Maret, 1999 Seorang pria tua berpakaian seragam berwarna biru melihat sebuah jam besar yang tergantung di dinding ruangan bekerjanya, pria itu menilik waktu dengan teliti. Dengan terkopoh-kopoh pria itu beranjak dan berjalan mendekat ke dinding, lalu membuka pintu. Pria paruh baya itu segera menekan bel beberapa kali untuk memberitahu bahwa jam sekolah mereka sudah selesai. Pintu gerbang sekolah di dorong terbuka lebar, pria tua itu berlari menuju posnya lagi. Beberapa saat setelah bel jam pulang terdengar, pintu-pintu kelas ikut terbuka. Di detik selanjutnya, anak-anak sekolah dasar terlihat berlari berhamburan keluar, suara tawa dan percakapan mereka terdengar di lorong hingga halaman sekolah. Cuaca hari itu terlihat sangat cerah dan cantik membuat banyak anak-anak memilih untuk diam sejenak bermain di depan sekolah. Sebagian anak-anak lainnya berkumpul memilih untuk berolahraga dan bermain musik sampai sore. Di sisi lain, Kimberly Feodora memilih segera pulang lebih cepat. Gad
“Memangnya kenapa jika kau tidak memiliki ayah?” Tanya Kimberly lagi masih tidak mengerti. Bibir Marius gemetar menahan tangisan, anak itu tidak bisa berkata apapun. Melihat Marius yang marah dan menahan tangisannya, seketika Kimberly tersenyum, kakinya berjinjit, tangan Kimberly menjangkau kepala Marius dan mengusap rambutnya. “Jangan khawatir, saudara-saudaraku di panti juga tidak memiliki orang tua, tidak ada ayah dan ibu, namun kami tetap bahagia karena ada bunda Evelyne. Aku dan saudara-saudaraku saling berbagi bunda Evelyne karena tidak tahu siapa ayah dan ibu kamu. Tapi kami tetap bahagia.” Marius terdiam, ketegangan pada tubuhnya perlahan menyusut, dengan mata yang masih berkaca-kaca Marius melihat Kimberly yang masih tersenyum lebar. “Kau juga pasti akan bahagia karena ada ibumu yang sangat sayang padamu, aku jadi sangat iri padamu,” kata Kimberly dengan tulus. Marius tertegun, anak itu tertunduk melihat rumput yang di pijaknya, tanpa sadar air mata Marius terjatuh, nam
“Kimberly, bagaimana kabar Marius?” tanya bunda Evelyne seraya menyisir rambut panjang Kimberly. Beberapa anak yang lain ikut duduk, mereka tengah di urus oleh para pengasuh yang lainnya. Kimberly sudah masuk ke dalam panti asuhan sejak setengah hari baru di lahirkan, bunda Evelyne adalah orang yang merawat Kimberly dan menemaninya selama harus di incubator di rumah sakit. Tangan bunda Evelyne adalah tangan pertama yang memeluk hangat Kimberly dan memberikan pangkuannya untuk menjadi ranjang Kimberly tidur. Kimberly tumbuh di bawah asuhan bunda Evelyne, karena itu bunda Evelyne sangat mencintai Kimberly. Kimberly mendongkak, wajah mungkilnya yang kemerahan terlihat menggemaskan dan lembut saat di sentuh. Kimberly menatap serius bunda Evelyne. “Dia baik-baik saja, tiga hari yang lalu aku mengajaknya pergi ke stasiun kereta dan mengajaknya berjualan kue bersama saudara-saudaraku,” cerita Kimberly dengan jujur, beberapa anak yang ikut Kimberly dan mendengarnya, mereka langsung membe
Marius menggeleng, “Persidangan kemarin, ayahku memenangkan hak asuh dari ibuku. Mungkin sebentar lagi dia akan membawaku pergi.” Tangan Kimberly gemetar, buku majalah di tangannya terjatuh seketika ke rerumputan, mata Kimberly memanas dan langsung berkaca-kaca merasakan perasaan sedih langsung menyentuh hatinya. “Kau bisa menolaknya jika tidak ingin tinggal bersama ayahmu,” bujuk Kimberly dengan napas tersenggal menahan tangisannya. Sekali lagi Marius menggeleng. Kimberly tidak mengetahui situasi sifat ayahnya seperti apa, ayah Marius sangat berkuasa, keras kepala dan arogan. Bahkan Marius tidak tahu, apakah perjuangan Levon untuk mendapatkan hak asuh Marius murni karena kasih sayang dan ingin memberikan kehidupan yang layak untuk Marius, atau justru sebaliknya. Levon berjuang mendapatkan hak asuh semata-mata hanya untuk menyelamatkan harga dirinya karena tidak mau kalah dari Jenita. Marius hanyalah anak kecil polos tanpa mengetahui apapun tentang dunia orang dewasa, dia hanya ta
Hanya butuh satu belokan untuk bisa sampai ke rumah Marius, Kimberly langsung sampai di depan sebuah kondominium tua milik Jenita. Dapat Kimberly lihat mobil yang Cintia sebutkan masih berada di depan kediaman. Beberapa orang berseragam hitam berdiri di depan pintu pagar rumah Marius yang membuat Kimberly tidak berani menampakan diri untuk mendekat, dengan cepat Kimberly berputar ke belakang menuju halaman belakang rumah Marius. Kimberly berlari mencari-cari celah agar dia bisa masuk ke dalam dan melewati pagar besar kediaman Marius. Kimberly ingat, di belakang rumah Marius ada beberapa jendela, Kimberly sering menemui Marius melalui jalan itu. Kimberly berdecak pinggang bernapas dengan cepat, kepulan dingin keluar dari mulutnyanya. Anak itu melihat pagar kayu di depannya, pagar itu satu-satunya celah agar Kimberly bisa masuk ke kediaman Marius, lalu menerobos masuk melalui jendela. Kimberly membungkuk di depan deretan pagar kayu, lututnya langsung merasakan dinginnya salju ketik
Apa yang di khawatirkan Marius dan Kimberly akhirnya terjadi. Pada akhirnya Marius pergi dan pindah tinggal bersama dengan ayahnya karena kini hak asuh di menangkan Levon. Karena dukungan hukum, tidak ada lagi yang bisa menghalangi Levon untuk membawa Marius. Marius sendiri tidak bisa menolak untuk tetap tinggal bersama Jenita, tidak ada pilihan untuk dirinya. Kepergian Marius dari rumahnya membuat Kimberly merasa cukup kehilangan temannya. Kini, setiap kali Kimberly datang berkunjung ke rumah Marius, Kimberly hanya melihat Jenita yang duduk dan menghabiskan waktunya untuk merenung. Mengenai Jenita, sungguh malang nasibnya sekarang. Jenita yang sedang terluka atas perceraian tanpa harta dan berusaha menjalani kehidupan barunya yang tidak biasa dia lakukan, berusaha bangkit berjuang menghidupi dirinya sendiri dan memberikan yang terbaik untuk Marius. Kini putera yang dia perjuangkan berada di tangan Levon. Jenita kehilangan banyak arah setelah kepergian Marius, wanita itu lebih ba
“Kim..” panggil Marius dengan napas tersenggal, anak itu mulai bercerita mengenai apa yang terjadi selama dia tinggal bersama ayahnya dan keluarga barunya. Selama satu bulan lebih dan tinggal kembali di rumah, Marius hanya diam di kamarnya. Levon pergi dengan kesibukannya dalam bekerja, Shanom yang baru menjadi isteri Levon menguasai rumah bersama Sean. Levon jarang pulang ke rumah, dia hanya menghabiskan waktunya di kantor dan bepergian, sekalinya pulang, Levon hanya sibuk di ruangan kerjanya. Kehadiran Sean dan Shanom yang tertawa bahagia, menempati apa yang menjadi milik Jenita dan Marius, sungguh membuat hati Marius sangat sakit hingga membuat Marius enggan keluar dan melihat mereka berdua. Di sisi lain, Shanom dan Sean tidak pernah menganggap keberadaan Marius, mereka hanya baik ketika ada Levon saja. Marius merasa sangat tertekan, perlahan dia merasakan setres yang berat dan sering muntah, namun Shanom tidak pernah membiarkan Levon maupun kepala pelayan mengetahuinya. Mari
Pertemuan diam-diam yang di lakukan Marius dan Jenita terus berlangsung begitu lama dan berulang-ulang, Kimberly terus berusaha mempertemukan mereka dengan berbagai cara. Semakin Kimberly dan Marius tumbuh besar, hubungan mereka semakin dekat meski semua itu harus berlangsung secara rahasia karena Levon masih menjaga Marius dengan ketat. Di depan semua orang Kimberly dan Marius berpura-pura tidak kenal dan tidak peduli, mereka berhubungan di belakang semua orang secara rahasia. Jenita yang semula sangat terpuruk kembali bangkit, wanita itu mulai menemukan kekuatannya lagi berkat kerja keras dan dukungan semua orang, salah satunya bunda Evelyne yang selama ini selalu setia mengantar Jenita pergi ke kuil dan menemaninya ke psikolog di kala Jenita terpuruk. Setelah kembali bangkit, Jenita berusaha mengumpulkan kekuatan untuk merebut kembali hak asuh Marius dari tangan Levon, dia sangat bekerja keras melakukan segalanya agar bisa memiliki posisi penting dan sebuah pengaruh bagi orang