"Dimana aku ?" Rully siuman dan melirik ke kiri dan kanan. Awalnya pandangannya agak kabur tetapi kemudian mulai berangsur-angsur terang.Ruangan ini tidak asing baginya, dia berusaha untuk bangun. Dilihatnya Lady Sina datang menghampirinya."Syukurlah kau sudah siuman," ucap Lady Sina dan duduk di samping Rully. Rully merasa tubuhnya segar kembali seakan baru saja bangun dari tidur, dia kembali teringat pertempurannya dengan Nathan. Dia segera bangun dan duduk, tangannya dilingkarkannya di bahu Lady Sina. Seakan tidak terjadi apa-apa dia perlahan mendekatkan wajahnya untuk mencium wanita cantik itu."Basuh dulu wajahmu, aku sudah menyiapkan perlengkapan mandi diujung sana," tunjuk Lady Sina ke arah kamar mandi."Bagaimana jika kita mandi bersama ?" pinta Rully genit."Aku sudah mandi, buruan mandi setelah itu kita makan," ucap Lady Sina.Dengan mencuri sedikit kecupan di kening sang Lady, Rully turun dari ranjang dan bergegas ke kamar mandi. Di kamar mandi ini tidak secanggih di dun
Firasat Nathan sangat peka, dia merasa seakan ada bahaya yang akan datang mengganggu ketentramannya. Pagi itu, saat mobilnya telah diantar oleh pihak dealer, Nathan segera menuju ke hutan lindunh untuk mengambil dokumen dan emas batangan yang di sembunyikannya di sana.Setelah memarkir mobilnya Nathan segera masuk ke hutan dan mengambil dokumen dan emasnya lalu segera membawanya ke kota. Nathan ingin menyimpannya di sebuah bank biar aman. Dia singgah di kampus Nela untuk menjemputnya."Kita kemana kak ?" tanya Nela saat dia sudah naik ke dalam mobil."Temani aku ke bank, aku ingin menyimpan barang-barang ini di sana atas namamu.""Barang apa kak ?""Lihat saja sendiri di belakang."Nela meraih kantong di kursi tengah namun karena berat dia mengurungkannya."Berat sekali kak, apa isinya ?""Itu emas batangan dan beberapa perhiasan lainnya. Biar aman jadi harus di simpan di bank."Nela tak lagi bertanya, menurutnya itu lebih baik. "Setelah semua urusan ini selesai apakah kakak punya wa
Suasana jalanan yang dilalui Nathan sangat lengang, dia sendiri tak tau hendak kemana. Omongan Nela mengganggu pikirannya, apa benar dia harus menjalani terapi Ruqyah ? Nathan bingung, terpikir olehnya untuk mengecek darahnya di rumah sakit. Kira-kira golongan darahnya apa ?Nathan memarkir mobilnya di tepi pantai, mungkin dengan melihat teduhnya laut bisa meneduhkan hatinya. Di pantai yang dia singgahi nampak berdiri sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Nathan tersenyum kecut dan meraih sebuah kerikil dan melemparnya ke laut.Nathan melakukannya berulang kali sampai tangannya terasa pegal. Tak terasa hari mulai senja, Nathan bersiap-siap hendak pulang kembali ke desa. Saat dia hendak masuk ke dalam mobil, nampaklah olehnya sebuah bayangan berkelebat begitu cepat. Hanya dalam hitungan menit bayangan itu menghampirinya dan secepat kilat menyambar lengannya."Auuu...!" Nathan menjerit kesakitan lalu jatuh pingsan.Untunglah sepasang kekasih yang belum juga beranjak dari pantai it
Bau desinfektan tercium hampir di seluruh ruangan, apalagi di ruang unit gawat darurat. Untunglah tidak banyak pasien yang di tangani hari itu. Tim medis segera melakukan tindakan dengan memasang infus ke tubuh Nathan.Dokter yang berusia cukup tua bergegas masuk dan mendekati pasien. Dia memeriksa semua catatan yang di sodorkan perawat."Sudah berapa lama dia pingsan ?" tanya dokter yang dari papan namanya tertulis Teddy."Sekitar sejam yang lalu dok," jawab perawat yang bertubuh tinggi semampai.Doktet Teddy memeriksa kondisi Nathan yang terlihat sangat pucat bagaikan kehabisan darah. Keningnya mengernyit, lalu dia melihat sebuah luka kecil di leher."Oh Tuhan, cepat hubungi keluarganya."Perawat berlari memanggil Badar."Apakah kalian keluarga pasien yang pingsan tadi?""Benar !" Jawab Badar."Mari ikut saya!"Badar menepuk bahu Nela sesaat lalu bergegas mengikuti langkah perawat masuk ke ruang tindakan."Pasien ini siapa ?" tanya dr. Teddy pada Badar."Dia anak saya, namanya Natha
Malam ini terasa sangat mencekam, guntur menggelegar, petir menyambar. Cuaca benar-benar tak bersahabat. Pasangan sejoli yang menolong Nathan telah pulang ke rumahnya masing-masing. Kini yang bertahan di rumah sakit hanyalah Badar, Rafik, Nela dan Linda."Sampai saat ini Nathan belum siuman, jika kalian butuh istirahat, biar paman saja yang akan menunggunya.""Tidak paman, aku akan terus menunggu disini," tolak Nela. Lindapun menolak untuk pulang, dia tak tega meninggalkan Nela sendiri di rumah sakit, lagian suasana hari ini cukup mengerikan baginya. Mereka berempat duduk di depan ruang UGD.Nela melihat sebuah bayangan berkelebat."Apa itu paman ?" tunjuk Nela pada pohon yang tak jauh di seberang jalan."Tidak ada apa-apa nak, hujan turun sangat lebat, mungkin itu burung atau kelelawar yang hendak berteduh."Badar terkejut sendiri dengan kata-katanya. Kelelawar ? Bayangan akan mahluk penghisap darah dalam cerita-cerita horor melintas dalam benaķnya. Badar terus beristigfar di dalam
Jika tadi sore wajah Nathan seputih kertas, kini sudah berangsur-angsur memerah walau masih tergolong pucat. Bibirnya bahkan tak berdarah bagaikan dioles dengan kapur barus. Badar menatap penuh harap pada Kyai Lukman yang mengusap-usap dengan lembut tubuh Nathan dari kepala sampai ke ujung kaki.Sesekali terdengar helaan nafas berat dari sang Kyai. Badar berdiri mematung, dia hanya bisa berzikir terus di dalam hati. Dalam suasana hening itu tiba-tiba terdengar pintu ruangan berbunyi dengan keras seakan sengaja di banting. Para tim medis sampai berteriank saking terkejutnya."Apa yang terjadi ?" tanya para perawat."Di luar angin cukup kencang disertai hujan deras, cuaca hari ini benar-benar buruk, padahal sejak pagi tak ada tanda-tanda akan turun hujan , entah pertanda apa ini!" jawab seorang perawat di antara mereka.Badar berusaha untuk tidak terpengaruh dengan apa yang terjadi, dia tetap terus berzikir, sedangkan Kyai terus berkonsentrasi membacakan ayat-ayat pendek dan dibisikkann
Hujan telah berhenti, malam kembali sunyi. Nela mendekati Nathan yang terlihat gelisah. Matanya menatap sekeliling dengan tajam. Rafik dan Linda ikut mendekat."Kakak, apa yang kau rasakan ?" tanya Nela sambil mengelus-elus lengan Nathan.Nathan hanya menggeleng lemah dan mulai memejamkan matanya."Biarkan Nathan istrahat," bisik Rafik lalu menarik tangan Nela untuk duduk di kursi yang berada di ruangan itu.Nela tak menolak, Linda ikut duduk di kursi namun kemudian dia berdiri membantu membersihkan sisa makanan yang di gelar di atas karpet. Paman Badar dan Kyai Lukman baru saja menyelesaikan makan malamnya. Nela merogoh sakunya dan mengembalikan tasbih pada Kyai Lukman."Terima kasih Kyai!"Sang Kyai hanya tersenyum dan menaruh kembali tasbih itu di saku kemejanya. "Bagaimana selanjutnya guru ?" tanya Badar pada Kyai Lukman."Kita lihat perkembangannya sejam kemudian, sebaiknya kalian harus tetap berjaga sepanjang malam ini," saran Kyai Lukman."Saya harap guru jangan pulang malam i
Kyai Lukman terus menggeleng-gelengkan kepalanya, biasanya dia hanya mendengar cerita-cerita dari masyarakat dusun tentang makhluk astral dan dia tidak menanggapinya. Makhluk itu benar ada tetapi mereka berada di dunia yang berbeda dengan manusia, mereka punya kehidupan sendiri tetapi untuk sampai berbaur dengan manusia barusan di dengar Kyai sekarang dan anehnya lagi sampai memiliki anak."Ini bukan sekedar cerita khayalan guru, ini kenyataan yang ada. Dan sekarang apa yang akan guru lakukan pada Nathan, sepertinya dia mendapat serangan dari makhluk yang tak terlihat itu," ucap Badar."Walau terdengar bagaikan cerita dongeng, tapi sebaiknya kita masuk lagi ke dalam untuk memastikan bagaimana kondisi anak itu."Badar dan Kyai Lukman berdiri bersamaan, mereka membuka pintu dengan perlahan dan menutupnya kembali. "Kalian belum tidur ?" tegur Badar saat melihat Nela, Linda dan Rafik yang masih terus berbincang."Ini ayah, Nela katanya melihat kelelawar besar bertengger di jendela, padah
Abilon sedang duduk berbincang dengan Nathan di teras rumah, tak lain yang mereka bicarakan pastilah Nela dan ibu mertuanya."Kapan lagi ibu mertua Nela menjalani terapi, kalau menurutku sih bawa saja ibunya itu ke rumah sakit jiwa biar dia tahu rasa!" ucap Abilon."Hahahaha...kau ada-ada saja, oh ya Dewi kapan kembali ke kerajaan, kita sebentar lagi akan masuk kuliah, jika kelak setelah wisuda apakah kau akan melanjutkan terus untuk menggapai profesi dokterku?" tanya Nathan.'Sepertinya tidak lagi, aku sudah cukup tau banyak hal tentang medis dari kampus, mungkin setelah wisuda aku akan kembali ke kerajaan Goro, mengingat ayahanda sudah sangat tua jadi aku harus sudah bersiap-siap menggantikan posisinya sewaktu-waktu, dan Dewi besok sudah harus kembali ke kerajaan Goro," jawab Abilon.Sementara itu di rumah keluarga tuan Budi, ibu Astrid sudah bangun dari tidurnya, sesuai petunjuk ustad saat bangun ibu Astrid diminumkan air ruqyah dan setelah itu di mandikan di halam belakang rumah.
Melati yang saat itu sedang duduk di pendopo bersama beberapa ustazah dikejutkan dengan mobil paman Badar yang berhenti tepat di depan pendopo. Dan yang lebih membuatnya terkejut lagi saat melihat paman Badar turun bersama Rendy dari mobil. Seketika wajah Melati menjadi pias, dadanya bergemuruh. Dia berusaha menyembunyikan kegelisahannya agar para ustazah yang lain tidak mengetahuinya."Assalamu alaikum!" ucap paman Badar dan Rendy bersamaan."Waalaikum salam!" jawab para ustazah bersamaan.Tak sengaja mata Rendy bertatapan dengan Melati, ada getaran aneh yang menjalar di dada kedua insan ini, namun Melati berusaha memalingkan wajahnya. Rendy semakin penasaran, wajah Melati terlihat bersinar dan sangat cantik. Dia terbayang wajah permaisuri yang berada di kerajaan Bilu, keningnya berkerut mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi.Untunglah dalam situasi itu Kyai Lukman segera datang bersama isterinya."Selamat datang tuan Badar, ini siapa? Adiknya atau ponakan? Mari silakan masuk!
Proses Ruqyah berjalan dengan lancar, tak terdengar lagi teriakan ibu Astrid. Nampak ustad Thohir keluar dari kamar di susul tuan Budi dan Nauval."Untuk proses terapinya tidak hanya sekali, kita akan mencoba meruqyahnya besok, sekalian disiapkan beberapa media seperti daun Bidara dan beberapa obat herbal lainnya. Besok kita akan memandikan ibu Astrid dengan daun Bidara," kata ustad Thohir."Baiklah, kami akan menyiapkannya. Terima kasih!" kata tuan Budi dengan penuh rasa terima kasih.Sementara itu di sudut hutan nampak berjalan terseok-seok seorang pria tampan dengan pakaian yang sangat lusuh. Tubuhnya lemas tak bertenaga, dia melihat ke kiri dan kanan berharap menemukan air untuk melepas dahaganya.Ustad Thohir setelah melakukan. proses ruqyah di antar oleh Nathan menuju ke desanya, mereka melewati jalan belakang, tak sengaja Nathan melihat sosok pria yang berjalan sempoyongan di balik pohon."Sepertinya ada orang yang membutuhkan pertolongan," kata Nathan sambil menepikan mobilnya
Di kediaman tuan Budi nampak kesibukan yang cukup ramai, betapa tidak, semua keluarga datang berkumpul karena ibu Astrid mengalami kesurupan yang parah. Bahkan Zaskia juga terlihat di tengah banyaknya keluarga yang datang membesuk."Aku harus bicara dengan Zaskia!" kata Nauval."Untuk apa? Jangan menambah beban keluarga kita. Kurasa dia tidaklah penting, yang penting saat ini adalah ibumu!" cegah Nela."Setidaknya dia harus tau jika kondisi mama seperti ini karena ulahnya, aku akan memberi peringatan padanya untuk berhenti mengganggu kita, aku sangat muak melihatnya," Nauval tetap bersikukuh ingin mendekati Zaskia.Nela hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, menurutnya semua ini tak akan ada gunanya. Tapi karena melihat Nauval yang tetap ngotot akhirnya dia hanya mengangkat bahunya tanda pasrah.Nauval menghampiri Zaskia, wanita cantik itu sudah menyadari keberadaan Nauval yang mendekatinya. Hatinya berbunga-bunga, dia menunjukkan rasa simpatiknya pada Ibu Astrid yang tertidur pulas di
Di kerajaan Bilu masyarakat berbondong-bondong menyaksikan tertangkapnya tabib Jorgi yang saat itu juga di arak keliling kampung. Ada yang tak pernah tahu alasan penangkapan merasa iba saat melihat tabib Jorgi terkurung di dalam kerangkeng yang terbuat dari kayu jati yang sangat kuat. "Kasihan tabib itu ya? Apa salahnya dia? Bukankah dia yang telah menyelamatkan Raja dan nenek Kolona?" ucap salah seorang warga."Dia merencanakan pemberontakan!" kata salah seorang lagi."Oh benarkah? Aku tak percaya ini!" gumam seorang wanita muda. Dia sangat kasihan melihat wajah tabib Jorgi yang memar dan bengkak akibat di pukul oleh para pengawal kerajaan.Putri Balqis mendengar tertangkapnya tabib Jorgi merasa tidak tenang, dia bahkan mengurung dirinya di dalam kamar dan tak berani keluar."Akhirnya tabib itu tertangkap juga, apakah kau tak ingin melihatnya?" tanya Rendi yang melihat isterinya hanya berbaring saja di tempat tidur."Untuk apa? Biarkan Raja yang mengambil keputusan tepat untuk mengh
Tak ada penyesalan sedikitpun di wajah Suhu, dia malah tersenyum mengejek saat melihat Nauval yang menatapnya dengan marah. "Kita apakan dukun ini?" tanya Nauval pada ayahnya."Papa ingin menyerahkannya pada polisi, tadi papa sudah mengirim pesan pada teman papa," jawab tuan Budi pelan.Dia tak gentar dengan gertakan Suhu yang hendak menyeret isterinya. Iya sudah memikirkannya dengan baik, makanya dia menghubungi temannya di kepolisian. Kalau memang istrinya tetap terseret ke ranah itu, dia harus menerimanya dengan legowo. Siapa tau dengan begitu istrinya akan sadar dengan apa yang telah di lakukannya.Nathan tak berkata apapun dia hanya memejamkan matanya mencoba menerka apa yang sedang di pikirkan oleh pria yang terikat di depannya ini. Suhu terlihat tenang-tenang saja, merasa dirinya tidak bersalah sama sekali.Tak lama kemudian, sebuah mobil polisi berhenti depan rumah. Dua orang petugas dengan berseragam lengkap mendatangi rumah tuan Budi. Setelah memberi salam keduanya masuk ke
Nathan dan Nela saling berpandangan, ada sedikit kelegaan di hati kedua kakak beradik itu, lalu seakan teringat sesuatu Nathan segera menarik tangan Nela masuk ke dalam.Nampak Nauval sedang duduk berjongkok di depan ibunya yang terus meringkuk gemetar, air yang di berikan Kyai Lukman hanya di taruhnya di atas meja. Di samping kanan Nauval nampak Suhu terikat dengan tak sadarkan diri.Nauval menghampiri Suhu dan berusaha menepuk-nepuk bahunya agar sadar. Nela menghampiri suaminya dengan membawa botol air yang terletak di meja."Kak, mengapa tak memberikan air ini pada mama. Kasihan mama sedang shock, kita perlu menghubungi dokter," ucap Nela lalu ikut duduk di samping suaminya.Nauval bukannya tak mendengar perkataan Nela tetapi di hatinya sangat menyesali tindakan ibunya. Nela begitu sangat perduli pada ibunya walau dia tahu ibunya bermaksud mencelakainya.Mobil berhenti di depan rumah, rupanya tuan Budi yang sejak tadi di hubungi Nauval telah tiba dari luar kota. Para maid segera be
Di dalam rumah pertarungan terus berlanjut, Kyai Lukman merasa seakan ada yang membantunya, Nathan berhasil melumpuhkan Suhu. Seisi rumah menjadi berantakan, para maid bersembunyi di dapur, ada yang nyalinya cukup kuat berusaha mengintip dari balik pintu."Jika tuan Budi kembali melihat rumah bagaikan kapal pecah seperti ini kira-kira apa yang akan terjadi?" kata Maid Wati."Hush diam, ini bukan menjadi urusan kita. Kita hanya akan membantu membereskan rumah!" tegur Maid kepala pada bawahannya.Di sudut rumah nampak ibu Astrid meringkuk ketakutan, dia tak menyangka akan terjadi seperti ini, entah apa yang akan dia sampaikan pada suaminya apalagi Nauval kini membencinya.Di dalam kamar Nauval tak sekalipun meninggalkan Nela, di elusnya kepala istrinya itu dengan lembut "Tenanglah! Tidak akan terjadi apapun padamu," hiburnya.Nela mendengar pertarungan di luar walau suaminya berusaha menutup telinganya dengan headset, Nela mendengar suara kakek Sutan dan beberapa suara pasukan yang men
"Hentikan!" teriakan Ibu Astrid dari ujung tangga cukup membuat Nauval dan Nathan terkejut."Apa-apaan ini ma, mereka membaca ayat-ayat suci, kok mama menyuruh berhenti, ada apa ini ma?" protes Nauval.Ibu Astrid terkejut dengan protes anaknya, dia yang tak berpikir panjang dengan teriakannya sendiri kelabakan menghadapi protes Nauval. Dia terdiam beberapa saat, Nauval ada benarnya, mengapa dia menghentikan bacaan ayat-ayat itu? Kyai Lukman tak terpengaruh dengan itu semua, dia tetap meneruskan bacaannya dan malah lebih di keraskan. Abilon dan Dewi tertawa melihat tingkah ibu Astrid."Pasti tabib Jorgi yang menyuruh ibu Astrid sehingga bertingkah konyol begitu!' ucap Abilon."Mereka sepertinya nya kepanasan, aku merasakan hawa panas dari ruang studio!" kata Dewi.Belum selesai obrolan mereka berdua tiba-tiba dari lantai dua terdengar teriakan yang menggema."Aku tak suka ini, hentikan!"Abilon dan Dewi waspada, begitupula Nathan, Kyai Lukman tak terpengaruh sama sekali, dia terus mela