“Di mana Hanzel. Kamu melihat adikmu itu?” tanya Cheryl ketika tak mendapati putranya di tempat pesta. “Tidak, tadi sepertinya saat di ruangan aku masih melihatnya. Apa mungkin dia memilih duduk di dalam,” jawab Sashi yang memang tak melihat Hanzel sejak tadi selesai akad. “Ke mana lagi anak itu, jangan sampai kabur,” keluh Cheryl sambil memegangi kening karena Hanzel susah sekali diatur. Cantika datang sambil menoleh kanan dan kiri seolah mencari sesuatu, hingga menghampiri Cheryl dan Sashi. “Sashi, apa kamu melihat Milea?” tanya Cantika karena tak melihat putrinya itu di mana-mana. Sashi bingung karena dua wanita itu mencari anak mereka. “Aku tidak melihatnya dari tadi, Bibi,” jawab Sashi. “Haduh, ke mana lagi dia. Padahal kunci motornya aku sita, mana mungkin kabur.” Cantika menggerutu sambil meninggalkan Sashi dan Cheryl. Sashi dam Cheryl memandang Cantika yang pergi sambil celingukan mencari putrinya, hingga Cheryl terlihat berpikir. “Apa dia tadi bilang motor?” tanya Che
“Kalian sudah sah menjadi suami-istri, apalagi kamu akan jadi seorang ayah. Belajarlah bertanggung jawab dan berpikiran dewasa, jangan pernah lagi membuat keputusan tanpa berpikir,” ujar Nanda memberi wejangan untuk Bastian.Sebagai kakak kandung mempelai wanita, Nanda tentunya harus memberikan nasihat untuk mempelai pria sebagai sebuah keharusan agar Bastian memenuji kewajiban sebagai suami adiknya.“Tentu, aku akan terus berusaha bertanggung jawab kepada istri dan anakku kelak,” balas Bastian.Nanda menepuk punggung Bastian. Tidak ada buruknya Nana menikah dengan Bastian, setidaknya dia sudah memahami bagaimana sifat suami adiknya.“Kak, ingat permintaanku dulu, kan?” Nana tiba-tiba menyela perbincangan Bastian dan Nanda.“Permintaan apa?” tanya Nanda dengan dahi berkerut halus.Nana mencebik karena Nanda lupa, hingga kemudian menjawab, “Soal bulan madu. Bukankah aku pernah bilang, kalau aku honeymoon, aku mau kalian juga ikut lagi. Biar kita bisa bersama, juga setidaknya aku akan m
“Apa yang Clara inginkan, kenapa sekarang dia semakin menempel kepadamu?” tanya Nanda keheranan. Sashi kembali ke kamar setelah beberapa jam pergi bersama Clara, tentu saja hal itu membuat Nanda semakin bersungut kesal karena dirinya harus mati-matian memukul mundur hasratnya yang sudah menggebu, terganggu oleh kedatangan adiknya. “Hanya berbincang biasa,” jawab Sashi sambil melepas kimono yang dikenakan, menyisakan lingerie berwarna krem. Dia pun naik ranjang lantas duduk bersama Nanda. “Berbincang biasa sampai menarikmu seperti itu. Kenapa aku jadi curiga?” Nanda memicingkan mata ke Sashi. “Sekarang cerita, apa yang sebenarnya terjadi? Tidak mungkin Clara mendadak baik kepadamu tanpa alasan,” ucap Nanda tak percaya begitu saja. Sashi mengulum bibir, lantas melebarkan senyum sampai kedua matanya menyipit. “Baiklah, tapi janji kamu tetap harus berpikiran positif,” pinta Sashi. Nanda hanya mengangguk pelan membalas ucapan Sashi. “Dia hanya curhat, menanyakan beberapa hal kepadak
Nanda dan Sashi benar-benar menuruti permintaan Nana. Mereka ikut pergi bulan madu hanya untuk menjaga kondisi Nana yang sedang hamil muda. “Kamar kita bersebelahan, jadi kalau ada apa-apa aku bisa langsung mengetuk kamar kalian,” ujar Nana saat mereka sudah sampai di hotel dan baru saja check ini. Sashi tersenyum menanggapi ucapan Nana, dia pun menganggukkan kepala. Sashi berjalan bersama Nana. Nanda dan Bastian berjalan di belakang para istri sambil membawa koper mereka. “Meski tak bisa menyelam, aku mau naik kapal. Bolehkan?” tanya Nana sambil menoleh ke Bastian dan Nanda. “Asal kamu tidak mual juga dalam kondisi fit, tak masalah jika mau berlayar,” jawab Nanda. Daripada Bastian, Nanda malah lebih over protektif ke Nana karena mencemaskan kondisi adiknya itu. Nana membentuk huruf OK menggunakan telunjuk dan jempol. Dia kembali merangkul lengan Sashi sambil masuk lift yang akan membawa mereka menuju lantai kamar yang dipesan. “Aku agak capek, mau istirahat dulu. Janji besok
Nanda baru saja selesai mandi. Dia sedang duduk di ranjang menunggu Sashi selesai dari kamar mandi juga karena hari ini mereka berencana naik kapal pesiar agar Nana senang. Saat sedang mengecek ponselnya, Nanda melihat pesan dari Owen. [Kapan kalian punya waktu?] Nanda mengerutkan alis membaca pertanyaan Owen. Apalagi Owen menyebut kata ‘kalian’. Dia pun mengirim pesan balasan untuk Owen karena tak ingin sampai Sashi tahu dulu soal perjanjian yang dibuatnya dengan pria itu. [Aku sedang berada di luar kota bersama Sashi, lusa kami kembali.] [Kenapa ada kata ‘kalian’? Apa yang sebenarnya kamu inginkan?] Nanda mulai waspada, takut Owen meminta sesuatu di luar kesepakatan mereka. Dia menunggu balasan dari Owen, hingga akhirnya kembali mendapat pesan. [Ya, karena apa yang aku inginkan, menyangkut soal kalian berdua. Jika lusa kembali, maka sabtu malam aku ingin kalian datang ke rumahku tanpa tapi. Ingat janjimu juga ancamanku. Aku tidak menerima penolakan.] Nanda geram membaca pe
Sashi dan yang lain akhirnya pulang setelah kondisi Nana membaik juga memungkinkan melakukan perjalanan udara. Mereka sudah sampai rumah dan langsung disambut Rihana. Rihana sudah mendengar kabar kalau Nana sakit. Dia pun begitu mencemaskan Nana, hingga langsung mengajak putrinya itu duduk saat baru saja sampai rumah. “Apa perlu ke rumah sakit untuk mengecek kandungannya?” tanya Rihana yang cemas. “Sebelum pulang, kami sudah membawanya ke rumah sakit untuk memastikan kondisi kesehatan Nana dan janinnya. Tapi menurutku tak masalah jika diperiksa lagi,” ujar Sashi menjawab pertanyaan Rihana. “Besok saja, ya. Aku capek.” Nana merasa lemas. Dia bahkan langsung bersandar di lengan Rihana. Rihana menatap semua orang dengan ekspresi wajah cemas. Dia pun kemudian memilih mengajak Nana masuk kamar agar bisa istirahat. Nanda dan Bastian masih di ruang keluarga, sedangkan Sashi pergi ke kamar bersama Rihana untuk menemani Nana. “Jika kondisi Nana terus seperti ini, lebih baik dia tidak us
“Kita mau ke mana?” tanya Sashi keheranan karena malam itu Nanda memintanya berpakaian rapi dan sopan. Nanda baru saja memakai jas saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke sang istri, kemudian merapikan helaian rambut istrinya yang kurang rapi. “Ada hal yang sebenarnya belum aku sampaikan kepadamu. Awalnya ini takkan berhubungan denganmu, tapi ternyata kamu tetap terlibat,” ujar Nanda sambil menatap lekat wajah istrinya. Sashi mengerutkan alis mendengar ucapan Nanda. Tiba-tiba saja dia merasa cemas karena ucapan suaminya itu. “Ada apa sebenarnya?” tanya Sashi bingung. “Sebenarnya hilangnya berita tentangmu karena ada campur tangan dari Owen,” jawab Nanda akhirnya jujur. Sashi tentu saja terkejut bukan main mendengar hal itu, tapi dia berusaha untuk tetap tenang. “Lalu?” tanya Sashi mengorek lebih dalam informasi akan maksud ucapan Nanda. “Dia meminta satu syarat tapi tak mau menyebutkan di awal. Aku awalnya tak ingin menerima, tapi karena memikirkanmu, aku akhir
Sashi dan Nanda melihat sendiri pelayan mengambil alat makan lain, lantas mencicipi makanan yang dihidangkan untuk mereka. Kini mereka pun percaya karena pelayan itu baik-baik saja. “Sekarang percaya?” tanya Owen sambil memberikan tatapan tidak senang. “Apa sebenarnya maksudmu mengundang kami datang ke sini?” tanya Nanda karena tak ingin terjebak dalam permainan Owen. “Bukankah kamu sudah menyetujui syarat yang aku ajukan, apa kamu masih mempertanyakan maksud mengundang kalian ke sini? Aku hanya ingin makan malam bersama kalian, apa alasan itu cukup?” Owen menatap Nanda dan Sashi bergantian. Owen pun kemudian mengabaikan Nanda. Dia memilih menyantap hidangannya karena tak ingin menghancurkan makan malam yang dibuatnya. Nanda dan Sashi saling tatap sejenak, hingga akhirnya mereka pun ikut makan bersama Owen. “Setelah bicara, aku ingin bicara denganmu berdua.” Owen bicara tanpa memandang Sashi atau Nanda. Nanda dan Sashi pun terkejut, apa sebenarnya yang diinginkan pria itu lagi.