"Wah pagi-pagi dapat kejutan, dari siapa sih tau aja sama keluarga kita suka kejutan di pagi hari," ucap Mamah dengan sumringah."Tuh lihat Rum, keluarga itu terpandang ada saja yang ngasih bingkisan gini, sering-sering saja lumayan dapat gratisan," timpa Mbak Sukma.Ibu dan aku hanya cengar-cengir kaya kuda melihat tingkah laku mereka kaya anak kecil nggak tau ya kalau aku yang kirim itu bingkisan," batinku."Cepat buka Mas, nggak sabar nih, siapa tau isinya tas branded lumayan kan?"Mas Ariel pun membukanya dengan tersenyum, dengan telaten dia membukanya bagaimana tidak aku membungkusnya berkali-kali kotak dengan sampul kado beraneka ragam."Duh siapa sih yang buat gini kaya anak kecil saja, belum selesai juga," gerutu Mas Ariel.Tinggal kotak terakhir yang berukuran sedang setelah di buka hanya sebuah CD."Uuhuh ... dikiraan apa, cuma CD," gerutu Lira."Coba nyalain punya siapa sih, nggak penting banget ngasih beginian, tapi penasaran juga sih," timpa Mbak Sukma.Kami pun pergi ker
"Sudah lama kerja di sini?""Hampir 3 tahun, Bu!""Maaf saya antar sampai keruangan Bu Arum!""Oh nggak usah nggak apa-apa kok, kamu duluan saja.""Ya sudah saya duluan Bu Arum, permisi!""Iya."Aku masuk ke dalam ruangan Mas Ariel dan segera memanggil Indri.Indri adalah sekretarisnya Mas Ariel, selama ini ternyata Mas Ariel jarang ke kantor, dia banyak menghabiskan waktunya di luar kantor, tetapi tidak tahu dia pergi ke mana."Indri, sudah di siapkan semua untuk meeting hari ini?""Sudah Bu, bahkan para staf pegawai sudah datang semua dan langsung menuju ruang meeting kecuali Pak Ariel dan Ibu Sukma yang belum datang.""Huf ... lagi-lagi mereka, maunya apa sih selalu kakak beradik ini kompak banget, heran!" "Ya sudah coba kamu telpon mereka!""Sudah Bu, tetapi baik Pak Ariel maupun Ibu Sukma tersambung telponnya tetapi tidak diangkat.""Coba lagi kamu telpon saya mau dengar apalagi alasannya.""Baik Bu!"Tut! Tut! Tut!"Kenapa lagi sih Ndri?""Maaf Pak, Bapak dan Ibu sudah di mana
Kulihat dia tambah stres bahkan pakaian yang ia pakai pun tampak kusut seperti hatinya sekarang.Aku menghela napas dengan kasar, tapi inilah yang akan terjadi."Siap-siap Mas, sebentar lagi kamu akan mendapat kejutan yang ketiga, aku harap kamu nggak jantungan ya Mas," ucapku dalam hati sambil memandang Mas Ariel dari balik kaca."Serius amat lihatnya, masih cinta dan sayang ya sama dia?" tanyanya."Nggak, aku benci pengkhianatan, aku benci kebohongan dan aku benci kepalsuan," ucapku dengan tegas.Namun lama-lama aku mencium farhum yang tidak asing bagiku, dan saat aku menoleh aku menatapnya kembali.Jarak kami sangat dekat, ada sedikit getaran tetapi langsung aku buang jauh-jauh pikiran itu, karena untuk saat ini aku harus memantapkan hati, menikmati kembali kesendirianku."Eh Mas Lingga, kagetin aja ngapain di sini?" tanyaku sediki kikuk."Harusnya saya yang tanya kamu, kenapa kamu lihat suamimu kaya gitu, masih cinta?" tanyanya balik."Sudah nggak usah di bahas lagi, ayo kita ke
"Ada apa?""Eh nggak apa-apa Mas?""Jangan pikir kamu bisa lari dari masalah yang dulu, aku masih butuh penjelasan!""Aku akan memberikan waktu untuk memikirkan kesalahan dan penjelasan yang tepat untuk masalah kita, kamu mengerti kan maksudku?""Terserah Mas, saja tapi bantu aku menyelesaikan masalah ini, baru urusan kita lagian itu sudah lama kali, masih cinta monyet, mau jelasin kaya mana, aku dulu mana ngerti apa itu cinta, pas cinta beneran malah di bohongi, aku kan dulu tomboy Mas, siapa suruh Mas dulu suka aku diam-diam?""Baiklah, tapi kenapa kamu menghindar saat kita bertemu lagi pada saat peresmian panti asuhan milik ayahku empat tahun yang lalu, apa kamu tidak kenal aku karena aku bertambah tampan sampai kamu tidak menatapku sedikitpun ke arah ku?""Ya elah Mas, aku kan sudah menikah nggak mungkin kan aku melirik ke pria lain, aku dulu di jodohkan sama ayah, mana aku berani menentang keputusan ayah dulu, sedangkan Mas Lingga hanya diam seribu bahasa," jawabku sewot."Aku mi
Mas Ariel nampak gusar dan gelisah karena cek yang mau diberikan kepadanya tidak jadi, sedangkan aku mendapat informasi dari Mbok Sarni pihak Bank itu masih sering menelpon Mamah mertua dan di rumah itu sudah di beri pengumuman Rumah ini di sita oleh pihak Bank.Mereka di beri waktu sampai besok pagi jika tidak maka rumah itu akan di sita. Sungguh puas aku mendengarnya.Dengan semangat 45 aku menemui Mas Lingga karena sudah waktunya aku bertemu Kiran sesuai dengan kesepakatan kami.Aku tidak melihat Mas Ariel maupun Mbak Sukma, di ruangannya pun sudah tidak ada, lalu aku bertanya ke sekretarisnya ternyata Mas Ariel dan Mbak Sukma sudah pulang duluan, karena katanya izin pulang cepat."Seharusnya mereka izin kepadaku, bukan memberi memo saja, dasar pecundang," gerutuku."Ayo Mas, sebentar lagi jam lima sore aku nggak sabar ingin bertemu Kiran.""Loh saya ikut juga atau jadi supirmu saja?""Katanya teman kuliah, nggak kangen mau ketemu?" godaku."Apakah kamu cemburu jika aku berdekata
"Saya harap Mbak bisa mengerti apa yang saya maksud, jangan seperti saya yang terlalu percaya dengan cinta dan menjadi budak cinta sakit Mbak rasanya.""Maka dari itu saya ingin memberinya pelajaran kepada mereka bagaimana hidup yang sederhana, mereka selalu menghambur-hamburkan uang, berfoya-foya, shopping.""Terima kasih Mbak Arum sudah mengingatkan saya, saya akan melakukan sesuatu yang saya anggap benar.""Baiklah Mbak, mungkin sampai di sini dulu pertemuan kita, tapi saya mohon Mbak bantu saya jangan sampai Mbak memberikan sepeserpun untuknya, karena saya ingin melihatnya hidup dalam kemiskinan.""Baiklah Mbak saya janji, saya tidak akan membantu mereka.""Begini saja Mbak Kiran bisa pura-pura kena tipu, nah di situ Mbak bisa lihat dia mencintai Mbak karena punya alasan sendiri atau hanya memanfaat harta Mbak Kiran saja.""Oh ya Mbak ngomong-ngomong yang membantu Mbak Kiran dalam kesulitan itu adalah ibuku Mbak."Aku mengeluarkan foto ibuku dan aku yang saling memeluk di dalam
"Bagaimana ini, Kiran belum menghubungiku?" tanyaku masih dilanda gusar."Ayo dong Kiran, bantu aku ...!"Mas, kita Shalat di luar saja sekalian aku mau ke tempat Ibu," pintaku pada Mas Lingga."Oke.""Mbok, Arum sama Mas Lingga mau ke rumah Ibu Arum, nanti kalau ada apa-apa hubungi Arum ya." Aku menitipkan pesan untuk Mbok."Beres Neng, jangan khawatir udah sana pergi, hati-hati di jalan ya Neng.""Iya Mbok, Assalamualaikum!""Walaikumsalam."Jelang Magrib kami pun singgah di Masjid untuk menunaikan salat.Aku berdoa semoga yang aku inginkan berjalan dengan lancar tanpa ada halangan.Setelah selesai kami langsung ke rumah Ibu. Di perjalanan kami tak banyak bicara, hanyut dalam pikiran masing-masing.Sampailah kami di rumah ibu dan kami di sambut Ibu dan Raina."Assalamualaikum!""Walaikumsalam!”"Tuh ada tamu yang nungguin dari tadi," ucap Ibu dengan tersenyum."Siapa Bu?""Saya Mbak Arum!""Mbak Kiran!""Loh ...Mbak Kiran ada di sini, saya tadi nungguin teleponnya Mbak loh!" "Mema
"Perkenalkan nama saya Kiranti Mayangsari, sebenarnya saya adalah istri Mas Ariel juga entah yang kedua atau yang ketiga," jawabnya dengan tegas.Semua memandang kearah Kiran, kaget, syok dan tentu saja aku merasa lega karena akhirnya berlabuhnya hati Mas Ariel sudah mentok di dasar jurang, tinggal di lempar saja.""Apa-apain ini Ariel, saya maklum kalau Lira menjadi istrimu karena dia cinta pertamamu, tetapi bukan berarti kamu seenaknya menikah yang ketiga kalinya, benar saja kalau almarhum Pak Sugeng tidak memberikan harta warisan yang susah payah beliau bekerja keras kepada kalian ternyata sifat dan tingkah laku kalian masih belum berubah dari dulu," ucapnya geram.Ibu Sumi, Ibu sebagai orang tuanya mengapa Ibu biarkan anak-anak Ibu terjerumus ke dalamnya, jangan bilang Ibu tidak tau ya, karena saya hafal betul sifat Ibu yang gila harta,” hardik Pak Alex."Jaga omongan Bapak ya," jawab Mamah mertua dengan emosi."Saya nggak terima kalau Bapak menghina Ibu saya, saya bisa tuntut Ba
Hari ini aku sangat bahagia karena. Aku sudah menemukan tambatan hati yang aku mau. Ya namaku Devan Fahrizi Sanjaya. Aku seorang pengusaha dan aku cukup di kenal banyak orang. Pengalaman hidup bersama ibuku yang miskin dan dicemooh oleh orang lain telah mengantarkanku menuju gerbang kesuksesan.Namanya Arumbi Lestari, kami bertemu di sebuah masjid saat aku menjadi marbot di sana, ya karena dari menjadi tukang marbot lah aku bisa sukses seperti sekarang ini.Pandangan pertama aku sudah mulai suka dengannya, cantik, sederhana dan jutek dan itu yang aku suka dengannya. Aku pikir dia akan terpesona dengan ketampananku yang paripurna ini nyatanya tidak dia sangat acuh tetapi itu membuatku menjadi lebih penasaran dengannya.Biasanya wanita yang melihatku langsung meminta perkenalan dan langsung bermain itu, tetapi aku bukan pria seperti ya ... “Aku diajarkan oleh orang tua yang aku panggil mama itu untuk tidak menyakiti seorang wanita dan aku juga tidak mau berhubungan lebih jika
Aku menemukan Lira dan Raina. Ibu dan anak itu akhirnya selamat. Lira memelukku dengan hangat, dia menangis bahagia akhirnya bisa terlepas dari jeratan Lingga.Selama ini ternyata Mas Lingga sudah menjual Lira ke tempat hiburan menjijikkan ini, jika melawan maka Raina akan menjadi tumbalnya. Raina memelukku dengan hangat, dia sangat takut dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Dia masih menangis dan belum bisa menenangkan pikirannya.Anak seumur Lina tahun itu mengalami trauma dia harus segera di sembuhkan.“Maafkan Mama Sayang, maafkan Mama.”“Sekarang semua sudah berakhir tidak ada yang akan menyakiti Raina lagi, mereka sudah di tangkap,” ucapku berusaha menenangkan Raina.Raina tetap menangis tetapi tetap memelukku dengan erat. Aku tahu Lira sangat ingin memeluk Raina karena dia ibu kandungnya sendiri.“Mama jangan tinggalkan Raina lagi ya, Raina takut kehilangan Mama, hanya Mama yang Lira punya,” ucapnya dengan penuh haru.Iya Sayang, Mama akan selalu ada buat Rainya,
“Apa maksud semua ini Arum? Kamu tahu kan aku menjabat sebagai wakil direktur tetapi kenapa bukan aku yang menggantikan posisi kamu?” tanyanya dengan emosi.Aku masih bersikap tenang menghadapi orang itu untuk menghilangkan rasa takutku. Lalu aku mengambil semua berkas dan bukti tentang kecurangan yang dia lakukan di perusahaan.“Apa ini Arum?”“Apakah aku harus menjelaskan semuanya sat-satu Mas Lingga, masih syukur aku tidak membeberkan masalah ini ke rapat tadi, karena aku masih mempunyai hati untuk tidak mempermalukan kamu di hadapan mereka. Wajahnya kembali pucat ketika semua bukti yang dikumpulkan memang dia pelakunya, selama ini mencuri uang perusahaan.“Aku tidak menyangka Mas Lingga bisa melakukan hal ini denganku?” “Jangan katakan kamu khilaf ya Mas, aku sudah muak dengan kepintaranmu bersilat lidah. Aku selalu mengikuti arahan kamu tetapi apa yang kamu perbuat, kamu sengaja melakukannya kan?” “Apa yang ada di pikiranmu, aku tidak tahu semua ini, aku bodoh begitu?”“Ma
Semua pria sama saja nggak peka, ya pastilah cemburu, apalagi kami mau menikah dan dia tergoda dengan wanita lain, tentu saja aku tidak akan membiarkannya.Aku meninggalkan Mas Fahri dan tetap di tempat itu dan aku segera ingin menemuinya. Aku mau lihat bagaimana ekspresi nya saat bertemu denganku dengan gaya sok alimnya.Aku melangkah dengan penuh percaya diri untuk menghampirinya yang masih sibuk mencari gaun pengantin itu.“Halo, Kiran, apa kabar, masih ingat denganku?” tanyaku dengan tegas.Tampak wajahnya menegang, kedua matanya melotot kearah, dia terdiam terpaku melihat kedatanganku yang secara tiba-tiba menghampirinya. Mungkinkah aku sepeti hantu baginya?“Kenapa Kiran, kenapa kamu terkejut, apakah kamu melihat hantu di sini?” Aku menatap tajam ke arahnya, berani sekali dia membohongi ibu dan berputar -pura teraniaya padahal dia sendiri ikut andil dalam rencana busuk Mas Lingga. “A—Arum, kamu di sini?” “Syukurlah kamu masih mengingatku Kiran dan apa ini? Kamu sekejap me
Aku masih tidak percaya di dalam hidupku akan terjadi pernikahan yang kedua kalinya. Ada rasa bahagia sekaligus rasa takut.Entah kenapa aku merasa di lema, tetapi aku tidak mau menikah dengan Mas Lingga, orang yang pernah aku cintai ternyata hanya memanfaatkan aku sebenarnya. Dia masih berpikir kalau aku tidak mengetahui semuanya, tinggal menunggu waktu dan semuanya akan selesai.Aku juga belum bisa menemukan Lira, entah di mana dia sekarang. Nomor ponselnya sudah tidak aktif, apakah aku harus bertanya dengan Mas Lingga atau Shakira, kedua orang itu pasti tahu di mana Lira sekarang. Sudah seminggu ini semua berjalan dengan lancar, semua persiapan memang Mas Fahri yang melakukan bersama Ibu dan mam Yuni. Karena kami sudah bekerja sama, sehingga ada beberapa orang kepercayaan Mas Fahri ada di kantor ini untuk memastikan kalau Mas Lingga tidak melakukan apa-apa kepadaku.Mas Lingga juga tampak acuh kepadaku, tetapi sikapnya ini membuatku menjadi penasaran, apakah dia merencanakan ses
Aku sangat terkejut dan terdiam sesaat, mataku melotot untung saja tidak keluar. Pria tampan itu lalu menjentikkan jarinya agar aku tersadar.“Ma-Mas Fahri, kok ada di sini, jangan bercanda Mas, aku harus memberi sambutan kepada klien kami dari Kanada,” ucapku ragu tetapi kenapa penampilan Mas Fahri sangat berbeda dengan tampilan seperti orang kaya pada umumnya.“Hei kamu, ngapain lagi kamu di sini siapa yang menyuruhnya masuk ke ruangan ini, kamu itu orang luar Fahri, mau seperti orang kaya makanya kamu berpenampilan seperti ini hah?” hardiknya dengan nada mengejek.“Mas Lingga jaga ucapan kamu, jika kalau mau mengundurkan diri sekarang itu lebih baik dari pada kamu menghina orang lain.”“Ya bela saja tukang marbot itu dasar mental miskin!”“Pak Lingga begini cara kamu menyambut kami untuk menjalin kerja sama?” “Dengarkan baik-baik Pak Lingga. Orang yang kamu rendahkan ini adalah Tuan Devan dari Kanada,” sahutnya dengan meyakinkan. “A-apa maksud Pak Aldi, Anda pasti bercandak
Mas Lingga mengikuti kami pergi makan, aku semakin jengah dibuatnya, entah apa yang ada di pikirannya sekarang.“Aku ingin segera mengakhiri sandiwara ini yang pura-pura tidak mengetahui siapa Mas Lingga sebenarnya.Aku semakin takut dengan kehadiran Mas Lingga atau mencelakai Mas Fahri melalui anak buahnya mungkin saja kan, dia bertindak nekat? “Ada apa Arum, kenapa kamu begitu tegang?” tanyanya yang cukup beralasan.“Mas, itu Mas Lingga masih mengikuti kita bagaimana ini?” “Kamu maunya bagaimana?” “Kok malah bertanya denganku sih, yang kumau dia tidak mengikuti kita makan, bete tahu,” aku merajuk sedikit.“Biaklah, sesuai keinginanmu ,” jawabnya santai. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Mas Fahri saat ini, yang jelas dia berusaha menghilangkan ketakutanku kepada Mas Lingga. Aku menatap wajah Mas Fahri agar terus menerus membuat hatiku tenang.“Sudah Rum, jangan melihat saya seperti itu terus apakah saya seperti cokelat yang siap kamu makan?” “Iya nggak salah lagi,” jawa
Aku beranjak dari tempat dudukku dan menjauh dari tatapan Mas Lingga yang mengiba.“Maaf Mas untuk sekarang aku tidak bisa menjawabnya, karena sekarang kita berada di kantor, bukannya kamu tidak ingin masalah pribadi di campuradukkan di kantor untuk di bahas?”“Hari ini kita fokus tentang proyek kita bersama investor dari Kanada itu bukan?” tanyaku dibalikkan ke dia.“Dan ini apa maksud dari ini?’ kenapa kamu mengambil uang sebanyak ini tanpa persetujuan dariku, dan mulai hati ini Surat Kuasa itu sudah tidak bisa di gunakan lagi.”“Katakan untuk apa uang sebanyak itu?” “Kamu tidak percaya denganku, Rum?” “Kamu tinggal memberikan perincian untuk laporannya, apakah itu sulit?”Mas Lingga kembali menatapku, seolah-olah aku telah menekannya, dia lalu keluar dari ruanganku.Tak lama kemudian dia kembali datang dengan membawa sebuah mam dan melemparkannya di meja kerjaku.“Itu yang kamu mau kan, baiklah.”“Sepertinya aku tidak dibutuhkan lagi di sini, kamu ingin mengambil keputusan send
“Maaf Ibu tidak apa-apa?” Yola langsung memberikan tisu untuk membersihkan mulutku.“Kenapa kamu tidak memberitahukan saya?” “Maaf Bu, ponsel Ibu tidak aktif.”“Oh ya kamu benar, saya lupa memberikan nomor ponsel saya yang baru.”“Sebentar, mumpung saya ingat.” Aku langsung mengeluarkan ponsel milikku tepatnya punya Mas Fahri seketika kulihat wajah Yola sedikit bingung dengan ponsel yang aku pegang.“Kenapa wajahmu, kok begitu?” “Maaf Bu, itu ponsel lama Ibu?” “Iya kenapa, ada yang salah dengan bentuknya?” “Tidak Bu, siapa pun yang memberikan ponsel itu ke Ibu berarti orang itu sayang dan mencintai Ibu sepenuh hati.”“Kok kamu tahu kalau ini adalah pemberian dari orang lain?”“Sepertinya itu bukan dari Pak Lingga kan Bu?” “Kamu tuh ya dok tahu, tetapi kamu sudah siapkan semuanya kan tidak ada yang ketinggalan?” “Ibu tenang saja semua sudah saya siapkan sampai makanan camilan, tidak perlu khawatir.”“Dan ini semua proposal yang Ibu minta dan itu sesuai dengan Pak Lingga minta