Sagara melangkah dengan tergesa-gesa ke dalam resto. Wira menahan napas melihat wajah Sagara yang diliputi amarah. Ingin rasanya menelpon Arimbi untuk memghentikan tawanya di depan Hans. Terlambat. Sagara telah berada tepat di hadapan tempat Arimbi.
Wajah Arimbi pucat pasi. Terkejut tak terkira, hingga membuatnya tersedak. Bagaimana bisa pria ini tiba-tiba sudah ada di sini. Dengan ekspresi wajah menakutkan.
"Tu-tu-an. Anda ada di sini?" tanya Arimbi dengan terbata. Sagara mendengkus menatap tajam, seakan ingin menelan tubuh Arimbi bulat-bulat.
"Iya. Ini aku. Sepertinya kau sangat terkejut sekali melihatku? Apa kau sudah melakukan kesalahan? Hingga wajahmu pucat begitu?" sindir Sagara. Arimbi susah payah menelan makanannya. Kemudian membasahai tenggorokan dengan air mineral.
"Wow, Tuan Sagara. Anda sepertinya salah paham! Saya dan Arimb-
"Diam! Tak ada yang memintamu bicara di sini! Aku hanya ingin mendengar penjelasan dari is--
Pukul tiga dini hari Sagara terbangun. Meraba tempat di sampingnya kosong. Bayangan keberadaan Arimbi tak ia temui di kamar ini. Sayup-sayup ia dengar suara isakan. Sagara melangkahkan kaki menuju ruang tengah. Ia tertegun. Arimbi nampak begitu khusyuk berdoa."Ya Allah, ya Robb. Kalau memang takdirku berada di sisi Tuan Sagara. Tolong kuatkan aku. Berikan jalan agar kami bisa mencapai pernikahan sakinah, mawaddah, warohmah. Beri suami hamba kesehatan, kemudahan dalam setiap jalannya. Sentuhlah hatinya dengan hidayahmu ya, Robb! Lindungilah di mana pun ia berada. Amin, ya robbal alamin!"Sagara mengusap netranya yang tiba-tiba memanas. Seumur hidup Sagara tak pernah mendengar orang lain dengan tulus mendoakannya. Hati Sagara membuncah penuh rasa bahagia.Perlahan pria itu kembali ketempat tidur. Berpura-pura menutup mata saat Arimbi kembali memasuki kamar. Sagara tetap memejamkan mata saat napas Arimbi menyapu wajahnya."Dia sangat tampan, s
Jam sudah menunjukkan pukul 11.00 siang. Uul, art rumah Sagara, mondar-mandir di depan kamar sang Bos. Tak seperti biasanya Felicia sesiang ini bangunnya. Apalagi ini adalah hari senin. Hari di mana wanita itu sibuk dengan pekerjaan di butiknya.Dengan memberanikan diri, Uul membunyikan bel pintu kamar Felicia. Tak ada jawaban. Hampir satu jam Uul sibuk menekan bel pintu, namun tak ada tanda-tanda Felicia akan membuka pintu. Ia kemudian memanggil Yudi, salah satu penjaga di rumah untuk membuka pintu kamar Felicia. Hasilnya nihil."Coba telpon Tuan Sagara, saja!" usul Yudi. Uul kemudian menekan nomer telpon Sagara. Wanita itu menggelengkan kepala, menatap Ivan dengan putus asa."Nomernya gak aktif!" Yudi dan Uul mendesah secara bersamaan. "Dobrak saja. Kita rusak pintunya. Pake bor saja,Yud. Karena pintu ini dilengkapi pengaman!" usul Uul lagi. Yudi pun berlari ke arah gudang tempat biasa menyimpan alat-alat pertukangan. Pria itu mengeluarkan bor list
Kembali Arimbi melirik ke arah Sagara. Dan, kembali hatinya berdenyut nyeri.Arimbi cemburu. Arimbi terluka."Ayolah Arimbi! Jangan seperti anak-anak. Lagi pula mereka lebih dulu bersama. Felicia lebih dulu mengisi hati Sagar, jadi wajar kalau dia terlihat gelisah seperti ini manusiawi!" hibur hati Arimbi.Tak lama mereka tiba di rumah sakit tempat Felicia di rawat. Sagara mendekatu meja tempat dua orang perawat perempuan sedang berjaga."Sus, kamar pasien dengan nama Felicia Handoyo, ada di ruangan mana?"Perawat itu melihat komputer untuk melihat nama Felicia."Kamar kenanga no 3, pak. Bapak terus saja naik lantai dua, di sana nanti ada perawat jaga juga, tanya pada mereka!"Dengan langkah tergesa-gesa Sagara berjalan menuju tempat yang ditunjukkan oleh perawat tadi. Genggaman di tangan Arimbi semakin ia eratkan.Arimbi dan Sagara telah sampai pada kamar di mana Felicia dirawat. Sebuah kamar ya
Hans menatap foto yang dikirimkan seseorang padanya. Semua tentang kegiatan Arimbi. Saat wanita itu di kampus, di rumah, pusat perbelanjaan atau pun saat ...."Ha, ha, ha!" Hans tergelak saat melihat Arimbi sedang di sebuah wahana pemainan. Tertawa lepas tanpa beban dan itu --amat--sangat menawan.Tanpa sadar Hans mengusap wajah Arimbi dalam foto secara lembut. Bergetar rasa hatinya."Hai, Hans! Ingat apa misimu? Jangan biarkan perasaanmu mengacaukan misimu!" tegur Hans pada dirinya sendiri. Ia kemudian menasukkan ponsel dalam saku celananya.Hans menatap lurus ke depan. Bersamaan dengan itu Arimbi turun dari sebuah mobil, alvard hitam. Gadis berhijab kuning gading itu berjalan dengan tergesa-gesa, tanpa memperhatikan sekitarnya.Satu, dua, tiga.Hans mulai berjalan juga ke arah Arimbi dengan pura-pura asyik melihat ponsel."Aw! Aduh!!" Arimbi mengaduh kesakitan."Astaga, kamu kan ...!" Hans menjeda kalimatnya
Sagara menggeram ketika Felicia mencoba mempengaruhinya untuk berpikir jelek tentang Arimbi.Felicia mendekat ke arah Sagara. Mencoba memeluknya dari belakang. Menyandarkan kepalanya pada punggung Sagara. Sudah lama ia tak merasakan hangatnya punggung ini. Semenjak ... Arimbi masuk ke kehidupan mereka. Sagaranya seolah hilang ditelan bumi."Apakah kau sama sekali tak merindukanku?" bisik Felicia tepat di telinga Sagara. Wanita itu kemudian berdiri tepat di depan Sagara. Menanggalkan seluruh gaunnya. Keindahan tubuh terpampang di depan mata pria itu. Sebagai seorang pria dewasa bohong bila Sagara tak tergoda. Felicia tersenyum penuh kemenangan saat melihat jakun Sagara turun naik. Susah payah menelan salivanya.Felicia merapatkan pelukan pada tubuh Sagara, membebaskan Sagara menikmati seluruh keindahan tubuhnya. Kerinduan yang selama ini ditahan Felicia tumpah detik ini. Wanita itu menyecap segala pesona Sagara. Menyentuh apa yang selama lima
Di balik selimut dua orang yang sedang dimabuk cinta tengah berpelukan usai penyatuan diri yang menguras tenaga keduanya. Sagara kelelahan, istri kecilnya itu kini benar-benar seperti seorang rubah kecil yang memiliki kekuatan tersembunyi di balik tubuh mungilnya."Apa yang tengah kamu pikirkan, Honey?" tanya Arimbi memecah kesunyian di antara mereka. Suara detak jarum jam terdengar cukup jelas, ditingkahi suara degub jantung keduanya."Aku sedang memikirkan tentang kita, pernikahan kita. Menurutku semua ini laksana mimpi. Beberapa bulan yang lalu kita berdua hanya orang asing yang disatukan oleh pernikahan perjodohan antara orang tua untuk pembayaran hutang. Siapa dapat menduga, gadis cilik pilihan orang tuaku memutar balikkan hidup dan juga hatiku!"Arimbi menyibak selimut, mengamati lekuk tubuh Sagara. Sagara tersenyum melihat hal itu."Apakah kau sedang mengagumi keindahan tubuh suamimu ini?" tanya Sagara, pria itu mencubit
Genap satu bulan percerian Sagara dan Felicia. Dan, selama itu pula Sagara tinggal bersama Sagara di apartmen mereka. Sagara merasa apartmen yang mereka tinggali itu terlalu kecil. Apa lagi kebiasaan Atmaja, sang ayah kerap berkunjung ke Jakarta."Seperti apa rumah impianmu, Sayang?" tanya Sagara, saat mereka sedang bersantai di depan televisi malam itu dengan posisi Arimbi di pangkuan Sagara. Pria itu menatap lekat manik Arimbi yang kini menerawang. Sepertinya tengah membayangkan bagaimana bentuk rumah impiannya."Rumahnya tak terlalu besar. Banyak pepohonan dan bunga. Ada kolam renangnya!" jawab Arimbi. Tangan wanita muda itu menyentuh rahang Sagara. Dan kemudian mengelus pipi. Sagara membebaskan Arimbi sesuka hati menyentuh wajahnya. Ia pun menikmati setiap sentuhan lembut dari sang istri.Sagara membuka mata saat dirasakan tangan Arimbi tak lagi menyentuh wajahnya. Bibir penuh pria itu tersenyum samar ketika melihat Arimbi terlelap. Sagar
Arimbi tiba lebih cepat di bandara. Ini pertama kali ke dua orang tuanya ke jakarta. Takut Asih dan Joko bingung. Arimbi berpikir biarlah dia yang menunggu saja.Sembari menunggu kedatangan kedua orang tuanya. Wanita muda itu membuka ponsel. Berbalas chat dengab sahabat-sahabatnya semasa di pondok dulu."Lu, di mana?" Pesan dari Letta masuk di ponsel Arimbi."Aku di bandara. Jemput bapak dan ibuku!" Arimbi mengetik pesan balasan."Wah, bonyokmu datang, ya?"tanya Letta lagi pada pesan balasan."Bonyok? Kamu doanya kok jelek si Lett? Harusnya kamu itu ngedoain Ibu dan Bapakku agar baik-baik saja, sehat wal afiat. Bukan malah doain mereka bonyok!" Dengan kesal Arimbi membalas pesan dari Letta.Ting.Letta mengirimkan emoji ketawa ngakak. Setelah itu gambar orang ngakak ampe guling-guling."Ish. Nih anak. Deket tak getok kepalanya!" gerutu Letta dalam hati."Ya, ampyun Imbi! Lo, mikir apa sih waktu gue nu
Tubuh Arimbi gemetar mendapati tatapan membunuh dari Sagara. Pria itu, Sagara Atmaja, menatap dengan sorot amarah yang tak pernah dilihat Arimbi.Sagara kemudian menarik tangan Arimbi dengan kasar."Jangan sakiti dia!" Hans menahan tangan Arimbi. "Menolaklah kalau kau tak ingin pergi!" ucap Hans lirih. Sagara bergerak maju mendekati Hans. Melihat sorot mata Sagara yang siap menghancurkan apa pun membuat Arimbi cemas."Maaf, Mas. Saya harus pulang bersama suami saya. Tolong lepasin!" pinta Arimbi dengan sorot mengiba. Setelah mengatakan hal itu, Arimbi mengamit tubuh besar Sagara dengan tangan kecilnya. Mereka berdua berjalan keluar kafe, menuju tempat parkir di mana mobil Sagara berada. Dengan kasar Sagara membuka pintu mobil, mendorong tubuh Arimbi masuk ke dalam dengan kasar.Ia sendiri kemudian masuk ke dalam mobil. Menginjak pedal gas, melajukan sedan lexusnya dengan kecepatan tinggi. Arimbi dengan tergesa memasang sabuk pengaman.
Pagi hari Arimbi terbangun dengan perasaan kosong. Sekosong tempat tidur di sampingnya. Perempuan muda itu meraba tempat di sampingnya. Tempat di mana biasa Sagara tidur. Dingin.Arimbi mengembuskan napas pelan. Badannya terasa lemas. "Salahku sendiri, kenapa tidur lagi setelah subuhan, jadinya badan lemes kayak gini!" Arimbi bermonolog seorang diri. Ia kemudian meraih ponsel. Berharap akan ada pesan dari Sagara.Nihil. Tak ada satu pun pesan dari pria itu."Dia sangat menakutkan saat cemburu!" gumam Arimbi sembari menuang susu ke dalam gelas.Ting.Ugh,ugh. Arimbi tersedak. Dia amat terkejut dan senang dengan bunyi notifikasi ponselnya. Berharap itu adalah Sagara. Akan tetapi harapannya sirna karena ternyata yang mengiriminya pesan adalah Wira. Bukan Sagara."Lain yang gatal, lain yang digaruk. Lain yang diharap lain yang datang!" Arimbi kemudian membuka pesan Wira."Nyonya kecil tak usah khawati
Pagi hari Arimbi bangun seperti jam biasa. Memasak sarapan pagi untuk Sagara dan juga dirinya. Menu sarapan kali ini adalah nasi goreng seafood."Hmm, harum sekali!" ucap Sagara. Memeluk tubuh Arimbi dari belakang. Arimbi hanya mengulas senyuman. Rambut basah Sagara sehabis keramas membuat aroma samphoo menguar memenuhi indera penciuman Arimbi."Duduk dulu. Aku siapin tehnya!" titah Arimbi. Namun, Sagara tak juga beranjak. Tetap setia dengan posisinya saat ini. Sagara sangat menyukai wangi tubuh istrinya ini. Aromanya selalu menenangkan."Sayang, apa kau tak merasakan hal aneh akhir-akhir ini?" tanya Sagara setelah kini duduk di kursi dengan hidangan nasi goreng di depannya.Arimbi mengerutkan kening dengan pertanyaan Sagara. "Seperti apa?" tanya Arimbi. Wanita itu meletakkan teh di depan Sagara. Di samping nasi gorengnya."Aku terus merasakan mual, apalagi saat pagi seperti ini. Tapi, begitu mencium wangi tubuhmu rasa mual itu
Hans menghempaskan tubuh ke sofa. Rasa kesal merajai hatinya saat ini. "Kenapa harus seperti ini? Kau tak bisa terus seperti ini, Hans? Hentikan rasa yang kau miliki kalau kau tak ingin terluka. Ingat, Arimbi, wanita itu adalah istri dari orang yang ingin kau hancurkan, jadi ... hentikan sampai di sini, kegilaan ini!" Hans bermonolog seorang diri.Ting nong, ting nong.Dahi Hans mengerut. Ia tak ada janji. Mengapa ada orang yang membunyikan bel. Dengan malas ia pun bergegas menuju pintu. Hans terkejut melihat siapa yang datang ke rumahnya.Felicia tersenyum lebar menampakkan gigi putih yang berbaris rapi"Dari mana kau tahu rumahku?" tanya Hans. Pria itu masih berdiri di ambang pintu. Enggan mempersilahkan wanita berambut cokelat itu masuk ke dalam apartmennya."Kau tak mempersilahkan tamumu untuk masuk?" tanya Felicia menatap tajam ke arah Hans. Pria itu berjalan ke arah ruang tamu, diikuti Felicia di belakangnya.
Pagi ini udara terasa dingin, bekas hujan semalam yang turun tanpa henti. Arimbi terbangun dari sejak pukul 03. 00 dini hari, setelah menunaikan sholat subuh menyibukkan diri di dapur. Sebulan sudah tinggal di rumah hadiah dari Sagara katanya untuk merayakan prestasi seorang Arimbi karena dapat membuat beruang kutub itu jatuh cinta.Arimbi sangat menyukai rumah ini. Sesuai dengan rumah impiannya. Apalagi kolam renang itu, dia sangat menyukainya. Hampir tiap hari Arimbi akan berenang di sana dan kadang ia dan Sagara akan menjadikan kolam renang itu tempat mereka bercinta. Kata Sagara 'bercinta di ruang terbuka lebih terasa sensasinya' kalau mengingat kemesuman Sagara Arimbi jadi terkikik geli, karena kini Arimbi pun tertular dengan kemesuman Sagara.Arimbi melihat jam di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 6. 30, tak ada tanda-tanda suaminya keluar dari kamar. Biasanya jam begini pria dengan mata setajam elang itu sudah duduk manis menunggu sarapan di m
Pagi ini udara terasa dingin, bekas hujan semalam yang turun tanpa henti. Arimbi terbangun dari sejak pukul 03. 00 dini hari, setelah menunaikan sholat tahajud dsn kemudian disambung sholat shubuh dua jam setelahnya, perempuan muda itu menyibukkan diri di dapur. Sebulan sudah tinggal di rumah hadiah dari Sagara katanya untuk merayakan prestasi seorang Arimbi karena dapat membuat beruang kutub itu jatuh cinta. Arimbi sangat menyukai rumah ini. Sesuai dengan rumah impiannya. Apalagi kolam renang itu, dia sangat menyukainya. Hampir tiap hari Arimbi akan berenang di sana dan kadang ia dan Sagara akan menjadikan kolam renang itu tempat mereka bercinta. Kata Sagara 'bercinta di ruang terbuka lebih terasa sensasinya' kalau mengingat kemesuman Sagara Arimbi jadi terkikik geli, karena kini Arimbi pun tertular dengan kemesuman Sagara. Arimbi melihat jam di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 6. 30, tak ada tanda-tanda suaminya keluar dari kamar. Biasanya jam
Sagara Atmaja. Itu namaku. Pria dingin, angkuh, dan tak tersentuh. Begitulah orang-orang mengenal bagaimana kepribadianku.Bukan tanpa alasan aku membentuk pribadiku seperti itu. Semua karena aku berusaha membentengi luka dalam hati ku agar tak ada seorang pun yang dapat melihat luka itu.Luka itu pula yang membuat perilaku seks ku jadi menyimpang jauh dari kenormalan. Kepuasan itu kudapatkan apabila pasanganku berteriak kesakitan. Erangan, lolongan rasa sakit itu membuat gairahku tak terbendung. Rintihan dan tangisan pasanganku mengingatkan kenangan burukku yang pernah kualami puluhan tahun lalu."Jangan lakukan itu tante, Saga tidak mau!" Tangis dan ratapanku tak menghentikan wanita itu melakukan aksi bejatnya. Saat itu usiaku sepuluh tahun, entah bagaimana wanita dewasa itu memiliki nafsu menjijikkan pada pemuda seusiaku. Tak hanya berhenti sampai di sana kegiatan laknat itu ia lakukan hingga aku berusia empat belas tahun. Di mana batas ra
Hans terus saja mengikuti setiap kegiatan yang dilakukan Arimbi dan Sagara. Sedangkan Felicia dengan orang suruhannya mengikuti kemana pun Hans pergi.Felicia merasa sudah cukup ia mengumpulkan bukti tentang Hans. Sekarang waktunya bergerak. Ia tahu harus ke mana menemui pria pemilik wajah oriental itu.Di restoran tempat Hans bekerja. Pria itu nampak sedang asyik memasak. Memamerkan bakat memasak yang dimiliki pria itu pada dua orang wanita di pojok resto, yang terus saja mengamati tanpa berkedip.Ke dua wanita itu adalah Letta dan juga Arimbi.Beberapa jam sebelumnya."Hai, Imbi!" sapa Hans pada Arimbi yang tengah asyik memilih buku. Wanita itu sedikit terkejut dengan kehadiran Hans. Terbesit dalam pikirannya, apakah pria ini mengikutinya? Mengapa selalu saja bertemu tanpa sengaja? Namun, Arimbi segera menepis pikiran itu."Hai, Mas Hans!" balas Arimbi tersenyum ramah. Dan, itu cukup membuat deguban di jantung Hans dua kali l
Felicia membuka satu persatu foto yang dikirimkan oleh orang bayarannya. Luka di hati wanita itu makin menganga saat melihat bagaimana perlakuan Sagara pada Arimbi. Romantis, penuh perhatian. Mata menatap penuh cinta, bibir tersenyum amat manis yang tak pernah dilakukan Sagara selama bersamanya.Kening Felicia mengerut saat melihat sebuah Video yang dikirim oleh orang bayarannya. Di dalam video berdurasi sekitar sepuluh menit itu nampak Arimbi sedang tertawa bersama seorang pria yang tampak tak asing bagi Felicia."Bukankah dia adalah Chef yang bekerja di resto milik Sagara!" gumam Felicia. "Wanita itu mengulas senyum sinis. Melihat dari cara pria ini manatap jalang kecil ini, aku tahu ada rasa yang pria itu simpan. Bukankah ini adalah kabar yang sangat bagus?" Senyum di bibir Felicia makin lebar.Sementara itu Arimbi yang tanpa sengaja bertemu dengan Hans di sebuah toko buku kini tengah menikmati makan siang bersama Hans dan juga Let