"Setelah ini apa rencana Anda, Pak?"Langit mendengkus keras, saat ini dia malas untuk berbicara walau sepatah kata. Namun, karena sedari tadi David selalu bertanya, akhirnya mau tidak mau dia harus mengeluarkan suaranya."Menurutmu?" jawab pria itu cuek.David tampak manggut-manggut. "Saya paham kalau saat ini Anda tengah gusar, tapi hal seperti ini tidak usah terlalu dipikirkan, Pak. Saya sangat yakin kalau abangnya Leta, kekasih Anda, tidak akan tega memisahkan kalian berdua. Saya yakin itu," ucapnya memberi semangat.Langit menatap David sinis. Awalnya memang pikirannya sama seperti David, sayangnya sudah beberapa hari ini Satria masih belum boleh mengizinkan dirinya untuk bertemu dengan Leta.Bukan belum boleh, Satria selalu mengatakan tidak akan pernah mempertemukan mereka berdua, itulah membuat Langit kehilangan mood.Padahal Langit ingin sekali bertemu dengan Leta, untuk memastikan bagaimana keadaan wanita itu dan juga anak mereka. Namun, lagi-lagi usahanya harus terhalang ole
Berkali-kali Tika menghela napas berat, membuat Satria selalu waspada.Pria itu takut kalau akan terjadi sesuatu pada ibunya itu.Namun, kenyataannya dia salah besar. Dugaannya ternyata salah, sampai saat ini Tika masih bisa bernapas secara teratur. Akan tetapi mungkin saja ibunya masih syok ketika dia baru saja menjelaskan apa yang sudah terjadi pada anak perempuannya itu."Ibu nggak apa-apa, kan?" tanya Satria, tampak begitu khawatir.Tika tetap tak menjawab, wanita paruh baya itu malah kembali menghela napas berat."Bu, kalau Ibu merasa sesuatu yang nggak enak, langsung ngomong aja ya sama aku, jangan ditahan-tahan," ucap pria itu lagi.Tika masih diam, mulutnya terkunci begitu rapat, tapi matanya mendelik tajam ke arah Satria, membuat Satria menelan salivanya dengan susah payah.Pria itu pun tak berbicara lagi, dia tertunduk dalam karena Tika terus saja menatapnya seperti itu.Hening! Tak ada lagi obrolan di antara mereka berdua.Satria yang tak nyaman dengan situasi itu pun meng
Tika hanya bisa menghela napas berat karena sifat keras kepala anak laki-lakinya itu.Tika mengakui kalau tindakan Langit itu sangat salah dan begitu fatal, tapi wanita itu juga tidak tega kalau harus memisahkan antara Leta dan juga Langit. Tika tahu bagaimana mereka yang begitu saling mencintai, ditambah lagi saat ini ada buah cinta Langit dan juga Leta di tengah-tengah mereka, rasanya Tika tidak tega kalau harus memisahkan mereka berdua.Namun sayangnya, Satria tetap bersikeras ingin membawa Leta pergi jauh dari jangkauan Langit, padahal Tika sudah berusaha keras memberikan nasehat untuk anaknya itu agar tidak seperti itu, tetap saja Satria tidak suka dibantah."Ibu memang kecewa sama Langit, Ibu juga marah sama Langit, sama halnya kayak kamu. Tapi coba kamu jangan egois, lihat mereka, kalau mereka dipisahkan lalu anak mereka akan jadi seperti apa? Kamu tahu sendiri kan kalau kita ini keluarga nggak mampu? Kita tetap harus menyangkut-pautkan Langit, biar bagaimanapun Langit itu bap
"Kalian jadi pergi?"Satria mengangguk pelan. "Aku dimutasi kerjaan, mau nggak mau harus pindah."Sinta manggut-manggut saja. Pada dasarnya dia juga kecewa dengan keputusan kekasihnya itu."Kalau kamu pergi, lalu bagaimana dengan hubungan kita?" tanya wanita itu lirih.Satria mengerutkan keningnya. "Maksud kamu hubungan kita gimana? Kita kan nggak ada masalah.""Kita emang nggak ada masalah, tapi ... aku juga butuh kejelasan sama hubungan kita kedepannya gimana. Kamu mau pergi jauh, dengan memboyong anggota keluargamu. Ibumu, adikmu, semua kamu bawa. Itu artinya kamu kembali lagi ke sini itu kemungkinan kecil, kan?" "Kamu ini ngomong apa sih." Sejujurnya Satria juga kesulitan untuk menjawab.Pria itu hanya memikirkan keluarganya saja, tidak dengan masalah percintaannya, dan karena sikap sembrononya itu, akhirnya dia menyesal.'Sial! Kenapa Sinta sama sekali nggak pernah terpikirkan ya. Ah, apa karena aku terlalu fokus sama keluargaku? Maafin aku, Sinta,' batin Satria."Kok ngomong ap
"Kami akan pergi, dan nggak bakal tahu kapan akan kembali lagi ke sini, atau mungkin nggak akan pernah," sahut Satria seraya mengedikkan bahunya acuh.Wanita itu tampak speechless ketika mendengarnya, setelah kesadarannya kembali, dia tertawa sambil geleng-geleng kepala."Wah, kamu benar-benar ya, Bang. Segitu bencinya sama Langit, sampai-sampai mau memisahkan mereka berdua," lirih Sisi."Aku pergi itu punya alasan yang mendasar. Leta saat ini hamil, besar kemungkinan Leta dan juga ibuku bakal digunjing habis-habisan sama tetangga, dan itu akan membuat hidup mereka jadi terpuruk. Selain itu--""Kalau Abang melibatkan Langit, pasti masalah nggak akan sebesar itu. Di sini tuh udah jelas Abang letak masalahnya. Semua dibikin ribet. Kalau Leta tahu pasti dia nggak bakal mau dan kecewa banget sama Abang," sela Sisi cepat.Satria menyugar rambutnya dengan kasar."Kenapa Langit, Langit, Langit terus yang kalian bela. Apa-apa Langit, lama-lama muak aku dengarnya," geram Satria."Ya karena Lan
"Langit," lirih wanita itu.Baik Sisi, Satria, dan juga Tika langsung menoleh ke arah sumber suara. Mereka bertiga bergegas mendekati ranjang di mana tempat Leta berbaring."Let.""Leta." "Leta."Mereka bertiga memanggil secara bersamaan. Ada rasa lega yang menyeruak di hati mereka."Kamu udah sadar, Let?" tanya Sisi antusias.Leta mengangguk dengan perlahan, tersenyum ketika melihat raut wajah mereka tampak bahagia.Namun, senyuman itu perlahan sirna karena seseorang yang dia harapkan tidak ada di sana."Langit?" tanya Leta dengan bingung.Sisi dan Satria saling pandang, sementara Tika menghela napas berat. Untuk kali ini dia tidak mau ikut campur urusan Satria, biar pria itu saja yang menjelaskan semuanya."Kamu nggak usah cari dia lagi," ujar Satria dengan suara ketus."Kenapa?" Terdengar nada suara tak terima yang Leta berikan.Meskipun saat ini kondisi Leta masih lemah, suara itu jelas sekali terdengar."Pokoknya nggak usah!"Mulut Sisi rasanya gatal sekali ingin memprotes Satri
"Ikhlas, Nak, ikhlas."Leta semakin meraung ketika mendengar suara ibunya."Kalau memang ini sudah jalan takdirmu, ikhlaskan, Nak. Nggak baik kalau harus bersedih dengan berlarut-larut seperti ini," terang Tika lagi."Kenapa Langit harus bohong sama aku, Bu. Padahal dia janji akan memperbaiki hubungan kami, nyatanya dia ingkar, Bu. Aku nggak terima. Lalu siapa yang bantu urus anak ini, Bu? Aku nggak sanggup kalau harus melakukan semuanya sendiri," ujar wanita itu sambil terisak.Tika tak bisa menjawab, dia hanya bisa memeluk tubuh anaknya dengan erat, sangat begitu erat."Aku harus gimana, Bu?" kata Leta dengan nada frustrasi.Tika memegang pundak Leta, mengusap air mata yang ada di wajah anaknya itu secara perlahan."Nggak ada yang perlu ditakutkan, Nak. Percaya sama yang di atas. Nggak mungkin kehidupan itu selalu sedih, pasti akan datang yang namanya bahagia. Percaya sama Ibu. Tadi kamu bilang terus siapa yang bantu kamu jaga bayi ini? Bukannya ada Ibu dan Abang kamu? Jangan merasa
"Arrgghhhh, sial! Kapan keadaanku bisa membaik? Ini semua gara-gara bocah tengil itu aku jadi seperti ini!" umpat Mahendra.Sudah terhitung satu minggu dia terbaring di ranjangnya, akibat pukulan Langit yang begitu membabi buta. Namun, meskipun seperti itu, Mahendra sama sekali tak menyesali perbuatannya.Putra sudah berusaha mengobati Mahendra, tapi tetap saja tidak ada perubahan. Padahal Putra juga sudah menyarankan untuk pergi ke rumah sakit namun Mahendra selalu saja menolak.Dan Putra pun menebak-nebak alasan Mahendra tidak mau dibawa ke rumah sakit itu karena apa. Kalau karena tidak punya uang, maka Mahendra takut akan bertemu dengan Langit. Ya, pokoknya antara alasan dua itu yang membuat Mahendra enggan untuk datang ke rumah sakit."Bagaimana keadaan anak berandalan itu sekarang?" tanyanya lagi pada Putra."Terpantau hingga saat ini kabarnya masih baik-baik saja, Tuan. Bahkan perusahaannya semakin berkembang pesat," jelas Putra, tanpa keraguan sedikitpun.Mahendra menatap Putra
"Apa yang kamu lakukan?!"Langit menatap David berang, lalu pandangannya beralih ke arah Mahendra dan Leta.Dia bernapas lega karena melihat Leta tampak baik-baik saja, meskipun menggigil ketakutan. Dengan cepat Langit mendekati Leta, mendekap tubuh wanita itu dengan erat serta menghujani beberapa kecupan, lalu tali yang mengikat tangan wanita itu dilepas serta benda yang ada di mulut juga dilepas."Kamu nggak apa-apa?" tanya Langit khawatir.Leta menggeleng. Kenyataannya keadaannya memang tidak baik-baik saja. Langit pun menuntun Leta ke sofa untuk duduk."Astaga! Dia sudah mati. Kenapa kamu melakukan hal sekeji ini?!" pekik Axel. Dia yang lebih dulu menghampiri Mahendra usai tumbang.Pekikan Axel jelas saja membuat Langit dan Leta tersentak, kecuali David.Ya, ternyata sebelum Mahendra berniat menembak Leta, David yang lebih dulu memulainya. Entah dari mana pria itu datang, yang pasti salah satu dari mereka tidak ada yang menyadari kedatangan David."Orang seperti itu memang harus d
"Saya akan segera menyusul Anda, saat ini saya sedang dalam perjalanan," ujar David yang panggilannya langsung diangkat oleh Langit."Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan, David? Apa yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Langit to the poin."Saya tidak menyembunyikan apapun dari Anda, Pak. Saya berani bersumpah. Kalau perlakuan saya tadi membuat Anda curiga, saya mohon maaf. Tadi sebenarnya saya ingin menghubungi pihak polisi, saya menyuruh Anda pergi duluan agar mereka terkecoh, Pak. Maaf kalau sudah membuat salah paham," jelas David panjang lebar."Kau sedang tidak membohongiku, kan?""Tidak, Pak. Saya berani bersumpah. Bahkan saya selalu mengingat kata-kata saya untuk Anda, saya akan selalu mengabdikan seluruh kehidupan saya pada Anda."Langit mendengkus keras. "Aku tidak suka omong kosong. Nggak usah bicara seperti itu, kamu berhak menentukan hidupmu sendiri. Aku sudah sampai, aku akhiri dulu panggilannya.""Pak, tunggu. Saya harap Anda harus hati-hati, mereka itu licik. Saya
"Hai, Langit."Langit tersentak ketika mendengar suara laki-laki. Dia kembali melihat ke layar ponselnya untuk memastikan jika tadi dia tidak salah melihat. Setahunya nomor Leta yang menghubunginya."Siapa kau? Kenapa bisa ponsel istriku ada di kamu? Jangan macam-macam!""Hahaha, bagaimana kalau satu macam? Istrimu sangat cantik, rugi rasanya kalau tidak macam-macam.""Berengsek! Siapa kau sebenarnya?!" umpat Langit. "Berikan ponselnya pada istriku, cepat!""Hahaha, kenapa kamu tampak begitu ketakutan, Langit? Di mana sifat angkuhmu seperti biasanya itu?""Jangan main-main denganku kalau kamu nggak mau terjadi sesuatu di kehidupanmu, sialan! Cepat berikan ponselnya pada istriku!""Nggak! Aku mau nunggu kamu sengsara dulu baru aku bakal balikin, bahkan istrimu juga bakal aku balikin sekalian ke kamu. Tapi tunggu aku puas dulu ya, hahaha. Sampai jumpa, Langit. Ingat, jangan macam-macam kalau ingin istri kamu selamat!" ancam pria itu, tak lama kemudian panggilan itu terputus."Sialan! Ap
"Jadi di sini tempat tinggal Langit sekarang?""Rumahnya banyak. Tapi aku yakin dia bakal tinggal di sini, karena ini adalah rumah utamanya."Axel manggut-manggut ketika mendengar penjelasan Mahendra."Dengar-dengar dia udah nikah. Nggak tahu sama wanita yang kamu maksud atau bukan," ucap Axel seraya mengembuskan asap rokok dari bibirnya."Oh ya?" Mahendra tersenyum sinis. "Jelas saja dengan wanita yang sama, karena dia sangat cinta mati dengan wanita itu."Axel tak menyahut, dia hanya mengedikkan bahunya acuh."Aku beritahu kamu sesuatu, sebenarnya wanita yang saat ini menjadi istrinya Langit pernah menjadi istriku."Mulut Axel menganga lebar. "Maksudnya dia jatuh cinta dengan mama tirinya begitu? Wah, ini benar-benar skandal luar biasa."Axel berdecak berkali-kali, sungguh heran dengan sebuah fakta yang baru dia ketahui."Bukan. Mereka sebenarnya sudah saling jatuh cinta dari dulu. Mereka dulu sepasang kekasih namun secara paksa aku renggut kebahagiaan mereka dengan menikahi wanita
"Bagaimana bisa?" Sentak Langit."Saya juga tidak tahu, Pak. Saya yakin ini ada campur tangan orang-orang yang tidak menyukai Anda."Langit menghela napas gusar. Mendengar kabar bahwa Mahendra sudah keluar dari penjara satu bulan lalu jelas membuatnya terkejut. Masalahnya yang jadi pertanyaan siapa yang menjamin pria itu? "Sudah kamu telusuri?"Langit yakin sebelum David menceritakan semuanya pasti pria itu akan menelusuri sampai ke akar-akarnya."Ini baru dugaan, ada pria bernama Axel yang membantunya. Setahu saya Axel ini pernah menawarkan Anda kerjasama, akan tetapi Anda menolaknya karena menurut Anda kurang menguntungkan, meskipun Anda waktu itu menolaknya secara halus tetap saja mungkin dia merasa tersinggung."Langit kembali menghela napas. "Axel? Kamu tahu sendiri kenapa alasan aku menolak tawaran pria itu. Dia kerja asal saja, tidak mementingkan keselamatan konsumen, itu yang membuatku menolaknya. Kalau memang dia yang menyelamatkan tua bangka itu biarkan saja. Aku ingin lih
"Jaga Leta ya, Langit."Langit mengangguk. "Ibu tenang saja, pasti aku akan selalu jaga Leta. Saat ini dia adalah prioritas utamaku.""Cuma saat ini aja?" tanya Satria dengan pandangan menyipit. "Atau sampai Leta melahirkan baru kamu kembali mengacuhkannya?""Selamanya." Langit melirik pria itu dengan sinis, ada saja tingkahnya yang membuatnya jengkel."Oh, siapa tahu, kan? Bisa aja--""Bang!" tegur Leta. "Apaan sih, nggak usah sinis gitu kenapa sama suami aku. Nanti kalau Abang punya istri, aku sinisin balik emangnya Abang terima?" Satria tersenyum kecut. "Bercanda aja kok, gitu aja--""Bercanda boleh aja, tapi lihat kondisi juga. Nggak mungkin, kan, Abang nggak bisa bedain yang mana waktunya serius sama yang mana waktunya bercanda?" Leta kembali menyela ucapan Satria."Iya, iya." Satria pasrah saja.Pria itu harus bisa menjaga perasaan adiknya karena selama Leta hamil, dia itu gampang sensitif."Udah, udah. Kalian ini kenapa sih ribut terus, nggak enak kalau didengar sama tetangga,
Menikah dengan Langit entah mengapa banyak keraguan yang menyusup di hati Leta.Wanita itu juga bingung dengan hatinya. Mungkin karena meragukan perasaan pria itu, atau dia kecewa karena mengetahui sebuah fakta bahwa suaminya terjerat kasus tabrak lari yang menimpa Mahendra, meskipun sebenarnya dia bersyukur karena ulah Langit, Mahendra belum sempat melakukan apapun padanya. Namun, di sisi lain dia merasa kurang suka dengan tindakan Langit. Intinya saat ini hati Leta benar-benar begitu bingung.Menurut Leta, Langit adalah pria yang sangat baik, lebih malahan. Selama menjadi istri pria itu, Langit tak pernah berbicara kasar, tidak memperlakukannya dengan tindakan semena-mena, yang ada malah Langit sangat tulus padanya. Lalu, mengapa Leta masih meragukan pria itu?Wanita itu menghela napas berat."Astaga! Apa yang aku pikirkan," gumam wanita itu seraya menggeleng pelan. Tak lama setelah itu ponsel Leta berdering, dia langsung mengambil ponselnya yang tak jauh darinya.Tanpa sadar bibir
"Kamu beneran ingin niat serius dengan adikku?" tanya Satria memastikan."Menurutmu? Apa mengajak seorang wanita menikah adalah sesuatu lelucon?" tanya Langit balik."Aku serius bertanya padamu!" geram Satria."Aku pun demikian. Meskipun kamu menentang kami, aku tidak akan menyerah. Selama ini aku membiarkanmu membawa Leta ke mana pun kamu pergi, tapi sayangnya kamu menyia-nyiakan kesempatan itu. Kamu selalu bilang kalau Leta tidak butuh aku, dan anak yang dikandung Leta tidak membutuhkan peran ayahnya. Nyatanya apa, bahkan kamu sendiri pun tidak mampu untuk membiayainya." Langit tersenyum sinis.Sedangkan Satria, pria itu tak terima dengan ucapan Langit. Dia mengepalkan tangannya."Atas dasar apa kamu bicara seperti itu, huh?!""Kenapa? Nggak terima? Memang kenyataannya seperti itu, kan? Apa selama ini kamu peduli dengan Leta? Kalau aku nggak ada di tempat yang sama dengan Leta waktu itu, aku pun nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dia. Asal kamu tahu, beberapa kali bidan men
"Semua sudah saya telusuri, tapi memang tidak ada tanda bukti-bukti jejak kejahatan mereka, Tuan."Mahendra mendesah berat. Kecewa karena sampai detik ini Putra belum juga mendapatkan bukti bahwa Langitlah yang membuatnya kecelakaan."Kamu yakin?" tanya pria itu memastikan."Iya, Tuan. Cctv pun sudah saya cek, tapi memang tidak ada yang mencurigakan. Saya rasa kecelakaan Tuan itu memang murni kecelakaan, bukan campur tangan orang lain."Mahendra menggeleng tegas, jelas saja dia tidak terima dengan ucapan Putra."Nggak! Aku yakin banget kalau dia dalang dari semua ini!" sentaknya."Kalau memang Tuan Langit pelakunya, pasti akan meninggalkan jejak, Tuan. Tapi bukankah malah sebenarnya Tuan sendiri yang ingin menghabisi nyawa Tuan Langit? Atau mungkin itu karma untuk Tuan karena ... sudah berniat--""Tutup mulutmu, sialan! Aku nggak butuh ucapanmu yang nggak bermutu itu!" Suara Mahendra tampak menggelegar."Saya minta maaf, Tuan.""Kalau begitu kamu kembali cari-cari bukti bahwa Langit m