"Gimana, Let, kamu nggak diapa-apain sama Langit, kan?" tanya Sisi cemas."Santai aja, aku nggak apa-apa kok. Kamu nggak usah khawatir ya?"Sisi mendengkus keras. "Gimana nggak khawatir coba? Kemarin tuh wajah Langit sengak banget, belum lagi dia itu juga kasar sama kamu. Aku takut kalau kamu kenapa-kenapa, dia itu tempramennya buruk sekali. Takut banget aku tuh, tapi kamu beneran nggak diapa-apain, kan? Dipukul atau gimana gitu? Dari kemarin juga nomor kamu nggak pernah aktif, aku coba telpon terus, tapi nomornya selalu di luar jangkauan. Beneran nggak apa-apa?" tanya Sisi memastikan."Iya, aku nggak apa-apa. Emang waktu itu Langit marah banget, tapi kamu tenang aja, meskipun dia marah, mulutnya aja yang suka bicara tajam, tapi kalau soal main tangan dia nggak pernah ngelakuin hal itu. Kamu tenang aja ya. Aku oke kok."Sisi bernapa lega. "Oke lah kalau gitu, aku seneng banget dengarnya. Eh tapi omong-omong, mengenai pembicaraan kita waktu itu, apa Langit juga ikut dengar, Let?" tanya
"Kamu yang namanya Citra ya? Pacarnya Langit yang kerjanya jadi model itu?" tanya Sisi to the poin.Dia bertanya seperti itu ketika Citra sedang berkumpul dengan teman-temannya."Siapa kamu? Kok tiba-tiba tanya kayak gitu?" tanya Citra heran."Bisa kita bicara? Hanya berdua saja loh ya?" pinta wanita itu."Maaf, aku lagi sibuk. Lain kali saja."Citra pikir itu hanya orang iseng saja, atau bisa jadi wanita yang memintanya berbicara berdua itu adalah salah satu fansnya, mungkin. Itulah pikirnya."Ini tentang Langit. Kalau kamu mau lebih dekat dengan dia, silakan ikuti aku." Sisi berbicara dengan penuh arogan.Citra aja bisa bicara seperti itu pada Sisi, jadi ya Sisi harus diam aja gitu? Oh, tentu saja tidak bisa!Citra mendengkus keras, dia melihat teman-temannya yang sedari tadi juga agak risih melihat kedatangan Sisi, pada akhirnya Citra pun bangkit dari duduknya."Guys, sorry ya. Aku mau kelarin urusan dulu sama dia. Kalian kalau mau pesan sesuatu juga nggak apa-apa kok. Biar nanti a
"Katakan kalau apa yang aku bilang tadi itu nggak benar?" sentak pria itu."Nggak. Aku nggak ada niat buat kabur, Langit. Hentikan, ini sakit," lirih Leta.Wanita itu tampak meringis ketika diperlakukan kasar oleh pria itu. Ketika Langit sudah mencapai pelepasannya, barulah Leta tampak bernapas lega."Kalau sampai ucapanmu tidak terbukti benar, aku akan membuat hidupmu dilanda menyesal, Leta. Pegang kata-kataku ini," ancam pria itu seraya membenarkan resleting celananya.Leta tak menyahut, dia hanya membuang pandangannya ke sembarang arah. Tekadnya memang sudah bulat untuk pergi meninggalkan pria itu.'Aku tidak takut dengan ancaman kamu. Apapun yang terjadi, aku tetap akan pergi dari hidupmu. Percuma saat ini aku selalu bersamamu kalau perlakuanmu aja selalu seperti itu,' batin Leta."Bersihkan tubuhmu. Setelah itu makan, aku tidak mau kalau bayiku kekurangan gizi," titah pria itu, yang tidak mau dibantah.Karena tidak ingin melihat amukan Langit lagi, akhirnya dia pun menuruti perin
"Jadi sekarang kamu sama Langit memutuskan buat baikan?"Leta mengangguk dengan singkat, membuat Sisi secara spontan langsung menggebrak meja dengan keras.Hal itu pun jelas saja menjadi tontonan banyak orang."Si, jangan kayak gitu ah, nggak enak tuh banyak yang lihatin kita secara aneh," tegur Leta sambil meringis pelan.Wanita itu sudah menduga kalau temannya itu pasti akan bereaksi seperti itu kalau dia menceritakan yang sebenarnya."Bukan aku yang aneh, tapi kamu, Let. Iya, kamu!" tunjuk Sisi dengan sengit. "Bisa-bisanya kamu itu ... argh! Tahu ah, nggak ngerti lagi aku mau omong apa lagi sama kamu," decak wanita itu."Emangnya ada yang salah ya sama keputusan aku?" tanya Leta tanpa merasa bersalah.Mulut Sisi menganga lebar."Serius kamu tanya kayak gitu sama aku? Astaga, Leta! Kamu masih ingat, kan, kemarin kamu berbicara begitu menggebu-gebu ingin pergi dari sisi pria itu? Lantas kenapa sekarang udah beda cerita lagi? Maksudnya apa nih?" erang Sisi frustrasi.Leta mengedikkan
"Udah selesai ngobrolnya? Kok aku datang kalian malah saling diam?" tanya pria itu dengan kening berkerut."Oh, hehehe. Udah kok, lagian nggak ada obrolan penting juga di antara kami. Tadi kami cuma ngobrol seputar tentang wanita aja. Itu aja sih, hehehe," jelas Leta sambil nyengir lebar.Langit tersenyum tipis ketika mendengar suara Leta tampak gugup."Apa kalian terganggu dengan kedatanganku?"'Oh ya jelas, nyadar juga rupanya,' batin Sisi, terlihat begitu kesal.Kendati demikian, dia tidak berani mengutarakannya secara langsung."Nggak juga sih, lagian urusan aku sama Leta juga udah selesai. Kalau gitu aku pergi dulu ya, Let. Mau samperin Deon.""Iya, kamu hati-hati di jalan ya.""Oke, besok-besok kita ngobrol lagi ya," ujar Sisi seraya mengacungkan jempolnya."Iya." Leta melambaikan tangannya ke arah Sisi sambil tersenyum. Setelah Sisi sudah hilang dari pandangannya, barulah wanita itu beralih menatap ke arah Langit."Kenapa nyusul aku ke sini?""Mau jemput kamu, emangnya ada yan
"Seperti yang Anda duga, Pak Langit. Mata-mata Tuan Mahendra sedang berkeliaran di luar sana. Dan ternyata waktu itu memang ada seseorang yang ingin mendekati Leta, tapi beruntungnya Anda yang duluan mendekat ke arah Leta, Pak," jelas David, dia melirik sekilas spion mobil untuk melihat bagaimana reaksi Langit.Pria itu tampak terlihat tenang, tapi David sangat tahu betul kalau pikiran bosnya itu pasti begitu berisik. David sangat bersimpati dengan Langit."Terus awasi mereka. Jangan sampai mereka mendekati Aleta," ujar Langit dengan suara tenang."Iya, Pak. Orang-orang kita juga terus mengintai gerak-gerik mereka. Jadi Anda tidak perlu khawatir dengan hal itu, Pak," jelas David lagi.Langit mengangguk tanpa minat. "Bagus."David kembali melihat ke arah Langit, pria itu tampak ragu ketika ingin menyampaikan sesuatu.Sebenarnya dia tidak ingin mengatakannya jika mood bosnya sedang tidak baik. Namun, kalau dia tidak menyampaikan itu sekarang juga, yang ada nanti dia juga yang akan terke
"Aku akan pergi."Leta yang tadinya sedang menyiapkan pakaian Langit seketika terhenti. Dia menoleh ke arah arah pria itu dengan mengernyit heran.'Kok tumben dia pamit? Biasanya juga langsung pergi, nggak ada tuh pakai acara ngomong-ngomong segala, apalagi minta izin,' batin wanita itu."Oh ya? Mau ke mana?" tanya wanita itu pura-pura penasaran.Langit menghela napas pelan, dia mendekati wanita itu, lalu memeluknya dari belakang. Lagi, pria itu kembali menghela napas. Namun, untuk kali ini agak berat."Ada urusan bisnis. Aku akan pergi beberapa hari, kamu nggak apa-apa kalau aku nggak ada di sini?" tanya pria itu lirih.Leta menggeleng. "Aku nggak apa-apa kok, kalau kamu nggak ada di sini, aku bisa minta temani Sisi, nggak apa-apa kan? Tapi kalau nggak diizinkan dia ke sini, biar aku aja yang keluar, biar aku ketemuan sama Sisi di luar, seperti biasanya," jelas wanita itu, agar Langit tidak salah paham."Nggak usah, pokoknya aku minta sama kamu, selama aku nggak ada di sini, kamu ngg
"Sesuai yang kamu minta, aku sudah mengundang Tuan Langit untuk datang ke sini," jelas Danial dari ujung sana.Mahendra tersenyum sumringah. "Bagus, terima kasih karena sudah mau menolongku, bro," ucapnya dengan bangga."Santai aja, kamu dulu juga pernah membantuku, jadi kali ini giliran aku yang membantu kamu, asalkan itu demi kebaikan," jelas Danial lagi.Mahendra tersenyum sinis ketika mendengar ucapan pria itu. Ya, dia terpaksa berbohong pada temannya yang dulu adalah rekan kerjanya, untuk kepentingan pribadi.Pria itu beralasan meminta bantuan pada Danial, agar Langit lebih fokus lagi untuk membangun usahanya. Sebenarnya di satu sisi itu sangat menguntungkan Langit, karena berkat bantuan Mahendra, Langit bisa bekerjasama dengan Danial, sang pengusaha ternama. Namun, di sisi lain ini juga akan menguntungkan Mahendra, karena rencana yang dia rancang sedari dulu akhirnya akan berhasil, dia akan segera mengambil Leta dari tangan Langit.Mahendra tidak tinggal diam. Mungkin selama ini
"Apa yang kamu lakukan?!"Langit menatap David berang, lalu pandangannya beralih ke arah Mahendra dan Leta.Dia bernapas lega karena melihat Leta tampak baik-baik saja, meskipun menggigil ketakutan. Dengan cepat Langit mendekati Leta, mendekap tubuh wanita itu dengan erat serta menghujani beberapa kecupan, lalu tali yang mengikat tangan wanita itu dilepas serta benda yang ada di mulut juga dilepas."Kamu nggak apa-apa?" tanya Langit khawatir.Leta menggeleng. Kenyataannya keadaannya memang tidak baik-baik saja. Langit pun menuntun Leta ke sofa untuk duduk."Astaga! Dia sudah mati. Kenapa kamu melakukan hal sekeji ini?!" pekik Axel. Dia yang lebih dulu menghampiri Mahendra usai tumbang.Pekikan Axel jelas saja membuat Langit dan Leta tersentak, kecuali David.Ya, ternyata sebelum Mahendra berniat menembak Leta, David yang lebih dulu memulainya. Entah dari mana pria itu datang, yang pasti salah satu dari mereka tidak ada yang menyadari kedatangan David."Orang seperti itu memang harus d
"Saya akan segera menyusul Anda, saat ini saya sedang dalam perjalanan," ujar David yang panggilannya langsung diangkat oleh Langit."Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan, David? Apa yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Langit to the poin."Saya tidak menyembunyikan apapun dari Anda, Pak. Saya berani bersumpah. Kalau perlakuan saya tadi membuat Anda curiga, saya mohon maaf. Tadi sebenarnya saya ingin menghubungi pihak polisi, saya menyuruh Anda pergi duluan agar mereka terkecoh, Pak. Maaf kalau sudah membuat salah paham," jelas David panjang lebar."Kau sedang tidak membohongiku, kan?""Tidak, Pak. Saya berani bersumpah. Bahkan saya selalu mengingat kata-kata saya untuk Anda, saya akan selalu mengabdikan seluruh kehidupan saya pada Anda."Langit mendengkus keras. "Aku tidak suka omong kosong. Nggak usah bicara seperti itu, kamu berhak menentukan hidupmu sendiri. Aku sudah sampai, aku akhiri dulu panggilannya.""Pak, tunggu. Saya harap Anda harus hati-hati, mereka itu licik. Saya
"Hai, Langit."Langit tersentak ketika mendengar suara laki-laki. Dia kembali melihat ke layar ponselnya untuk memastikan jika tadi dia tidak salah melihat. Setahunya nomor Leta yang menghubunginya."Siapa kau? Kenapa bisa ponsel istriku ada di kamu? Jangan macam-macam!""Hahaha, bagaimana kalau satu macam? Istrimu sangat cantik, rugi rasanya kalau tidak macam-macam.""Berengsek! Siapa kau sebenarnya?!" umpat Langit. "Berikan ponselnya pada istriku, cepat!""Hahaha, kenapa kamu tampak begitu ketakutan, Langit? Di mana sifat angkuhmu seperti biasanya itu?""Jangan main-main denganku kalau kamu nggak mau terjadi sesuatu di kehidupanmu, sialan! Cepat berikan ponselnya pada istriku!""Nggak! Aku mau nunggu kamu sengsara dulu baru aku bakal balikin, bahkan istrimu juga bakal aku balikin sekalian ke kamu. Tapi tunggu aku puas dulu ya, hahaha. Sampai jumpa, Langit. Ingat, jangan macam-macam kalau ingin istri kamu selamat!" ancam pria itu, tak lama kemudian panggilan itu terputus."Sialan! Ap
"Jadi di sini tempat tinggal Langit sekarang?""Rumahnya banyak. Tapi aku yakin dia bakal tinggal di sini, karena ini adalah rumah utamanya."Axel manggut-manggut ketika mendengar penjelasan Mahendra."Dengar-dengar dia udah nikah. Nggak tahu sama wanita yang kamu maksud atau bukan," ucap Axel seraya mengembuskan asap rokok dari bibirnya."Oh ya?" Mahendra tersenyum sinis. "Jelas saja dengan wanita yang sama, karena dia sangat cinta mati dengan wanita itu."Axel tak menyahut, dia hanya mengedikkan bahunya acuh."Aku beritahu kamu sesuatu, sebenarnya wanita yang saat ini menjadi istrinya Langit pernah menjadi istriku."Mulut Axel menganga lebar. "Maksudnya dia jatuh cinta dengan mama tirinya begitu? Wah, ini benar-benar skandal luar biasa."Axel berdecak berkali-kali, sungguh heran dengan sebuah fakta yang baru dia ketahui."Bukan. Mereka sebenarnya sudah saling jatuh cinta dari dulu. Mereka dulu sepasang kekasih namun secara paksa aku renggut kebahagiaan mereka dengan menikahi wanita
"Bagaimana bisa?" Sentak Langit."Saya juga tidak tahu, Pak. Saya yakin ini ada campur tangan orang-orang yang tidak menyukai Anda."Langit menghela napas gusar. Mendengar kabar bahwa Mahendra sudah keluar dari penjara satu bulan lalu jelas membuatnya terkejut. Masalahnya yang jadi pertanyaan siapa yang menjamin pria itu? "Sudah kamu telusuri?"Langit yakin sebelum David menceritakan semuanya pasti pria itu akan menelusuri sampai ke akar-akarnya."Ini baru dugaan, ada pria bernama Axel yang membantunya. Setahu saya Axel ini pernah menawarkan Anda kerjasama, akan tetapi Anda menolaknya karena menurut Anda kurang menguntungkan, meskipun Anda waktu itu menolaknya secara halus tetap saja mungkin dia merasa tersinggung."Langit kembali menghela napas. "Axel? Kamu tahu sendiri kenapa alasan aku menolak tawaran pria itu. Dia kerja asal saja, tidak mementingkan keselamatan konsumen, itu yang membuatku menolaknya. Kalau memang dia yang menyelamatkan tua bangka itu biarkan saja. Aku ingin lih
"Jaga Leta ya, Langit."Langit mengangguk. "Ibu tenang saja, pasti aku akan selalu jaga Leta. Saat ini dia adalah prioritas utamaku.""Cuma saat ini aja?" tanya Satria dengan pandangan menyipit. "Atau sampai Leta melahirkan baru kamu kembali mengacuhkannya?""Selamanya." Langit melirik pria itu dengan sinis, ada saja tingkahnya yang membuatnya jengkel."Oh, siapa tahu, kan? Bisa aja--""Bang!" tegur Leta. "Apaan sih, nggak usah sinis gitu kenapa sama suami aku. Nanti kalau Abang punya istri, aku sinisin balik emangnya Abang terima?" Satria tersenyum kecut. "Bercanda aja kok, gitu aja--""Bercanda boleh aja, tapi lihat kondisi juga. Nggak mungkin, kan, Abang nggak bisa bedain yang mana waktunya serius sama yang mana waktunya bercanda?" Leta kembali menyela ucapan Satria."Iya, iya." Satria pasrah saja.Pria itu harus bisa menjaga perasaan adiknya karena selama Leta hamil, dia itu gampang sensitif."Udah, udah. Kalian ini kenapa sih ribut terus, nggak enak kalau didengar sama tetangga,
Menikah dengan Langit entah mengapa banyak keraguan yang menyusup di hati Leta.Wanita itu juga bingung dengan hatinya. Mungkin karena meragukan perasaan pria itu, atau dia kecewa karena mengetahui sebuah fakta bahwa suaminya terjerat kasus tabrak lari yang menimpa Mahendra, meskipun sebenarnya dia bersyukur karena ulah Langit, Mahendra belum sempat melakukan apapun padanya. Namun, di sisi lain dia merasa kurang suka dengan tindakan Langit. Intinya saat ini hati Leta benar-benar begitu bingung.Menurut Leta, Langit adalah pria yang sangat baik, lebih malahan. Selama menjadi istri pria itu, Langit tak pernah berbicara kasar, tidak memperlakukannya dengan tindakan semena-mena, yang ada malah Langit sangat tulus padanya. Lalu, mengapa Leta masih meragukan pria itu?Wanita itu menghela napas berat."Astaga! Apa yang aku pikirkan," gumam wanita itu seraya menggeleng pelan. Tak lama setelah itu ponsel Leta berdering, dia langsung mengambil ponselnya yang tak jauh darinya.Tanpa sadar bibir
"Kamu beneran ingin niat serius dengan adikku?" tanya Satria memastikan."Menurutmu? Apa mengajak seorang wanita menikah adalah sesuatu lelucon?" tanya Langit balik."Aku serius bertanya padamu!" geram Satria."Aku pun demikian. Meskipun kamu menentang kami, aku tidak akan menyerah. Selama ini aku membiarkanmu membawa Leta ke mana pun kamu pergi, tapi sayangnya kamu menyia-nyiakan kesempatan itu. Kamu selalu bilang kalau Leta tidak butuh aku, dan anak yang dikandung Leta tidak membutuhkan peran ayahnya. Nyatanya apa, bahkan kamu sendiri pun tidak mampu untuk membiayainya." Langit tersenyum sinis.Sedangkan Satria, pria itu tak terima dengan ucapan Langit. Dia mengepalkan tangannya."Atas dasar apa kamu bicara seperti itu, huh?!""Kenapa? Nggak terima? Memang kenyataannya seperti itu, kan? Apa selama ini kamu peduli dengan Leta? Kalau aku nggak ada di tempat yang sama dengan Leta waktu itu, aku pun nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dia. Asal kamu tahu, beberapa kali bidan men
"Semua sudah saya telusuri, tapi memang tidak ada tanda bukti-bukti jejak kejahatan mereka, Tuan."Mahendra mendesah berat. Kecewa karena sampai detik ini Putra belum juga mendapatkan bukti bahwa Langitlah yang membuatnya kecelakaan."Kamu yakin?" tanya pria itu memastikan."Iya, Tuan. Cctv pun sudah saya cek, tapi memang tidak ada yang mencurigakan. Saya rasa kecelakaan Tuan itu memang murni kecelakaan, bukan campur tangan orang lain."Mahendra menggeleng tegas, jelas saja dia tidak terima dengan ucapan Putra."Nggak! Aku yakin banget kalau dia dalang dari semua ini!" sentaknya."Kalau memang Tuan Langit pelakunya, pasti akan meninggalkan jejak, Tuan. Tapi bukankah malah sebenarnya Tuan sendiri yang ingin menghabisi nyawa Tuan Langit? Atau mungkin itu karma untuk Tuan karena ... sudah berniat--""Tutup mulutmu, sialan! Aku nggak butuh ucapanmu yang nggak bermutu itu!" Suara Mahendra tampak menggelegar."Saya minta maaf, Tuan.""Kalau begitu kamu kembali cari-cari bukti bahwa Langit m