“Darren?” Nadya terkejut ada Darren di mansion ini. Tapi Darren pun tak kalah terkejut. “Nadya? Kamu jadi korban kecelakaan pesawat juga?” tanyanya. Nadya menggeleng. “A-Aku ....” “Darren! Tolong Arsen!” Allice yang nampak lemah itu berlari menghampiri dengan gelagat paniknya. “Ya, aku dan Hexa akan mengurusnya. Kamu tenang saja.” Darren masih sempat mengusap bahu Allice baru kemudian dia masuk ke ruang operasi yang sudah Hexa persiapkan. Suara Allice rasanya mau habis untuk sekedar menangis. Sudah beberapa jam dia menjerit di penjara bawah tanah, memohon supaya mereka berhenti menyiksa Arsen yang sedang dianggap penyusup dan musuh berbahaya. Beruntung berita penangkapan Allice dan Arsen di dengar Hexa. Dia yang merasa sudah memiliki kuasa karena telah menyelamatkan Lucetta pun dengan berani menerobos masuk ke ruang bawah tanah. Meski awalnya penjaga tidak percaya, tapi Hexa bersikeras mengatakan kalau Oscar sudah mengijinkannya. Dari situ Hexa bisa mengeluarkan Arsen dan segera
"Jadi kamu di sini?"Pandangan manik mata Allice itu kini jatuh pada sosok wanita bergaun peach yang tengah duduk di sofa empuk yang berada tepat di dack teratas kapal pesiar itu. Sepoi-sepoi angin yang menerpa helaian surai wanita berbibir pucat Nadya."Langitnya sangat indah, tapi entah kenapa rasanya sakit sekali di sini," ungkap Nadya sembari menyentuh ulu hatinya yang terasa sesak.Allice tak bisa menahan diri untuk tidak merengkuh wanita di hadapannya ini. Penderitaan yang dialami Nadya membuat siapapun pasti akan merasa iba.Jemari Allice mengelus punggung rapuh Nadya. "Aku tahu ini tidak adil untukmu.""Hanya saja, aku percaya satu hal. Tuhan tidak akan memberikan luka tanpa obat. Kamu hanya butuh waktu untuk menemukannya."Rengkuhan itu diurai perlahan oleh Nadya yang kini menyorot lekat tepat di mata indah milik Allice yang memancarkan ketulusan.
"Oma, kenapa Papa dan Mama belum kelihatan? Anna kangen ingin peluk Mama," keluh bocah kecil berkuncir kuda dengan bibir cemberut.Bagaimana tidak kesal, sudah berdiri lama tapi yang dinanti-nanti belum juga nampak batang hidungnya. Rindu terlanjur membuncah di hati anak kecil ini.Yap! Kabar kembalinya korban kecelakaan pesawat akhirnya sampai pada keluarga. Dan di sini, tepatnya di ruang tunggu pelabuhan, segerombolan keluarga besar Allice dan Arsen telah hadir sejak tiga puluh menit yang lalu.Mereka semua tak sabar untuk melihat kepulangan Arsen dan Allice setelah sekian lama menghilang tanpa jejak.Imelda yang melihat cucunya tampak letih sekaligus bosan akhirnya turun tangan. Menggendong Anna dengan penuh perhatian.Tak lupa, kalimat penenang diutarakannya untuk mengusir kegundahan hati sang cucu.Jemari Imelda mengelus pipi gembul Anna. "Hey, cucu Oma yang cantik jangan sedih dong. Kan sebentar lagi mau ketemu Papa dan Mama. Sabar dulu ya. Nanti kalau mereka sudah datang, Anna
Hari yang cerah diawali dengan langkah mantap seorang pria dengan jas putih kebesarannya. Turun dari mobil sedan abu, aura tegasnya menguar begitu jelas.Sang pemilik punggung tegap itu bahkan tak sungkan melempar senyum balik kepada orang-orang yang menyapanya."Pagi, Dokter Hexa."Ya, dia-lah Hexa Alexander, direktur RS Internasional yang kini telah kembali bekerja setelah satu minggu beristirahat pasca kepulangan dari insiden kala itu. Anggukan juga seulas simetri sabit tercetak di bibir Hexa. "Pagi."Ditemani oleh dua asisten dokter di belakangnya, Hexa menaiki lift yang berada di ujung lorong. Tujuannya kini mengarah ke gedung H, tempat diadakannya meeting penting hari ini."File evaluasi-nya sudah siap semua kan?" tanya Hexa pada Armer, asisten dokter yang kebetulan mendapat bagian untuk mengurus laporan pasien khusus."Sudah, Dok. Semuanya aman." Armer menjawab dengan lugas yang disambut anggukan singkat dari Hexa.Ketika hendak menekan tombol lift, secara bersamaan Allice mun
Hari yang dinanti-nanti kini telah tiba. Momen sakral dan janji suci sehidup semati akan seger digelar sempurna dalam suasana hangat nan intim ini. Sengaja memilih hutan pinus dengan tema rustic, baik Dhea maupun Hexa benar-benar ingin menggelar pesta pernikahan mereka berbalut style vintage. Jajaran kursi kayu berselendang cream dan panggung dihias tanaman rambat yang cantik natural semakin menghidupkan kentalnya suasana. Tepat pukul sembilan pagi, Dhea melangkah menuju tempat pelaminan diiringi Allice juga salah satu kerabat dekatnya. Mengenakan gaun sederhana berenda broken white, Dhea tampil menawan. Begitu pula dengan Hexa yang telah menunggu di panggung pelaminan. Pria tampan itu begitu sempurna dalam balutan jas berdasi kupu-kupu berwarna senada. "Cantik. Sangat cantik," puji Hexa ketika Dhea telah tiba di depan matanya dan tangan ini terulur menyambut sang calon istri. Dhea mengulum senyum. Sungguh, pipinya terasa memanas. Tapi Dhea tak bisa berkutik selagi ini masih pros
"Aku tidak butuh dokter dan obat. Aku hanya perlu kamu, di sini." Oscar selalu menunjukkan sisi gemasnya di depan Lucetta. Berbeda kalau sudah bersama anak buah dan orang luar, Oscar tak mungkin manja seperti ini.Walau hatinya sedikit tersanjung dan ikut menghangat karena ucapan Oscar, tapi Lucetta tak ingin egois. Dia harus mengutamakan kesehatan suami tercintanya."Not for now, Hubby. Kamu perlu istirahat penuh dan obat supaya cepat sembuh." Lucetta mengurai pelukan itu.Lantas, mengelus rahang tegas Oscar dengan lembut. "Aku nggak tega lihat kamu muntah-muntah terus kayak tadi."Sumpah demi apapun, baru kali ini Lucetta mendapati sang suami yang biasanya sehat bugar bahkan nyaris tak pernah jatuh sakit karena hal sepele kini terlihat pucat.Bahkan muntahan isi perutnya sudah memperlihatkan dengan jelas bagaimana rapuhnya kondisi Oscar pagi buta ini.Meski
Waktu terus bergulir hingga tak terasa empat bulan telah berlalu dengan pasang surutnya. Kehidupan Nadya yang berjuang seorang diri demi menjaga calon anaknya pun tak selalu berjalan mulus. Dengan kondisi perut yang semakin membesar, Nadya rela banting tulang tanpa memandang siang atau malam. Niat hati menetap di pinggiran kota. Tapi ternyata dia membutuhkan uang lebih setelah perutnya yang makin membesar. Belum lagi nanti biaya lahiran dan merawat anak. Nadya pun keluar dari persembunyiannya dan kembali ke kota. Beruntung, Allice menawarkan lowongan pekerjaan di sekolah Brian dan Anna. Sebenarnya bisa saja di perusahaan Arsen. Tapi Nadya tidak mau mengulang kisah lama dimana dia pernah mencoba menggoda Arsen dan merusah rumah tangga bosnya itu. Jadilah dia di sini sekarang. Sudah satu bulan menjadi staff administrasi di sekolah Brian dan Anna juga sesekali menerima pesanan catering di sela-sela waktu senggang, jadi rutinitas harian Nadya. "Allice," sapa Nadya dengan senyum ramah s
Mata Nadya menyipit memperhatikan pria bertopi yang sedang menatapnya. Tidak nampak wajah itu karena memakai masker. Karena penasaran, Nadya pun berjalan mendekat.Sayangnya, saat dia sudah hampir dekat dengan orang yang mencurigakan itu, si pria langsung berlari dan menghilang.“Siapa ya? Ngga mungkin kan ada orang jahat. Aku ngga punya musuh,” gumam Nadya."Hei, Nad! Astaga aku cari ke mana-mana ternyata kamu di lorong ini?" Allice menghela napas, lega karena akhirnya bisa menemukan Nadya.Ibu hamil itu sempat tersentak. Tapi dia akhirnya memberikan ringisan kecil pada Allice. "Maaf, ada sedikit insiden yang tidak terduga jadi aku terhenti di sini."Kontan, Allice menatap Nadya dengan raut panik. "Insiden apa? Kamu tidak kenapa-napa kan?""I'm okay. Hanya sedikit bersenggolan dengan ibu-ibu tadi, tapi dia juga tidak sengaja kok. Semua baik-baik