Share

Dunia Novel

"Bagus, Zhea!" Seorang pria bertubuh besar berteriak sembari bertepuk tangan, suara tawanya menggema ke seluruh ruangan.

Azalea yang baru selesai mengayunkan pedang langsung menjatuhkan diri, terbentang dengan napas putus-putus. Pedang besar dan berkilat di tangannya terlepas dan menimbulkan bunyi berdebam yang cukup keras.

Tangannya sakit, tulang-tulang di tangannya terasa sedang diremas. Gadis bersurai perak itu memejamkan mata sebelum menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Azalea melakukannya berulang-ulang, sambil merasakan aura yang menyebar dari jantungnya.

Titik aura dari jantungnya perlahan menyebar ke seluruh tubuh. Satu demi satu, rasa sakit dari hasil latihan berpedang selama berjam-jam mulai berkurang. Azalea terus mengatur auranya hingga seluruh rasa sakit di tubuhnya hilang.

Gadis itu kembali membuka mata, mengangkat tangan dan melihat luka-luka kecil di sana sudah sembuh dengan sempurna.

"Tidak ada lagi yang bisa kuajarkan."

Azalea langsung bangun dan berlutut dengan satu kaki saat seorang pria mendekat. Luka bakar di sisi kanan wajah lelaki itu membuat penampilannya tampak lebih menakutkan.

"Apa maksud Anda, Guru?" Azalea mendongak, netra birunya menatap lekat guru berpedangnya.

"Semua ilmu yang kupunya sudah kuajarkan dan kau juga sudah menguasainya dengan sempurna. Kau bahkan bisa mengatur aura lebih baik dari siapa pun yang pernah kutemui."

Tujuh tahun berlalu sejak Madelyn meninggal. Azalea mendapatkan pendidikan yang tidak pernah terbayangkan akan dia dapat. Beberapa penduduk desa yang memiliki pengetahuan luas, kemampuan berpedang dan bisa merapalkan sihir, menjadi guru yang memaksa Azalea mempelajari semuanya.

Azalea juga menerima pelajaran dari Marry tentang obat-obatan tradisional dan cara menggunakan aura untuk menyembuhkan.

"Tapi, Anda masih tetap akan menjadi lawan berlatih saya, kan?" Azalea bertanya penuh harap.

Pria tinggi yang biasa dipanggil Lock saat sedang menjual minuman beralkohol di pasar itu mengangguk.

"Tentu saja! Aku pun tidak punya teman untuk mengasah pedang."

Jawaban dari gurunya membuat Azalea tersenyum lebar.

"Terima kasih!" serunya tulus.

Lock berdecih. "Sudah sana, kau harus membantu Marry meracik obat, kan? Jadwalmu bahkan lebih padat dari Kaisar."

Azalea terkekeh sembari berdiri. Gadis itu melambai ringan pada Lock sebelum berlari keluar ruangan. Saat pertama kali mengetahui tempat itu, Azalea merasa sangat takjub. Siapa yang menyangka desa terpencil seperti ini memiliki ruang bawah tanah yang cukup lebar untuk latihan berpedang?

Rambut perak Azalea segera berubah warna sejak gadis itu melangkah keluar pintu. Warna coklat yang sedikit kusam pada rambut dan matanya membuat Azalea hampir melupakan warna aslinya karena lebih sering melihatnya dengan warna yang sudah diubah.

Azalea menyapa setiap penduduk desa yang ditemuinya dalam perjalanan menemui Marry. Sepertinya hari ini dia akan belajar tentang segel dan kutukan yang biasa digunakan para penyihir dari benua Timur.

Tidak tahu bagaimana Marry bisa mengetahui segala hal tentang pengobatan dan sihir, bahkan kutukan, Azalea hanya disuruh belajar agar bisa melanjutkan hidup di mana pun berada.

Satu hal yang Azalea sadari saat usianya tiga belas tahun adalah kenyataan bahwa dunia ini adalah novel yang pernah dia baca di kehidupan sebelumnya. Itu pun sebuah novel tragedi.

Kisahnya berpusat pada pemeran utama wanita, seorang Saintess dari kuil Dewa Matahari yang menjalani hidup sebagai tahanan. Satu-satunya tempat yang tidak bisa disentuh oleh kekaisaran atau pun kerajaan lain, kuil tempat orang suci, para pilihan dewa berada.

Azalea tidak langsung mengenali tempat ini karena desa tempatnya tinggal tidak pernah disebutkan. Tidak ada tokoh penting atau figuran yang berasal dari tempat ini. Keberasaan Madelyn juga tidak pernah diceritakan.

Hanya ada kata-kata singkat tentang seseorang yang diberi julukan Mawar Emas Kekaisaran setelah sebutan itu diberikan pada sang pemeran utama.

Sekarang Azalea tahu ketidakhadiran Madelyn di novel dikarenakan dia sudah mati bahkan sebelum novelnya dimulai. Lalu tentang Putri Duke ... gadis itu tersenyum miring, sedikit puas dengan akhir tragis yang dialami penjahat utama.

Bukan Azalea, melainkan putri tiri Duke Lionhart yang menjadi penjahatnya.

"Mengingat kehancuran yang akan keluarga itu terima, ada baiknya untuk tidak mendekat." Azalea bergumam riang, dia juga jadi tidak perlu membalas dendam untuk kematian Madelyn karena kekuasaan Duke Lionhart akan hancur berkeping akibat ulah Duchess dan putrinya.

Meski sayang sekali karena pemeran utama wanitanya juga mati.

"Marry!"

Seorang wanita yang sudah sangat renta menoleh ketika Azalea memanggil. Marry tidak bisa lagi berjalan sekarang akibat usia tuanya. Meski begitu, kecakapannya dalam meracik obat-obatan dan mengajari Azalea masih sangat luar biasa.

"Kau terlambat," ucap Marry pelan, memberi isyarat pada gadis yang baru saja datang untuk segera mendekat.

Azalea biasa melihat tanaman obat di ruangan yang dimasukinya, tapi kali ini seluruh ruangan kosong. Jangankan akar sebuah rumput, satu perabot pun tidak ada. Di tengah ruangan, tepat di depan Marry, terdapat sebuah lingkaran besar yang dilukis dengan rapi.

Sekali lagi Azalea menyadari dunia tempatnya berada sekarang. Lingkaran yang ada di hadapannya sama persis dengan lingkaran sihir yang biasa dilihatnya dalam komik fantasi. Meski tentu saja dunia ini bukan lagi sebuah novel sejak Azalea bisa mati kapan saja.

"Bukankah ini lingkaran sihir? Katanya hari ini kita akan belajar tentang kutukan?" Azalea bertanya setelah berdiri di samping Marry.

"Kau akan memanggil spirit dan membuat perjanjian," ucap Marry singkat.

Jawaban wanita di sisinya membuat Azalea melebarkan mata. Bagaimana mungkin memanggil spirit?

"Aku tidak mungkin bisa--"

"Tidak ada yang tahu kalau belum dicoba," Marry memotong perkataan Azalea, tatapannya terlihat sangat serius. "Kau tahu tentang berita yang sedang beredar sekarang, kan?" tanyanya.

Gadis bersurai coklat itu mengerutkan kening. "Maksudnya tentang Putra Mahkota yang dikutuk oleh penyihir dari benua Timur?"

Ini adalah bagian awal novelnya dimulai, tentang kutukan yang diberikan pada Putra Mahkota kekaisaran Xavierth. Tentu saja pada awal novel, hal ini diceritakan dari mulut ke mulut saat kekaisaran mengumpulkan penyihir dan tabib di seluruh dunia hingga beritanya sampai ke telinga pemeran utama wanita.

Azalea hanya menganggap itu bagian dari cerita, jadi tidak terlalu memikirkannya. Bagaimana pun kutukan itu akan terangkat saat Putra Mahkota yang merupakan pemeran utama laki-laki jatuh cinta pada Saintess. Cinta yang dihalangi banyak hal dan pengorbanan.

Gadis itu menggeleng memikirkan cerita akhirnya. Dia ingat menangis tersedu-sedu selama berhari-hari setelah membaca akhir ceritanya.

'Bukan urusanku, semua orang memiliki takdir dan ceritanya masing-masing.' Azalea membatin sambil menghela napas pelan. Dia percaya di dunia ada banyak kisah. Cerita tragis tentang Putra Mahkota dan Saintess adalah salah satu dari sekian banyak kisah yang tidak diungkapkan.

"Kutukan pada matahari yang akan menyinari kekaisaran sudah disebutkan dalam orakel puluhan tahun lalu. Ini adalah pertanda awal datangnya kehancuran dunia."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status