Nela pamit sebentar ke rumah, tujuannya untuk meracik tanaman yang di temukannya. Dia akan mencoba meminumkannya pada kelinci piaraannya. Dia takut jangan sampai obatnya malah bisa menghilangkan nyawa Nathan. Nela membawa darah yang membiru yang di sembunyikannya di dalam lemari. Dia bertujuan untuk menyuntikkan darah itu ke tubuh hewan peliharaannya. Tetapi dia ragu, bagaimana jika kelincinya mati ? Akhirnya Nela menangkap tikus yang melintas di belakang rumahnya. Ditangkapnya tikus besar itu dan di masukkannya ke dalam kandang kecil yang ada di dapur. Nela terpaksa harus melakukan eksperimen demi untuk menolong kakaknya. Hasil lab menunjukkan tak ada apa-apa di tubuh Nathan. Ini benar-benar gila. Atau pengaruh tidak di temukannya racun dalam tubuh Nathan karena Nela sudah rnengeluarkannya. Tapi ini tidak mungkin, dia sendiri tidak yakin dengan obat racikan itu bisa membersihkan racun secepat itu. Pasti masih terdapat sisa-sisa racun di tubuh Nathan. Pikir Nela.Nela tak menyia-nyia
Petugas pantri datang membawakan makan malam pasien, setelah menaruh makanan itu di meja petugas pantri segera meninggalkan ruangan. Nela membangunkan Nathan untuk makan malam. "Kak bangun, ayo di makan buburnya mumpung masih panas," Nela membangunkan Nathan dengan menepuk-nepuk pundak Nathan pelan. Nathan menggeliat, dia membuka matanya. Tangan kanannya terasa sakit. "Kakak jangan bangun, aku akan memposisikan ranjang ini sedikit ke atas agar kau bisa bersandar dengan nyaman," cegah Nela saat melihat Nathan berusaha untuk bangun. Nela menarik pengait ranjang dan mulai memutarnya sehingga posisi ranjang di bagian kepala perlahan naik ke atas. "Jangan terlalu tinggi dek," pinta Nathan. Setelah memastikan posisi Nathan bersandar dengan nyaman, Nela segera menarik meja makan dorong dan mulai menyuapi Nathan pelan-pelan. Linda mengambilkan air hangat untuk Nathan sedangkan yang lainnya terlihat sedang menikmati makanan yang dibelikan Rafik di warung depan Rumah Sakit. "Sepertinya ta
Azan subuh berkumandang, kokok ayam jantan bersahutan menandakan fajar telah tiba, masing-masing menggeliat dari balik selimut. Ada yang sudah beraktifitas dan adapula yang bersiap-siap ke mesjid. Di Rumah Sakit kesibukan sudah semakin jelas terlihat, para perawat mulai lalu lalang di koridor. Para cleaning service mulai menjalankan tugasnya sebelum para petugas medis dan pengunjung mulai memadati Rumah Sakit seperti biasa. Penghuni ruang Paviliun bangun untuk menunaikan sholat subuh, Nathan nampak tertisur dengan lelap. Nela tak membangunkannya. Barulah setelah selesai menunaikan ibadah subuh Nela menghampiri Nathan. "Sejak kapan Nathan ganti baju ya? Apa dia bangun sendiri?" gumam Nela tatkala melihat Nathan sudah mengganti baju dengan pakaian yang lebih rapi. Sebenarnya Nathan sudah bangun sebelum azan berkumandang, namun dia memilih untuk tetap berbaring sambil menunggu kedatangan dokter. "Kak bangun, sebentar lagi dokter akan melakukan visit," ucap Nela sambil mengguncang tub
Lady Sina berdiri terpaku, bagaimana mungkin Nathan bisa terlihat sesegar itu. Tak ada yang bisa lolos dari tanaman kematian. Obat penawarnya hanya ada dua di dunianya, satu milik Raja dan satu miliknya."Apakah Raja memberikan obat penawarnya pada Nathan?"Lady Sina terus bertanya-tanya dalam hati, tatapan Nathan sangat mengusik hatinya. Mungkinkah Nathan sudah tahu jika dia yang berusaha membunuhnya?Lady Sina mengikuti Nathan sampai ke rumahnya di kawasan perumahan elite. Nampak olehnya Nathan turun dari mobil di gandeng Nela."Kakak tidur di kamarku saja, biar aku dan Linda tidur di kamar depan," ucap Nela. Paman Badar dan Linda sibuk menurunkan barang-barang dari mobil dan mengangkatnya masuk ke dalam rumah.Nathan mengikuti instruksi Nela, dia memilih masuk ke kamar dan menutupnya. Paman Badar manatap Nela bingung."Sepertinya ada yang salah dengan Nathan," kata Paman Badar."Mungkin dia kecapean paman," jawab Nela.Paman Badar mengangguk, dia mencoba untuk mengerti walau seben
Setelah pergulatan yang sangat melelahkan itu Rully dan Lady Sina masih berbaring saling berpelukan."Kau sangat hebat, rasanya aku ingin kita setiap hari seperti ini," bisik Rully.Lady Sina merasa tersanjung dengan pujian itu, hatinya berbunga-bunga. Dia ingin hidup layaknya manusia, jika cinta Rully sangat dalam untuknya maka dunia lain tidaklah berarti baginya."Malam ini aku akan menyelesaikan pekerjaanku yang tertunda, setelahnya aku akan kembali ke kerajaan untuk berpamitan. Kita akan hidup bersama selamanya," ucap Lady Sina."Aku bahagia mendengarnya, aku akan memperkenalkanmu pada semua orang. Kita akan menikah," kata Rully sambil mengecup keningnya.Kupu-kupu seakan beterbangan keluar dari hati Lady Sina yang terbuai dengan kata-kata indah Rully."Aku butuh untuk memulihkan tenagaku, sebentar lagi aku akan membunuh Nathan sesuai keinginanmu."Rully tersenyum penuh arti, rumah yang diinginkannya akan jatuh ke tangannya lalu adik Nathan yang sangat cantik itu akan diculiknya d
Enrah karena sudah dua kali menghadapi situasi ini, Nela terlihat sangat tenang, dia bergegas ke sebelah kamar mengambil tas ranselnya yang berisi obat. Nela tak menghiraukan bunyi mobil yang berhenti tepat di depan rumah. Gadis cantik ini kembali ke dalam kamar, dengan sangat hati-hati dia membuka kemeja Nathan."Bantu aku membuka seluruh pakaiannya kak," pinta Nela pada Rafik. Dia menutupkan selimut ke tubuh Nathan agar tubuhnya masih tetap tertutup walau seluruh pakaiannya di buka.'Apa yang terjadi?" tanya paman Badar yang kini berdiri di depan pintu."Paman, bantu aku membalurkan bubuk ini ke tubuh bagian bawahnya kak Nathan," pinta Nela yang sudah menghafal suara paman Badar tanpa harus menengok ke belakang.Tanpa banyak bicara paman Badar segera menghampiri Nela, dia mengambil obat dari ransel Nela dan mulai membalurkannya ke seluruh tubuh Nathan.Dalam beberapa detik Nela menemukan dua jarum yamg tertancap di dada dan leher Nathan."Lihatlahlah jarum seperti ini paman, siapa t
Lady Sina bagai tersengat aliran listrik ribuan volt, dalam penglihatan batinnya Nathan sedang duduk bersila melakukan meditasi, tubuhnya terlihat kurus tapi segar di bandingkan dengan Nathan yang diserangnya di dunia manusia.Lady Sina mengurungkan niatnya untuk menemui Raja, dia harus menemui mata-matanya di dapur istana, siapa tau dia akan mendapatkan petunjuk.Jika benar ini Nathan, lalu siapa yang berada di dunia manusia? Pikir Lady Sina.Dia bergegas menuju dapur istana, semua dayang maupun prajurit yang berpapasan dengannya tetap mengangguk hormat padanya. Dengan demikian Lady Sina merasa masih aman, tak ada yang tau penghianatannya. Jika Raja tau sudah pasti keberadaannya di kerajaan Goro tidak akan aman.Mata-mata Lady Sina menghampirinya, dia terlihat sangat gembira melihat dayang tertua di istana datang menemuinya, sudah pasti dayang cantik itu akan memberinya perhiasan seperti sebelum-sebelumnya. Mereka tak tahu jika pasukan Elite mengawasinya."Bisakah kau menceritakan pa
Akhirnya Nathan mengikuti Abilon menuju lapangan. Dari jauh Nathan tak melihat apapun."Kata paman, Lady Sina terperangkap di lapangan. Mana dia? Bahkan perangkap kaca yang kau ceritakan juga tak ada. Jangan-jangan dia sudah melarikan diri," ucap Nathan.Putera Mahkota tertawa lalu mengusap wajah Nathan. Kini Nathan bisa melihat dari jauh sebuah kaca berukuran besar, di dalamnya dayang istana tertua kerajaan sedang duduk bersila. Tak ada yang bisa melihat perangkap itu kecuali orang-orang tertentu saja, itupun atas ijin Raja dan Putera Mahkota."Baguslah! Tapi jika Lady Sina kembali lalu dimana Raja'?" Nathan menghentikan langkahnya sambil melayangkan pertanyaan pada Abilon.Putera Mahkota ikut berhenti dan menatap Nathan yang sedang kebingungan."Sudah past Raja di balairung istana," jawab Putera Mahkota meyakinkan."Apakah kau sudah melihat Raja secara langsung bebera hari ini? Dengar paman! Lady Sina tak akan kembali ke kerajaan dengan tangan kosong. Artinya dia kembali karena tela
Abilon sedang duduk berbincang dengan Nathan di teras rumah, tak lain yang mereka bicarakan pastilah Nela dan ibu mertuanya."Kapan lagi ibu mertua Nela menjalani terapi, kalau menurutku sih bawa saja ibunya itu ke rumah sakit jiwa biar dia tahu rasa!" ucap Abilon."Hahahaha...kau ada-ada saja, oh ya Dewi kapan kembali ke kerajaan, kita sebentar lagi akan masuk kuliah, jika kelak setelah wisuda apakah kau akan melanjutkan terus untuk menggapai profesi dokterku?" tanya Nathan.'Sepertinya tidak lagi, aku sudah cukup tau banyak hal tentang medis dari kampus, mungkin setelah wisuda aku akan kembali ke kerajaan Goro, mengingat ayahanda sudah sangat tua jadi aku harus sudah bersiap-siap menggantikan posisinya sewaktu-waktu, dan Dewi besok sudah harus kembali ke kerajaan Goro," jawab Abilon.Sementara itu di rumah keluarga tuan Budi, ibu Astrid sudah bangun dari tidurnya, sesuai petunjuk ustad saat bangun ibu Astrid diminumkan air ruqyah dan setelah itu di mandikan di halam belakang rumah.
Melati yang saat itu sedang duduk di pendopo bersama beberapa ustazah dikejutkan dengan mobil paman Badar yang berhenti tepat di depan pendopo. Dan yang lebih membuatnya terkejut lagi saat melihat paman Badar turun bersama Rendy dari mobil. Seketika wajah Melati menjadi pias, dadanya bergemuruh. Dia berusaha menyembunyikan kegelisahannya agar para ustazah yang lain tidak mengetahuinya."Assalamu alaikum!" ucap paman Badar dan Rendy bersamaan."Waalaikum salam!" jawab para ustazah bersamaan.Tak sengaja mata Rendy bertatapan dengan Melati, ada getaran aneh yang menjalar di dada kedua insan ini, namun Melati berusaha memalingkan wajahnya. Rendy semakin penasaran, wajah Melati terlihat bersinar dan sangat cantik. Dia terbayang wajah permaisuri yang berada di kerajaan Bilu, keningnya berkerut mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi.Untunglah dalam situasi itu Kyai Lukman segera datang bersama isterinya."Selamat datang tuan Badar, ini siapa? Adiknya atau ponakan? Mari silakan masuk!
Proses Ruqyah berjalan dengan lancar, tak terdengar lagi teriakan ibu Astrid. Nampak ustad Thohir keluar dari kamar di susul tuan Budi dan Nauval."Untuk proses terapinya tidak hanya sekali, kita akan mencoba meruqyahnya besok, sekalian disiapkan beberapa media seperti daun Bidara dan beberapa obat herbal lainnya. Besok kita akan memandikan ibu Astrid dengan daun Bidara," kata ustad Thohir."Baiklah, kami akan menyiapkannya. Terima kasih!" kata tuan Budi dengan penuh rasa terima kasih.Sementara itu di sudut hutan nampak berjalan terseok-seok seorang pria tampan dengan pakaian yang sangat lusuh. Tubuhnya lemas tak bertenaga, dia melihat ke kiri dan kanan berharap menemukan air untuk melepas dahaganya.Ustad Thohir setelah melakukan. proses ruqyah di antar oleh Nathan menuju ke desanya, mereka melewati jalan belakang, tak sengaja Nathan melihat sosok pria yang berjalan sempoyongan di balik pohon."Sepertinya ada orang yang membutuhkan pertolongan," kata Nathan sambil menepikan mobilnya
Di kediaman tuan Budi nampak kesibukan yang cukup ramai, betapa tidak, semua keluarga datang berkumpul karena ibu Astrid mengalami kesurupan yang parah. Bahkan Zaskia juga terlihat di tengah banyaknya keluarga yang datang membesuk."Aku harus bicara dengan Zaskia!" kata Nauval."Untuk apa? Jangan menambah beban keluarga kita. Kurasa dia tidaklah penting, yang penting saat ini adalah ibumu!" cegah Nela."Setidaknya dia harus tau jika kondisi mama seperti ini karena ulahnya, aku akan memberi peringatan padanya untuk berhenti mengganggu kita, aku sangat muak melihatnya," Nauval tetap bersikukuh ingin mendekati Zaskia.Nela hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, menurutnya semua ini tak akan ada gunanya. Tapi karena melihat Nauval yang tetap ngotot akhirnya dia hanya mengangkat bahunya tanda pasrah.Nauval menghampiri Zaskia, wanita cantik itu sudah menyadari keberadaan Nauval yang mendekatinya. Hatinya berbunga-bunga, dia menunjukkan rasa simpatiknya pada Ibu Astrid yang tertidur pulas di
Di kerajaan Bilu masyarakat berbondong-bondong menyaksikan tertangkapnya tabib Jorgi yang saat itu juga di arak keliling kampung. Ada yang tak pernah tahu alasan penangkapan merasa iba saat melihat tabib Jorgi terkurung di dalam kerangkeng yang terbuat dari kayu jati yang sangat kuat. "Kasihan tabib itu ya? Apa salahnya dia? Bukankah dia yang telah menyelamatkan Raja dan nenek Kolona?" ucap salah seorang warga."Dia merencanakan pemberontakan!" kata salah seorang lagi."Oh benarkah? Aku tak percaya ini!" gumam seorang wanita muda. Dia sangat kasihan melihat wajah tabib Jorgi yang memar dan bengkak akibat di pukul oleh para pengawal kerajaan.Putri Balqis mendengar tertangkapnya tabib Jorgi merasa tidak tenang, dia bahkan mengurung dirinya di dalam kamar dan tak berani keluar."Akhirnya tabib itu tertangkap juga, apakah kau tak ingin melihatnya?" tanya Rendi yang melihat isterinya hanya berbaring saja di tempat tidur."Untuk apa? Biarkan Raja yang mengambil keputusan tepat untuk mengh
Tak ada penyesalan sedikitpun di wajah Suhu, dia malah tersenyum mengejek saat melihat Nauval yang menatapnya dengan marah. "Kita apakan dukun ini?" tanya Nauval pada ayahnya."Papa ingin menyerahkannya pada polisi, tadi papa sudah mengirim pesan pada teman papa," jawab tuan Budi pelan.Dia tak gentar dengan gertakan Suhu yang hendak menyeret isterinya. Iya sudah memikirkannya dengan baik, makanya dia menghubungi temannya di kepolisian. Kalau memang istrinya tetap terseret ke ranah itu, dia harus menerimanya dengan legowo. Siapa tau dengan begitu istrinya akan sadar dengan apa yang telah di lakukannya.Nathan tak berkata apapun dia hanya memejamkan matanya mencoba menerka apa yang sedang di pikirkan oleh pria yang terikat di depannya ini. Suhu terlihat tenang-tenang saja, merasa dirinya tidak bersalah sama sekali.Tak lama kemudian, sebuah mobil polisi berhenti depan rumah. Dua orang petugas dengan berseragam lengkap mendatangi rumah tuan Budi. Setelah memberi salam keduanya masuk ke
Nathan dan Nela saling berpandangan, ada sedikit kelegaan di hati kedua kakak beradik itu, lalu seakan teringat sesuatu Nathan segera menarik tangan Nela masuk ke dalam.Nampak Nauval sedang duduk berjongkok di depan ibunya yang terus meringkuk gemetar, air yang di berikan Kyai Lukman hanya di taruhnya di atas meja. Di samping kanan Nauval nampak Suhu terikat dengan tak sadarkan diri.Nauval menghampiri Suhu dan berusaha menepuk-nepuk bahunya agar sadar. Nela menghampiri suaminya dengan membawa botol air yang terletak di meja."Kak, mengapa tak memberikan air ini pada mama. Kasihan mama sedang shock, kita perlu menghubungi dokter," ucap Nela lalu ikut duduk di samping suaminya.Nauval bukannya tak mendengar perkataan Nela tetapi di hatinya sangat menyesali tindakan ibunya. Nela begitu sangat perduli pada ibunya walau dia tahu ibunya bermaksud mencelakainya.Mobil berhenti di depan rumah, rupanya tuan Budi yang sejak tadi di hubungi Nauval telah tiba dari luar kota. Para maid segera be
Di dalam rumah pertarungan terus berlanjut, Kyai Lukman merasa seakan ada yang membantunya, Nathan berhasil melumpuhkan Suhu. Seisi rumah menjadi berantakan, para maid bersembunyi di dapur, ada yang nyalinya cukup kuat berusaha mengintip dari balik pintu."Jika tuan Budi kembali melihat rumah bagaikan kapal pecah seperti ini kira-kira apa yang akan terjadi?" kata Maid Wati."Hush diam, ini bukan menjadi urusan kita. Kita hanya akan membantu membereskan rumah!" tegur Maid kepala pada bawahannya.Di sudut rumah nampak ibu Astrid meringkuk ketakutan, dia tak menyangka akan terjadi seperti ini, entah apa yang akan dia sampaikan pada suaminya apalagi Nauval kini membencinya.Di dalam kamar Nauval tak sekalipun meninggalkan Nela, di elusnya kepala istrinya itu dengan lembut "Tenanglah! Tidak akan terjadi apapun padamu," hiburnya.Nela mendengar pertarungan di luar walau suaminya berusaha menutup telinganya dengan headset, Nela mendengar suara kakek Sutan dan beberapa suara pasukan yang men
"Hentikan!" teriakan Ibu Astrid dari ujung tangga cukup membuat Nauval dan Nathan terkejut."Apa-apaan ini ma, mereka membaca ayat-ayat suci, kok mama menyuruh berhenti, ada apa ini ma?" protes Nauval.Ibu Astrid terkejut dengan protes anaknya, dia yang tak berpikir panjang dengan teriakannya sendiri kelabakan menghadapi protes Nauval. Dia terdiam beberapa saat, Nauval ada benarnya, mengapa dia menghentikan bacaan ayat-ayat itu? Kyai Lukman tak terpengaruh dengan itu semua, dia tetap meneruskan bacaannya dan malah lebih di keraskan. Abilon dan Dewi tertawa melihat tingkah ibu Astrid."Pasti tabib Jorgi yang menyuruh ibu Astrid sehingga bertingkah konyol begitu!' ucap Abilon."Mereka sepertinya nya kepanasan, aku merasakan hawa panas dari ruang studio!" kata Dewi.Belum selesai obrolan mereka berdua tiba-tiba dari lantai dua terdengar teriakan yang menggema."Aku tak suka ini, hentikan!"Abilon dan Dewi waspada, begitupula Nathan, Kyai Lukman tak terpengaruh sama sekali, dia terus mela