"Gimana, Let? Apa Langit bisa dihubungi?"
Leta menggeleng lemah, ia terduduk lesu seraya menutupi seluruh wajahnya menggunakan kedua tangannya."Pasti dia lagi sibuk banget, makanya nomornya nggak aktif," lirih wanita itu."Ya udah, kita tunggu nanti aja ya. Semoga aja nomor Langit bisa dihubungi dan mau bantu kita," tutur ibu Leta, Tika.Leta tak menjawab, dia hanya mengangguk."Semoga aja Satria nggak apa-apa ya, Let. Tega banget sih yang nabrak abang, kenapa dia nggak bertanggung jawab sama apa yang dia perbuat," keluh wanita paruh baya itu."Iya, Bu. Semoga aja abang nggak apa-apa. Kita banyak-banyak berdoa aja ya, Bu, semoga ada keajaiban datang.""Keluarga Satria?"Leta dan ibunya, Tika, langsung berdiri dari duduknya ketika ada dokter yang menghampiri mereka."Iya, Dok, bagaimana dengan kondisi anak saya?""Begini, Bu, luka yang anak beliau alami cukup parah, kita harus segera operasi secepatnya. Bagaimana, Bu?" tanya dokter tersebut.Tanpa berpikir panjang, Tika langsung mengangguk mantap."Baik, Dok. Tolong lakukan yang terbaik untuk anak saya.""Baik, Bu, kita akan segera melakukan tindak operasi kalau biaya administrasinya sudah dilunasi ya, permisi."Leta menghela napas berat, dia melihat dokter itu melangkah pergi."Dokter, tunggu!" panggil wanita itu."Iya, ada lagi yang bisa saya bantu?""Mengenai operasi, apa bisa dilakukan terlebih dahulu, untuk pembayaran apa bisa diurus belakangan?" tanya Leta hati-hati.Dokter itu tersenyum tipis seraya menggeleng pelan. "Mohon maaf, tidak bisa. Prosedurnya memang seperti itu.""Atau gini aja, Dok. Apa pembayarannya bisa dicicil? Saya janji pasti akan segera melunasinya," tawar Leta lagi"Tetap tidak bisa! Permisi." Dokter itu berkata tegas, setelahnya pria itu benar-benar pergi.'Ah, bagaimana ini?' keluh Leta dalam hati.***"Langit masih belum bisa dihubungi, Let?""Belum bisa, Bu.""Terus kita harus cari pinjaman ke mana lagi dong?"Leta memandang ibunya dengan senyum getir. "Sabar ya, Bu, aku yakin pasti kita akan menemukan jalan keluar. Aku yakin pasti Langit akan segera bantu kita."Tika menghela napas berat. "Iya, semoga aja Langit mau bantu kita."Sebenarnya Leta juga bingung harus mencari pinjaman ke mana, apalagi uang yang akan dipinjam itu nominalnya tidak sedikit. Saat ini yang paling dia harapkan adalah kedatangan Langit, kekasihnya. Hanya pria itu yang bisa membantunya, karena Langit dari keluarga berada. Leta sangat yakin kalau uang yang dia butuhkan tidak ada apa-apanya untuk Langit.'Ya Tuhan. Kenapa sampai detik ini nomor Langit tidak bisa dihubungi,' keluh Leta dalam hati.Wanita itu mulai gelisah, pikirannya sudah ke mana-mana, tapi semua itu tidak dia perlihatkan pada ibunya, dia berusaha tetap tenang agar ibunya juga tidak khawatir.'Sepertinya nggak ada cara lain, aku harus datang ke rumah Langit. Aku harus minta bantuan ke papanya Langit, semoga saja om Mahendra mau membantuku.'"Mau ke mana?" tanya Tika."Aku mau pergi sebentar, Bu. Ada urusan sedikit. Nanti aku bakal balik lagi."Tika mengangguk. "Hati-hati di jalan, dan juga jangan lupa kembali ke sini lagi.""Iya, Bu."***Tok ... tok ... tok ...Leta terus saja mengetuk pintu itu, hingga pada akhirnya pintu pun terbuka membuat wanita itu bernapas lega."Loh, Leta? Ada apa ke sini? Langitnya nggak ada di rumah loh?" tanya Mahendra heran.Leta mengangguk kaku. "Iya, Om. Aku tahu kalau Langit sedang pergi menjalankan bisnisnya. Niat saya memang ingin menemui Om.""Oh, ada perlu sama Om? Ya udah kalau gitu mari silahkan masuk."Wanita itu menuruti perintah Mahendra, ia pun langsung menuju ke arah sofa dan duduk di situ."Mau minum apa?" tawar pria itu."Nggak usah, Om."Mahendra manggut-manggut, dia pun ikut duduk agak jauh dari kekasih anaknya itu."Jadi kamu ada perlu apa sama Om?""Jadi gini, Om, keluarga aku sedang mengalami musibah. Kakak aku kecelakaan hebat, dan saat ini sedang dirawat di rumah sakit.""Intinya?""Kendalanya ada di ... dana, Om. Jadi maksud tujuan aku ke sini, aku ingin meminta bantuan ke Om agar Om mau bantu aku."Mahendra kembali manggut-manggut. "Langit sudah tahu hal ini?"Leta menggeleng. "Belum, Om. Nomornya susah dihubungi, tapi kalau dia sudah nggak sibuk pasti bakal aku kabari.""Nggak perlu. Langit nggak perlu tahu hal ini." Mimik wajah pria berusia hampir 50 tahun itu berubah menjadi serius.Leta terdiam cukup lama, dia menatap Mahendra ragu.'Ada apa ini? Kenapa om Mahendra melarangku?'"Kenapa, Om?" Akhirnya Leta memberanikan diri bertanya seperti itu."Apa kamu nggak kasihan sama dia? Dia itu cukup sibuk ngurusin bisnisnya. Bayangkan saja pasti sangat capek. Capek mikir segala hal, ditambah lagi kamu yang nambahin beban dia. Apa kamu nggak ngasih dia waktu buat istirahat sejenak saja?"Leta kembali terdiam. Tidak ada yang salah dengan ucapan Mahendra, semua yang pria itu katakan memang benar."Sebenarnya Om bisa aja bantu kamu, tapi semua itu ada timbal baliknya.""Aku janji, Om, pasti bakal segera aku lunasi."Mahendra tertawa sinis. "Dengan cara apa kamu bayar? Pasti ujung-ujungnya pakai duit Langit, kan?"Sungguh! Baru kali ini Leta melihat sisi lain dari Mahendra, papa dari kekasihnya itu. Biasanya Mahendra selalu cuek dengan apa yang Langit lakukan terhadapnya. Namun untuk kali ini, pria itu sepertinya tidak suka jika dirinya dekat dengan anak dari pria itu. Apakah ini sifat asli Mahendra yang selama ini disembunyikan?"Aku bisa bantu kamu, bahkan malam ini pun aku bisa langsung kasih kamu uang berapapun yang kamu mau, asalkan kamu jauhi Langit dan menikahlah denganku.""Let?"Leta tersentak kaget, refleks dia mengelus dada saking terkejutnya."Kamu ini lagi mikirin apa sih? Dari tadi kok Ibu perhatikan bengong terus?""Nggak ada kok, Bu. Gimana kondisi bang Satria, apa dia udah baikan?"Tika tersenyum lebar. "Iya, dokter bilang kondisi abangmu semakin membaik. Besok udah boleh pulang."Leta memandang wajah ibunya yang tampak berseri-seri. Terlihat begitu jelas kalau ibunya tampak bahagia melihat kesembuhan kakaknya."Syukurlah, kalau udah boleh pulang," gumam Leta."Iya. Ibu nggak tahu lagi kalau nggak ada kamu pasti sampai sekarang kakakmu keadaannya masih kritis. Oh iya, gimana kabarnya papa Langit? Apa dia udah baikan juga?"Leta merasa dejavu, kejadian ini seperti terulang kembali. Waktu itu dia pernah meminta bantuan pada Mahendra yang berakhir dia harus mengorbankan dirinya menikah dengan pria itu tanpa sepengetahuan ibunya. Dan kini ketika dia meminta bantuan ke Langit demi pengobatan papanya, pria itu pun menawarkan hal yang sama gilanya.Ketika Leta ingin mengambil ponselnya di dalam tas, tiba-tiba dia teringat sebuah cek yang pernah Langit berikan."Bu, aku pergi dulu," pamit Leta tiba-tiba."Mau ke mana?"Sayangnya pertanyaan ibunya tak dijawab oleh Leta.'Aku harus segera mencairkan cek itu. Aku sangat yakin Langit tidak akan setega itu sama aku, terlebih lagi dengan papanya.' Leta sangat percaya diri, padahal dia tidak tahu nasib sial apalagi yang akan menimpanya setelah ini.Beberapa jam kemudian Langit tersenyum licik ketika mendapat pesan dari asistennya bahwa Leta sudah mencairkan cek yang ia berikan."Selamat datang di kehidupan selanjutnya, Aleta Dewi Wulansari. Setelah ini hidupmu akan lebih tampak mengerikan bersamaku," ucap pria itu dengan tangan mengepal."Bagaimana keadaannya, Dok?""Setidaknya ada kemajuan, Tuan."Langit menatap Mahendra dengan tatapan dingin. Sangat tak disangka, ternyata papa tirinya masih mempunyai keinginan untuk hidup. Padahal dia selalu berdoa agar Mahendra cepat mati."Bagus," katanya dengan suara tajam. "Selain aku, apa ada orang lain yang datang menjenguknya?""Ada seorang wanita muda yang datang menjenguknya, Tuan. Bahkan wanita itu juga yang melunasi tagihan Tuan Mahendra."Langit bisa menebak kalau wanita yang dokter maksud itu pasti Leta. Mengingat cek itu, membuatnya tersenyum menyeringai.'Masih ada cara lain untuk menghancurkanmu, Tuan Mahendra. Okelah Anda masih bisa hidup, tapi lihat saja, aku akan membuat hidupmu seperti berada di neraka,' batin pria itu dengan senyum licik."Apa dia sering datang ke sini?" tanya Langit lagi.Dokter itu tampak terdiam sejenak, kemudian menggeleng pelan. "Tidak, Tuan. Dia jarang menjenguk. Itupun kalau tidak karena pihak rumah sakit yang menghubunginya terlebih dahu
Leta tampak gusar, pikirannya terus mengarah ke Langit. Bagaimana mungkin pria itu bisa berpikir bahwa dirinyalah yang mengakibatkan Mahendra kecelakaan.[Kayaknya seru juga kalau sampai ibu kamu tahu yang sebenarnya. Leta, anak perempuannya menikah dengan seorang lelaki tua. Aku jadi penasaran bagaimana reaksi dia.]Leta mencengkeram erat ponselnya itu ketika habis membaca pesan yang dikirim oleh Langit."Kali ini apa lagi, Langit? Setelah membuat persyaratan yang nggak masuk akal, sekarang kamu malah mengancamku," lirih wanita itu.[Tidak membalas pesanku berarti kamu sangat setuju dengan usulku.]"Arrgghhhh!" Leta berteriak kencang. Pikirannya kali ini benar-benar buntu. "Aku harus bagaimana sekarang? Kenapa semuanya makin rumit. Aku pikir menikah dengan dia semua masalah bisa teratasi, nyatanya malah beban yang aku pikul semakin besar."Tok ... tok ... tok ..."Leta, kamu nggak apa-apa, kan, Nak?"Leta terkesiap, dia buru-buru membuka pintu kamarnya ketika mendengar suara ibunya.
Leta menangis sejadi-jadinya di bawah guyuran air shower. Wanita itu merasa jijik dengan tubuhnya sendiri.Beberapa kali dia menggosok bagian tubuhnya yang usai dicumbu oleh Langit. Beberapa kali digosok bukannya menghilang tapi yang ada tubuhnya malah semakin sakit. Kulit tubuhnya tampak kemerahan bahkan ada juga yang sudah terluka. Namun, semua itu tak sebanding dengan rasa sakit hatinya.Leta masih ingat betul bagaimana Langit terus saja mencacinya ketika pria itu berada di atas tubuhnya."Kau memang wanita menjijikkan, Leta. Kau sungguh wanita murahan. Lihatlah dirimu, bahkan ketika aku menidurimu, kamu sama sekali tak berkutik, kamu hanya pasrah. Dulu, ketika kita masih pacaran aku sangat menyesal karena selalu mendengar kata-katamu untuk tidak menyentuhmu. Tapi kali ini aku sangat bersyukur karena ternyata akulah pria pertama yang menidurimu, hahahaha.""Arrgghhhh!" Leta berteriak kencang ketika bayangan Langit terus saja menghantuinya.Ucapan kasar Langit terus terngiang di tel
Leta tampak berjalan mengendap-endap dari pintu belakang. Ia sangat berharap jika aksinya itu tidak diketahui oleh ibunya. Namun, semua itu hanya hayalan semata. Baru saja dia membuka pintu belakang, dia memejamkan mata ketika melihat ada yang menjulang tinggi tepat di hadapannya."Ibu, hehehe. Ibu ngapain di sini?" tanya Leta kikuk."Harusnya Ibu yang tanya, kenapa baru pulang sekarang? Kenapa pulangnya lewat pintu belakang? Bukankah pintu depan terbuka lebar?"Serentetan pertanyaan ibunya membuat Leta menelan salivanya dengan susah payah."A--aku mau--""Langit dari tadi nungguin kamu, tapi kamu malah mau menghindar dari dia? Di mana letak sopan santunmu itu, Ibu sama sekali tak pernah mengajari kamu seperti itu.""Maaf, Bu. Aku akan segera menemui Langit. Tapi, Bu, aku masih belum mandi, aku malu kalau ketemu sama dia tapi penampilanku seperti ini.""Nggak usah alasan. Biasanya kalau Langit ke sini bahkan kamu baru bangun tidur aja langsung nemuin dia. Cepat lewat pintu depan. Sege
"Apa yang sedang kalian lakukan?"Langit menggeram kesal, dia menoleh ke arah pintu, matanya mendelik tajam ketika melihat seorang pria memakai jas putih tengah menatap ke arah mereka."Sedang main-main," jawab Langit acuh. Pria itu menatap ke arah Leta, yang saat ini penampilannya begitu acak-acakan, "cepat rapikan dirimu, kita pindah ke tempat lain.""Langit, aku nggak--""Apa? Kamu mau melawanku lagi? Ya sudah, lebih baik kita lakukan di sini saja. Kayaknya seru juga karena disaksikan oleh papaku dan dokter. Bukan begitu Pak Dokter?" ujar Langit seraya melepaskan sabuknya.Mata Leta membulat sempurna karena ucapan Langit, ditambah lagi ketika melihat Langit akan melepaskan celananya. Buru-buru wanita itu mencegahnya."Apa yang kamu lakukan, Langit? Jangan gila! Sebaiknya kita pergi dari sini.""Bagus! Itulah yang dari tadi aku harapkan, tetapi kamu selalu mengulur waktu. Pak Dokter, tolong periksa keadaan papaku ya, takutnya malah lebih buruk dari yang sebelumnya. Oh ya, apa Pak Do
Mata Leta perlahan terbuka, ia menatap langit-langit kamar itu dengan samar. Beberapa kali wanita itu mengerjapkan matanya, setelah nyawanya benar-benar terkumpul dia langsung terduduk."Aku di mana?" lirih wanita itu. Ya, dia sudah sadar kalau ini bukanlah tempat tidurnya.Leta mengingat kejadian tadi malam secara perlahan-lahan, tak lama setelah itu dia menutupi mulutnya menggunakan kedua tangannya. Leta langsung menoleh ke samping tempat tidurnya, dan benar saja ada seorang pria yang sedang tidur begitu pulasnya.Leta menggosok-gosok badannya karena merasa kedinginan, detik kemudian matanya membulat sempurna karena tak ada satu pun pakaian yang melekat pada tubuhnya."Astaga! Apa yang kami lakukan semalam. Kenapa aku harus melakukan kesalahan lagi," ucap Leta pelan."Kamu bisa diam nggak sih. Aku lagi tidur, bisakan nggak usah berisik?" omel pria itu dengan mata masih terpejam."Maaf.""Aish! Lebih baik kamu pulang saja," usirnya kemudian."Iya, tapi ... bolehkah aku meminjam bajum
"Nggak ada.""Bohong.""Bener, Bu. Aku nggak ada sembunyiin apa-apa dari Ibu."Tika menghela napas berat. "Ibu tahu kalau kamu lagi bohong."Leta terdiam cukup lama, berpikir jawaban apa yang tepat untuk ibunya."Sebenarnya aku lagi bingung, Bu. Aku sama Langit pacaran udah cukup lama, tapi hubungan kami masih stuck di situ-situ aja," bohong Leta."Apa Langit sama sekali belum pernah membahas untuk ke jenjang yang lebih serius, Let?" tanya Tika penasaran."Dulu sudah, tapi aku yang selalu mengulur waktu. Ditambah lagi dengan keadaan papanya sekarang, pasti itu yang membuatnya terpukul. Aku nggak mau tanya-tanya soal itu, Bu. Saat ini dia lagi fokus pada kesembuhan papanya. Kita doakan saja semoga papanya segera pulih seperti sedia kala." Lagi dan lagi Leta membohongi ibunya.Entah sampai kapan dia akan seperti ini, setidaknya biarkan saja dulu. Suatu saat ia berjanji akan memberitahukan semuanya pada ibunya secara pelan-pelan."Amin. Nanti biar Ibu aja yang bilang ke Langit tentang hu
Usai mendengar perkataan Langit yang begitu kejam, Leta langsung membelakangi pria itu. Menatap ke bawah, melihat pakaiannya berserakan di dekat kakinya.Mata wanita itu berkaca-kaca, sekali mengedipkan mata saja pasti air matanya akan keluar. Namun, sekuat tenaga ia tahan.Buru-buru dia memunguti pakaiannya itu dengan tangan gemetar.Sudah sering kali dia dipermalukan oleh Langit, tapi untuk kali ini ucapan Langit menurutnya sangat menyakitkan."Siapa yang menyuruhmu memunguti pakaian itu?""Kamu sendiri yang bilang kalau tubuhku ini terlalu murah untuk orang sepertimu," sahut Leta dengan suara gemetar."Aku memang bicara seperti itu, tapi aku tidak menyuruhmu untuk memakai pakaianmu," tandas Langit.Leta menghela napas berat. "Sebenarnya mau kamu itu apa, Langit?""Menghukum kamu," ucap pria itu gamblang."Perlakuanmu saja sudah sangat menghukumku, apalagi yang kamu inginkan dariku?""Membuatmu menderita, itulah yang aku inginkan. Seperti itulah aku menderita karena dirimu. Aku tida
"Apa yang kamu lakukan?!"Langit menatap David berang, lalu pandangannya beralih ke arah Mahendra dan Leta.Dia bernapas lega karena melihat Leta tampak baik-baik saja, meskipun menggigil ketakutan. Dengan cepat Langit mendekati Leta, mendekap tubuh wanita itu dengan erat serta menghujani beberapa kecupan, lalu tali yang mengikat tangan wanita itu dilepas serta benda yang ada di mulut juga dilepas."Kamu nggak apa-apa?" tanya Langit khawatir.Leta menggeleng. Kenyataannya keadaannya memang tidak baik-baik saja. Langit pun menuntun Leta ke sofa untuk duduk."Astaga! Dia sudah mati. Kenapa kamu melakukan hal sekeji ini?!" pekik Axel. Dia yang lebih dulu menghampiri Mahendra usai tumbang.Pekikan Axel jelas saja membuat Langit dan Leta tersentak, kecuali David.Ya, ternyata sebelum Mahendra berniat menembak Leta, David yang lebih dulu memulainya. Entah dari mana pria itu datang, yang pasti salah satu dari mereka tidak ada yang menyadari kedatangan David."Orang seperti itu memang harus d
"Saya akan segera menyusul Anda, saat ini saya sedang dalam perjalanan," ujar David yang panggilannya langsung diangkat oleh Langit."Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan, David? Apa yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Langit to the poin."Saya tidak menyembunyikan apapun dari Anda, Pak. Saya berani bersumpah. Kalau perlakuan saya tadi membuat Anda curiga, saya mohon maaf. Tadi sebenarnya saya ingin menghubungi pihak polisi, saya menyuruh Anda pergi duluan agar mereka terkecoh, Pak. Maaf kalau sudah membuat salah paham," jelas David panjang lebar."Kau sedang tidak membohongiku, kan?""Tidak, Pak. Saya berani bersumpah. Bahkan saya selalu mengingat kata-kata saya untuk Anda, saya akan selalu mengabdikan seluruh kehidupan saya pada Anda."Langit mendengkus keras. "Aku tidak suka omong kosong. Nggak usah bicara seperti itu, kamu berhak menentukan hidupmu sendiri. Aku sudah sampai, aku akhiri dulu panggilannya.""Pak, tunggu. Saya harap Anda harus hati-hati, mereka itu licik. Saya
"Hai, Langit."Langit tersentak ketika mendengar suara laki-laki. Dia kembali melihat ke layar ponselnya untuk memastikan jika tadi dia tidak salah melihat. Setahunya nomor Leta yang menghubunginya."Siapa kau? Kenapa bisa ponsel istriku ada di kamu? Jangan macam-macam!""Hahaha, bagaimana kalau satu macam? Istrimu sangat cantik, rugi rasanya kalau tidak macam-macam.""Berengsek! Siapa kau sebenarnya?!" umpat Langit. "Berikan ponselnya pada istriku, cepat!""Hahaha, kenapa kamu tampak begitu ketakutan, Langit? Di mana sifat angkuhmu seperti biasanya itu?""Jangan main-main denganku kalau kamu nggak mau terjadi sesuatu di kehidupanmu, sialan! Cepat berikan ponselnya pada istriku!""Nggak! Aku mau nunggu kamu sengsara dulu baru aku bakal balikin, bahkan istrimu juga bakal aku balikin sekalian ke kamu. Tapi tunggu aku puas dulu ya, hahaha. Sampai jumpa, Langit. Ingat, jangan macam-macam kalau ingin istri kamu selamat!" ancam pria itu, tak lama kemudian panggilan itu terputus."Sialan! Ap
"Jadi di sini tempat tinggal Langit sekarang?""Rumahnya banyak. Tapi aku yakin dia bakal tinggal di sini, karena ini adalah rumah utamanya."Axel manggut-manggut ketika mendengar penjelasan Mahendra."Dengar-dengar dia udah nikah. Nggak tahu sama wanita yang kamu maksud atau bukan," ucap Axel seraya mengembuskan asap rokok dari bibirnya."Oh ya?" Mahendra tersenyum sinis. "Jelas saja dengan wanita yang sama, karena dia sangat cinta mati dengan wanita itu."Axel tak menyahut, dia hanya mengedikkan bahunya acuh."Aku beritahu kamu sesuatu, sebenarnya wanita yang saat ini menjadi istrinya Langit pernah menjadi istriku."Mulut Axel menganga lebar. "Maksudnya dia jatuh cinta dengan mama tirinya begitu? Wah, ini benar-benar skandal luar biasa."Axel berdecak berkali-kali, sungguh heran dengan sebuah fakta yang baru dia ketahui."Bukan. Mereka sebenarnya sudah saling jatuh cinta dari dulu. Mereka dulu sepasang kekasih namun secara paksa aku renggut kebahagiaan mereka dengan menikahi wanita
"Bagaimana bisa?" Sentak Langit."Saya juga tidak tahu, Pak. Saya yakin ini ada campur tangan orang-orang yang tidak menyukai Anda."Langit menghela napas gusar. Mendengar kabar bahwa Mahendra sudah keluar dari penjara satu bulan lalu jelas membuatnya terkejut. Masalahnya yang jadi pertanyaan siapa yang menjamin pria itu? "Sudah kamu telusuri?"Langit yakin sebelum David menceritakan semuanya pasti pria itu akan menelusuri sampai ke akar-akarnya."Ini baru dugaan, ada pria bernama Axel yang membantunya. Setahu saya Axel ini pernah menawarkan Anda kerjasama, akan tetapi Anda menolaknya karena menurut Anda kurang menguntungkan, meskipun Anda waktu itu menolaknya secara halus tetap saja mungkin dia merasa tersinggung."Langit kembali menghela napas. "Axel? Kamu tahu sendiri kenapa alasan aku menolak tawaran pria itu. Dia kerja asal saja, tidak mementingkan keselamatan konsumen, itu yang membuatku menolaknya. Kalau memang dia yang menyelamatkan tua bangka itu biarkan saja. Aku ingin lih
"Jaga Leta ya, Langit."Langit mengangguk. "Ibu tenang saja, pasti aku akan selalu jaga Leta. Saat ini dia adalah prioritas utamaku.""Cuma saat ini aja?" tanya Satria dengan pandangan menyipit. "Atau sampai Leta melahirkan baru kamu kembali mengacuhkannya?""Selamanya." Langit melirik pria itu dengan sinis, ada saja tingkahnya yang membuatnya jengkel."Oh, siapa tahu, kan? Bisa aja--""Bang!" tegur Leta. "Apaan sih, nggak usah sinis gitu kenapa sama suami aku. Nanti kalau Abang punya istri, aku sinisin balik emangnya Abang terima?" Satria tersenyum kecut. "Bercanda aja kok, gitu aja--""Bercanda boleh aja, tapi lihat kondisi juga. Nggak mungkin, kan, Abang nggak bisa bedain yang mana waktunya serius sama yang mana waktunya bercanda?" Leta kembali menyela ucapan Satria."Iya, iya." Satria pasrah saja.Pria itu harus bisa menjaga perasaan adiknya karena selama Leta hamil, dia itu gampang sensitif."Udah, udah. Kalian ini kenapa sih ribut terus, nggak enak kalau didengar sama tetangga,
Menikah dengan Langit entah mengapa banyak keraguan yang menyusup di hati Leta.Wanita itu juga bingung dengan hatinya. Mungkin karena meragukan perasaan pria itu, atau dia kecewa karena mengetahui sebuah fakta bahwa suaminya terjerat kasus tabrak lari yang menimpa Mahendra, meskipun sebenarnya dia bersyukur karena ulah Langit, Mahendra belum sempat melakukan apapun padanya. Namun, di sisi lain dia merasa kurang suka dengan tindakan Langit. Intinya saat ini hati Leta benar-benar begitu bingung.Menurut Leta, Langit adalah pria yang sangat baik, lebih malahan. Selama menjadi istri pria itu, Langit tak pernah berbicara kasar, tidak memperlakukannya dengan tindakan semena-mena, yang ada malah Langit sangat tulus padanya. Lalu, mengapa Leta masih meragukan pria itu?Wanita itu menghela napas berat."Astaga! Apa yang aku pikirkan," gumam wanita itu seraya menggeleng pelan. Tak lama setelah itu ponsel Leta berdering, dia langsung mengambil ponselnya yang tak jauh darinya.Tanpa sadar bibir
"Kamu beneran ingin niat serius dengan adikku?" tanya Satria memastikan."Menurutmu? Apa mengajak seorang wanita menikah adalah sesuatu lelucon?" tanya Langit balik."Aku serius bertanya padamu!" geram Satria."Aku pun demikian. Meskipun kamu menentang kami, aku tidak akan menyerah. Selama ini aku membiarkanmu membawa Leta ke mana pun kamu pergi, tapi sayangnya kamu menyia-nyiakan kesempatan itu. Kamu selalu bilang kalau Leta tidak butuh aku, dan anak yang dikandung Leta tidak membutuhkan peran ayahnya. Nyatanya apa, bahkan kamu sendiri pun tidak mampu untuk membiayainya." Langit tersenyum sinis.Sedangkan Satria, pria itu tak terima dengan ucapan Langit. Dia mengepalkan tangannya."Atas dasar apa kamu bicara seperti itu, huh?!""Kenapa? Nggak terima? Memang kenyataannya seperti itu, kan? Apa selama ini kamu peduli dengan Leta? Kalau aku nggak ada di tempat yang sama dengan Leta waktu itu, aku pun nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dia. Asal kamu tahu, beberapa kali bidan men
"Semua sudah saya telusuri, tapi memang tidak ada tanda bukti-bukti jejak kejahatan mereka, Tuan."Mahendra mendesah berat. Kecewa karena sampai detik ini Putra belum juga mendapatkan bukti bahwa Langitlah yang membuatnya kecelakaan."Kamu yakin?" tanya pria itu memastikan."Iya, Tuan. Cctv pun sudah saya cek, tapi memang tidak ada yang mencurigakan. Saya rasa kecelakaan Tuan itu memang murni kecelakaan, bukan campur tangan orang lain."Mahendra menggeleng tegas, jelas saja dia tidak terima dengan ucapan Putra."Nggak! Aku yakin banget kalau dia dalang dari semua ini!" sentaknya."Kalau memang Tuan Langit pelakunya, pasti akan meninggalkan jejak, Tuan. Tapi bukankah malah sebenarnya Tuan sendiri yang ingin menghabisi nyawa Tuan Langit? Atau mungkin itu karma untuk Tuan karena ... sudah berniat--""Tutup mulutmu, sialan! Aku nggak butuh ucapanmu yang nggak bermutu itu!" Suara Mahendra tampak menggelegar."Saya minta maaf, Tuan.""Kalau begitu kamu kembali cari-cari bukti bahwa Langit m