"Apa dia udah pergi?" tanya Mahendra pada Putra."Iya, mereka sudah pergi, Tuan. Hanya saja sepertinya di kediaman Pak Langit sangat dijaga ketat, sepertinya kita akan kesulitan untuk masuk ke dalam sana," beritahu pria itu.Mahendra mendengkus keras. "Kamu ini gimana sih? Masa kayak gitu aja nggak bisa ngatasin? Aku kan udah bilang sama kamu, urus semuanya. Kerjakan apa yang aku perintahkan. Masa kayak gini aja nggak becus?" sentaknya dengan nada tinggi."Maaf, Tuan. Anda tahu sendiri Tuan Langit itu seperti apa, dia sama sekali tidak bisa diprediksi. Dia terlihat begitu tenang, tapi siapa sangka kalau dia itu memiliki seribu rencana. Bahkan--""Kamu ini ngomong apa? Lagi memuji anak berandal itu? Ck! Aku sama sekali nggak butuh dengar kamu muji-muji dia. Telingaku rasanya kebas dengarnya," sela Mahendra dengan cepat. "Sekarang kamu pikir aja gimana rencana kita ini berhasil, jangan sampai usahaku ini sia-sia. Aku udah capek-capek bujuk Danial supaya menyetujui usulku, masa iya renca
"Maaf kalau nanti aku nggak kasih kabar ke kamu, itu artinya aku lagi sibuk," ujar Langit dari ujung sana.Leta mengangguk mengiyakan."Kenapa kamu belum tidur?" tanya pria itu heran."Nggak bisa tidur," sahut wanita itu jujur."Kenapa?"Leta mengedikkan bahunya acuh. "Nggak tahu, aku juga heran, tumben aja nggak bisa tidur, biasanya juga kalau udah di kasur langsung merem matanya, ini sekarang nggak," curhat wanita itu.Langit yang mendengarnya hanya bisa menggeleng pelan. Pria itu tahu kalau Leta tidak bisa tidur kalau dirinya tidak ada di samping wanita itu. Mungkin karena sudah terbiasa, makanya agak berat kalau Leta tidur seorang diri."Eh, bukannya kalau di situ udah tengah malam ya?" tanya Leta tiba-tiba."He'em." Langit menjawab sambil menguap lebar. "Di sini jam udah jam dua pagi, hoam.""Oh gitu ya? Kenapa nggak istirahat?" tanya wanita itu heran."Urusan kerjaan baru kelar, itu juga baru ditinjau," sahut Langit dengan acuh.Karena Leta sama sekali tak paham dengan kerjaan L
"Ini sebenarnya ada apa sih? Kok di luar ribut-ribut?" tanya Leta penasaran."Eee ... itu ... tidak apa-apa, Nona. Sebaiknya Nona istirahat saja. Tadi Tuan Langit berpesan agar Nona selalu menjaga kesehatan," sahut pelayan yang bernama Rina itu. Pelayan itu berbicara dengan nada gugup.Leta menggeleng. "Kamu ini ditanya kenapa nggak langsung jawab aja sih? Emangnya ada apa di luar?" Leta masih ngotot bertanya hal itu.Bagaimana dia tidak penasaran? Seisi rumah ini pada panik ketika melihat di luar ada kegaduhan.'Sebenarnya ada apa?' batin Leta, bertanya-tanya."Maaf, Nona. Saya tidak bisa menjawabnya, karena saya yakin kalau orang-orang suruhan Tuan Langit pasti bisa mengatasinya. Mungkin mereka itu perampok, atau hal sebagainya, makanya saya suruh Nona untuk masuk ke dalam, jangan sampai keluar, takutnya nanti Nona yang akan diserang," jelas pelayan itu dengan terbata-bata.Leta manggut-manggut. Wanita itu langsung percaya dengan ucapan pelayan itu."Tapi kalian yakin kan kalau semu
Wajah Leta semakin pucat ketika pria itu semakin mendekat."Berhenti di situ, jangan mendekat!" teriak Leta dengan mata melotot.Pria itu sama sekali tak mendengarkan ucapan Leta, dia semakin dekat, dan terus saja mendekat. Hingga kini dia sudah berdiri tepat di hadapan wanita itu.Senyuman pria itu seketika sirna ketika melihat perut Leta tampak begitu menonjol. Tak lama setelah itu dia tertawa begitu kencang, jenis tawa menakutkan, itulah pikir Leta.Sisi yang melihat situasi begitu mencekam pun berusaha untuk mendekat ke arah Leta, sayangnya baru saja dia melangkah, tangan wanita itu sudah dicekal oleh pria asing."Lepas!" bentak Sisi."Kamu tidak ada hak untuk mencampuri urusan mereka. Mereka itu suami-istri, jadi biarkan saja mereka selesaikan masalah sendiri. Lebih baik kamu keluar dari sini," perintah pria itu dengan angkuh.Sisi mengibas-ngibaskan tangan pria yang tidak dikenalnya itu dengan begitu keras."Emangnya kamu siapa ngatur-ngatur hidup aku, hah? Selain donatur dilara
"Berengsek! Apa yang kamu lakukan pada temanku, hah?!" teriak Sisi.Wanita itu mencoba memberontak dari cekalan Putra.'Sial! Dia kenapa megangnya kencang sekali,' keluh wanita itu dalam hati."Lepas, berengsek!" Sisi kembali membentak, tapi kali ini bentakannya dia tujukan pada Putra. "Arrgghhhh, sial! Kalau sampai terjadi sesuatu pada temanku, kalian akan tanggung sendiri akibatnya. Aku yakin kalau Langit akan membalas apa yang sudah kalian perbuat," ancam wanita itu.Bukannya tersinggung, Mahendra malah tertawa terbahak-bahak."Kenapa kamu yakin sekali kalau dia akan melakukannya? Dengar! Aku pastikan sebelum dia membalasku, maka aku akan menghancurkan dia terlebih dahulu, hahaha!"Gigi Sisi gemeletuk ketika melihat wajah pongah Mahendra, ingin rasanya dia menendang pria tua itu sekarang juga. Namun apalah daya, kondisi dia tidak memungkinkan.Sisi memalingkan pandangannya ke arah Leta, dia meringis ngilu karena melihat Leta tampak begitu kesakitan."Nggak usah sok. Terima kenyataa
"Apa yang kamu lakukan, Si?!" teriak Leta.Saat ini mereka sedang berdua saja di dalam kamar itu, tidak ada lagi Mahendra dan Putra. Akan tetapi bukan berarti para pria berengsek itu pergi dari rumah ini, melainkan hanya untuk memberi kesempatan pada mereka berdua untuk berbicara empat mata.Lebih sialnya lagi ponsel Leta dirampas begitu saja oleh Mahendra, membuat mereka berdua sama sekali tak bisa berkutik. Namun, untung saja ponsel Sisi tidak ikutan disita. Akan tetapi memangnya siapa yang harus Sisi harapkan dari daftar kontaknya itu? Tidak ada!Sisi sama sekali tak menyahut ucapan Leta, dia sibuk mengelap darah yang ada di paha temannya itu."Si? Kamu dengar aku nggak? Jangan diam aja dong!" Leta kembali membentak Sisi, membuat Sisi menghentikan aktivitasnya.Wanita itu memejamkan matanya cukup lama."Apa? Apa kamu berharap mau ngelawan pria bajingan itu di saat kondisi kita lagi kayak gini? Lagi lemah? Nggak akan bisa berhasil, Let." Setelah terdiam cukup lama, akhirnya Sisi men
"Bisa cepat sedikit?""Maaf, Pak. Keadaan sedang macet, jadi kita tidak bisa sembarangan mengemudi," sahut David tak enak hati.Dia juga ikutan panik ketika melihat bosnya tengah gusar. Ya, David ikut mendengar bagaimana situasi saat itu ketika Langit dan Leta sedang berteleponan, saling memberi kabar. Namun, di tengah itu, tiba-tiba saja Langit dan juga David mendengar suara Mahendra.Awalnya mereka menyangkal kalau itu bukan suara Mahendra. Namun, semakin lama suara itu semakin terdengar begitu jelas, ditambah lagi suara Leta tak kembali terdengar di telinga Langit, membuat pikiran lelaki itu semakin kalut.Langit sangat yakin kalau sudah terjadi sesuatu di rumahnya.Semua percakapan antara Leta dan juga Mahendra, sekaligus Sisi juga didengar oleh Langit, karena Leta memang tidak mengakhiri panggilan itu, itu yang patut Langit syukuri karena dia bisa mendengar apa yang sudah dilakukan oleh Mahendra.Langit juga sangat bersyukur karena ada Sisi yang bisa menolong Leta, walau Langit t
"Wow, wow, wow. Coba lihat siapa yang datang? Akhirnya orang yang kita tunggu-tunggu hadir juga."Mahendra berbicara seperti itu seraya bertepuk tangan ketika melihat kedatangan Langit.Jangan tanyakan bagaimana reaksi Langit. Jelas saja pria itu sangat marah, terbukti dari raut wajahnya yang begitu merah.Langit melihat keadaan sekitar, semuanya tampak berantakan. Padahal sebelum dia meninggalkan rumah ini, kondisinya sangat rapi, lalu kenapa setelah dia kembali malah jadi seperti ini?Mahendra yang menyadari apa yang dilihat Langit pun berdeham keras."Sorry kalau istana yang kamu tempati jadi kotor, selama aku menunggumu aku kelaparan, jadi ya apa gunanya aku sia-siakan makanan yang ada di rumah ini, kan? Daripada dibuang, jadi ya lebih baik aku yang makan," ujar Mahendra dengan gaya pongahnya."Berengsek! Bajingan kau Mahendra!" umpat Langit begitu keras. "Apa tujuanmu ke sini, hah?!" bentak pria itu dengan tangan mengepal.Mahendra mengedikkan bahunya acuh. "Apa lagi, jelas saja
"Apa yang kamu lakukan?!"Langit menatap David berang, lalu pandangannya beralih ke arah Mahendra dan Leta.Dia bernapas lega karena melihat Leta tampak baik-baik saja, meskipun menggigil ketakutan. Dengan cepat Langit mendekati Leta, mendekap tubuh wanita itu dengan erat serta menghujani beberapa kecupan, lalu tali yang mengikat tangan wanita itu dilepas serta benda yang ada di mulut juga dilepas."Kamu nggak apa-apa?" tanya Langit khawatir.Leta menggeleng. Kenyataannya keadaannya memang tidak baik-baik saja. Langit pun menuntun Leta ke sofa untuk duduk."Astaga! Dia sudah mati. Kenapa kamu melakukan hal sekeji ini?!" pekik Axel. Dia yang lebih dulu menghampiri Mahendra usai tumbang.Pekikan Axel jelas saja membuat Langit dan Leta tersentak, kecuali David.Ya, ternyata sebelum Mahendra berniat menembak Leta, David yang lebih dulu memulainya. Entah dari mana pria itu datang, yang pasti salah satu dari mereka tidak ada yang menyadari kedatangan David."Orang seperti itu memang harus d
"Saya akan segera menyusul Anda, saat ini saya sedang dalam perjalanan," ujar David yang panggilannya langsung diangkat oleh Langit."Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan, David? Apa yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Langit to the poin."Saya tidak menyembunyikan apapun dari Anda, Pak. Saya berani bersumpah. Kalau perlakuan saya tadi membuat Anda curiga, saya mohon maaf. Tadi sebenarnya saya ingin menghubungi pihak polisi, saya menyuruh Anda pergi duluan agar mereka terkecoh, Pak. Maaf kalau sudah membuat salah paham," jelas David panjang lebar."Kau sedang tidak membohongiku, kan?""Tidak, Pak. Saya berani bersumpah. Bahkan saya selalu mengingat kata-kata saya untuk Anda, saya akan selalu mengabdikan seluruh kehidupan saya pada Anda."Langit mendengkus keras. "Aku tidak suka omong kosong. Nggak usah bicara seperti itu, kamu berhak menentukan hidupmu sendiri. Aku sudah sampai, aku akhiri dulu panggilannya.""Pak, tunggu. Saya harap Anda harus hati-hati, mereka itu licik. Saya
"Hai, Langit."Langit tersentak ketika mendengar suara laki-laki. Dia kembali melihat ke layar ponselnya untuk memastikan jika tadi dia tidak salah melihat. Setahunya nomor Leta yang menghubunginya."Siapa kau? Kenapa bisa ponsel istriku ada di kamu? Jangan macam-macam!""Hahaha, bagaimana kalau satu macam? Istrimu sangat cantik, rugi rasanya kalau tidak macam-macam.""Berengsek! Siapa kau sebenarnya?!" umpat Langit. "Berikan ponselnya pada istriku, cepat!""Hahaha, kenapa kamu tampak begitu ketakutan, Langit? Di mana sifat angkuhmu seperti biasanya itu?""Jangan main-main denganku kalau kamu nggak mau terjadi sesuatu di kehidupanmu, sialan! Cepat berikan ponselnya pada istriku!""Nggak! Aku mau nunggu kamu sengsara dulu baru aku bakal balikin, bahkan istrimu juga bakal aku balikin sekalian ke kamu. Tapi tunggu aku puas dulu ya, hahaha. Sampai jumpa, Langit. Ingat, jangan macam-macam kalau ingin istri kamu selamat!" ancam pria itu, tak lama kemudian panggilan itu terputus."Sialan! Ap
"Jadi di sini tempat tinggal Langit sekarang?""Rumahnya banyak. Tapi aku yakin dia bakal tinggal di sini, karena ini adalah rumah utamanya."Axel manggut-manggut ketika mendengar penjelasan Mahendra."Dengar-dengar dia udah nikah. Nggak tahu sama wanita yang kamu maksud atau bukan," ucap Axel seraya mengembuskan asap rokok dari bibirnya."Oh ya?" Mahendra tersenyum sinis. "Jelas saja dengan wanita yang sama, karena dia sangat cinta mati dengan wanita itu."Axel tak menyahut, dia hanya mengedikkan bahunya acuh."Aku beritahu kamu sesuatu, sebenarnya wanita yang saat ini menjadi istrinya Langit pernah menjadi istriku."Mulut Axel menganga lebar. "Maksudnya dia jatuh cinta dengan mama tirinya begitu? Wah, ini benar-benar skandal luar biasa."Axel berdecak berkali-kali, sungguh heran dengan sebuah fakta yang baru dia ketahui."Bukan. Mereka sebenarnya sudah saling jatuh cinta dari dulu. Mereka dulu sepasang kekasih namun secara paksa aku renggut kebahagiaan mereka dengan menikahi wanita
"Bagaimana bisa?" Sentak Langit."Saya juga tidak tahu, Pak. Saya yakin ini ada campur tangan orang-orang yang tidak menyukai Anda."Langit menghela napas gusar. Mendengar kabar bahwa Mahendra sudah keluar dari penjara satu bulan lalu jelas membuatnya terkejut. Masalahnya yang jadi pertanyaan siapa yang menjamin pria itu? "Sudah kamu telusuri?"Langit yakin sebelum David menceritakan semuanya pasti pria itu akan menelusuri sampai ke akar-akarnya."Ini baru dugaan, ada pria bernama Axel yang membantunya. Setahu saya Axel ini pernah menawarkan Anda kerjasama, akan tetapi Anda menolaknya karena menurut Anda kurang menguntungkan, meskipun Anda waktu itu menolaknya secara halus tetap saja mungkin dia merasa tersinggung."Langit kembali menghela napas. "Axel? Kamu tahu sendiri kenapa alasan aku menolak tawaran pria itu. Dia kerja asal saja, tidak mementingkan keselamatan konsumen, itu yang membuatku menolaknya. Kalau memang dia yang menyelamatkan tua bangka itu biarkan saja. Aku ingin lih
"Jaga Leta ya, Langit."Langit mengangguk. "Ibu tenang saja, pasti aku akan selalu jaga Leta. Saat ini dia adalah prioritas utamaku.""Cuma saat ini aja?" tanya Satria dengan pandangan menyipit. "Atau sampai Leta melahirkan baru kamu kembali mengacuhkannya?""Selamanya." Langit melirik pria itu dengan sinis, ada saja tingkahnya yang membuatnya jengkel."Oh, siapa tahu, kan? Bisa aja--""Bang!" tegur Leta. "Apaan sih, nggak usah sinis gitu kenapa sama suami aku. Nanti kalau Abang punya istri, aku sinisin balik emangnya Abang terima?" Satria tersenyum kecut. "Bercanda aja kok, gitu aja--""Bercanda boleh aja, tapi lihat kondisi juga. Nggak mungkin, kan, Abang nggak bisa bedain yang mana waktunya serius sama yang mana waktunya bercanda?" Leta kembali menyela ucapan Satria."Iya, iya." Satria pasrah saja.Pria itu harus bisa menjaga perasaan adiknya karena selama Leta hamil, dia itu gampang sensitif."Udah, udah. Kalian ini kenapa sih ribut terus, nggak enak kalau didengar sama tetangga,
Menikah dengan Langit entah mengapa banyak keraguan yang menyusup di hati Leta.Wanita itu juga bingung dengan hatinya. Mungkin karena meragukan perasaan pria itu, atau dia kecewa karena mengetahui sebuah fakta bahwa suaminya terjerat kasus tabrak lari yang menimpa Mahendra, meskipun sebenarnya dia bersyukur karena ulah Langit, Mahendra belum sempat melakukan apapun padanya. Namun, di sisi lain dia merasa kurang suka dengan tindakan Langit. Intinya saat ini hati Leta benar-benar begitu bingung.Menurut Leta, Langit adalah pria yang sangat baik, lebih malahan. Selama menjadi istri pria itu, Langit tak pernah berbicara kasar, tidak memperlakukannya dengan tindakan semena-mena, yang ada malah Langit sangat tulus padanya. Lalu, mengapa Leta masih meragukan pria itu?Wanita itu menghela napas berat."Astaga! Apa yang aku pikirkan," gumam wanita itu seraya menggeleng pelan. Tak lama setelah itu ponsel Leta berdering, dia langsung mengambil ponselnya yang tak jauh darinya.Tanpa sadar bibir
"Kamu beneran ingin niat serius dengan adikku?" tanya Satria memastikan."Menurutmu? Apa mengajak seorang wanita menikah adalah sesuatu lelucon?" tanya Langit balik."Aku serius bertanya padamu!" geram Satria."Aku pun demikian. Meskipun kamu menentang kami, aku tidak akan menyerah. Selama ini aku membiarkanmu membawa Leta ke mana pun kamu pergi, tapi sayangnya kamu menyia-nyiakan kesempatan itu. Kamu selalu bilang kalau Leta tidak butuh aku, dan anak yang dikandung Leta tidak membutuhkan peran ayahnya. Nyatanya apa, bahkan kamu sendiri pun tidak mampu untuk membiayainya." Langit tersenyum sinis.Sedangkan Satria, pria itu tak terima dengan ucapan Langit. Dia mengepalkan tangannya."Atas dasar apa kamu bicara seperti itu, huh?!""Kenapa? Nggak terima? Memang kenyataannya seperti itu, kan? Apa selama ini kamu peduli dengan Leta? Kalau aku nggak ada di tempat yang sama dengan Leta waktu itu, aku pun nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dia. Asal kamu tahu, beberapa kali bidan men
"Semua sudah saya telusuri, tapi memang tidak ada tanda bukti-bukti jejak kejahatan mereka, Tuan."Mahendra mendesah berat. Kecewa karena sampai detik ini Putra belum juga mendapatkan bukti bahwa Langitlah yang membuatnya kecelakaan."Kamu yakin?" tanya pria itu memastikan."Iya, Tuan. Cctv pun sudah saya cek, tapi memang tidak ada yang mencurigakan. Saya rasa kecelakaan Tuan itu memang murni kecelakaan, bukan campur tangan orang lain."Mahendra menggeleng tegas, jelas saja dia tidak terima dengan ucapan Putra."Nggak! Aku yakin banget kalau dia dalang dari semua ini!" sentaknya."Kalau memang Tuan Langit pelakunya, pasti akan meninggalkan jejak, Tuan. Tapi bukankah malah sebenarnya Tuan sendiri yang ingin menghabisi nyawa Tuan Langit? Atau mungkin itu karma untuk Tuan karena ... sudah berniat--""Tutup mulutmu, sialan! Aku nggak butuh ucapanmu yang nggak bermutu itu!" Suara Mahendra tampak menggelegar."Saya minta maaf, Tuan.""Kalau begitu kamu kembali cari-cari bukti bahwa Langit m