Elyana bergidik ngeri ketika David terus menggosok pipinya dengan jari yang sudah diludahi. Ia segera menarik tangan David agar menyingkir dari wajahnya.
"Sudah hentikan! Lepaskan aku." Elyana sudah tidak tahan lagi. Ia memberontak, berusaha melepaskan diri dari pria itu. Tapi David tidak mendengar.
"Diamlah, sedikit lagi!" ucap David masih dengan memegang wajah Elyana. Setelah menggosok dua kali, barulah ia melepaskannya.
"Nah, sudah bersih!"
"Hah?" Elyana terdiam sambil melihat pria itu. David membersihkan tahu lalat yang sudah dirinya buat.
Ketika Elyana akan berbicara pada David, terlihat Alex dan istrinya sudah berdiri di halaman rumah sambil menatap mereka yang masih berada di dalam mobil.
Elyana dan David pun tidak membuang waktunya lagi, segera turun dan berjalan menghampiri kedua orang tua Isabel.
Nosy berdiri sambil melipat kedua tangan di depan, menatap Elyana—yang berj
Di dalam kamar Isabel, Elyana melihat koper berwarna merah muda miliknya sudah ada di atas tempat tidur. Di dalam koper itu sudah ada pakaian milik Isabel, juga sepatu dan tas yang sangat bagus. Semua itu Nosy siapkan untuk Elyana demi menjaga citra baik keluarga Danu. "Dasar orang kaya tidak tahu diri. Hanya pakaian seperti ini saja, aku tidak buruh!" ucap Elyana dengan kesal. Elyana segera membalikkan kopernya, menumpahkan semua barang-barang itu ke lantai. Ia tidak menyisakan barang sedikitpun di dalam kopernya. Elyana merupakan nona kedua di keluarga Louis, sudah terbiasa hidup mewah sejak kecil, dan hidupnya tidak pernah kekurangan. Ia sama sekali tidak membutuhkan barang-barang bekas seperti ini. Jika mau, kapanpun, ia bisa membeli semua barang mewah yang lebih bagus dari ini. Bukan karena ada uang satu juta dolar di rekeningnya—pemberian dari Alex, tapi karena uang di rekeningnya sangatlah banyak. Setelah kopernya kosong, Elyana segera me
"Apa?" Pintu kamarnya dibuka kembali oleh David. "Apa yang kau katakan barusan? Elyana dirawat di rumah sakit? Kenapa?" David mengulangi ucapan Edwin. Ia tidak mengerti dengan perkataan asistennya tentang Elyana. "Iya, Tuan!" Edwin membenarkan. "Dari tadi, Tuan Felix sudah menghubungi Anda, namun tidak ada jawaban." David segera masuk ke dalam kamar untuk mengambil ponselnya, lalu melihat sepuluh panggilan tidak terjawab dari Felix. "Dua puluh menit yang lalu?" David mengerutkan kening, lalu menghubungi Felix kembali untuk memastikan ucapan Edwin barusan. "Aish, sial! Apakah ini balas dendam, dia tidak mengangkat panggilan dariku!" ucap David kesal ketika mengetahui Felix tidak mengangkat panggilan teleponnya. "Maaf, Tuan! Tadi, Tuan Felix berpesan, Anda jangan mengganggunya malam ini. Tuan Felix ingin tidur sambil memeluk istrinya. Masalah Nona Elyana, dia sudah mengirim pesan singkat pada Anda, di rumah sakit mana Nona El
Mendengar David sudah berjanji, Daniel pun merasa lega. Ia tidak ragu lagi untuk menceritakan semuanya pada suami Elyana tersebur. "Mungkin, kau pun sudah tahu sebelumnya, bahwa kalian berdua akan dijodohkan. Demi terhindar dari perjodohan itu, Elyana memutuskan untuk kabur dari rumah dengan meminta bantuan aku dan Arani. Setelah orang di rumahnya tahu bahwa aku membantu Elyana melarikan diri, tidak hanya membuatku terluka hingga harus dirawat di rumah sakit, juga membuat ayahku bangkrut. Begitu pun dengan Arani. Setiap hari, Arani didatangi orang suruhan keluarga Elyana, dan pada akhrinya, Arani pun menerima tindak kekerasan dari mereka hingga masuk rumah sakit karena tidak mampu membuat Elyana kembali pulang ke rumahnya. Itulah alasan mengapa saat ini aku ingin Elyana menjauh dari kami. Aku tidak ingin hal buruk terjadi lagi pada kami jika masih dekat dengan Elyana," jelas Daniel dengan perasaan berat. Sebenarnya, Daniel pun tidak ingin memutus persahab
Di ruang direktur perusahaan Demino, David duduk di kursi kebesarannya sambil menatap pria lusuh yang ada di hadapannya. Jari-jari rampingnya terus memijat pelipis mata yang mulai teras tega. Tiba-tiba, dari pintu masuk, Edwin datang dengan membawa koper yang sudah dibersihkan itu lalu membawanya ke hadapan David. Setelah itu, Edwin kembali ke belakang dan berdiri di samping pria lusuh yang tadi ia bawa. "Tuan, pria ini yang memungut koper milik Nona Elyana dari belakang!" jelas Edwin pada David sambil menunjuk pria di sampingnya. Pria lusuh itu terlihat ketakutan dan kedua kakinya mulai bergetar hebat. "Maaf, Tuan! Saya hanya pemulung yang biasa mengambil barang bekas dari bak sampah. Saya tidak tahu bahwa barang ini bukan barang buangan. Jika saya tahu, saya pun tidak akan berani untuk mengambilnya," ucap pria itu dengan perasaan takut. "Sekarang, mana semua barang yang ada di dalam koper?" tanya David dengan tegas. Sama sekali tidak menunju
Elyana menjawab dengan pelan, "Bukan seperti itu, aku hanya emmhhhh—" Tiba-tiba, ucapan selanjutnya tertelan kembali ke dalam perut. David memegang wajah mungkin Elyana dan membungkam mulut itu dengan ciuman panas penuh provokasi. David tidak membiarkan gadis itu menyelesaikan ucapannya. Di ruangan yang cukup sempit itu kini terasa panas dan sesak. Seorang pria gagah dengan dada yang lebar, duduk di atas kursi mobil dengan seolah wanita di bawahnya. David terus menciumi bibir Elyana dan menyusuri luhur putih itu dengan bibirnya. Entah waktu sudah berlalu berapa lama, David dan Elyana sudah ada di kursi belakang dengan posisi Elyana masih berada di bawah tubuh David. Pria itu menciumnya dengan satu tangan masuk ke bawah rok jeans milik wanita itu. "Ahmmh, Dav-David!" desah Elyana disela ciuman panas mereka. "Ja-jangan ... ahhh!" Elyana menahan tangan besar itu agar tidak berjelajah masuk semakin jauh ke dalam pakaiannya. Itu
Satu bulan sudah berlalu. Di pagi hari, Elyana menerima telepon dari Judis setelah ponsel barunya diaktifkan. Asisten pribadi Tuan Besar Louis tersebut mengabarkan bahwa Yuan Louis sakit hingga dirawat di rumah sakit. Mendengar berita itu, Elyana merasa sedih dan khawatir. Ia harus segera kembali ke kota Lyon untuk melihat keadaan kakeknya. Walau bagaimanapun, Yuan Louis adalah satu-satunya orang tua yang Elyana miliki saat ini. Ia tidak ingin sesuatu terjadi pada kakeknya. "Nanti siang, aku akan ingin ke Kota Lyon untuk mengunjungi seseorang. Mungkin, aku akan tinggal selama satu minggu di sana. Boleh, kan?" ucap Elyana pada David. David yang sedang menyantap sarapan paginya segera meletakkan garpu dan sendok di atas piring. Keningnya tiba-tiba mengerut ketika mendengar permintaan Elyana. "Ke Kota Lyon? Satu minggu? Mengunjungi siapa kau di sana?" tanya David dengan nada mengintrogasi. "Itu ... kerabat dekat," jawab Elyana sed
Di malam hari, Elyana masih berada di ruang rawat Yuan Louis bersama dengan Rosyana. Mereka melihat kakeknya sudah tertidur pulas di atas tempat tidur pasien, tidak ada yang berani untuk berbicara sedikit pun. "Ikut aku!" ucap Rosyana tiba-tiba, sambil menarik pergelangan tangan Elyana, berjalan keluar dari ruang rawat. "Eh, apa yang kau lakukan?" sergah Elyana. Tidak suka diseret keluar secara paksa. "Lepaskan tanganku! Aku bisa jalan sendiri." Ia menghempaskan tangan Rosyana, mengikuti langkahnya berjalan di lorong rumah sakit. Tiba-tiba langkah Rosyana terhenti. Dengan gerakan cepat mendorong tubuh Elyana, dan ditekan ke dinding. "Aahhhh," ringis Elyana, menahan sakit ditekan cukup keras oleh kakaknya. "A-apa yang kau lakukan, Ros? Lepaskan aku!" "Kau ... El, kabur dari rumah di hari pertunanganmu. Aku ... harus menanggung semuanya rasa malu. Baru bercerai dan sudah harus bertunangan kembali. Itu semua karena ulahm
"Elyana tunggu!" David melepas pautan bibir mereka. Menatap wanita itu dengan heran. "Ada apa denganmu? Apa benar ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?" Jika "Tidak", tidak mungkin Elyana seagresif ini. Wanita ini berinisiatif untuk memulai. Padahal, tidur pun mereka selalu terpisah, tidak pernah di atas tempat tidur yang sama karena Elyana selalu menolak. Tapi sekarang .... "Ti-tidak!" jawab Elyna gugup. Membuat David semakin curiga. "Hem, tidak?" "Iya, tidak! Tidak ada yang aku sembunyikan darimu." David mengangkat kedua alisnya, sedikit percaya dengan apa yang Elyana katakan. Mungkin wanita itu berinisiatif karena sudah siap dengan malam pertama mereka. David cukup senang jika itu benar. "Baiklah jika ini yang kau inginkan. Kau tidak bisa menyesal lagi," ucap David. Lalu, ia mulai turun dari atas t
"Apa kau menyukai kejutan dari kami?" bisik Rosyana dengan kerlingan mata penuh godaan sambil berjalan di atas karpet merah mendampingi Elyana. "Anggap saja ini sebagai hadiah dari kami atas kembalinya El setelah lima tahun menghilang!" timpal Yuan Louis dengan santai. Tidak terdengar nada keras seperti yang biasa pria tua itu katakan. Ucapan dari kakak dan kakeknya itu membuat Elyana hampir pingsan karena terkejut juga terharu. "Jadi ... ini???" "Ya, ini adalah hari pernikahanmu dan David! Kami sudah menyiapkan ini dari empat hari yang lalu. Walau terkesan mendadak, namun aku dan Daniel sudah menyiapkan pesta pernikahan ini dari empat bulan yang lalu. Jadi sekarang ... berbahagialah, ini semua untukmu dan David! " Rosyana menjawabnya tanpa ragu. Rosyana dan Daniel sepakat untuk membuat akta pernikahan tanpa ada pesta pernikahan. Mereka ingin menghadiahkan pesta ini untuk Elyana dan David. Bahkan, mereka mencetak ulang dan menyebar undangan ya
Elyana segera membenarkan emosinya. Ia berkata dengan pelan, "Kak! Sepertinya, kita sudah nyaman menjadi saudara daripada pasangan!" Elyana menutup kotak cincin di hadapannya, lalu mendorongnya ke arah Arvan lagi. "Kak! Kau pria yang baik. Kau pun harus menikah dengan wanita yang baik pula. Dan wanita baik itu bukanlah aku!" "Ya, walau selama ini aku sudah banyak berhutang budi kepadamu, namun, aku sungguh tidak pantas untuk menjadi istrimu!" lanjut Elyana, masih dengan pelan karena takut menyinggung perasaan Arvan. "Apa kau menolakku karena mantan suamimu?" tanya Arvan—tidak suka. Arvan memegang erat kotak itu dengan sekuat tenaga. Terlihat bahwa dia tidak suka dengan penolakan halus Elyana. "Bukan!" jawab Elyana dengan ragu. "Hubunganku dengan David pun sepertinya tidak ada masa depan. Kakek tidak menyukainya, dan David pun tidak pernah datang lagi ke rumahku." Bahkan, ponsel Elyana yang waktu itu diambil oleh David, sudah di
Keesokan harinya, kondisi Yuan Louis sudah sangat baik. Bahkan, lebih baik dari sebelumnya. Tidak ada lagi rasa sakit yang sering ia keluhkan—membuatnya tidak mampu untuk pergi ke kantor. Sekarang, tubuhnya sudah benar-benar sehat setelah melihat cucunya kembali.Tiga hari kemudian Yuan Louis sudah bisa pergi ke kantor untuk bekerja. Ia menyelesaikan semua pekerjaan yang sempat tertunda, juga menangani masalah kerjasamanya dengan perusahaan David.Di rumah, tinggallah Rosyana dan juga Elyana, karena Alvano pergi bersama Arvan tadi pagi."El, apa kau mau ikut bersama kami ke butik?" tanya Rosyana pada adiknya. Ia merias sedikit wajahnya agar terlihat lebih segar. Sedangkan Elyana, duduk di atas tempat tidur sambil melihat kakaknya berdandan."Sepertinya tidak bisa!" Elyana segera menolaknya. "Aku sudah janjian dengan Arvan, sekalian mau menjemput Alvano.""Oh!" Rosyana memoles bibirnya dengan pewarna bibir sambil bercermin. Lalu menutup lipsti
"Elyana ... atau, lebih akrab kalian memanggilnya dengan nama Pelayan Eli, dia adalah Nona Kedua di keluarga Louis yang kabur dari rumah dan melamar menjadi pelayan di rumah kalian." David menatap pria bernama Alex Danu itu dengan penuh ancaman. Juga melihat keterkejutan dari wajah Alex Danu ketika mendengar cerita pelayannya—Eli.David melanjutkan, "Karena aku dan putrimu dijodohkan, putrimu menolak lalu kabur dari rumah bersama kekasihnya tepat di hari pernikahan! Lalu???"David menarik napas panjang sebelum dia melanjutkan ceritanya.Ada perasaan sedih ketika dirinya harus mengenang kembali nasib Elyana yang terjebak pernikahan dengannya. Itu rasanya sangat berat. Seharusnya, pertemuannya dengan sang istri haruslah pertemuan yang manis hingga akhirnya mereka jatuh cinta dan menikah. Namun, ini malah karena sandiwara Alex Danu dan istrinya hingga dirinya menikahi pelayan mereka—Elyana.David tahu cerita lengkap ini dari Daniel dan dari Elyan
Hari ini, dunia Yuan Louis terasa sangat cerah dan indah. Ia bisa melihat cucunya—Elyana—yang sudah lama menghilang. Banyak bintang-bintang bertaburan di atas kepala Yuan Louis yang perlahan menyebar ... mengisi seisi ruangan itu. Terlihat seulas senyum di wajah pria tua berusia delapan puluh taun itu sebelum akhirnya Yuan Louis memejamkan mata, lalu tubuhnya melemah dan ambruk di atas tempat tidur."Kakek!" teriak Elyana dan Rosyana secara bersamaan. Mereka sangat panik melihat sangat kakek tiba-tiba pingsan setelah melihat Elyana.Daniel dengan cepat naik ke atas tempat tidur, lalu mengangkat punggung dan kepala Yuan Louis."Cepat, cari Asisten Judis! Kita harus segera membawanya ke rumah sakit!" teriak Daniel pada kekasihnya—Rosyana.Elyana dan putranya hanya berdiri di samping tempat tidur sambil melihat kakeknya dipeluk oleh Daniel. Elyana begitu terkejut melihat keadaan Yuan Louis yang tiba-tiba saja pingsan.Nona pertama di
Sore hari, di Kota Lyon, di kediaman Yuan Louis, semua orang sudah berkumpul dan masuk ke dalam rumah untuk menemui sang pemilik rumah. Namun, tidak dengan Arvan. Setelah memastikan Elyana dan putranya sampai di rumah, pria tersebut malah berpamitan dan pergi dengan menggunakan taksi. Elyana yang merasa tidak enak dengan situasi ini, segera mengirim pesan singkat pada Arvan untuk memastikan pria itu baik-baik saja.["Ya, aku tidak apa-apa. Kau jangan khawatir. Nanti jam delapan malam, aku akan datang menjemput Alvano!"]Elyana terdiam sambil memegang ponselnya setelah membaca pesan dari Arvan. Perasaannya masih tidak enak.Walau bagaimanapun, Arvan sangat berjasa dalam hidupnya. Jika bukan karena lima tahun yang lalu Arvan membawanya pergi dan merawatnya di luar negeri, mungkin Elyana dan Alvano tidak akan ada di muka bumi ini lagi. Dan mungkin, dirinya akan mati sia-sia karena ulah Alex Danu yang menginginkan Elyana meninggal. Jadi sekarang, Elyana benar-benar
Satu jam telah berlalu. Di atap gedung perusahaan Demino, Elyana dan yang lainnya sudah berkumpul—bersiap untuk menaiki pesawat pribadi yang sudah disiapkan oleh David—untuk mereka kembali ke kota Lyon. Suara bising, juga angin dari baling-baling pesawat yang begitu kencang, menerpa tubuh, rambut dan pakaian mereka. Elyana berdiri di samping David sambil menatap ke depan. Ia melihat pesawat besar berwarna putih itu ada di hadapannya dan beberapa orang berpakaian hitam lengkap dengan kacamata hitam yang tersemat di hidung mereka. "Ayo naik!" ajak David pada semua orang sambil menoleh ke belakang. Lalu meraih tangan Elyana dan menariknya berjalan ke depan menuju tangga pesawat. Alvano yang masih digendong oleh Arvan, meminta pria dewasa itu untuk segera mengikuti langkah ibunya dan pria asing—pemilik pesawat tersebut—sebelum mereka benar-benar menjauh. Daniel dan yang lainnya pun mengikuti dari belakang. Di dalam pesawat yang cukup luas
"Iya, Tuan Louis! Mantan mertuamu!" jawab Daniel dengan sinis.David terdiam sesaat sebelum akhirnya dia membenarkan emosinya.Dengan sikap tenang, David berkata pada Elyana dan yang lainnya, "Aku akan meminta orangku untuk segera menyiapkan pesawat untuk kalian berangkat ke kota Lyon."Ucapan David itu membuat Arani dan Rosyana terkejut."Apa itu benar?" tanya Arani dengan sedikit ragu.Arani tidak yakin dengan ucapan David yang akan memfasilitasi kepulangan mereka ke Kota Lyon. Karena, Arani dan yang lainnya sudah tahu tentang hubungan David dengan Yuan Louis yang sedikit tidak baik. Mungkin saja David sudah tidak sudi lagi menginjakkan kakinya di rumah keluarga Louis, juga tidak sudi meminjami mereka pesawat pribadinya untuk terbang ke kota Lyon.Namun, jawaban David selanjutnya membuyarkan semua pikiran buruk Arani tentang pria itu."Tentu saja! Aku akan ikut dengan kalian ke Kota Lyon!""Hah???" Daniel pun sama terkejutnya
David yang terlihat lelah karena semalam tidak tidur dengan baik, berjalan dengan langkah pelan mendekati Elyana. Tatapan matanya sayu, namun masih bisa menatap wanita di depannya dengan antusias.Semua orang pun terdiam. Tidak ada yang berani bergerak ataupun bersuara.Di suasana tegang itu, terdengar suara anak kecil yang memecah keheningan di antara mereka, "Mami! Ayo kita pergi. Sebentar lagi pesawat kita akan berangkat!""Mami?" gumam David sambil menoleh—melihat anak kecil yang terlihat sangat lucu itu dengan jaket hijau di tubuhnya.Alvano pun menatap David sekilas, lalu memalingkan muka dengan cepat setelah melihatnya. Sama sekali tidak tidak tertarik dengan kehadiran David di sana."Ayo, Mi!" Alvano menarik tangan ibunya dan melangkah maju untuk masuk ke dalam taksi.Alvano bergidik ngeri ketika melihat pria yang menurutnya seperti penculikan itu berjalan ke arah mereka. Apalagi saat ini, pria itu menghampiri ibunya. Alvano ha