Riehla melangkah keluar, kembali menutup pagar. Sedikit berjalan, masuk ke dalam mobil Ellio. Ellio jalankan mobil dengan kecepatan sedang. Akhirnya Ellio mengajak Riehla keluar setelah beberapa hari bahkan tidak menanyakan kabarnya sama sekali. "Mau makan apa? Apa ada yang ingin kamu makan?" tanya Ellio, lalu menoleh sebentar ke arah Riehla yang tengah menatap lurus ke depan."Saya ikut saja. Terserah kamu." Tanpa menatap Ellio.Ellio bisa lihat dan rasakan jika perempuan di sampingnya itu masih sesedih itu. Tidak ada yang bisa dilakukan selain berusaha kuat. Jika kita mampu menerima kedatangan seseorang dalam hidup kita, maka kita juga harus bisa terima kepergian seseorang walau mungkin secara mendadak.Alih-alih makan di Restaurant biasa yang bukan di dalam Mall, kali ini Ellio membawa Riehla makan di Restaurant yang ada di Mall. Mereka berdua melangkah memasuki mall dengan berjalan beriringan. Ellio menoleh ke arah Riehla yang sedari tadi hanya diam. Apa yang bisa ia lakukan untuk
"Setelah dinner sama kamu, Pak Ellio diam saja. Gak ada yang diceritakannya. Saya pikir dia tengah meratapi patah hatinya ditolak kamu." Lalu, meminum sedikit cairan berwarna biru pada gelas yang terlihat berembun."Patah hati? Ditolak saya?" Riehla mengerti maksud Randy, hanya saja nyatanya ia tidak mendapat pernyataan cinta dari Ellio."Pak Ellio gak jadi menyatakan perasaannya?!" Randy terkejut sendiri dengan pemikirannya itu."Jadi, dinner itu dia persiapkan buat menyatakan perasaannya?""Iya.""Dengan menyewa seluruh Restaurant?"Randy menganggukan kepala. Pantas saja Riehla merasa ada yang aneh, saat melihat Restaurant yang hanya ada mereka berdua. Tidak Riehla sangka bahwa Ellio akan bertindak seperti itu. Menghabiskan uang hanya untuk Riehla."Kalau Pak Ellio meminta kamu buat jadi pacarnya, apa kamu akan terima?""Kenapa saya harus kasih tahu kamu?" Lalu, memasukkan sesendok makanan ke dalam mulut.Randy taruh sendok dan garpu di atas piring yang sudah bersih. Melipat tangan
Luna berdiri dari duduk saat melihat kehadiran Riehla. Riehla tersenyum hangat pada Luna yang juga tersenyum tak kalah hangatnya dari Riehla. "Pak Ellio ada di dalam," ujar Luna."Kalau gitu saya masuk dulu." Riehla berdiri di depan pintu, mengetuknya.Ellio yang nampak sibuk menandatangani beberapa dokumen, tidak menghiraukan siapa yang datang. "Pak Ellio," ujar Riehla. Sontak Ellio mengangkat kepalanya. Ditatapnya tak percaya Riehla yang datang tanpa diminta. Ellio tutup berkas, menumpukkan pada beberapa berkas yang telah usai ditandatangani."Tanpa mengabari sebelumnya? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Ellio."Memangnya gak boleh mampir?" Lalu, Riehla berjalan ke arah sofa. Mendudukkan diri di sofa panjang.Ellio beralih duduk di samping Riehla. "Boleh saja. Justru saya senang melihat kamu menemui saya.""Gimana kalau nanti malam kita makan malam?"Bukannya tidak senang, hanya saja Ellio sedikit tidak menyangka bahwa akan sampai pada hari di mana Riehla mengajaknya makan lebih dahu
Sudah terduduk di atas ranjang dengan pakaian tidur, Riehla sedang menatap boneka el. Riehla pikir boneka beruang putih itu pertanda baik. Bukan hanya mendapat boneka el, ia juga mendapat si pemberi boneka. "Siapa sangka kalau mantan bos jadi pacar," gumam Riehla.Drrrtt drrrtt drrrttDiambilnya handphone yang ada di atas nakas, nampak panggilan masuk dari Ellio. Tentu Riehla menerimanya."Hallo," ucap Riehla dengan wajah berseri."Lagi apa?""Mau tidur. Kamu sendiri?" Sembari menatap boneka yang masih ia pegang itu."Lagi di Balkon Kamar, mikirin seorang perempuan yang akhir-akhir ini terus memenuhi pikiran."Riehla tersenyum bahagia dan sedikit malu. Bukannya Ellio sedang menggodanya?"Siapa sih perempuannya? Cantik gak?""Cantik. Terlebih dia adalah perempuan yang baik, perhatian, dan mencintai saya. Perempuan yang berharga. Saya gak mau kehilangan dia."Perempuan mana pun akan tersentuh mendengarnya. Riehla merasa ia tidak salah memberikan hatinya pada Ellio. Bukankah Ellio nampak
Ellio mencoba membangunkan Riehla dengan membelai lembut kepala perempuan itu. "Riehla," ucap Ellio dengan nada lembut. Namun, Riehla tidak langsung membuka matanya. Tidurnya terlihat nyenyak. Sepertinya Riehla sedikit kelelahan. "Rie Rie. Kita sudah sampai depan Rumah kamu."Perlahan mata itu terbuka dan Ellio menghentikan kegiatannya membelai lembut kepala Riehla. Riehla tatap wajah yang sudah mampu membuatnya jatuh cinta. Membuatnya mencoba memulai suatu hubungan. "Susah ya bangunin aku?""Sedikit." Seraya tersenyum.Saat Riehla mencoba duduk dengan benar Ellio menjauhkan wajahnya. Riehla tatap Ellio. "Terima kasih atas satu hari ini. First date yang gak akan aku lupakan."Ellio sentuh salah satu tangan Riehla, menggenggamnya lembut. "Terima kasih sudah bersedia menerima perasaan saya.""Terima kasih sudah bersedia menerima perasaan aku juga." Seraya tersenyum.Ellio lepas tangan Riehla. Riehla buka sabuk pengaman, lalu menoleh ke arah Ellio. "Hati-hati." Ellio membalasnya dengan t
Hari itu Yura hanya cedera sedikit dan tidak lama berada di Rumah Sakit. Dan sejak saat itu hingga sudah hari ke-tiga Riehla tidak bertemu Ellio. Lebih baik dari hari pertama, Ellio dapat mengirim pesan atau menelepon hanya untuk menanyakan Riehla sedang apa. Riehla pikir ia tidak apa-apa tidak bertemu Ellio sehari pun, karena sebelum memulai hubungan dengan Ellio, Riehla tahu sesibuk apa Ellio.Teringat perkataannya saat di Pantai. Riehla bilang jika ia tidak apa jarang bertemu dengan Ellio. Nyatanya tidak seperti itu. Sudah tiga hari Riehla menahan rindu ingin bertemu Ellio. Bukannya tidak cukup hanya dengan berkomunikasi via telepon, hanya saja kurang puas. Di hari libur pun Ellio masih sibuk dengan kerjaan. Sepertinya Ellio lupa jika sesibuk sibuknya dirinya ia akan berusaha meluangkan waktu untuk Riehla. Mana yang katanya akan berusaha membuat Riehla bahagia?Seharusnya hari ini ia pergi dengan Ellio, jadinya ia pergi sendirian ke Toko Buku yang ada di Mall. Melihat-lihat buku. I
Mereka bertiga yang ada di meja makan tengah berbincang hangat dengan sesekali tertawa. Rasanya seperti Riehla memang bagian dari keluarga itu. "Rasanya kayak aku punya Kakek lagi," ucap Riehla."Kakek kan memang Kakek kamu." Lalu, meminum habis air putih yang tinggal sedikit."Kayaknya gak lama lagi kamu benar-benar akan menjadi bagian dari kita," ujar Yura dengan santainya."Walau akhirnya kamu gak jadi sama Lio, kamu akan tetap Kakek anggap sebagai Cucu."Riehla tersenyum. Ia belum memberitahu Kakek jika hubungannya dengan Ellio kembali membaik. "Riehla sama Kak Ellio sudah balikan," kata Yura."Benar?" tanya Kakek sembari menatap serius Riehla yang ada di hadapannya."Iya." Seraya tersenyum."Bahagia dengarnya," ujar Kakek dengan wajah terharu. Pria lansia itu benar-benar berharap bahwa yang akan menjadi Cucu Menantu-nya adalah Riehla."Kakek harap gak ada lagi perpisahan di antara kalian." Riehla hanya membalasnya dengan lengkungan manis yang menghiasi bibirnya.Beberapa saat kem
"Nanti kamu saja yang antar aku pulang," ucap Riehla di sela makan roti bakar dengan selai kacang."Yakin?" Sembari menatap Riehla yang berada di hadapannya."Aku gak mungkin terus diam. Kita gak berbuat salah, sudah sepantasnya Ibu tahu soal hubungan kita."Ellio tersenyum. "Senang dengarnya." Lalu, digigitnya roti bakar dengan selai cokelat.Ketika Riehla sedang mencuci peralatan bekas makan, Ellio yang duduk di kursi makan, merogoh saku celana bahannya. Mencoba menelepon Yura."Hallo, Kak.""Gak jadi antar Riehla pulang." Sembari menatap Riehla yang sibuk dengan kegiatannya."Kenapa? Riehla gak mau? Seingat aku kita sudah membereskan masalah kita.""Kak Ellio yang akan antar Riehla.""Ohh, kira aku Riehla gak mau diantar aku.""Ya sudah, Kak Ellio cuma mau bilang itu.""Mm."Berdiri dari duduk, kembali memasukkan handphone ke dalam saku. Berjalan mendekati Riehla dan berdiri tepat di belakang Riehla. Melingkarkan tangannya yang cukup kekar itu di perut rata Riehla. "Menurut kamu Ib
Ada yang kebakar tapi bukan dengan api. Sudah 3 hari ini Kenzo tak ada kabar sama sekali. Terlebih Zena melihat postingan Kenzo seperti bersenang-senang dengan orang-orang asing itu. Tak satu pun yang wajahnya Zena kenal.Zena pikir selama kepergian lelaki itu Kenzo akan rajin memberi kabar. Nyatanya..."Kamu bisa membuatnya jatuh cinta kepada-mu meski dia tak cinta." Yura yang duduk di samping Zena di sofa panjang, bernyanyi menggoda Zena."Kayaknya memang gak cinta," ujar Zena sembari menatap handphone di mana layar penuh wajah Kenzo. Zena sedang melihat-lihat foto pada sosial media Kenzo."Cinta, Na. Kalau gak ada rasa gak mungkin kelihatan ngedeketin gitu." Masih dengan menatap Zena.Zena menoleh ke arah Yura. Menatap Yura dengan wajah serius. "Gak bisa, Yura."Yura membalas dengan wajah tak kalah serius. "Kelihatan banget kalau kamu gak mau kehilangan Kenzo. Masih mau menolak keberadaannya?"Diam itulah yang sedang Zena lakukan. Zena masih bingung dengan dirinya sendiri. Di satu
Sejak dari tempat permainan hingga kini berada di salah satu Restaurant yang dilakukan Kenzo hanya diam dengan terus mengawasi anak-anak itu. Sungguh seperti seorang pengasuh.Kenzo yang duduk tepat di hadapan Zena melihat betapa perhatiannya Adit pada Zena. Pemuda yang duduk di samping Kenzo itu benar-benar memperlihatkan ketertarikannya pada gadis cantik dan lembut inceran Kenzo."Habis ini kamu langsung pulang atau mau ikut jenguk Resti?" tanya Dania pada Zena."Ikut.""Aku ikut," ujar Adit.Kenzo yang mendengar itu rasanya ingin ikut juga tetapi nanti terlihat aneh. Adit sih sah-sah saja jika ikut, Adit kan sahabatnya Resti juga."Besok saya melakukan penerbangan ke Singapore dan akan berada di sana selama satu minggu, Na." Sembari menatap Zena.Zena yang jelas mendengar ucapan Kenzo, memilih diam. Kenzo yang melihat itu tentu sedikit sedih karena tidak mendapat respon dari gadis yang ia suka.Beberapa saat kemudian...Zena sudah berada di dalam taxi yang melaju bersama Dania dudu
Zena tahu jika semua orang mendukung Zena memiliki hubungan dengan Kenzo. Berjam-jam bersama Kenzo pun membuat Zena menyadari jika ia mulai menyukai Kenzo. Tetapi seragam putih abu-abu itu seperti pembatas bagi Zena.Di hadapannya sudah terdapat dua box pizza beda topping yang terletak di meja kerja. Ya, mereka berada di Ruang Kerja sang Direktur yang tak lain adalah Kenzo."Dimakan, Na." Yang duduk di kursi kerja-nya.Zena ambil sepotong pizza yang digigit kecil. "Habis ini mau pulang apa masih mau di sini?""Pulang saja, Kak.""Ya sudah, nanti saya antar.""Gak usah. Aku bisa naik ojek online." Lalu, menggigit pizza."Lebih baik saya yang antar.""Gak, Kak!" tegas Zena.Jika sudah seperti itu Kenzo hanya bisa diam yang berarti mengiyakan maunya Zena. Belum apa-apa Kenzo sudah belajar mengalah.Bahkan ketika Zena menyuruh Kenzo ikut makan pria matang itu menurut. Seolah Kenzo tidak ingin memulai perdebatan dengan gadis kecil itu.Sama seperti Ellio yang menganggap Zena gadis kecil wa
Buku yang ingin Zena ambil nyatanya terlalu jauh untuk digapainya hingga gadis itu berjinjit dan buku melayang jatuh ke lantai. Untung tidak mengenai kepala Zena. Saat Zena hendak mengambil buku fisika itu terlihat tangan yang lebih besar dan kekar dari tangannya menyentuh buku juga.Tanpa menyingkirkan tangan dari buku Zena yang posisi jongkok, mengangkat kepala dan manik matanya bertemu dengan manik mata Adit. Mendadak entah mengapa momen itu mengingatkan Zena pada buku yang jatuh di Toko buku.Zena berdiri dari jongkok dengan membiarkan Adit yang mengambil buku itu. Adit berikan buku pada Zena yang mengucapkan terima kasih lalu berlalu dari sana mencari tempat duduk masih di Perpustakaan.Buku sudah dibuka tetapi pikirannya malah berada di tempat lain. Mata memang mengarah ke deretan huruf dan angka, tetapi otaknya penuh dengan wajah Kenzo. Niat ke Perpus untuk fokus belajar tetapi...Adit mengambil posisi duduk di sebelah Zena dengan buku yang sama diletakkan di meja. Menatap Zena
Setelah mengantri membeli tiket Kenzo mengajak Zena membeli popcorn. Memberikan popcorn lumayan banyak itu pada Zena. Berjalan ke arah studio tempat film yang akan mereka tonton.Mereka langsung masuk lantaran orang-orang yang menonton di jam sebelumnya telah meninggalkan ruangan. Kenzo yang memegang potongan tiket memimpin jalan mencari tempat duduk mereka.Duduk di bagian bangku yang ada 4 buah. Zena kebetulan berada di dekat dinding. Menaruh cup popcorn di tempat yang tersedia untuk menaruh popcorn atau botol.Sebelum film diputar, handphone yang berada di tas selempang kecil bergetar. Zena segera mengambilnya dan terdapat panggilan video dari Eden."Bisa-bisanya Kak Zena pergi tanpa aku!" keluh Eden. Bibir anak kecil itu pun nampak maju."Lain kali.""Kapan?""Sudah ya, Den. Filmnya mau mulai."Sebelum Eden membuka mulut dengan cepat Zena mengakhiri panggilan video itu. Memasukkan kembali handphone ke dalam tas tak lupa memasang mode diam."Minggu besok kita bisa nonton film lagi
"Kamu suka Zena?" tanya Ellio tiba-tiba dan itu berhasil membuat Zena sedikit tersedak makanan hingga batuk-batuk."Papa apa-apaan sih!" ucap Zena tegas setelah meminum seteguk air bening."Saya gak suka kalau ada yang mau main-main sama putri saya!" Dengan nada tegas dan wajah serius.Zena semakin dibuat tak percaya oleh pria paruh baya itu. Menoleh ke arah Kenzo dengan raut wajah tidak enak. Bagaimana bisa Ellio menanyakan hal seperti itu pada lelaki yang baru 3 kali Zena temui. Itu pun hanya pertemuan singkat."Kalau suka sama Kak Zena gerak cepat deh soalnya yang suka sama Kak Zena bukan cuma Kakak," ujar Eden yang akhirnya ikut bicara. Lalu, memasukkan sesendok makanan ke dalam mulut."Kalian kenapa sih?!" ucap Zena dengan wajah mulai frustasi dengan kelakuan Papa dan Adik-nya itu."Zena cantik dan kelihatan baik. Siapa yang gak suka sama dia," ucap Kenzo setelah lama terdiam."Kak Kenzo gak perlu merespon perkataan gak jelas Papa sama Eden." Sembari menatap Kenzo."Apa yang saya
"Zena?"Sontak Zura menoleh ke sumber suara di mana seorang lelaki yang ia kenal berjalan ke arahnya. Lelaki yang hari itu terus menatapnya seolah tertarik dengan Zen."Kak Kenzo," ucap Zena sembari duduk.Kenzo mendudukkan diri di samping Zena. "Sendiri?""Lagi nunggu teman.""Saya kira sendiri. Hampir saja saya mengajak kamu makan sama saya."Zena yang mendengar itu dibuat sedikit tak percaya. Kenzo sedang menggodanya atau apa?"Kalau aku sendiri Kak Kenzo mau ajak aku makan?""Iya. Kenapa? Kamu gak mau?""Mau kok asalkan Kak Kenzo yang bayar makanannya.""Tentu saja."Asal ada suara yang terdengar memanggil Zena, bukan hanya Zena yang menoleh Kenzo juga ikut menoleh. Nampak Rasti dan Adit."Loh, kok kamu ikut? Bukannya ada latihan?" tanya Zena yang sudah berdiri. Sembari menatap Adit."Latihannya diganti sore.""Ini siapa, Zen?" tanya Rasti sembari menatap Kenzo yang juga sudah berdiri."Seseorang yang aku kenal.""Maksudnya?" Rasti nampak bingung."Sebaiknya kita segera pergi nant
12 tahun kemudian...Nampak seorang gadis berseragam putih abu-abu yang terduduk di salah satu kursi makan. Menatap nasi goreng dengan telor mata sapi di hadapannya tanpa menyentuhnya sedikit pun. Gadis itu terlihat sudah tergiur oleh nasi goreng di hadapannya. Seperti ingin segera mencicipi, tetapi..."Mari kita makan," kata pria berusia 40'an yang sudah ada beberapa rambut putih yang tumbuh.Dengan cepat gadis itu membaca doa dan menyantap nasi goreng yang terlihat dari wajah gadis itu bahwa ia menyukai nasi goreng tersebut."Gak menghormati yang masak! Masa aku ditinggal makan," protes pemuda berseragam putih-merah. Duduk di samping gadis yang tak lain adalah Kakak-nya."Papa kan belum makan, Eden."Eden tersenyum pada Papa-nya yang bernama Ellio itu. "Selamat makan, Pa.""Selamat makan juga, sayang.""Selamat makan," timpal Zena sembari sedikit mengunyah."Makan tuh gak boleh ngomong." Sembari menatap Zena yang asik dengan nasi goreng-nya. Pemuda berusia 12 tahun itu pun hanya m
"Tiba-tiba mengalami henti jantung dan sekarang sedang Dokter sedang melakukan yang terbaik." Lalu, melangkah pergi dari sana dengan langkah cepat.Ellio termenung. Kakinya mulai terasa lemas dengan perasaan takut kian nyata. Bukan saat-saat manis yang mereka lewati bersama yang mulai bermunculan memenuhi kepala Ellio, melainkan momen ketika Ellio mengabaikan Riehla karena rasa tidak percayanya.Bagaimana jika semua ini terjadi karenanya? Ellio rasa ia telah benar-benar gagal menjadi suami. Bukannya seratus persen membahagiakan Riehla justru Ellio menyakitinya.Digenggamnya kedua tangan untuk menghilangkan rasa gugup yang sedikit pun tidak hilang. Melihat Dokter laki-laki keluar dari dalam sana, rasa dingin yang sedang ia rasakan karena cemas pun semakin menjadi.Tatapan Dokter itu Ellio tidak ingin melihatnya. Ellio tidak ingin Dokter itu mengatakan hal yang tidak bisa Ellio terima."Kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan berkata lain. Saudari Riehla telah tiada."DegKalimat sa