Seketika perdebatan itu berhenti karena kedatangan Samudra. Kiara hanya diam saja saat sang suami bertanya. Sedangkan dua orang yang baru saja menghinanya mendadak berubah lemah lembut di hadapan Samudra. "Sam, ini loh wanita kampungan ini nggak punya sopan santun sama orang tua! Kasihan kan Cantika mendapatkan ibu seperti dia," ujar mantan mertua Samudra dengan tangan menunjuk Kiara. "Yang anda sebut wanita kampungan itu istri saya, Nyonya. Dia adalah nyonya Samudra kalau anda lupa!" jawab Samudra dingin. Rupanya peringatan samudra kemarin tidak diindahkan olehnya. Samudra masih berusaha sabar karena dia adalah nenek dari putrinya. Wanita yang dulu pernah dia hormati juga sebagai mertua. Namun jika sikapnya tak bisa ditolerir, maka Samudra tak segan untuk bertindak. "Sam, tapi dia itu nggak cocok untukmi dan Cantik-""Cukup, Nyonya! Tolong jangan melampaui batasan. Dulu saya mengormati anda karena anda mertua saya. Sekarang kalau anda bersikap seperti ini, jangan salahkan kalau s
"Adaw!" Spontan Samudra mengadus merasakan panas pada kupingnya. "Bicara apa kamu barusan? Kamu mengumpati mamamu sendiri, hah?" Melinda yang biasanya kalem mendadak berubah galak. Wanita itu terus menarik kuping putranya sampai lelaki itu menjauh dari Kiara. Dalam hati Kiara tertawa puas melihat suaminya diperlakukan seperti anak kecil oleh mamanya. Ada rasa hangat yang tiba-tiba menjalari seluruh tubuh Kiara hingga ke relung hati yang paling dalam. Suasana seperti inilah yang ia inginkan sejak dulu. Dia ingin merasakan kehangatan keluarga layaknya di rumah kedua orang tuanya. Impian pernikahan bahagia dan harmonis seperti ayah dan ibunya ternyata sulit terwujud di awal-awal pernikahan. Tak heran wanita penyuka makanan asam itu langsung kecewa saat pernikahan yang diimpikan tidak sesuai dengan ekspektasi. Bahkan dia harus merasakan sakitnya diabaikan dan kehilangan buah hati yang masih dalam kandungan. "Sudah sana kalau mau mandi, Nak. Jangan hiraukan suamimu ini. Biar dia tahu b
Suasana pagi di rumah besar keluarga Trianggoro dipenuhi dengan aura kebahagiaan. Sejak bangun pagi, Samudra tak henti-henti tersenyum. Sesuatu yang tidak pernah terjadi selama ini. Pria yang biasanya hanya berkutat dengan tumpukan berkas dan laptop itu kini terlihat sibuk di dapur. Yang membuat semua orang geleng-geleng kepala adalah apron yang dipakai berwarna pink. Dengan gayanya seperti itu Samudra tampak menggemaskan seperti aktor Korea. Wajah garang dan dingin yang selama ini senantiasa melekat padanya seketika hilang saat melihat apa yang dilakukannya saat ini. "Mas, kamu yakin nggak mau dibantuin?" tanya Kiara tampak was-was. Ya, wanita itu khawatir Samudra akan membuat dapurnya meledak karena belum pernah menggunakannya sebelum ini. Bagaimanapun di dapur banyak benda berbahaya jika tidak bisa menggunakannya. "Kamu duduk saja yang manis di meja makan sambil menikmati jus strawberry yang sudah kubuat. Jangan menggodaku atau makanan ini akan gagal, okay?" Samudra memberi p
Samudra turun lebih dulu lalu berlari memutari mobil dan membuka pintu samping tempat Kiara duduk. "Silakan my wife!" seru Samudra sembari mengulurkan tangan. Diperlakukan seperti ini membuat dada Kiara meletup-letup. Hatinya menghangat menggelorakan perasaan yang baru bersemi. "Terima kasih," sahut Kiara dengan senyum manisnya. Pasangan suami istri itu melangkah bersama sambil bergandengan tangan menuju sebuah gedung mewah yang menjulang di hadapannya. Ketika mereka masuk, seorang karyawan langsung menyambutnya hangat dan ramah. "Selamat datang, Tuan, Nyonya. Mari," ucapnya lalu menunjukkan jalan menuju tempat di mana mereka bisa bicara.Samudra memindahkan tangannya yang semula menggenggam tangan Kiara menjadi merangkum pinggang rampingnya yang terbalut gamis. Awalnya wanita bergamis biru muda itu merasa smrisih dan malu dilihat para karyawan. Namun dia juga tak berani menolak demi menjaga wibawa suaminya agar tidak terlukai."Kukira tidak jadi datang," sambut Nena wanita seumu
Samudra membisikkan sesuatu di telinga Kiara membuat wajah wanita itu memerah menahan malu. Entah apa yang diucapkan oleh Samudra hingga membuat Kiara seperti itu."Gimana" tanya Samudra.Cara mengangguk dengan senyum di kolam dan wajah yang masih menampakkan semburat merah. "Ada satu lagi syaratnya?" seru Samudra. Mendadak senyum Kiara memudar tergantikan dengan mendong di wajahnya. Bibir wanita cantik berhijab pashmina itu sedikit mengerucut tapi tidak membuatnya menjadi jelek. Sebaliknya sikap Kiara yang seperti itu justru membuat samudra semakin kemus padanya. "Kenapa banyak sekali syaratnya? Kalau memang nggak ikhlas ya udah nggak usah aja!" ujar Kiara merajuk. Samudra langsung menangkup wajah sang istri dengan menggunakan kedua telapak tangan. Tanpa aba-aba pria itu langsung mendaratkan kecupan sekilas di bibir sang istri. Sontak kedua mata Kiara langsung membelalak. Selain kaget dengan serangan tiba-tiba itu Kiara juga malu karena ada dua pasang mata yang tengah memperhati
Pasangan suami istri itu akhirnya memilih untuk pergi meninggalkan Vino yang masih mematung di tempatnya. Pria itu merasakan gejolak yang bergulung-gulung bagai ombak di dalam dadanya. Ada rasa tak rela melihat wanita yang dicintainya kembali pada suami yang telah menyakiti sedemikian dalam. Entah apa yang merasuki Vino, pria itu berjalan cepat mengejar pasangan suami-isteri tersebut. Rupanya Samudra tidak membawa Kiara ke ruang VIP melainkan di roof top. Vino tahu dari seorang pelayan yang dia tanyai. Gegas pria bertubuh tinggi dengan mata agak sipit itu menuju ke roof top. Ia ingin memastikan sendiri kalau Kiara tidak akan mendapatkan perlakuan semena-mena dari suami yang merupakan sahabatnya itu. "Sial!" gumam Vino. Ketika dirinya baru saja sampai di tempat yang dituju, sepasang netranya langsung menangkap kemesraan Samudra dengan Kiara. Lelaki yang menjadi sahabatnya sejak dulu itu sedang menggenggam tangan sang istri dengan tatapan mata tak lepas darinya. Menyaksikan hal itu
Vino menendang belakang lutut salah satu pria yang menodongkan pisau ke arah Kiara dengan gerakan cepat. Namun naas karena gerakan tiba-tiba itu pisau yang dipegang oleh pria tersebut menggores bahu Kiara hingga menyebabkan kerudung dan baju yang menutupinya robek. Seketika darah segar mengalir dari bahu Kiara. Baku hantam tak terelakkan. Di ruangan sempit itu terjadi adu jotos dua lawan dua. Sayangnya karena Samudra fokus menolong sang istri salah satu diantara pria bercadar itu berhasil lolos. Sementara satunya lagi masih harus menghadapi kemurkaan Vino. "Katakan, siapa yang menyuruh kalian!" bentak Vino sembari menekan tubuh pria tersebut ke dinding dengan kedua tangan ditekuk di belakang tubuh. Tenaga Vino yang pernah ikut karate memang sungguh luar biasa hingga membuat penjahat itu tak mampu menghadapinya. "Tidak ada," jawab orang itu dengan suara gemetar. Dalam hati ia takut jika mengatakan yang sesungguhnya maka tidak akan mendapat bayaran terlebih orang yang menyuruhnya su
Vino segera menyuruh anak buahnya untuk membekap mulut pria itu agar tidak berteriak. Lalu dengan langkah lebar ia pergi meninggalkan gudang tak terpakai tempat penyekapan menuju rumah sakit di mana Kiara sedang di tangan saat ini.Menyetir mobil dengan sangat ugal-ugalan karena emosi yang masih membara di dalam dada. Beberapa pengendara lain membunyikan klakson karena cara mengendara Vino yang membuat pengendara lain spot jantung."Hei, Lo pikir ini jalan nenek moyang Lo? Kalau mau celaka jangan ngajak-ngajak dong!" teriak salah satu pengendara yang terpaksa harus banting setir ke kiri karena Vino menyalip dan dari arah berlawanan ada sebuah truk besar. Meski sudah dimaki-maki, Vino tetap melaju dengan kencang. Tak ia pedulikan teriakan-teriakan itu. Baginya sekarang sampai di rumah sakit jauh lebih penting karena dia belum tahu keadaan Kiara. Kekhawatiran pria itu pada istri sahabatnya lebih dominan dari kemarahannya pada dalang penculikan Kiara. Perputaran roda mobil terhenti set
Melinda menatap mantan besan dan putrinya dengan tatapan datar. Sejak tadi dia sudah mendengar perdebatan mereka. Hanya saja, ia tak mau ikut campur ketika melihat Samudera sudah turun tangan untuk membela istrinya. "Be-besan, ma-maaf kami pamit pulang dulu. Ada acara penting yang harus kami hadiri," ucap wanita paruh baya yang semula berapi-api itu. Namun setelah diingatkan akan status kepemilikan rumah yang ia tempati, keberaniannya mendadak surut, dan kinj berubah seperti kerupuk tersiram air. Bahkan suaranya yang tadinya lantang menghina Kiara, mendadak jadi gagap. Wajahnya pun berubah pias."Baiklah, kalau begitu. Saya harap ini terakhir kalinya kalian mengganggu dan menghina menantu saya," ujar Melinda datar. Mantan besan itu langsung menunduk. Tentu saja dia sungkan karena Melinda tidak pernah bersikap demikian selama menjadi besan. Namun kali ini, semua berubah gara-gara perbuatannya sendiri dan putrinya. Entah, ke depan hubungan mereka dengan keluarga Samudra masih bisa di
Kiara berusaha menyembunyikan kesedihannya di hadapan sang imam. Dia tak mau mengingatkan masa kelam itu di saat sedang bahagia. Melihat binar di wajah Cantika membuat Kiara merasa bersalah karena sempat berandai-andai. Bukankah masih ada banyak waktu untuk berusaha membuatkan adik untuk Cantika lagi?Seketika wajah wanita berhijab itu bersemu merah membayangkan apa yang ia pikirkan barusan. Sebuah elusan di puncak kepala kembali menarik Kiara ke dunia nyata. "Kenapa? Apa ada masalah, Sayang?" tanya Samudra.Lelaki tampan itu tak ingin membuat Kiaranya kembali bersedih setelah apa yang ia perjuangkan. Ia sudah berjanji dalam hati untuk selalu membahagiakan keluarga kecilnya. Cukup sudah ia kehilangan bayinya dan senyum Kiara. Kini dirinya tak mau lagi kehilangan senyum wanita yang sudah menghuni seluruh ruang hatinya itu untuk ke sekian kalinya. Kesempatan yang diberikan oleh sang bidadari hati tak boleh dia sia-siakan begitu saja terlebih setelah tahu kalau sahabat dekatnya adalah m
Tanpa Vino sadari Samudra diam-diam mengikutinya. Dia sudah mendengar semua percakapan antara Vino dengan Melisa yang seolah ingin menusuk dirinya dari belakang dengan cara bernegosiasi. Entah apa yang diinginkan Vino sampai-sampai lelaki yang sudah dianggap sahabatnya itu tega melakukan negosiasi dengan penjahat yang jelas-jelas sudah merusak rumah tangganya.Mendengar teriakan Samudra Vino langsung mundur dan memasang wajah datar kembali seolah-olah tidak terjadi apa-apa sebelum ini. Pria itu menatap sahabatnya dengan tatapan misterius. "Penjahat sepertimu tidak akan pernah mendapatkan kebebasan dari sini karena di sinilah tempat yang cocok untukmu!" ucap Samudra tajam kepada Melisa. "Samudra kamu salah paham. Please keluarkan Aku dari sini. Kamu tahu kan aku melakukan semua ini karena aku sangat mencintaimu. Aku nggak mau kehilangan kamu, Samudra. Tolong bebaskan aku dari tempat terkutuk ini!" Melisa menatap Samudra dengan tatapan memohon. Wanita itu benar-benar merendahkan harg
Melisa mengamuk saat dirinya diseret ke kantor polisi. Semua bukti-bukti kejahatan yang pernah ia lakukan tak bisa ia tampik. Samudra menyerahkan urusan Melisa pada kuasa hukumnya yang selama ini sudah ia percaya. Semua bukti-bukti jelas memberatkan Melisa dan itu membuatnya tak bisa lolos meskipun kakak kandungnya berusaha untuk menjamin. Melisa seperti orang kesetanan ketika dia harus mendekam di balik jeruji besi dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Tak ada spring bed atau fasilitas mewah lainnya seperti yang biasa ia dapatkan. Di sini ia diperlakukan sama dengan para narapidana lainnya meskipun dirinya mantan model terkenal. Bahkan kedatangannya disambut dengan hardikan dan semua mohon oleh penunggu lapas yang sudah lama di sini. Melisa mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari para senior penghuni lapas. "Berisik! bisa diam tidak?" hardik seorang wanita dengan rambut dipotong cepak dan tato hampir memenuhi seluruh tubuhnya. Dibentak seperti itu Melisa tidak terima. Wan
Melisa sudah mirip seperti orang yang sedang kesetanan. Baju pengantin yang ia kenakan menambah tanda tanya di benak orang-orang yang hadir pada pesta tersebut. Dia memang sudah gila. Dengan percaya diri datang mengenakan gaun pengantin berharap bisa memengaruhi keluarga besar Samudra dan para tamu kalau dirinyalah pengantin perempuan yang seharusnya bersanding di pelaminan, bukan Kiara. Namun karena ketidaksabarannya, niat itu kandas dan berakhir dirinya digelandang para security ke pos keamanan. Tak hanya gagal memengaruhi keluarga besar Samudra dan para tamu undangan, Melisa juga harus menanggung malu.Sementara para tamu undangan saling berbisik melihat kedatangan Melisa dengan gaun pengantin. Terlebih kedatangannya disertai dengan kegaduhan. Berita tentang Melisa yang diboikot oleh banyak industri hiburan sudah menyebar ke mana-mana. Juga klarifikasi bantahan oleh Samudra jika dirinya tidak memiliki hubungan khusus dengan Melisa juga sempat menggegerkan publik. Pasalnya selama i
"Halo!""Selamat atas kehancuranmu, Marco Erlando. Selamat menyemai apa yang sudah kau tabur. Dalam hitungan 1x24 jam, kamu akan melihat apa yang akan kau dapat dari hasil kejahatanmu.""Omong kosong! Siapa ini? Jangan coba-coba menerorku ya!"Namun belum juga Marco selesai memuntahkan amarahnya, sambungan sudah diputus. Pria itu mencoba menghubungi kembali nomor asing tersebut tapi sudah tidak aktif. "S*al! Siapa yang berani mengancamku seperti ini? Dia kira mudah menghancurkanku, hah?" Rahang pria itu mengetat.Namun di saat amarahnya sedang meluap-luap, ponselnya kembali berdering. Tanpa melihat siapa yang menelpon, pria itu langsung marah-marah."Jangan jadi pengecut! Siap-""Pak Marco, investor dari Bina Sanjaya mencabut kerjasamanya dengan kita. Lalu PT. Pambudi Raharja juga membatalkan kontrak kerja sama dengan kita. Harga saham perusahaan kita juga mendadak turun, Pak!""Apa?!"Marco langsung melihat apa yang dikirim oleh asistennya via email. Berita yang baru saja ia dengar
Samudra menggiring ibu dan anaknya untuk sesikit menjauh dari Kiara agar tidurnya tidak terganggu. Di saat yang bersamaan, seorang pria berpakaian khas dokter dan menggunakan masker masuk dan segera mendekati Kiara. Ketiga orang penunggu itu tidak mencurigai apapun bahkan setelah sosok dokter menyuntikkan sesuatu pada selang infus. Sebelum tubuh Kiara bereaksi.Sesaat setelah dokter itu keluar tubuh Kiara kejang-kejang. Samudra langsung berteriak memanggil manggil nama sang istri sementara Melinda meskipun panik dia langsung memencet tombol darurat sehingga beberapa perawat dan dokter langsung berlarian masuk."Apa yang terjadi, kenapa bisa seperti ini?" tanya dokter yang merawat Kiara, bukan dokter yang baru menyuntikkan obat pada selang infus."Barusan seorang dokter masuk dan menyuntikkan obat di selang infus istri saya, Dok.n tak berselang lama setelah dokter itu keluar tubuh biar langsung kejang-kejang," jawab Samudra."Dokter?" Dokter itu tampak kebingungan. Pasalnya dia tidak
"Tapi-tapian, Bos. Bayaran saya mana?"Seketika kedua mata pria bertato naga itu menatap tajam dengan wajah memerah. "Masih berani minta bayaran atas kegagalanmu itu? Apa di otakmu itu isinya cuma duit, duit, duit aja?!"Kalau bukan karena terpaksa, tentu pria itu sudah pergi dari tadi. Dibentak-bentak dan dihina tentu membuat ego dan harga dirinya terlukai. Namun sebagai anak buah, harga dirinya sudah sirna sejak awal. Tiba-tiba datang seorang wanita cantik dengan penampilan asal-asalan. Namun tetap saja terlihat cantik."Kakak, aku dengar dia sudah tertangkap ya? Mana, aku mau melakukan sesuatu padanya!" ***’Wanita yang tak lain adalah Melisa, menatap pria beranting yang sudah babak-belur dan hampir tak bisa dikenali oleh ulah kakaknya. "Bagaimana kabarnya sekarang? Apa dia terlihat menyedihkan? Atau malah sudah gila?" Marco, kakak Melisa geleng-geleng kepala menyaksikan tingkah adiknya yang makin hari makin aneh. Obsesinya pada Samudra membuat akal sehat adik semata wayangnya
Vino segera menyuruh anak buahnya untuk membekap mulut pria itu agar tidak berteriak. Lalu dengan langkah lebar ia pergi meninggalkan gudang tak terpakai tempat penyekapan menuju rumah sakit di mana Kiara sedang di tangan saat ini.Menyetir mobil dengan sangat ugal-ugalan karena emosi yang masih membara di dalam dada. Beberapa pengendara lain membunyikan klakson karena cara mengendara Vino yang membuat pengendara lain spot jantung."Hei, Lo pikir ini jalan nenek moyang Lo? Kalau mau celaka jangan ngajak-ngajak dong!" teriak salah satu pengendara yang terpaksa harus banting setir ke kiri karena Vino menyalip dan dari arah berlawanan ada sebuah truk besar. Meski sudah dimaki-maki, Vino tetap melaju dengan kencang. Tak ia pedulikan teriakan-teriakan itu. Baginya sekarang sampai di rumah sakit jauh lebih penting karena dia belum tahu keadaan Kiara. Kekhawatiran pria itu pada istri sahabatnya lebih dominan dari kemarahannya pada dalang penculikan Kiara. Perputaran roda mobil terhenti set