Dengan canggung, Nadia masuk ke dalam rumah yang lumayan besar. Setelah melalui taman depan rumah yang lumayan luas, Nadia masuk ke ruang tamu dari pintu utama.
Ruang tamu yang bercat dominan putih sangat rapi dan teratur. Ada dua set sofa di ruang tamu. Satu set sofa berwarna abu-abu dan yang satunya lagi berwarna putih bersih. Di sofa berwarna putih --di sebelah kanan ruang tamu-- telah duduk seorang wanita yang sudah berumur, sedang mengaji. Wanita yang berusia mendekati 70 tahun ini masih terlihat segar dan sehat. Wanita tua yang masih menggunakan mukena, tertunduk, membaca buku yang ada hadapannya.
Jantung Nadia berdetak sangat hebat ketika melihat satu sosok yang entah mengapa sangat ditakutinya saat ini. Bukan takut karena seram, tapi takut jika dia berbuat salah dengan sikap dan perilakunya ketika berhadapan dengan wanita ini.
"Assalamu'alaikum, Umi."
Arkan membuka kata setelah masuk ke dalam ruangan.
Tugu... dengan desain patung di atasnya yang berwarna coklat keemasan terlihat di depan stadion bola. Di tugu terlihat 2 patung berdiri di atas cawan. Di depan terlihat patung perempuan berpakaian adat Jawa yang sedang merentangkan busur panah ke arah kiri dengan kepala yang berpaling ke kiri juga. Patung kedua, berada pas di belakang patung perempuan tadi, juga menggunakan pakaian adat Jawa, terlihat seorang pria yang sedang memalingkan kepala ke kiri, melihat sasaran panah yang akan dipanah oleh perempuan di depannya. Tugu ini adalah ciri khas dari Stadion Manahan di kota Solo. Tugu ini terletak di pintu halaman depan sebagai pelambang selamat datang bagi para pengunjung.Arkan memarkirkan mobil mercy hitam di depan Stadion Manahan. Dia memarkirkan mobil tepat di posisi sesuai garis putih. Mematikan mesin dan berusaha untuk membuka pintu mobil, digerakkan selanjutnya."Ayo."Arkan menarik handle pintu, membuk
"Arkan...? Arkan Wiguna...?""Iya, Mba. Kenapa, Mba?"Nadia bertanya penuh rasa penasaran kepada perempuan yang bertubuh gemuk di depannya.Perempuan yang memakai jilbab berpakaian baju PNS berwarna coklat, terdiam. Dia menyibukkan diri dengan makanan yang ada di hadapannya."Kenapa, Mba?" tanya Nadia. Dia semakin penasaran ketika melihat gelagat perempuan itu."Dia teman aku di SMA dulu. Kalian sudah pacaran?" tanya perempuan yang sekarang sedang menyeruput Jus Alpukat di hadapannya. Dia makan dan minum dengan lahap. Wajar saja badannya sangat berisi."Gimana ya? Dibilang pacaran sih, dia belum ada mengungkapkan perasaannya, tapi sikapnya sudah menganggap aku pacarnya. Dia sudah datang ke rumah beberapa kali dan mengajak aku keluar," jelas Nadia. Wajahnya masih sangat penasaran.Nadia tidak tahu kemana arah pembicaraan pere
Arkan menjemput Nadia dari rumah sakit dr. Moewardi sore ini. Lelaki yang dikenal Nadia, genap 2 bulan ini, menelponnya tadi pagi. Arkan memberitahu ke Nadia bahwa sore akan dijemput dari tempat kerja dan pergi ke suatu tempat. Ada yang ingin dibicarakan oleh lelaki tampan itu. Karena itulah, tadi pagi Nadia menggunakan taksi online untuk pergi bekerja. Tidak membawa mobil.Saat ini, mereka berdua duduk di restoran yang menyediakan beberapa menu masakan Jepang. Sushi yang beraneka ragam sudah ada di meja mereka saat ini.Arkan yang mengenakan baju kemeja, mempermainkan sumpit di tangan kanan seolah-olah bingung akan memilih makanan yang mana. Sedangkan Nadia melihat menu di meja dengan kening sedikit berkerut."Kamu sudah ketemu dengan orang-orang yang dekat denganku... aku sengaja melakukan itu agar kamu mengerti keadaanku, Nad."Arkan mengambil sepotong sushi yang ber
"Bagaimana dengan, Fandi?" "Apa tuh yang bagaimana?" "Fandi sangat dekat dengan Mas Arkan. Apa dia tidak kangen dengan ayahnya?" Nadia mengambil potongan Sushi dengan garpu. Dia menyucuk ujung garpu ke satu sushi yang terlihat menggugah selera. "Dari kecil, Fandi sudah tinggal bersama kami. Abang iparku, Ayah Fandi... kerja melaut. Tempat dia bekerja di salah satu BUMN terbesar di Indonesia. Jadi kakakku dan Fandi sering ditinggal. Setahun sekali ayah Fandi baru pulang. Jadi... dia tidak terlalu dekat dengan ayahnya." Arkan menyeruput minuman Strawberry Shake yang ada dihadapannya. "Kasian dia ya, Mas. Masih kecil sudah ditinggal ibunya." Nadia berseru pelan. Memang terlihat kesedihan di wajah Nadia ketika mengatakan itu. "Ya. Aku berusaha untuk memberikan kasih sayang lebih kepada Fandi. Agar nanti... ketika besar... dia tidak minde
"Aku akan menikahimu, Nad... tapi aku ingin kita tunangan terlebih dahulu, setelah beberapa bulan dan saling mengenal, baru kita menikah...."Arkan mengucapkan kalimat itu dengan jelas dan lugas. Lelaki yang sedang memakai baju kemeja berwarna salem, duduk dengan menegakkan punggung dan menatap lurus ke arah gadis yang di hadapannya. Dia sangat berwibawa dan sopan."Ya... Tuhaaaan...! Apakah ini mimpi...!" jerit Nadia di dalam hati. Hatinya seakan berhenti berdetak sesaat. Kedua matanya menatap ke arah lelaki yang duduk di hadapannya tanpa berkedip.Akhirnya, cerita dongeng yang diharapkan menjadi kenyataan. Seseorang pangeran yang muncul tiba-tiba --dikenal tanpa sengaja-- datang ke rumahnya tanpa janji palsu dan akhirnya akan melamar dia di depan kedua orang tua secara jantan. Nyata. Drama yang sangat diinginkan berlaku di dalam kehidupannya, bukan sebuah skenario yang dibuat oleh manusia.
Nadia menangis, terduduk di kursi sofa berwarna coklat di ruang tamu. Ruang tamu yang dicat berwarna putih telah diisi oleh beberapa orang. Di sebelah kanan Nadia, duduk sepasang suami istri dewasa. Mereka adalah orang tua Nadia.Ruang tamu yang bercat putih dengan dinding-dinding dihiasi oleh lukisan yang menarik, sangat mencekam saat ini. Sesekali terdengar suara isak tangis dari Nadia. Ketiga orang lainnya hanya terdiam. Di wajah mereka tersirat gambaran pikiran masing-masing.Ayah dan Ibu Nadia terdiam. Wajah mereka berdua seakan bingung dengan kondisi saat itu. Mata mereka memperhatikan ke arah anak perempuannya yang menangis di sebelah kanan. Ibu Nadia berulang kali menelan ludah. Tak terlukis senyum di bibirnya. Sedangkan Ayah Nadia yang duduk di samping kanan istrinya, sesekali mengisap rokok. Mukanya sudah memperlihatkan ketidaknyamanan ketika berada di ruangan tamu. Sedari tadi, mereka mendengarkan penjelasan dari anak kandung dan
- 3 Tahun sebelumnya. -Rumah Sakit Umum Daerah dr. MoewardiatauRSDM (Rumah Sakit Dr. Moewardi) adalah rumah sakit pemerintah provinsiJawa Tengah yang terletak diSurakarta, Indonesia. Selain menjadi Rumah Sakit Pemerintah, RSDM juga berfungsi sebagai Rumah Sakit Pendidikan, salah satu fakultas yang bekerja sama dengan rumah sakit ini adalah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Nama rumah sakit ini diambil dari namadr. Moewardi, seorang tokoh perjuangan Indonesia pada masa kolonial.Rumah Sakit Umum Daerah yang tak jauh dari Kota Solo, merupakan rumah sakit utama di kota tersebut. Klasifikasi A membuat rumah sakit ini sangat penting untuk melayani masyarakat.Nadia mempercepat langkah kakinya. Kedua kaki itu seakan maraton di lintasan lari di stadion olah raga. Padahal... dia masih terlambat lima menit untuk masuk ke kantor. Tapi baginya, itu hal yang sangat memalukan. Hentakan
Kedua gadis memakai baju dinas putih bercerita di meja cafetaria dengan ceria. Mereka cekikikan. Menceritakan beberapa hal yang penting dan juga hal tidak penting sama sekali. Makanan dan minuman yang mereka pesan sudah dilahap sampai tak bersisa.Cafe yang tak jauh dari tempat kerja mereka menjadi tempat alternatif untuk makan siang selain rumah makan padang yang ada di sebelah kantor mereka. Cafe yang menyajikan menu masakan nusantara yang cocok dengan lidah mereka, membuat mereka betah dan sering berkunjung ke cafe tersebut.Di saat jam makan siang seperti saat ini, pelanggan harus sabar menunggu pesanan mereka. Karena begitu banyak pelanggan yang antri di jam padat seperti siang ini.Kedua gadis yang bercengkrama tidak memedulikan begitu banyaknya orang di cafe tersebut. Mereka tetap bercerita dan bercanda dengan alur mereka sendiri. Jika bertemu, tak akan habis bahan yang menjadi obrolan bagi kedua gadis itu, tapi m
"Aku akan menikahimu, Nad... tapi aku ingin kita tunangan terlebih dahulu, setelah beberapa bulan dan saling mengenal, baru kita menikah...."Arkan mengucapkan kalimat itu dengan jelas dan lugas. Lelaki yang sedang memakai baju kemeja berwarna salem, duduk dengan menegakkan punggung dan menatap lurus ke arah gadis yang di hadapannya. Dia sangat berwibawa dan sopan."Ya... Tuhaaaan...! Apakah ini mimpi...!" jerit Nadia di dalam hati. Hatinya seakan berhenti berdetak sesaat. Kedua matanya menatap ke arah lelaki yang duduk di hadapannya tanpa berkedip.Akhirnya, cerita dongeng yang diharapkan menjadi kenyataan. Seseorang pangeran yang muncul tiba-tiba --dikenal tanpa sengaja-- datang ke rumahnya tanpa janji palsu dan akhirnya akan melamar dia di depan kedua orang tua secara jantan. Nyata. Drama yang sangat diinginkan berlaku di dalam kehidupannya, bukan sebuah skenario yang dibuat oleh manusia.
"Bagaimana dengan, Fandi?" "Apa tuh yang bagaimana?" "Fandi sangat dekat dengan Mas Arkan. Apa dia tidak kangen dengan ayahnya?" Nadia mengambil potongan Sushi dengan garpu. Dia menyucuk ujung garpu ke satu sushi yang terlihat menggugah selera. "Dari kecil, Fandi sudah tinggal bersama kami. Abang iparku, Ayah Fandi... kerja melaut. Tempat dia bekerja di salah satu BUMN terbesar di Indonesia. Jadi kakakku dan Fandi sering ditinggal. Setahun sekali ayah Fandi baru pulang. Jadi... dia tidak terlalu dekat dengan ayahnya." Arkan menyeruput minuman Strawberry Shake yang ada dihadapannya. "Kasian dia ya, Mas. Masih kecil sudah ditinggal ibunya." Nadia berseru pelan. Memang terlihat kesedihan di wajah Nadia ketika mengatakan itu. "Ya. Aku berusaha untuk memberikan kasih sayang lebih kepada Fandi. Agar nanti... ketika besar... dia tidak minde
Arkan menjemput Nadia dari rumah sakit dr. Moewardi sore ini. Lelaki yang dikenal Nadia, genap 2 bulan ini, menelponnya tadi pagi. Arkan memberitahu ke Nadia bahwa sore akan dijemput dari tempat kerja dan pergi ke suatu tempat. Ada yang ingin dibicarakan oleh lelaki tampan itu. Karena itulah, tadi pagi Nadia menggunakan taksi online untuk pergi bekerja. Tidak membawa mobil.Saat ini, mereka berdua duduk di restoran yang menyediakan beberapa menu masakan Jepang. Sushi yang beraneka ragam sudah ada di meja mereka saat ini.Arkan yang mengenakan baju kemeja, mempermainkan sumpit di tangan kanan seolah-olah bingung akan memilih makanan yang mana. Sedangkan Nadia melihat menu di meja dengan kening sedikit berkerut."Kamu sudah ketemu dengan orang-orang yang dekat denganku... aku sengaja melakukan itu agar kamu mengerti keadaanku, Nad."Arkan mengambil sepotong sushi yang ber
"Arkan...? Arkan Wiguna...?""Iya, Mba. Kenapa, Mba?"Nadia bertanya penuh rasa penasaran kepada perempuan yang bertubuh gemuk di depannya.Perempuan yang memakai jilbab berpakaian baju PNS berwarna coklat, terdiam. Dia menyibukkan diri dengan makanan yang ada di hadapannya."Kenapa, Mba?" tanya Nadia. Dia semakin penasaran ketika melihat gelagat perempuan itu."Dia teman aku di SMA dulu. Kalian sudah pacaran?" tanya perempuan yang sekarang sedang menyeruput Jus Alpukat di hadapannya. Dia makan dan minum dengan lahap. Wajar saja badannya sangat berisi."Gimana ya? Dibilang pacaran sih, dia belum ada mengungkapkan perasaannya, tapi sikapnya sudah menganggap aku pacarnya. Dia sudah datang ke rumah beberapa kali dan mengajak aku keluar," jelas Nadia. Wajahnya masih sangat penasaran.Nadia tidak tahu kemana arah pembicaraan pere
Tugu... dengan desain patung di atasnya yang berwarna coklat keemasan terlihat di depan stadion bola. Di tugu terlihat 2 patung berdiri di atas cawan. Di depan terlihat patung perempuan berpakaian adat Jawa yang sedang merentangkan busur panah ke arah kiri dengan kepala yang berpaling ke kiri juga. Patung kedua, berada pas di belakang patung perempuan tadi, juga menggunakan pakaian adat Jawa, terlihat seorang pria yang sedang memalingkan kepala ke kiri, melihat sasaran panah yang akan dipanah oleh perempuan di depannya. Tugu ini adalah ciri khas dari Stadion Manahan di kota Solo. Tugu ini terletak di pintu halaman depan sebagai pelambang selamat datang bagi para pengunjung.Arkan memarkirkan mobil mercy hitam di depan Stadion Manahan. Dia memarkirkan mobil tepat di posisi sesuai garis putih. Mematikan mesin dan berusaha untuk membuka pintu mobil, digerakkan selanjutnya."Ayo."Arkan menarik handle pintu, membuk
Dengan canggung, Nadia masuk ke dalam rumah yang lumayan besar. Setelah melalui taman depan rumah yang lumayan luas, Nadia masuk ke ruang tamu dari pintu utama.Ruang tamu yang bercat dominan putih sangat rapi dan teratur. Ada dua set sofa di ruang tamu. Satu set sofa berwarna abu-abu dan yang satunya lagi berwarna putih bersih. Di sofa berwarna putih --di sebelah kanan ruang tamu-- telah duduk seorang wanita yang sudah berumur, sedang mengaji. Wanita yang berusia mendekati 70 tahun ini masih terlihat segar dan sehat. Wanita tua yang masih menggunakan mukena, tertunduk, membaca buku yang ada hadapannya.Jantung Nadia berdetak sangat hebat ketika melihat satu sosok yang entah mengapa sangat ditakutinya saat ini. Bukan takut karena seram, tapi takut jika dia berbuat salah dengan sikap dan perilakunya ketika berhadapan dengan wanita ini."Assalamu'alaikum, Umi."Arkan membuka kata setelah masuk ke dalam ruangan.
"Nad.""Ya, Mas....""Malam minggu ini aku jemput kamu di rumah ya?""Mau kemana, Mas?""Ke rumahku.""Ke rumah, Mas Arkan? Ngapain?""Mau memperkenalkan kamu dengan Mamaku.""Astaghfirullah....""Haloooo... Nadia....""Ouh... iya mas. Ya sudah....""Oke ya. Aku masih ada kerjaan."Arkan menutup telepon.Nadia pucat. Dia terbengong.***Baru beberapa kali Nadia bertemu dengan Arkan. Belum bisa dihitung dengan jari yang ada di kedua tangannya. Tapi kali ini, dokter spesialis yang masih muda mengajaknya untuk bertemu dengan ibunya.Ibu Arkan adalah seorang janda yang Sudah 26 tahun ditinggal suaminya. Ayah Arkan meninggal ketika dia berumur 3 tahun. Ibunya yang ditin
"Kenapa aku harus dibawa-bawa sih?" ujar Tisna sambil berjalan mengimbangi langkah Nadia."Sudah... ikut saja.""Tapi... aku tidak mau menjadi orang yang ketiga, Nad."Tisna berbicara dengan nada yang serius seolah-olah dia emang pantas untuk menjadi idola. Gadis yang berprofesi sebagai perawat mengikuti Nadia dari belakang."Itu mereka!"Nadia tidak menanggapi apa yang dikatakan oleh temannya barusan. Tapi, dia malah menunjuk ke restoran ternama yang ada di salah satu mall terbesar di Kota Solo dengan bibirnya."Mereka...?"Tisna memandang ke arah yang dimaksud oleh Nadia.Duduk 2 orang lelaki yang memiliki tinggi hampir sama. Dua orang yang terlihat menawan. Sepertinya kedua lelaki ini sangat ekstra menjaga penampilan tubuh mereka.Satu sosok dengan rambut hitam yang sedikit ikal, tertawa ke arah lelaki satunya lagi. Di sa
Arkan duduk di depan teras rumah yang sederhana dengan tenang. Dia menyilangkan kakinya. Kaki kiri menjadi tumpuan. Pria yang memakai baju kaos dan celana jeans, sedang memegang handphone-nya saat ini. Mengetik sesuatu di chat room."Sudah lama datang, Nak Arkan."Arkan terkejut. Handphone yang dipegang hampir lepas dari tangan. Kepalanya langsung ditolehkan ke samping.Tiba-tiba wanita setengah baya keluar dari ruangan membawakan minuman dan sedikit makanan ringan. Tersenyum melihat tingkah tamu putrinya sembari meletakkan baki yang tertata beberapa benda di atasnya."Oh, Tante. Baru saja, Tan."Pria yang memiliki dada bidang, langsung berdiri dan menyalami wanita setengah baya. Dia berusaha untuk menetralisir rasa kaget yang mendera."Ayo, silakan duduk. Nadia di mana ya?"Wanita yang merupakan Ibu Nadia bertanya ke arah Arkan, sembari duduk di kursi plast