"Udah selesai ngobrolnya? Kok aku datang kalian malah saling diam?" tanya pria itu dengan kening berkerut."Oh, hehehe. Udah kok, lagian nggak ada obrolan penting juga di antara kami. Tadi kami cuma ngobrol seputar tentang wanita aja. Itu aja sih, hehehe," jelas Leta sambil nyengir lebar.Langit tersenyum tipis ketika mendengar suara Leta tampak gugup."Apa kalian terganggu dengan kedatanganku?"'Oh ya jelas, nyadar juga rupanya,' batin Sisi, terlihat begitu kesal.Kendati demikian, dia tidak berani mengutarakannya secara langsung."Nggak juga sih, lagian urusan aku sama Leta juga udah selesai. Kalau gitu aku pergi dulu ya, Let. Mau samperin Deon.""Iya, kamu hati-hati di jalan ya.""Oke, besok-besok kita ngobrol lagi ya," ujar Sisi seraya mengacungkan jempolnya."Iya." Leta melambaikan tangannya ke arah Sisi sambil tersenyum. Setelah Sisi sudah hilang dari pandangannya, barulah wanita itu beralih menatap ke arah Langit."Kenapa nyusul aku ke sini?""Mau jemput kamu, emangnya ada yan
"Seperti yang Anda duga, Pak Langit. Mata-mata Tuan Mahendra sedang berkeliaran di luar sana. Dan ternyata waktu itu memang ada seseorang yang ingin mendekati Leta, tapi beruntungnya Anda yang duluan mendekat ke arah Leta, Pak," jelas David, dia melirik sekilas spion mobil untuk melihat bagaimana reaksi Langit.Pria itu tampak terlihat tenang, tapi David sangat tahu betul kalau pikiran bosnya itu pasti begitu berisik. David sangat bersimpati dengan Langit."Terus awasi mereka. Jangan sampai mereka mendekati Aleta," ujar Langit dengan suara tenang."Iya, Pak. Orang-orang kita juga terus mengintai gerak-gerik mereka. Jadi Anda tidak perlu khawatir dengan hal itu, Pak," jelas David lagi.Langit mengangguk tanpa minat. "Bagus."David kembali melihat ke arah Langit, pria itu tampak ragu ketika ingin menyampaikan sesuatu.Sebenarnya dia tidak ingin mengatakannya jika mood bosnya sedang tidak baik. Namun, kalau dia tidak menyampaikan itu sekarang juga, yang ada nanti dia juga yang akan terke
"Aku akan pergi."Leta yang tadinya sedang menyiapkan pakaian Langit seketika terhenti. Dia menoleh ke arah arah pria itu dengan mengernyit heran.'Kok tumben dia pamit? Biasanya juga langsung pergi, nggak ada tuh pakai acara ngomong-ngomong segala, apalagi minta izin,' batin wanita itu."Oh ya? Mau ke mana?" tanya wanita itu pura-pura penasaran.Langit menghela napas pelan, dia mendekati wanita itu, lalu memeluknya dari belakang. Lagi, pria itu kembali menghela napas. Namun, untuk kali ini agak berat."Ada urusan bisnis. Aku akan pergi beberapa hari, kamu nggak apa-apa kalau aku nggak ada di sini?" tanya pria itu lirih.Leta menggeleng. "Aku nggak apa-apa kok, kalau kamu nggak ada di sini, aku bisa minta temani Sisi, nggak apa-apa kan? Tapi kalau nggak diizinkan dia ke sini, biar aku aja yang keluar, biar aku ketemuan sama Sisi di luar, seperti biasanya," jelas wanita itu, agar Langit tidak salah paham."Nggak usah, pokoknya aku minta sama kamu, selama aku nggak ada di sini, kamu ngg
"Sesuai yang kamu minta, aku sudah mengundang Tuan Langit untuk datang ke sini," jelas Danial dari ujung sana.Mahendra tersenyum sumringah. "Bagus, terima kasih karena sudah mau menolongku, bro," ucapnya dengan bangga."Santai aja, kamu dulu juga pernah membantuku, jadi kali ini giliran aku yang membantu kamu, asalkan itu demi kebaikan," jelas Danial lagi.Mahendra tersenyum sinis ketika mendengar ucapan pria itu. Ya, dia terpaksa berbohong pada temannya yang dulu adalah rekan kerjanya, untuk kepentingan pribadi.Pria itu beralasan meminta bantuan pada Danial, agar Langit lebih fokus lagi untuk membangun usahanya. Sebenarnya di satu sisi itu sangat menguntungkan Langit, karena berkat bantuan Mahendra, Langit bisa bekerjasama dengan Danial, sang pengusaha ternama. Namun, di sisi lain ini juga akan menguntungkan Mahendra, karena rencana yang dia rancang sedari dulu akhirnya akan berhasil, dia akan segera mengambil Leta dari tangan Langit.Mahendra tidak tinggal diam. Mungkin selama ini
"Langit," panggil Leta pelan."Ya?" Pria itu menyahut sambil menatap Leta dengan mengernyit heran. "Kenapa?""Kamu beneran mau pergi sekarang?"Langit mengangguk mantap, membuat Leta menghela napas berat. Entah mengapa perasaannya kali ini tidak enak, dia tidak tahu juga kenapa bisa berpikir ke arah sana."Kamu mau ikut?" tawar pria itu.Leta menggeleng pelan. Kemarin Langit menanyakan hal yang sama, akan tetapi dokter menganjurkan agar Leta tidak ikut, karena akan membahayakan kondisi janinnya, apalagi saat ini kehamilannya masih muda, sangat rentan. Itulah yang membuat Langit mengurungkan niatnya untuk mengajak wanita itu.Padahal pria itu sangat ingin Leta ikut, akan tetapi dia juga tidak boleh egois, apalagi harus mengorbankan janinnya. Jadi dia memutuskan untuk pergi dengan asistennya saja, David."Lalu kamu ingin aku tidak jadi pergi?" tanya pria itu lagi."Nggak, kamu boleh pergi kok, hehehe." Wanita itu tampak cengengesan, berharap jika Langit tidak tahu dengan kecemasannya.S
Leta ikut melambaikan tangannya ketika melihat tangan Langit melambai dari dalam mobil."Aku akan pergi, dan aku akan kembali dalam waktu tiga hari. Kamu jaga diri baik-baik ya, jaga baik-baik baby kita di dalam perutmu," pesan pria itu.Leta mengangguk. "Bisa keluar dulu nggak sih?"Langit mendesah berat, dia melirik jam yang ada di tangannya, sedari tadi Leta selalu saja rewel, seperti sengaja menahannya agar pergi berlama-lama, atau bisa jadi wanita itu malah tidak ingin melihatnya pergi?"Bentar lagi aku terlambat, Aleta," lirih pria itu."Bentar aja kok, nggak sampe satu menit," rengek wanita itu.Mau tak mau Langit pun keluar dari mobil, dia merentangkan kedua tangannya, karena pria itu tahu kalau Leta minta untuk dipeluk, Leta pun langsung mendekat ke arah pria itu, dan memeluk Langit dengan begitu erat."Kamu jangan salah paham ya, ini sama sekali bukan kemauanku, babynya aja yang lagi kumat mau minta dimanja-manja sama ayahnya," elak wanita itu. Leta mendusel-dusel wajahnya
"Apa dia udah pergi?" tanya Mahendra pada Putra."Iya, mereka sudah pergi, Tuan. Hanya saja sepertinya di kediaman Pak Langit sangat dijaga ketat, sepertinya kita akan kesulitan untuk masuk ke dalam sana," beritahu pria itu.Mahendra mendengkus keras. "Kamu ini gimana sih? Masa kayak gitu aja nggak bisa ngatasin? Aku kan udah bilang sama kamu, urus semuanya. Kerjakan apa yang aku perintahkan. Masa kayak gini aja nggak becus?" sentaknya dengan nada tinggi."Maaf, Tuan. Anda tahu sendiri Tuan Langit itu seperti apa, dia sama sekali tidak bisa diprediksi. Dia terlihat begitu tenang, tapi siapa sangka kalau dia itu memiliki seribu rencana. Bahkan--""Kamu ini ngomong apa? Lagi memuji anak berandal itu? Ck! Aku sama sekali nggak butuh dengar kamu muji-muji dia. Telingaku rasanya kebas dengarnya," sela Mahendra dengan cepat. "Sekarang kamu pikir aja gimana rencana kita ini berhasil, jangan sampai usahaku ini sia-sia. Aku udah capek-capek bujuk Danial supaya menyetujui usulku, masa iya renca
"Maaf kalau nanti aku nggak kasih kabar ke kamu, itu artinya aku lagi sibuk," ujar Langit dari ujung sana.Leta mengangguk mengiyakan."Kenapa kamu belum tidur?" tanya pria itu heran."Nggak bisa tidur," sahut wanita itu jujur."Kenapa?"Leta mengedikkan bahunya acuh. "Nggak tahu, aku juga heran, tumben aja nggak bisa tidur, biasanya juga kalau udah di kasur langsung merem matanya, ini sekarang nggak," curhat wanita itu.Langit yang mendengarnya hanya bisa menggeleng pelan. Pria itu tahu kalau Leta tidak bisa tidur kalau dirinya tidak ada di samping wanita itu. Mungkin karena sudah terbiasa, makanya agak berat kalau Leta tidur seorang diri."Eh, bukannya kalau di situ udah tengah malam ya?" tanya Leta tiba-tiba."He'em." Langit menjawab sambil menguap lebar. "Di sini jam udah jam dua pagi, hoam.""Oh gitu ya? Kenapa nggak istirahat?" tanya wanita itu heran."Urusan kerjaan baru kelar, itu juga baru ditinjau," sahut Langit dengan acuh.Karena Leta sama sekali tak paham dengan kerjaan L
"Apa yang kamu lakukan?!"Langit menatap David berang, lalu pandangannya beralih ke arah Mahendra dan Leta.Dia bernapas lega karena melihat Leta tampak baik-baik saja, meskipun menggigil ketakutan. Dengan cepat Langit mendekati Leta, mendekap tubuh wanita itu dengan erat serta menghujani beberapa kecupan, lalu tali yang mengikat tangan wanita itu dilepas serta benda yang ada di mulut juga dilepas."Kamu nggak apa-apa?" tanya Langit khawatir.Leta menggeleng. Kenyataannya keadaannya memang tidak baik-baik saja. Langit pun menuntun Leta ke sofa untuk duduk."Astaga! Dia sudah mati. Kenapa kamu melakukan hal sekeji ini?!" pekik Axel. Dia yang lebih dulu menghampiri Mahendra usai tumbang.Pekikan Axel jelas saja membuat Langit dan Leta tersentak, kecuali David.Ya, ternyata sebelum Mahendra berniat menembak Leta, David yang lebih dulu memulainya. Entah dari mana pria itu datang, yang pasti salah satu dari mereka tidak ada yang menyadari kedatangan David."Orang seperti itu memang harus d
"Saya akan segera menyusul Anda, saat ini saya sedang dalam perjalanan," ujar David yang panggilannya langsung diangkat oleh Langit."Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan, David? Apa yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Langit to the poin."Saya tidak menyembunyikan apapun dari Anda, Pak. Saya berani bersumpah. Kalau perlakuan saya tadi membuat Anda curiga, saya mohon maaf. Tadi sebenarnya saya ingin menghubungi pihak polisi, saya menyuruh Anda pergi duluan agar mereka terkecoh, Pak. Maaf kalau sudah membuat salah paham," jelas David panjang lebar."Kau sedang tidak membohongiku, kan?""Tidak, Pak. Saya berani bersumpah. Bahkan saya selalu mengingat kata-kata saya untuk Anda, saya akan selalu mengabdikan seluruh kehidupan saya pada Anda."Langit mendengkus keras. "Aku tidak suka omong kosong. Nggak usah bicara seperti itu, kamu berhak menentukan hidupmu sendiri. Aku sudah sampai, aku akhiri dulu panggilannya.""Pak, tunggu. Saya harap Anda harus hati-hati, mereka itu licik. Saya
"Hai, Langit."Langit tersentak ketika mendengar suara laki-laki. Dia kembali melihat ke layar ponselnya untuk memastikan jika tadi dia tidak salah melihat. Setahunya nomor Leta yang menghubunginya."Siapa kau? Kenapa bisa ponsel istriku ada di kamu? Jangan macam-macam!""Hahaha, bagaimana kalau satu macam? Istrimu sangat cantik, rugi rasanya kalau tidak macam-macam.""Berengsek! Siapa kau sebenarnya?!" umpat Langit. "Berikan ponselnya pada istriku, cepat!""Hahaha, kenapa kamu tampak begitu ketakutan, Langit? Di mana sifat angkuhmu seperti biasanya itu?""Jangan main-main denganku kalau kamu nggak mau terjadi sesuatu di kehidupanmu, sialan! Cepat berikan ponselnya pada istriku!""Nggak! Aku mau nunggu kamu sengsara dulu baru aku bakal balikin, bahkan istrimu juga bakal aku balikin sekalian ke kamu. Tapi tunggu aku puas dulu ya, hahaha. Sampai jumpa, Langit. Ingat, jangan macam-macam kalau ingin istri kamu selamat!" ancam pria itu, tak lama kemudian panggilan itu terputus."Sialan! Ap
"Jadi di sini tempat tinggal Langit sekarang?""Rumahnya banyak. Tapi aku yakin dia bakal tinggal di sini, karena ini adalah rumah utamanya."Axel manggut-manggut ketika mendengar penjelasan Mahendra."Dengar-dengar dia udah nikah. Nggak tahu sama wanita yang kamu maksud atau bukan," ucap Axel seraya mengembuskan asap rokok dari bibirnya."Oh ya?" Mahendra tersenyum sinis. "Jelas saja dengan wanita yang sama, karena dia sangat cinta mati dengan wanita itu."Axel tak menyahut, dia hanya mengedikkan bahunya acuh."Aku beritahu kamu sesuatu, sebenarnya wanita yang saat ini menjadi istrinya Langit pernah menjadi istriku."Mulut Axel menganga lebar. "Maksudnya dia jatuh cinta dengan mama tirinya begitu? Wah, ini benar-benar skandal luar biasa."Axel berdecak berkali-kali, sungguh heran dengan sebuah fakta yang baru dia ketahui."Bukan. Mereka sebenarnya sudah saling jatuh cinta dari dulu. Mereka dulu sepasang kekasih namun secara paksa aku renggut kebahagiaan mereka dengan menikahi wanita
"Bagaimana bisa?" Sentak Langit."Saya juga tidak tahu, Pak. Saya yakin ini ada campur tangan orang-orang yang tidak menyukai Anda."Langit menghela napas gusar. Mendengar kabar bahwa Mahendra sudah keluar dari penjara satu bulan lalu jelas membuatnya terkejut. Masalahnya yang jadi pertanyaan siapa yang menjamin pria itu? "Sudah kamu telusuri?"Langit yakin sebelum David menceritakan semuanya pasti pria itu akan menelusuri sampai ke akar-akarnya."Ini baru dugaan, ada pria bernama Axel yang membantunya. Setahu saya Axel ini pernah menawarkan Anda kerjasama, akan tetapi Anda menolaknya karena menurut Anda kurang menguntungkan, meskipun Anda waktu itu menolaknya secara halus tetap saja mungkin dia merasa tersinggung."Langit kembali menghela napas. "Axel? Kamu tahu sendiri kenapa alasan aku menolak tawaran pria itu. Dia kerja asal saja, tidak mementingkan keselamatan konsumen, itu yang membuatku menolaknya. Kalau memang dia yang menyelamatkan tua bangka itu biarkan saja. Aku ingin lih
"Jaga Leta ya, Langit."Langit mengangguk. "Ibu tenang saja, pasti aku akan selalu jaga Leta. Saat ini dia adalah prioritas utamaku.""Cuma saat ini aja?" tanya Satria dengan pandangan menyipit. "Atau sampai Leta melahirkan baru kamu kembali mengacuhkannya?""Selamanya." Langit melirik pria itu dengan sinis, ada saja tingkahnya yang membuatnya jengkel."Oh, siapa tahu, kan? Bisa aja--""Bang!" tegur Leta. "Apaan sih, nggak usah sinis gitu kenapa sama suami aku. Nanti kalau Abang punya istri, aku sinisin balik emangnya Abang terima?" Satria tersenyum kecut. "Bercanda aja kok, gitu aja--""Bercanda boleh aja, tapi lihat kondisi juga. Nggak mungkin, kan, Abang nggak bisa bedain yang mana waktunya serius sama yang mana waktunya bercanda?" Leta kembali menyela ucapan Satria."Iya, iya." Satria pasrah saja.Pria itu harus bisa menjaga perasaan adiknya karena selama Leta hamil, dia itu gampang sensitif."Udah, udah. Kalian ini kenapa sih ribut terus, nggak enak kalau didengar sama tetangga,
Menikah dengan Langit entah mengapa banyak keraguan yang menyusup di hati Leta.Wanita itu juga bingung dengan hatinya. Mungkin karena meragukan perasaan pria itu, atau dia kecewa karena mengetahui sebuah fakta bahwa suaminya terjerat kasus tabrak lari yang menimpa Mahendra, meskipun sebenarnya dia bersyukur karena ulah Langit, Mahendra belum sempat melakukan apapun padanya. Namun, di sisi lain dia merasa kurang suka dengan tindakan Langit. Intinya saat ini hati Leta benar-benar begitu bingung.Menurut Leta, Langit adalah pria yang sangat baik, lebih malahan. Selama menjadi istri pria itu, Langit tak pernah berbicara kasar, tidak memperlakukannya dengan tindakan semena-mena, yang ada malah Langit sangat tulus padanya. Lalu, mengapa Leta masih meragukan pria itu?Wanita itu menghela napas berat."Astaga! Apa yang aku pikirkan," gumam wanita itu seraya menggeleng pelan. Tak lama setelah itu ponsel Leta berdering, dia langsung mengambil ponselnya yang tak jauh darinya.Tanpa sadar bibir
"Kamu beneran ingin niat serius dengan adikku?" tanya Satria memastikan."Menurutmu? Apa mengajak seorang wanita menikah adalah sesuatu lelucon?" tanya Langit balik."Aku serius bertanya padamu!" geram Satria."Aku pun demikian. Meskipun kamu menentang kami, aku tidak akan menyerah. Selama ini aku membiarkanmu membawa Leta ke mana pun kamu pergi, tapi sayangnya kamu menyia-nyiakan kesempatan itu. Kamu selalu bilang kalau Leta tidak butuh aku, dan anak yang dikandung Leta tidak membutuhkan peran ayahnya. Nyatanya apa, bahkan kamu sendiri pun tidak mampu untuk membiayainya." Langit tersenyum sinis.Sedangkan Satria, pria itu tak terima dengan ucapan Langit. Dia mengepalkan tangannya."Atas dasar apa kamu bicara seperti itu, huh?!""Kenapa? Nggak terima? Memang kenyataannya seperti itu, kan? Apa selama ini kamu peduli dengan Leta? Kalau aku nggak ada di tempat yang sama dengan Leta waktu itu, aku pun nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dia. Asal kamu tahu, beberapa kali bidan men
"Semua sudah saya telusuri, tapi memang tidak ada tanda bukti-bukti jejak kejahatan mereka, Tuan."Mahendra mendesah berat. Kecewa karena sampai detik ini Putra belum juga mendapatkan bukti bahwa Langitlah yang membuatnya kecelakaan."Kamu yakin?" tanya pria itu memastikan."Iya, Tuan. Cctv pun sudah saya cek, tapi memang tidak ada yang mencurigakan. Saya rasa kecelakaan Tuan itu memang murni kecelakaan, bukan campur tangan orang lain."Mahendra menggeleng tegas, jelas saja dia tidak terima dengan ucapan Putra."Nggak! Aku yakin banget kalau dia dalang dari semua ini!" sentaknya."Kalau memang Tuan Langit pelakunya, pasti akan meninggalkan jejak, Tuan. Tapi bukankah malah sebenarnya Tuan sendiri yang ingin menghabisi nyawa Tuan Langit? Atau mungkin itu karma untuk Tuan karena ... sudah berniat--""Tutup mulutmu, sialan! Aku nggak butuh ucapanmu yang nggak bermutu itu!" Suara Mahendra tampak menggelegar."Saya minta maaf, Tuan.""Kalau begitu kamu kembali cari-cari bukti bahwa Langit m