Jenita mengetuk meja meminta semua orang untuk tenang, Jenita harus berdiskusi dengan beberapa orang dan membicarakan keputusan yang terbaik. Anak-anak yang berada di hadapan Winter menangis dan memohon-mohon di penuhi oleh ketakutan yang kuat karena kedua pilihan yang di inginkan Winter sama sekali tidak ada yang menguntungkan. Diskusi di antara Jenita dan para petinggi berjalan lebih dari sepuluh menit, tidak berapa lama Jenita kembali duduk dengan tegak di kursinya untuk memberitahukan keputusan sekolah. “Apa yang sudah di sikusikan. Masalah ini akan saya pastikan tidak akan pernah terjadi lagi kepada siapapun lagi ke depannya. Untuk melindungi korban, dan menyelamatkan masa depan pelaku yang masih muda dan masih membutuhkan bimbingan pendidikan. Dengan ini saya memutuskan, saya akan mengeluarkan mereka dari sekolah, hari ini juga dan menerima syarat evaluasi ulang mengenai sekolah,” putus Jenita seraya mengetuk palu mengakhiri masalah yang ada. Vincent langsung memeluk Winter
“Jika kau melewati masa mudamu dengan hal-hal baik saja, kau tidak akan memiliki kenangan yang berharga,” jawab Winter terlampau tenang. “Berhenti beromong kosong. Sejak kapan kau merokok?” “Memangnya apa urusanmu?” tanya balik Winter dengan senyuman lebar. “Hah.. sayang sekali” Winter menghela napasnya terlihat panjang. Perlahan Winter membungkuk, gadis itu merongoh sesuatu dari bawah bangku yang di dudukinya, Winter mengambil sebatang rokok bersama pemantik yang terbungkus kertas. Winter sengaja menyimpannya di sana karena hanya itu sisa rokok yang dia miliki dari Marius. Dengan tenang Winter mengambil pemantik dan menyalakannya, tanpa ragu dan berpikir dua kali, Winter langsung merokok di hadapan Marvelo, dengan sangat pandai Winer mengisap rokok itu dan membuang kepulan asap dari mulutnya. Beberapa kali Marvelo berkedip, dia masih tidak percaya, Winter yang polos, lembut dan tidak pernah macam-macam, kini merokok di hadapannya. Winter tidak hanya merokok biasa.. Dia merok
Marius menggerakan kursi rodanya melewati beberapa orang yang berjalan ke arah berlawanan, beberapa kali pria itu berhenti di depan kelas-kelas latihan dan gym tempat biasa Winter berada. Hari ini gadis itu tidak datang. Entah ke mana dia. Marius diam termenung, beberapa hari ini dia terus teringat sosok Winter yang kadang mengganggu dan membuatnya kesal karena gadis itu suka berbicara sembarangan, namun di saat Marius tidak melihatnya, dia merasakan sebuah kerinduan yang tidak dapat di jelaskan. Marius bingung karena tidak tahu apa yang dia rindukan dari Winter, yang pasti Marius ingin banyak berbicara dengan gadis itu. Dengan berat hati Marius kembali ke ruangan terapinya dan kembali berlatih. Beberapa dokter dan temannya cukup di buat kaget karena Marius berinisiatif ingin berlatih berjalan usai beberapa jam bertemu dengan psikolog. Tidak ada yang tahu, keinginan Marius muncul usai Winter mengatakan sesuatu yang cukup dalam dan jujur kepada Marius. Perkataan Winer sangat me
“Aku sangat khawatir dengan keadaanmu saat mendengar banyak kabar buruk di sekolah tadi siang,” cerita Paula sambil memperhatikan Winter yang melihat ke penjuru restaurant kecil. Tidak seperti biasanya Paula mengajaknya ke tempat terlampau biasa dan sederhana. Paula juga tidak banyak bicara dan tidak langsung mencecarnya dengan banyak pertanyaan seperti biasanya. “Semuanya sudah terselesaikan berkat kakakku.” “Bagaimana keadaanmu?” Tanya Paula terdengar sangat perhatian. Padahal di balik semua keributan yang terjadi dalangnya adalah Paula sendiri. Winter tersenyum lebar berpura-pura tidak tahu permaianan apa yang selama ini Paula lakukan di belakangnya. “Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku Paula.” “Kita sahabat Winter. Kau pasti sangat takut menghadapi semuanya.” “Aku sangat ketakutan Paula. Tadinya aku ingin diam seperti apa yang pernah kau katakan kepadaku, namun aku merasa sudah sangat lelah dan putus asa menerima semua perundungan begitu saja.” Paula
“Siapa kau sebenarnya?” tanya Paula pada akhirnya. Diam-diam Winter menyembunyikan senyuman puasnya karena akhirnya tahu, apa yang sebenarnya ada di pikiran Paula. Ternyata benar.. Paula sudah menyadari bahwa dia bukan Winter yang asli. Akan tetapi tidak ada bukti apapun yang bisa membuktikan semua kecurigaan Paula. Dalam satu gerakan Winter berbalik dan berakting terkejut di hadapan Paula untuk mendukung apa yang di pikirkan Paula. Termakan oleh reaksi terkejut dan takutnya Winter membuat Paula tersenyum miring penuh intimidasi. “Sejak pertama bertemu setelah kejadian di hari itu. Aku sudah menyadari perubahanmu, aku sadar bahwa kau sangat asing. Ternyata kecurigaanku benar, kau bukan Winter Benjamin.” “Apa maksudmu Paula? Apa yang kau bicarakan? Aku benar-benar tidak mengerti sama sekali,” kata Winter berpura-pura tidak tahu. “Jangan berpura-pura. Aku sudah muak denganmu! Kau bukan Winter.” “Paula.” “Winter alergi kacang pistachio, dia takut dengan apapun yang berhubungan d
Suara langkah seseorang yang berlari terdengar di arah kanan, Paula melihat kedatangan Vincent yang berlari dengan panik. Tanpa basa basi Vincent langsung merangsek pakaian Nai dengan keras. “Apa yang terjadi? Aku memintamu untuk menjaga Winter, tapi kenapa kau membuatnya masuk rumah sakit. Harusnya kau menjaganya” tuntut Vincent penuh dengan amarah yang tidak terkendali karena baru saja hari ini Winter melewati masalah yang sulit di sekolah, sangat menyesakan bila mengetahui jika kini Winter masuk rumah sakit dan mendapatkan masalah lagi. “Katakan padaku!” tuntut Vincent dengan gigi yang saling mengetat. “Maafkan saya,” jawab Nai terdengar dalam. Tanpa terduga, tangan Vincent melayang cepat memukul perut Nai hingga pria itu terjengkang ke belakang dan meringis menahan sakit. Paula yang melihat terlihat sangat tengang, wajahnya pucat pasi penuh ketakutan melihat bagaimana marahnya Vincent. Vincent langsung mencengkram kerah baju Nai lagi dan mendorongnya ke dinding “Aku tidak butu
“Kau mau berbicara apa?” tanya Kimberly dengan nada dinginnya. Wanita itu bersedekap berdiri dengan angkuh mengenakan gaun cantik berwarna merah muda terlihat elegant dan selalu mencuri perhatian semua orang. Tidak ada kesedihan apapun di matanya meski beberapa hari yang lalu dia mengakhiri hubungannya dengan Sean. Kekasihnya. Kimberly masih bersikap angkuh dan tenang meski seminggu setelah memutuskan hubungannya dengan Sean, Rachel seseorang yang sudah Kimberly anggap sahabatnya sendiri itu mengumumkan bahwa dia mengandung dan akan menikah dengan Sean. Pengkhianatan besar itu tidak dapat menggoyahkan kekuatan yang ada pada diri Kimberly meski hatinya menganga di penuhi oleh luka yang amat dalam karena di khianati oleh dua orang yang selama ini dia percaya. Akan tetapi, meski hati Kimberly cukup sakit, Kimberly tetap tidak pernah menunjukan sedikitpun kesedihan itu di hadapan semua orang. Malam ini, Kimberly datang ke pesta seorang diri, dan di pesta ini juga dia bertemu dengan R
“Winter, bangunlah Winter!” Suara Vincent terdengar memanggil membuyarkan mimpi buruk Kimberly. Tubuh Winter terguncang cukup kuat, gadis itu gelisah di bawah pengaruh mimpinya akan kehidupannya sebagai Kimberly. “Winter!” Bola mata Winter terbuka lebar, gadis itu langsung menarik napasnya dengan cepat begitu terbangun dari tidur dan mimpi buruknya. Winter menatap pasif ke sekeliling mencari-cari orang-orang yang telah menatap dirinya dengan penuh kebencian dan pengakiman di pesta malam itu. Winter berhenti bernapas seketika begitu menyadari bahwa dia sudah bermimpi. Winter segera memejamkan matanya, menghentikan air matanya yang akan jatuh karena mimpi mengerikan yang dia dapatkan. Namun diam-diam, tangan Winter yang terkepal di samping tubuhnya, kini meremas permukaan seprai terlihat gemetar di penuhi oleh keringat dingin. “Winter, syukurlah,” bisik Vincent penuh kelegaan, pria itu membungkuk, merengkuh Winter ke dalam pelukannya. Betapa risaunya Vincent karena Winter kembali
Dua tahun kemudian.. Kota Den Haag Sebuah gedung hotel tampak sibuk dan ramai malam ini karena ada pesta besar yang sedang merayakan ulang tahun hotel Lessy yang berpusat di kota Neydish. Di dalam sebuah ruangan besar orang-orang berkumpul, mereka terlihat anggun dan tenang, saling berbicara satu sama lainnya menikmati pesta yang sedang berlangsung. Seorang wanita bergaun putih memainkan cello opera di tengah pesta, wanita itu memainkan musik Romeo & Julliet Love Theme. Para tamu undangan yang berdiri dan sibuk bicara di buat terkesima mendengarkan alunan musik yang begitu dalam menghiasi malam pesta. Mereka berbalik melihat sepenuhnya ke arah orang-orang yang bermain musik dan sejenak menghentikan pembicaraan mereka. Di antara banyak orang yang melihat musik, seorang pria berdiri di depan jendela, pria itu sibuk dengan kesendiriannya, memandangi langit malam yang begitu gelap. Alunan musik dalam pendengarannya membawa dia dalam sebuah ingatan indah ketika dia belajar menari di
Sebuah photo terbingkai di pajangkan di atas meja belajar, Winter menopang dagunya melihat photo dirinya saat pelulusan sekolah di hadiri Benjamin dan Vincent. Tidak terasa, tiga bulan telah berlalu sejak kematian Marius dan kepergian Marvelo, kini Winter bisa duduk santai di meja belajarnya, tidak tahu apa yan harus dia lakukan karena semua tujuan hidupnya yang dia cari sudah berada dalam genggaman, yaitu kebahagiaan dan balas dendamnya yang sudah di tuntaskan. Setiap akhir pekan Winter akan mengunjungi makam Kimberly dan Marius, sudah dua kali juga Winter bertemu Jenita akhir-akhir ini. Keadaan Jenita terlihat lebih baik dari sebelumnya, Jenita bersama Levon membangun lebih luas panti asuhan tempat tumbuhnya Kimberly. Keduanya tampak mulai menikmati masa-masa tua mereka, Felix menjaga mereka dengan baik sebagaimana keinginan Marius. Sejak hukuman Paula di tetapkan, kini Winter tidak lagi bertemu dengannya. Untuk Marvelo, sejak kepergiannya ke Belanda, dia tidak memberikan kabar
Satu bulan setelah kepergian Marius, kini Winter kembali harus melanjutkan kehidupannya seperti biasa, sedikit demi sedikit gadis itu berusaha menyembuhkan hatinya dan kembali menemukan kekuatannya lagi. Winter harus berjuang lebih kuat karena Marvelo juga sudah menghilang dari sisinya, tidak ada lagi seseorang yang bisa menjadi teman penghapus kesedihannya. Jiwa Kimberly sempat berpikir, melepaskan Marvelo akan membuat perasaan dia lebih baik karena tidak lagi membuat Marvelo tersiksa karena memendam perasaannya. Rupanya tidak semudah itu, karena jiwa Kimberly merasakan kekosongan besar di dalam hatinya. Ternyata, Marvelo memiliki tempat yang begitu spesial dia dalam hati Winter Benjamin. Meski kini mereka berpisah jauh, kini Winter hanya bisa mendo’akan yang terbaik untuk Marvelo. Hari ini adalah hari persidangan pertama Paula, persidangan akan di adakan secara terbuka sehingga siapapun dapat menyaksikannya. Winter sudah siap untuk menghadirinya. Winter berdiri di depan jende
Marvelo menarik kopernya melewati beberapa orang yang ada di depannya, sekilas pria itu melihat ke belakang, Marvelo tersenyum hangat melihat Charlie dan Lessy melambaikan tangan mereka mengantar kepergian Marvelo. Marvelo kembali melangkah, pria itu tetap tersenyum menyembunyikan suatu perasaan yang mengganjal di hatinya. Kepergian Marvelo terasa tidak begitu menyenangkan karena dia meninggalkan Winter dalam keadaan sedang terluka. Tidak ada maksud untuk dia meninggalkan Winter sendirian, namun keadaan yang memaksa Marvelo harus mengambil keputusan ini. Meski Marvelo ingin menemaninya dan membantu gadis itu bangkit dari kesedihannya, namun Marvelo juga tidak berani terus mendekat karena dia harus segera melenyapkan perasaannya. Marvelo tidak ingin menjadi pria lemah yang hidup tanpa tujuan dan tidak berani mengambil keputusan karena sebuah keraguan. Marvelo harus melangkah ke depan. Andaipun suatu hari nanti dia masih tidak bisa melupakan Winter dan masih memiliki kesempatan un
Payung yang meneduhi Winter menghilang, Nai pergi ke belakang dan berdiri dengan para pengawal lainnya. Sementara Winter, gadis itu masih tetap berdiri di tempatnya melihat makam dirinya dan Marius yang berdampingan berada di tempat yang jauh dari pemakaman yang lainnya. “Aku akan merindukanmu Marius, sama seperti saat kau merindukanku ketika aku hilang. Namun aku juga akan bangkit Marius, seperti apa yang kau inginkan, aku akan bahagia dan menjalani kehidupanku dengan baik. Terima kasih telah menjadikanku cinta pertama dan terakhirmu, aku merasa begitu terhormat.” Winter membungkuk,meletakan bunga yang sejak tadi tidak lepas dari pelukannya. “Aku tidak akan melupakanmu Marius, aku mencintaimu.” Matahari yang turun mulai kehilangan cahayanya, pohon-pohon besar yang berdiri menjulang mengelilingi area pemakaman mulai menghalangi sore terakhir hari ini. Angin berhembus lebih kuat menggerakan rumput-rumput dan bunga liar di sekitarnya. Winter tercekat kaget, samar dia melihat bayang
Marvelo terduduk di kursinya melihat keluar jendela, memperhatikan Irina yang kini tengah makan siang bersama Lessy dan juga Charlie. Marvelo menghela napasnya dengan berat, dua hari ini terakhir ini dia sempat di buat galau karena mendengar pengakuan Winter, rupanya gadis itu sudah tahu mengenai perasaannya, sayangnya Winter tidak ingin mendengarkan pengakuan cinta Marvelo. Marvelo sedikit marah dan kecewa, jika saja Winter tidak terlalu menggodanya dan menunjukan sikap seperti seseorang yang suka kepadanya, mungkin Marvelo tidak akan menaruh harapan yang banyak dan berpikir bahwa gadis itu memiliki perasaan juga kepadanya. Marvelo malu karena ternyata dia terlalu terbawa perasaan dengan kebaikan yang Winter berikan kepadanya. Ini sangat menyakitkan, mengecewakan dan membuat Marvelo beberapa kali harus duduk termenung memikirkan bagaimana cara mengatasi patah hatinya. Kini, tidak ada lagi alasan yang bisa menahan Marvelo berlama-lama di Neydish, Marvelo akan segera pergi. Di am
Winter tertunduk mengenggam tangan Marius, gadis itu bernapas dengan tersenggal tidak mampu menutupi apapun lagi yang selama ini dia rahasiakan. Winter meletakan bunga itu tangan Marius agar pria itu menggenggamnya. Rahasia yang begitu sulit untuk Winter beritahu mengenai siapa dia sebenarnya kini akhirnya meledak mendorong Winter lebih berani berkata jujur. “Dulu, saat masih kecil, tepat di hari kasih sayang, kita menjual bunga mawar di jalanan hingga malam hari agar aku kita bisa membeli sepatu baru karena sepatu lamaku harus di pakai adik-adikku. Aku masih ingat, saat itu tiba-tiba saja kau berlari pergi mengambil sebuah simpul kain berwarna biru yang mengikat beberapa cangkang kado, kau menutup mataku dan memaksaku untuk pergi dari tempat itu. Kau bilang kau akan memberiku kejutan. Sebenarnya aku tahu, alasan kenapa saat itu kau terburu-buru membawaku. Di dekat toko kita berjualan, ada ayahku yang tengah makan malam bersama isteri dan anaknya, mereka terlihat bahagia, kau membaw
Levon dan Jenita yang tertidur di sofa langsung di buat terbangun begitu merasakan pergerakan orang yang lewat. Mereka melihat ke penjuru ruangan, memperhatikan kedatangan dua dokter dan satu perawat memasuki ruangan tempat Marius berada, para ahli medis itu mereka langsung menuju ranjang dan melakukan suatu tindakan yang terlihat darurat karena Marius semakin kesulitan bernapas. Perlahan Levon bangkit, dari balik kaca Levon melihat para pekerja medis yang terlihat sangat berusaha membantu Marius agar kembali stabil. Wajah Levon tampak pucat di penuhi oleh kekhawatiran, padahal dua jam yang lalu keadaan Marius terlihat membaik bahkan Marius sempat berbicara dengan akrab bersamanya dan juga Jenita, namun ternyata kini keadaan dia kembali memburuk. Jenita meminta Levon terduduk lemah, rapalan do’a dan harapan tidak pernah putus, namun suara kesakitan Marius yang teramat dalam begitu menyiksa pendengaran Jenita dan Levon. “Masa depanku sudah gelap semenjak melihat Marius kembali ter
Levon duduk dengan tegak di samping Marius, pria itu kembali datang dengan cepat dan memilih mengesampingkan semua pekerjaannya yang selama ini selalu menjadi prioritasnya. Sejak Marius terbangun kembali, tidak ada pembicaraan yang berarti terjadi di antara mereka. Levon sendiri sadar, terlalu banyak kesalahan yang telah dia buat hingga tidak dapat lagi di jabarkan dengan kata-kata. Kini Levon sedang berusaha membuka kasus di balik penyerangan yang di alami puteranya, namun yang menjadi masalahnya adalah Shanom dan Sean tiba-tiba menghilang sejak beberapa hari yang lalu. Perginya mereka secara bersamaan semakin menguatkan kecurigaan Levon jika keduanya memang dalang dari semua masalah yang terjadi. Jika Marius semakin tidak berdaya dengan keadaan tubuhnya, hal ini akan menciptakan guncangan hebat untuk perusahaan dan Sean akan terpilih sebagai peminpin selanjutkan ketika Levon pensiun di karenakan Sean lebih berpengalaman. Hak Marius tidak mungkin juga di ambil Jenita begitu saja