“Apa kata dokter?” tanya Anta—ayah Bumi saat datang ke rumah sakit untuk menjenguk Bintang.“Aku baik-baik saja, hanya sedang kurang sehat saja jadi kambuh,” jawab Bintang.Bintang dan seluruh keluarga sepakat merahasiakan masalah perjanjian kontrak antara Nanda dan Sashi untuk menjaga kemungkinan terjadi masalah yang tak diinginkan di kemudian hari.“Syukurlah kalau tidak apa-apa. Kamu sudah lama tidak kambuh, jadi hal ini tentu saja membuat semua orang cemas,” ujar Anta.Bintang mengangguk-angguk mendengar ucapan Anta.Bumi juga ikut menemani ayahnya menjenguk. Hingga dia melihat Aruna yang duduk tak acuh kepadanya. Bumi pun mencoba mendekati Aruna, lantas duduk di dekat gadis itu.“Di mana Sashi?” tanya Bumi karena tak melihat Sashi di sana.Aruna menoleh dengan ekspresi malas ke Bumi, lantas menjawab, “Pergi bersama suaminya.”Setelah menjawab pertanyaan itu, Aruna mengalihkan pandangan dari Bumi ke arah lain.Bumi menatap Aruna yang tak acuh, hingga kemudian menghela napas pelan.
“Mama jadi pulang hari ini?” tanya Nanda saat menghampiri Sashi di klinik.“Iya, siang tadi sudah pulang. Kita langsung ke rumah, ya. Aku mau mastiin kondisi Mommy,” ucap Sashi sambil merapikan meja.Bintang sudah diperbolehkan pulang setelah dirawat tiga hari dan dipastikan kondisinya benar-benar membaik. Siang tadi Sashi tidak bisa menjemput karena harus bekerja.Nanda menunggu Sashi selesai membereskan meja, Lani sendiri sudah pamit dulu karena merasa jadi orang ketiga di klinik itu.“Sudah selesai?” tanya Nanda.“Hm … ayo.” Sashi menyematkan tali tas di pundak, kemudian menghampiri Nanda.Nanda langsung menggandeng tangan Sashi tanpa penolakan. Satu hari yang lalu perusahaan heboh dengan informasi soal siapa Sashi, bahkan ada acara makan bersama sebagai syukuran masuknya Sashi sebagai bagian perusahaan.Tentu saja hal itu rencana Nanda yang dijalankan Lukas. Memang sengaja melakukan itu agar semua orang tahu Sashi istri Nanda, serta tak ada yang berani berpikiran buruk tentang Sas
Sashi dan Nanda saling lirik, lantas keduanya memilih ikut bergabung dengan yang lain di ruang keluarga.“Mama ke sini kenapa tidak bilang?” tanya Nanda dengan suara lirih.“Kenapa harus bilang? Mama ke sini ada urusan, sekalian jenguk mertuamu,” jawab Rihana dengan santainya.Bintang hanya tersenyum melihat Rihana dan Nanda saling bisik. Dia pun tak membahas soal surat kontrak Sashi dan Nanda, sebab berpikir Rihana tak tahu sehingga tak perlu diberi tahu karena takut menciptakan masalah baru.“Kami juga baru sampai, ke sini juga rencana dadakan karena kemarin tidak bisa menjenguk di rumah sakit,” ujar Rihana yang memang datang bersama Melvin juga Clara.Nana dan Bastian juga ikut, keduanya belum sempat pulang dan langsung diminta datang ke rumah Bintang, tapi tanpa memberitahu Nanda.“Padahal saya sudah baik-baik saja, jadi tidak enak karena kalian malah meluangkan waktu ke sini,” ujar Bintang.“Seharusnya kami yang tidak enak, karena kebetulan aku juga baru keluar dari rumah sakit,
“Pemuda tadi pacarmu?” Aruna tersedak sampai terbatuk-batuk mendengar pertanyaan Sashi. Dia sedang minum di dapur saat sang kakak bertanya, membuatnya begitu terkejut mendengar suara Sashi. “Aku hanya tanya, kenapa kamu terkejut sampai begitu?” tanya Sashi sambil memberikan tisu ke Aruna. “Kamu mengejutkanku,” jawab Aruna saat sudah bisa berhenti batuk, lantas mengambil tisu dari Sashi. “Apanya yang mengejutkan? Aku hanya tanya, reaksimu saja yang berlebihan,” ujar Sashi sambil memperhatikan sang adik. Aruna menggelembungkan pipi mendengar ucapan Sashi, hingga kemudian membalas, “Aku benar-benar terkejut, bukan bereaksi berlebih. Lagian aku sedang minum, kamu datang-datang langsung bertanya.” Sashi melebarkan senyum mendengar adiknya mengeluh, hingga kemudian kembali bertanya, “Jujur padaku, dia pacarmu, kan? Kulihat dia tak seperti temanmu. Tapi aku bingung, apa kamu sudah pindah lain hati?” Aruna memanyunkan bibir mendengar ucapan sang kakak, tentu saja dia paham ke mana arah
“Sekarang kamu sudah lega? Hubunganmu dengan Aruna pun tampaknya sudah sanga baik,” ujar Nanda sambil memeluk Sashi yang baru saja berganti pakaian.Sashi menghela napas lega, lantas melirik Nanda yang meletakkan dagu di pundaknya.“Ya, aku lega. Setidaknya Mommy baik-baik saja, lalu hubunganku dengan Aruna membaik karena masalah kita,” balas Sashi sambil mengusap lengan kekar yang melingkar di pinggang.Nanda melepas pelukan, lantas memutar tubuh Sashi agar menghadap ke arahnya.“Sekarang kita fokus dengan rumah tangga kita,” ucap Nanda sambil menyingkirkan rambut Sashi yang sedikit berantakan.“Aku mau fokus melukis dan menjadi dokter,” balas Sashi menyangkal ucapan Nanda.Nanda terkejut hingga menatap Sashi dengan rasa tidak percaya.“Aku nomor berapa?” tanya pria itu sambil menatap penuh harap.Sashi berhitung dengan jari, kemudian menjawab, “Empat.”“Tidak bisa, aku mau nomor satu. Kamu harus memberiku nomor satu.” Nanda meraih pinggang Sashi, lantas sedikit meraba-raba hingga me
“Nanda, bangun.”Sashi sangat terkejut saat melihat matahari sudah tinggi hingga menelusup masuk kamar mereka.“Bentar, aku masih mengantuk.” Nanda tak mau bangun, tapi malah semakin mempererat pelukan di pinggang istrinya.Sashi mencebik melihat Nanda tak mau bangun. Semalam suaminya itu mengajak bercinta tak ingat waktu, hingga akhirnya sekarang mereka bangun kesiangan.“Nanda, kita nanti terlambat ke perusahaan,” ujar Sashi lagi berusaha untuk membangunkan Nanda.“Kenapa kamu cemas sekali? Padahal suamimu ini petinggi di perusahaan dan mertuamu pemilik perusahaan,” ujar Nanda dengan santainya.Nanda bangun dan menegakkan setengah badan untuk bisa melihat istrinya.Sashi berbaring terlentang, menatap Nanda yang kini memandangnya.“Bukan masalah perusahaan siapa. Kerja ya kerja, jangan pakai alasan perusahaanmu atau perusahaan Papa. Bangun, kita harus ke kantor.” Sashi memukul lengan suaminya agar menyingkir dari atas tubuhnya.Nanda tersenyum melihat tingkah istrinya. Dia pun mengec
Ansel berdiri bersandar bodi depan mobil. Dia terus melihat ke ponsel, membaca pesan yang diterimanya beberapa saat lalu.[Ada hal yang ingin kusampaikan, bisa kita bertemu?]Ansel membaca pesan dari Aruna, kini dia menunggu gadis itu datang di tempat yang sudah dijanjikan.Tidak lama kemudian, mobil Aruna sampai di tempat Ansel berada. Ansel pun langsung berdiri tegap, menunggu Aruna turun dari mobil dan menghampirinya.“Maaf aku terkena macet di jalan,” ucap Aruna begitu sampai di hadapan Ansel.Ansel tersenyum melihat Aruna, padahal sejak tadi dia terus gelisah dan cemas karena gadis itu mengirim pesan untuk bertemu, tidak seperti biasanya yang langsung menghubungi.“Kamu ingin menyampaikan apa sampai meminta bertemu langsung?” tanya Ansel sambil memandang Aruna.Aruna menatap lekat wajah Ansel, hingga menarik napas panjang lantas menghela perlahan sebelum menyampaikan apa yang ingin diucapkan.“Ans, Bumi mengatakan sesuatu kepadamu?” tanya Aruna.Ansel cukup terkejut mendengar per
“Kuenya sudah siap?”Clara baru saja sampai dapur dan langsung menanyakan kue pesanannya.“Sudah, Non. Sudah dingin juga,” kata pembantu yang memasak pesananan Clara.“Ya sudah, taruh wadah. Mau aku bawa sekarang,” kata Clara lagi.Pembantu itu langsung mengambil wadah bersih, kemudian memasukkan kue ke wadah.Rihana melihat Clara yang sudah berpakaian rapi di dapur sedang mengawasi pembantu.“Lagi ngapain?” tanya Rihana yang penasaran. Dia berjalan mendekat ke Clara dan pembantu.Clara sangat terkejut mendengar suara Rihana. Dia menoleh dan melihat sang mama yang menghampiri.Rihana melongok ke kotak yang ada di meja, lantas menatap Clara yang sedikit menunduk.“Buat siapa? Kok ditaruh wadah?” tanya Rihana yang penasaran.Clara gelagapan mendengar pertanyaan Rihana, sedangkan pembantu hanya diam saja.“Oh … itu buat teman kok, Ma. Tadi kita janjian mau makan bareng di kampus,” jawab Clara sambil melebarkan senyum untuk meyakinkan sang mama.Rihana awalnya sedikit curiga, tapi kemudia
“Dia tampan sekali. Pipinya juga menggemaskan.” Rihana langsung menggendong cucu keduanya itu. Rihana, Bintang, dan para suami datang ke sana setelah satu minggu Sashi melahirkan. Mereka begitu bahagia mengetahui Sashi melahirkan dengan lancar. “Aku mau menggendongnya,” kata Bintang mengambil Archie dari gendongan Rihana. Sashi dan Nanda menatap para orang tua yang sangat bahagia. Mereka begitu bahagia melihat semuanya berkumpul di sana. “Siapa namanya?” tanya Bintang sambil menimang bayi Archie. “Archie Abimand Mahendra. Nanda ingin nama keluarga tersemat di namanya,” jawab Sashi. “Nama yang bagus,” puji Rihana sambil mengelus pipi Archie menggunakan telunjuk, membuat bayi mungil itu menggeliat geli. Bintang menatap cucu pertamanya itu. Melihat Archie yang sangat menggemaskan, membuat Bintang malah sedih. “Apa kamu akan balik ke Indonesia?” tanya Bintang sambil menatap Sashi. Semua orang pun terkejut hingga menatap Bintang, kemudian ke Sashi secara bergantian. Sashi bingung
Sashi baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tiba-tiba merasakan perutnya sakit, membuat Sashi langsung berpegangan pada kusen pintu. “Agh, kenapa sakit?” Sashi memegangi perutnya yang besar. Kehamilan Sashi baru memasuki usia sembilan bulan. Dia menjalani hari dalam masa kehamilan dengan baik meski Nanda tak selalu ada di sampingnya. Pagi itu dia baru saja mencuci wajah, tapi perutnya tiba-tiba terasa mulas bahkan panas juga pinggangnya pegal. “Apa kamu mau keluar sekarang?” Sashi menahan sakit sambil mengusap perutnya. Sashi mengalami kontraksi, membuatnya tak sanggup berjalan hingga memilih langsung duduk di ranjang. Dia berulang kali mengatur napas karena kontraksi yang terjadi. “Anda sudah bangun?” Suara perawat pribadi yang selama beberapa bulan ini merawat dan menjaga Sashi masuk kamar. Dia terkejut karena melihat Sashi kesakitan. “Anda baik-baik saja?” tanya wanita itu langsung berlari menghampiri Sashi. “Sepertinya bayinya mau lahir,” jawab Sashi sambil menahan sakit
“Kenapa kamu ke sini lagi?” Bumi melotot ke Winnie yang kembali datang ke kafenya. Dia sepertinya sedikit tak senang dengan Winnie yang sangat cerewet. “Apa? Aku mau jajan, kenapa kamu galak sekali? Ingat, Om. Tidak boleh galak-galak, nanti cepat tua,” balas Winnie tak takut sama sekali meski Bumi memasang wajah garang. “Kalau mau beli makanan atau minuman di sini, take away jangan makan di sini,” ucap Bumi karena sebelumnya Winnie begitu cerewet bertanya soal seseorang yang menemuinya waktu itu. Padahal jika dipikir, Winnie tak ada hubungan dengan Bumi, tapi kenapa gadis itu bertanya seolah sedang menginterogasi. Selama beberapa bulan ini, Winnie memang sering datang ke kafe Bumi meski tidak tiap hari. Bukannya senang mendapat pelanggan tetap, Bumi malah kesal karena sikap Winnie cerewet dan penasaran dengan apa pun yang dilihat di kafe itu.Baru saja Winnie ingin membalas ucapan Bumi. Tiba-tiba beberapa anak berseragam masuk ke kafe dan langsung menatap Winnie. “Eh, kamu di sin
“Kamu benar-benar tidak apa-apa jika aku balik ke indo?” tanya Nanda sambil membelai rambut Sashi dengan lembut. Nanda sudah beberapa hari di sana. Dia harus kembali ke Indonesia untuk mengurus pekerjaan, tapi Nanda juga masih berat jika harus meninggalkan Sashi. “Iya, tidak apa-apa. Lagian aku juga baik-baik saja, bahkan tidak mengalami morning sickness. Jadi kamu jangan cemas,” jawab Sashi. Sebenarnya bukan masalah takut Sashi sakit atau mengalami kendala saat menjaga kesehatan. Dia hanya tak bisa jauh dari istrinya yang sedang hamil, Nanda seperti perlu terus berada di sisi istrinya itu. Saat keduanya masih berbincang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Nanda pun memilih membuka pintu, hingga melihat pelayan rumah berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanya Nanda. “Nyonya besar datang bersama yang lain, Tuan.” Pelayan itu menyampaikan kedatangan Rihana. “Mama datang? Baiklah, aku akan segera turun,” kata Nanda lantas kembali masuk menghampiri Sashi. “Ada apa?” t
“Kamu benar-benar tidak apa?” tanya Sashi saat melihat Nanda sedang berganti pakaian.Nanda menoleh saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke Sashi yang duduk di ranjang.“Apanya tidak apa, hm?” tanya balik Nanda lantas duduk di samping Sashi.Sashi sepertinya masih takut jika Nanda belum bisa menerima jika dirinya hamil, meski tadi sudah berkata tidak apa-apa.“Kamu tidak apa-apa kalai aku hamil?” tanya Sashi memastikan.Nanda memulas senyum mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mengusap lembut rambut istrinya itu.“Tentu saja tidak apa-apa. Aku malah bahagia karena akhirnya kamu bisa hamil. Mungkin dulu aku belum siap karena takut kamu sakit, tapi sekarang berbeda karena yang terpenting bagiku sekarang kamu bahagia,” jawab Nanda sambil tersenyum begitu tulus dan penuh kasih sayang.Sashi menautkan jemari mereka, lantas menyandarkan kepala di pundak Nanda.“Aku janji akan selalu sehat dan menjaga bayi kita dengan baik,” ucap Sashi agar Nanda tak perlu cemas.Nanda ters
Nanda masuk ke ruang USG, hingga melihat Sashi yang berbaring dan kini sedang diperiksa.“Bagaimana kondisi istri saya?” tanya Nanda saat sudah masuk ke ruangan itu.Sashi terkejut hingga tatapannya tertuju ke Nanda yang baru saja datang.“Kamu datang.” Sashi terlihat senang melihat Nanda di sana.Nanda mendekat dengan ekspresi wajah cemas, lantas memandang ke monitor yang baru saja diperhatikan oleh dokter.“Sebenarnya istri saya kenapa, Dok?” tanya Nanda.Dokter itu tersenyum sambil meletakkan alat USG, hingga kemudian menjawab, “Selamat, istri Anda hamil.”Nanda tertegun tak percaya mendengar ucapan selamat dari dokter itu. Dia sampai memandang Sashi dengan rasa tak percaya.Sashi sendiri hanya tersenyum karena tadi sudah memberitahu kalau dirinya hamil, kini usia kandungan Sashi pun baru enam minggu.“Hamil? Serius hamil? Bukan penyakit?” tanya Nanda memastikan dengan sedikit rasa tidak percaya.Sashi meraih tangan Nanda yang dekat dengannya, lantas menautkan jemari mereka.“Iya,
Satu tahun berlalu. Sashi masih setia menemani Aruna di luar negeri, Nanda sendiri datang setiap seminggu sekali, lantas tinggal beberapa hari sebelum kembali ke Indonesia.Sashi sendiri mulai lega karena akhirnya Aruna bisa menyesuaikan diri dan kini sudah memiliki beberapa teman di kampus barunya.“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Sashi saat melihat Aruna baru saja pulang.“Menyenangkan,” jawab Aruna sambil melebarkan senyum.“Mommy tadi telepon, tanya apa kamu masih suka murung-murungan, kujawab tidak karena kamu sudah baik-baik saja,” ucap Sashi.Aruna tersenyum tipis mendengar ucapan Sashi. Meski dia terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja sudah satu tahun belum bisa melupakan Ansel.“Jika nanti sudah lulus, aku ingin kerja di sini saja. Di sini lebih enak, meski pergaulan di sini berbeda dengan di Indonesia, tapi aku sudah berusaha menjaga batasan,” ujar Aruna.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Dia lantas membalas, “Apa kamu tidak ingin meneruskan perusahaan Dadd
“Bagaimana dengan Runa?” tanya Nanda saat menemui Sashi di kamar. Mereka sudah ada di sana sebulan. Aruna sendiri belum keluar dari rumah sama sekali sejak sebulan ini. “Masih sama. Hanya di kamar, duduk di teras, atau jalan-jalan,” jawab Sashi yang sedih mengetahui Aruna tak seperti dulu dan lebih banyak murungnya. Nanda menghela napas, mereka sudah berusaha membuat Aruna bersemangat, soal Aruna mau bangkit atau tidak, semua harus dari diri sendirinya. “Kalian tidak apa-apa jika aku tinggal? Aku tidak tega melihatmu sedih melihat Aruna seperti itu,” ucap Nanda sambil mengusap rambut Sashi. Nanda masih harus bolak-balik mengurus pekerjaan, sehingga dia pun tidak bisa setiap saat ada di sana. “Kamu tenang saja, aku baik-baik saja di sini. Soal Runa, aku akan berusaha mengajaknya jalan-jalan mencari suasana baru. Dia juga seharusnya sudah mulai mengurus perpindahan kuliahnya, tapi dia belum bersemangat,” balas Sashi. Sashi mencoba memahami posisi suaminya yang tak bisa terus berad
Aruna memandangi kamar yang akan ditinggalkannya. Dia sudah memantapkan hati untuk pergi karena benar-benar tak bisa melupakan Ansel begitu saja jika masih di kota itu. Baginya Ansel adalah cinta pertama yang tak bisa dilupakan. Meski dulu awalnya dia menyukai Bumi, tapi kenyataannya Ansellah yang menduduki hatinya pertama kali. “Kamu sudah siap?” tanya Sashi yang menghampiri Aruna di kamar. Aruna menatap Sashi, lantas menganggukkan kepala. Dia mengambil tas dan jaketnya, lantas menarik koper yang ada di dekat ranjang. Setelah mengurus visa tinggal terbatas dan pasport, akhirnya Aruna akan pergi ke Amerika untuk belajar sekalian menenangkan diri. Namun, tentunya Aruna akan pergi bersama keluarga, lalu nantinya akan tinggal bersama Sashi dan Nanda sesuai kesepakatan, meski Nanda akan bolak-balik karena urusan pekerjaan. Bintang menatap Aruna yang baru saja menuruni anak tangga bersama Sashi. Bintang tak kuasa melihat kedua putrinya akan pergi dan tinggal jauh darinya. Sopir yang