterinya hanya berbaring saja di tempat tidur."Untuk apa? Biarkan Raja yang mengambil keputusan tepat untuk mengh
Tak ada penyesalan sedikitpun di wajah Suhu, dia malah tersenyum mengejek saat melihat Nauval yang menatapnya dengan marah. "Kita apakan dukun ini?" tanya Nauval pada ayahnya."Papa ingin menyerahkannya pada polisi, tadi papa sudah mengirim pesan pada teman papa," jawab tuan Budi pelan.Dia tak gentar dengan gertakan Suhu yang hendak menyeret isterinya. Iya sudah memikirkannya dengan baik, makanya dia menghubungi temannya di kepolisian. Kalau memang istrinya tetap terseret ke ranah itu, dia harus menerimanya dengan legowo. Siapa tau dengan begitu istrinya akan sadar dengan apa yang telah di lakukannya.Nathan tak berkata apapun dia hanya memejamkan matanya mencoba menerka apa yang sedang di pikirkan oleh pria yang terikat di depannya ini. Suhu terlihat tenang-tenang saja, merasa dirinya tidak bersalah sama sekali.Tak lama kemudian, sebuah mobil polisi berhenti depan rumah. Dua orang petugas dengan berseragam lengkap mendatangi rumah tuan Budi. Setelah memberi salam keduanya masuk ke
Nathan dan Nela saling berpandangan, ada sedikit kelegaan di hati kedua kakak beradik itu, lalu seakan teringat sesuatu Nathan segera menarik tangan Nela masuk ke dalam.Nampak Nauval sedang duduk berjongkok di depan ibunya yang terus meringkuk gemetar, air yang di berikan Kyai Lukman hanya di taruhnya di atas meja. Di samping kanan Nauval nampak Suhu terikat dengan tak sadarkan diri.Nauval menghampiri Suhu dan berusaha menepuk-nepuk bahunya agar sadar. Nela menghampiri suaminya dengan membawa botol air yang terletak di meja."Kak, mengapa tak memberikan air ini pada mama. Kasihan mama sedang shock, kita perlu menghubungi dokter," ucap Nela lalu ikut duduk di samping suaminya.Nauval bukannya tak mendengar perkataan Nela tetapi di hatinya sangat menyesali tindakan ibunya. Nela begitu sangat perduli pada ibunya walau dia tahu ibunya bermaksud mencelakainya.Mobil berhenti di depan rumah, rupanya tuan Budi yang sejak tadi di hubungi Nauval telah tiba dari luar kota. Para maid segera be
Di dalam rumah pertarungan terus berlanjut, Kyai Lukman merasa seakan ada yang membantunya, Nathan berhasil melumpuhkan Suhu. Seisi rumah menjadi berantakan, para maid bersembunyi di dapur, ada yang nyalinya cukup kuat berusaha mengintip dari balik pintu."Jika tuan Budi kembali melihat rumah bagaikan kapal pecah seperti ini kira-kira apa yang akan terjadi?" kata Maid Wati."Hush diam, ini bukan menjadi urusan kita. Kita hanya akan membantu membereskan rumah!" tegur Maid kepala pada bawahannya.Di sudut rumah nampak ibu Astrid meringkuk ketakutan, dia tak menyangka akan terjadi seperti ini, entah apa yang akan dia sampaikan pada suaminya apalagi Nauval kini membencinya.Di dalam kamar Nauval tak sekalipun meninggalkan Nela, di elusnya kepala istrinya itu dengan lembut "Tenanglah! Tidak akan terjadi apapun padamu," hiburnya.Nela mendengar pertarungan di luar walau suaminya berusaha menutup telinganya dengan headset, Nela mendengar suara kakek Sutan dan beberapa suara pasukan yang men
"Hentikan!" teriakan Ibu Astrid dari ujung tangga cukup membuat Nauval dan Nathan terkejut."Apa-apaan ini ma, mereka membaca ayat-ayat suci, kok mama menyuruh berhenti, ada apa ini ma?" protes Nauval.Ibu Astrid terkejut dengan protes anaknya, dia yang tak berpikir panjang dengan teriakannya sendiri kelabakan menghadapi protes Nauval. Dia terdiam beberapa saat, Nauval ada benarnya, mengapa dia menghentikan bacaan ayat-ayat itu? Kyai Lukman tak terpengaruh dengan itu semua, dia tetap meneruskan bacaannya dan malah lebih di keraskan. Abilon dan Dewi tertawa melihat tingkah ibu Astrid."Pasti tabib Jorgi yang menyuruh ibu Astrid sehingga bertingkah konyol begitu!' ucap Abilon."Mereka sepertinya nya kepanasan, aku merasakan hawa panas dari ruang studio!" kata Dewi.Belum selesai obrolan mereka berdua tiba-tiba dari lantai dua terdengar teriakan yang menggema."Aku tak suka ini, hentikan!"Abilon dan Dewi waspada, begitupula Nathan, Kyai Lukman tak terpengaruh sama sekali, dia terus mela